Senin, 12 April 2021

PUISI

 Ramadan dan Vaksinasi 

:setelah mengantar papak kos


Mula-mula ibu kost datang ke kamar kost, menawarkan saya untuk mengantarkan bapak kost untuk divaksin. Selang beberapa menit, saya langsung menawarkan ke bapaknya "Mau saya antar, pak?" dengan rasa takut, ia seperti ragu-ragu dengan dalih "Saya ini sehat Mad, dan  saya sudah sering kerja keras. Saya naik ke lantai dua kamar kost-mu ini sudah berkeringat. Apa masih perlu divaksin!" Dalih sebenarnya, ia takut aja. Namun saya berpesan sambil menanyakan kembali apakah sudah yakin dan mau divaksin, njengan puasa kah pak?" Cengar-cengir seperti rasa malu dan senang karena tidak akan mokel. Setelah selesai ngobrol, langsung bergegas berangkat mencari rumah sakit yang menerima vaksinasi, bagi warga yang berumur 60-70-an.

Saat tiba di tempat tersebut, bukan saja orang berumur yang telah disebutkan di atas. Namun yang se-umuran saya ada mengantri. Padahal saya sebagai mahasiswa belum melakukan vaksin, entah karena saya memang belum pernah ke kampus dan menemukan pihak yang bersangkutan. Dalam pikiranku setelah melihat antrian panjang seperti terlihat orang-orang pada dasarnya sangat sangan dengan tubuhnya ketika sudah tua. Tidak pernah berpikir tentang usia yang sia-sia, terpenting hidup. Begitulah kehidupan merkan, setelah beberapa hari ini membaca karya Albert Camus tentang hidup yang gelap (kalau Albert Camus berpendapat 'absurdis') yang berharga dari hidup ya, masih bisa hidup sehat dan bisa melakukan praktik-praktik hidup. Tanpa memikirkan nilai dari hidup dan kegelisahannya. 

Saat mereka semua gelisah, menurutku mereka menjalani hidup dengan serius. Bayangkan kalau dari banyaknya antrian itu tidak mendatangi Rumah Sakit tersebut, tak akan membantu tukang parkir mencari naskah di bulan Ramadan ini. Haislnya kalau dilihat dari antrian dari tarif setiap motor -cukuplah buat buka puasa- dengan keluarga yang tujuh orang di rumah. 

Bapak kost yang minta ditinggal, karena sudah mau menunggu. Setelah saya langsung mendaftarkan dirinya, untuk mengambil antrian. Gumam hati, semoga selalu sehat, karena sakit itu sangat mahal. Menunggu antrian tidak semudah mengambil antrian di kantor bank. Ternyata kesehatan itu sangat penting, saking sangat pedulinya toko-toko sembako, bahkan warung kopi ditutup dengan horden separuh dan hanya kaki terlihat dari luar, dengan gerak senang. Saat menyetir motor sekilas berpikir, kalau itu bentuk dari kepedulian kesehatan mereka. 

Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan ramadan dan menunaikan jaga kesehatan kapan-pun.