Rabu, 23 November 2022

ARGENTINA DAN KEKALAHAN

gambar: diambil dari twiter piala dunia Qatar 2022

"Di dunia ini tak ada yang tak mungkin" kata Leo Messi, dalam wawancaranya di buku biografi Gran Jugadors Del Barca. Di dunia sepak bola; kekalahan, kemenangan, dan imbang akan sering terjadi dalam sebuah permainan. Apa mungkin siklus hidup memang seperti permainan sepak bola tuk mencapai sebuah harapan, ya walaupun polanya akan berbeda. Dan malam itu Argentina menelan kekalahan. 

Di laga pertama grup C piala dunia, Argentina melakoni laga ke 35 di semua ajang resmi maupun tidak. Bahkan di semua pertandingan yang dilakoni belum mengenyam kekalahan. Terakhir kalah dengan Brazil pada 2019. Di awal perhelatan akbar piala dunia Qatar, isak napas pelan-pelan terhengus-engus, merasakan tim kebanggan kalah dengan lapang hati perlu diterima. Salah satunya menerima banyak pesan di gaway masuk dengan penuh ejekan, itu hal biasa. Akan tetapi berharap dari kekalahan ada keberkahan, bahwa di pertemuan akan datang lebih giat dan target menang lebih serius, sebab peluang lolos masih terbuka. 


Pertendinagn usai. Saya memegang kepala sambil mengelus-ngelus rambut, tanpa sadar gigi menggit pelan salah satu jari. Suara meriah kanan kiri tak kedengaran lagi. Suasa bapak pertama yang ramai lantaran tiga gol silih berganti dijebloskan, sebelum dianulir offside, walaupun sangat membuat sedih hanya satu yang disahkan, penalti.


Jadi bukti keyakinan rasio itu ilusi, yang tak pantas diagung-agungkan jadi bukti, bahkan jadi tolok ukur utama, jadinya begini. Hukum rasio melakukan prediksi dengan kurva normal hanya dilihat dari susunan pemain yang lebih mentereng diprediksi menang. Ternyata berharap mungkin pada dunia dalam bentuk permainan seperti ketidakmungkinan yang menjadi mungkin dalam sepak bola kurang tepat. 


Negara yang didukung lantaran ada Leo Messi, keok dengan tim tidak diprediksi sama sekali bersaing di grup C. Eh, ternyata sepak bola penuh dengan kejutan  di luar nalar kita. Diriku masih tercengang sambil menggeleng-gelengkan kepala dan sepulang dari Nobar (nonton bareng di kopian yang tidak ada yang dikenali) sambil menunduk penuh kecewa dan kacau pikiran. Seperti biasa, kekalahan Tim kebanggan sepak bola membuat nonton youtube malas, saking malasnya hingga seminggu tidak buka youtube. Karena kalau buka algoritma youtube akan menawarkan tontonan yang biasa ditonton. Hal tersebut ada hikmah baiknya karena lebih nyaman dan tenang kepadaku, lantaran waktu tak habis berselancar dunia youtube. Dan mata lebih mengurangi terdampak radiasi, serta beralih baca buku.


Kekecewaan bukan membenci, tapi lebih pada kondisi saat ini yang tidak dapat diterima oleh hati. Kekecewaan wajar asalkan tidak membenci, tentu ini terjadi kepada tim/Argentina dari Amerika Latin yang sangat sedikit perwakilan ke Pildun 2022. Selain itu, saya termasuk pengagum Leo Messi, walaupun kekalahan membuat sedikit kecewa pada permainan malam ini--yang dipermainkan melawan Arab Saudi. Permainan sangat kurang baik dan merasa bukan Tim harapan juara kalau demikian terus. Permainan yang kurang agresif dan memang merasa sangat percaya diri di awal, yang membuat rugi muncul rasa jumawa serta meremehkan lawannya. Mungkin saja, karena merasa di atas angin dan Arab Saudi tim yang diprediksi jadi bulanbulanan di grup C, ternyata mengejutkan. 


Keadaan yang mengagetkan tidak pernah dipikirkan akan terjadi, tapi ini sepak bola apapun bisa terjadi tanpa dapat diprediksi. Jika Tim A dan B, bisa dipastikan Tim A yang unggul menang dalam rasio yang berdasarkan pada material pemain, dalam sepak bola tidak berlaku. Walaupun masih tidak percaya kalau Argentina yang diunggulkan di helatan Piala Dunia di Qatar 2022 pertemuan pertama tumbang oleh Arab Saudi. Padahal Arab Saudi digadang-gadang di grup C tersebut jadi pengumpulan point. Ternyata sepak bola penuh kejutan-kejutan yang harus menyadari lagi tak perlu meremehkan, sebab meremehkan sesuatu yang buruk. 


Sepak bola adalah olahraga yang seru dan banyak yang menggemari. Mulai dari main bola tarkaman hingga profesional selalu menjadi ajang sangat seru dan digemari. Sepak bola salah satu olahraga yang dapat dilakukan oleh siapapun mulai dari kalangan bawah hingga atas bisa menikmati. Dan semua orang bisa berlainan sepak bola. Entah hanya menggunakan bila plastik yang bermain di gang-gang kecil, yang suporternya kadang dirinya sandiri, atau bola blètèr yang dimainkan oleh para pemain profesional di lapangan yang ditentukan dan main menggunakan sepatu olahraga. Sepak bola olahraga tanpa strata, semua orang bisa memainkan serta menikmatinya. 


Argentina kalah. Terasa masih bermimpi lantaran pada bapak pertama banyak gol membuat hati bergema senyum begitu lebar pada menit 10 terakhir Leo Messi mencetak gol melalui titik putih. Di hati telah memprediksi akan begitu banyak lagi gol tercipta entah oleh Messi atau oleh pemain lain seperti Lautaro Martinez dan Angel Di Maria, yang menemani Messi di lini depan. Tiga gol yang dianulir wasit (offside) pada babak pertama menggambarkan akan banyak gol lagi. 


Susunan pemain yang diturunkan melawan Arab Saudi tidak begitu banyak perubahan dengan skuad timnas Argentina yang pernah menjuarai Copa America dan Piala Mollissima (perebutan piala pemenang Copa America dan Euro/pemenang di kalangan Eropa). Susunan pemain yang begitu baik serta tak disangka saja Tim besar dengan susunan pemain yang nyaris sempurna kalah. Malah jadi kejutan begitu dikalahkan oleh Saudi Arabia dengan skor tipis 2:1. 


Jika kita memperhatikan permainan kedua Tim. Kelas permainan dari keduanya begitu terlihat dengan susunan pemain yang jarang dikenal dan tidak mudah dihafal, yaitu Saudi Arabia. Bukan tujuan mengecilkan, tapi lebih ingin menunjukkan kalau standart pemain jangan sesekali memerahkan sebab mereka punya power dari dalam diri yang begitu kuat. Sehingga kerja keras dan cerdas dilakukan pemain seperti Saudi Arabia akan dilakukan untuk mengalahkan, bagaimanapun caranya. Karena kalau melihat permainan kedua Tim sangat tidak masuk akal jika memandang permainan yang begitu tidak banyak peluang untuk Saudi, lantaran sangat sulit memasuki di lini pertahanan Argentina yang dihuni oleh para pemain top Eropa. Dari segi permainan memang sangat kalah hal ini dibuktikan dari tembakan ke gawang yang tercatat oleh keterangan lapangan 3 shoot on target Saudi Arabia ke gawang Argentina, sedangkan Argentina tercatat 14 shot no target. Hukum penalaran yang tidak bisa dibuktikan kalau sepak bola dapat diukur dari pemain atau permainan melainkan gol yang diciptakan lebih banyak. 


Kekalahan Argentina di pertandingan pertama tak mengendorkan semangat diriku mendukungnya. Kekalahan di awal ini membuat lebih percaya dengan lebih baiknya lagi. Syukur-syukur semua Tim bisa mengambil dampak baiknya di awal pertandingan yang tidak beruntung. Sehingga di awal baik buruk untuk ke depan menjadi akhir yang baik (juara piala dunia). Kekalahan yang terjadi jika memang ingin memperbaiki masih belum terlambat, masih banyak lagi hal-hal kecil dilakukan lagi agar tetap waspada, karena kehati-hatian tersebut terkadang membuat lebih bisa menghargai serta melakukan yang terbaik terus. 


Messi dan Tim lebih keras serta percaya diri kalau akan mungkin terjadi bisa juara. Setidaknya menyadari padai pertandingan akan datang mampu memaksimalkan setiap peluang, setiap permainan yang agresif menekan akan lebih dikembangkan agar pressing lawan tidak berhasil. Kerja keras serta cerdas sangat diperlukan di permainan sepak bola modern ini. Mungkin.


Kamis, 17 November 2022

BUKU, ROUSSEAU, DAN CINTA


Mula-mula mengenal tokoh bernama Rousseau, ketika mendengar obrolan Maudy Ayunda, artis sekaligus perempuan multitalenta, berbincang di podcast Gita Wirjawan di akun spotify End Game.  Dibuka dengan ketertarikan Maudy terhadap adagium tokoh dunia bernama Jeans Jacques Rousseau. Saat itu pula, saya ingin tahu tokoh tersebut, lalu berselancar di laman google mencarinya. Di pencarian tersebut, muncul foto serta keterangan tokoh dikatakan pemikir, akademisi, dan filsuf. Selain itu, menulis karya sastra walaupun terdapat keterangan lain belum begitu banyak karya sastranya. 

Jeans Jacques Rousseau menulis cerita dalam bukunya dengan begitu memukau gaya pemberitaannya. Meletakkan karakter tidak hanya menjadikan seorang boneka yang tak dapat dinalar, tapi bisa ditemukan bukti di kehidupan nyata. Tentu, tanpa memunculkan karakter sikap dan sifat unik yang dimiliki akan menjadikan tokoh buatan tidak berdaya. Keunikan salah satu yang dimilikinya yaitu kehidupan yang dirasakan oleh Edward, terkhusus dalam asmara.


Segala gejolak ini membuntutinya di sepanjang perjalanan pulang. Luapan cinta yang baru saja bertunas selalu terasa lembut. Dorongan pertama yang muncul dalam dirinya adalah pesona baru ini; yang kedua membuka matanya terhadap dirinya sendiri (Rousseau: 2022.43). 


Tidak mudah menjelaskan segala perasaan kepada orang lain jika tidak membiasakan setiap apapun yang terjadi. Membiasakan diri untuk tetap menjadi diri sendiri tanpa gagah memang sulit, tapi paling sulit gagah terhadap perasaan yang merasa akan lebih dari sekitar, itu susah. Sedangkan akan mudah jika setiap kejadian diiris-iris benang merahnya lalu dijadikan jalan baik, jalan baik versi diri sendiri tanpa menyakiti orang lain. Walaupun pada akhirnya kehati-hatian selalu tergelincir di jurang tidak benar. 


Rousseau menulis cerita cinta Milord Edward begitu jeli menyampaikan secara lamban. Gaya penceritaan membuat pembaca membuat berjalan-jalan memahami sebuah rute jauh, tapi tak masalah karena menikmati ceritanya. Twntu, akan berbanding kebalik saat tak mampu merasakan nikmat membaca. 


Tokoh yang dibangun oleh penulis begitu miris karena tokoh menjadi other atau liyan dari manusia lain. Ia ternyata berhubungan asmara ganda dengan seorang. Hubungan yang membuat bahaya di Italia, lantaran banyak tekanan dari perempuan-perempuan yang mencibir dan akan disalahkan. Bahkan kelompok tokoh perempuan berpengaruh akan tak menerima, bisa-bisa akan mengancamnya. Budaya tersebut akan sama dengan di Indonesia. Sebab menjadi tabu serta tidak biasa akan jadi terasa aneh dan baru, yang kadang sangat sukar diterimanya. Kegelisahan tokoh yang wajar menjadi normal dapat perlakuan kurang pantas sebab manusia akan tidak mudah menerima hal baru dan pola konservatif masih kuat. Karena cara berpikirnya masih menggunakan pandangan kurva normal: "bahwa setiap pasangan hanya memiliki satu pasangan, tidak boleh lebih."


Saya menganggap kejadian tersebut seperti seorang yang jatuh cinta pada seorang teman. Mungkin ada yang menganggap kurang baik dan gak pantas. Ada pula yang tanpa berpikir panjang itu sangat baik bagus karena sudah sama-sama tahu, tak perlu kamu merasa kurang baik. Teruslah lakukan selagi mampu menjaga harga dirinya dan menjaga sebagaimana mestinya seorang pasangan. Paling penting tidak merugikan diantaranya. Walaupun kata tersebut tetap menjadi klise, akan tetapi, tetap saja ada yang merasa dirugikan dari satu sisi dan sisi yang lain. Hal ini akan dikembalikan ke agama; "tak mungkin Tuhan menyatukan sama persepsi pikiran manusia mirip atau sama, pasti ada yang perbedaan."


Untuk memahami perasaan, kita perlu mengiris-iris beberapa hal itu mengenai rasa. Atau menambang diri, lalu pada siapa perasaan diprioritaskan. Paling utama tidak lain yaitu kepada diri sendiri, kedua keluarga, dan ketiga pada pasangan (kalau yang kedua kalau sudah berkeluarga), serta yang ketiga pada guru, empat pada orang terdekat, dan kelima pada orang-orang yang semestinya dapat yaitu yang telah mempengaruhi hidupku--yang sangat perlu dapat rasa prioritas perasaan pada objek yang tepat. Sisanya adalah mereka bisa diberikan semestinya saja. Karena hanya Tuhan yang mampu mencintai semua dengan rata dan tak ada yang dibenci siapapun yang berdusta. 


Sebagai manusia yang kadang masih lapar hari ini perlu pergi ke warteg. Jangan merasa mampu dan bisa hidup sendiri atau dengan banyak orang di sekitar, paling penting bisa berbuat dan berbagi maksimal, bukan adil. Bisa saja itu menjadi resiko buruk yang terjadi pada diri sendiri dan berdampak pada orang banyak. Hal tersebut seperti memaknai cinta ganda tak semestinya buruk. Karena perihal ini salah satu perspektif saja, yang berbeda kepada akan beda pula menyerap makna. Bisa saja dianggap karunia Tuhan dianggap kelebihan. Hal ini subjektif. 


Pandangan tersebut perlu adanya dua sisi untuk melepas kesangsian berpikir berulang-ulang. Untuk mengambil contoh yang salah yaitu; ketika ada seorang mengatakan: "membaca buku banyak percuma, tapi tidak memahami perasaan perempuan." Penalaran yang tidak begitu membuat berat berpikir, tapi bagi yang gemar  baca, dikatakan seperti itu akan sakit hati, serta terus terekam di sanubarinya.


Pada inti mengambil makna dari setiap kejadian letak kebenaran tak hanya diletakkan pada kebenaran subjektif, melainkan perlu tandingan lain yaitu kebenaran secara objektif. Bagaimana seseorang dapat berpikir jernih dan mengambil jalan baik atas dirinya jika tak melibatkan unsur lain. Salah satu terus hadapi. Sebab siklus manusia di bumi masih sama, hanya beda pola. 


Hidup di dunia yang kompleks perlu memiliki prinsip pribadi yang kuat serta tahan banting. Karena jika tidak, akan terperangkap pada hidup personal yang hanya bisa menjadi penghambat perkembangan. 


Meminjam perkataan tokoh Edward; "benar demikian walaupun dia menolak perempuan yang dia puja-puji; segalanya selalu atas nama kebajikan, benar demikian, tapi dia juga percaya bahwa dia berlaku bijaksana apabila dia mengikuti jalan hasratnya sendiri" (2022:52). 


Rousseau, secara sadar menghadirkan kisah seorang di kehidupan sehari-hari dengan kepribadian tidak normal. Dalam hal ini menampilkan sebuah ketidaksesuaian di dalam kacamata umum, tapi itu ada. Namun secara sederhana tersampaikan secara tersirat maupun tersurat di buku "Cerita Cinta Milord Edward Boston, terbit di penerbit Mooi (2022), dialih bahasa oleh Rio Johan dari Bahasa Prancis ke dalam Bahasa Indonesia. 

Minggu, 13 November 2022

SAVOIR FAIRE

To be is to do Albert Camus, dan to do is to be Jeans Paul Sastre, dan do be do be do Sinatra. Saat membaca adagium beberapa tokoh di atas sambil tersenyum. Tulisan tersebut dikutip oleh penulis Bondan Winarno--yang menemukan di media New York Times. Dianggap tulisan lucu, tapi juga membuat kita memilih pedoman hidup. 

Jika kita memang bukan siapa-siapa (belum banyak simpanan uang/Atm sering kosong), maka memilih kedua yang disampaikan Jeans Paul Sartre dan Albert Camus, yang Sartre berkata "melakukan pekerjaan itulah yang memberi arti hidup," sedangkan Camus "hidup itu adalah melakukan sesuatu." Kalau Sinarta dilakukan oleh orang-orang yang bernasib baik dalam hidupnya. 

Kualitas hidup manusia ditentukan dari bagaimana kita menghasilkan sesuatu atau bekerja, begitupun sebaliknya. Seorang belajar dan bekerja di setiap hari 8-10 jam dan sisanya hidup dengan keluarga. Sedangkan bagi yang bernasib baik tidak sampai kerja segitu sudah menikmati. Akan tetapi kalau kita merasa tidak butuh orang lain terhadap meniru konsep berpikir tinggalkan saja. 

Ketiga pandangan tentang hidup punya dasar kebenarannya--kita memang bekerja keras. Pagi-pagi bangun baca buku ke kampus kadang juga ke sekolah untuk mengajar. Tidak sempat sarapan pagi. Kadang tidak sempat pulang ke rumah selama enam bulan ini. Di Malang bisa hidup lebih bisa melakukan sesuatu lebih banyak. Bekerja di penerbitan di sekolah, sambil kuliah juga agar selesaikan. 

Saat di Malang banyak yang butuh kepadaku. Kalau pagi kadang perlu ke kampus bimbingan kalau senin dan selasa. Rabu dan kamis di sekolah mengajar Bahasa Indonesia dan Prakarya dan Wirausaha. Lepas dari itu kadang singgah ke tempat-tempat komunitas literasi, sastra, filsafat, dan kadang menonton teater. Selain belajar juga membangun relasi. 

Kalau malam banyak waktu diam dan kadang telpon keluarga di rumah yang terdiri dari nenek, bapak, dan ibu (bukan kandung), tapi tetap mereka perlu kuberikan waktu dan cari waktu untuk tetap berkomunikasi. Walaupun tak semeriah bangun relasi baik, tapi saya setiap pagi mengirim pesan kepada bapak yang berpesan; "Pak doakan Akhmad Mustaqim, sampaikan ke nenek dan ibu." Pesan tersebut selalu kusampaikan kirim setiap pagi walaupun sekedar menyalin ((pesan yang sama dikirim setiap pagi)), tak mengurangi rasa sayang kepada mereka. Walaupun kadang memang tidak dibaca. 

Saya kalau malam menelpon untuk menanyakan kabar. Bersama adik-adikku yang memang jauh dengan keluarga di rumah. Kadang nenek kangen dengan kita, dan kita melakukan video call bersama berbicara banyak hal. Mulai pertanyaan random sampai yang serius perihal pekerjaan atau paling berat menanyakan keuangan dan pernikahaan, ini mengarah kepadaku. 

Lepas telponan. Bersih-bersih dan mengecek email dan pesan dan mencatat hal-hal yang dilakukan untuk besok. 

Pukul 21 ke atas kalau di kos diriku menguap berulang-ulang. Kalau tidak ada pertandingan sepak bola, mencoba membangun kebiasaan membaca buku motivasi. Karena memang butuh akhir-akhir dorongan dari luar diri. Setelah itu tidur pulas. Dalam cita-cita sebentar, mungkin kita berharap dalam mimpi ada orang bertanya, untuk apa dirimu melakukan sesuatu selama 10 tahun terakhir? Saya akan menjawab: untuk diriku sendiri, keluarga, family, pasangan (nanti kalau sudah tiba) sahabat, murid, agama, dan orang-orang yang berpengaruh di dalam hidup, serta bagi nusa dan bangsa. 

Jawaban yang dianggap benar, tapi curiga tidak jujur itu. Sukses demi sukses yang Anda raih bukanlah hal yang disebut, tetapi untuk memuaskan ego diri sendiri. Kalau ditanya kepada keluarga memang ada jawaban tidak jujur, mungkin. Walaupun keluarga selalu dukung apa yang telah diambil oleh keputusan diri sendiri. Kata yang sering kali muncul; "terus berjuang dulu apa-apa yang kamu harapkan nak, kalau merasa sudah pas silahkan putuskan cita-citanya di mana kamu akan melangkah." Jawaban itu mungkin agar diriku mikir positif saja padahal tidak jujur. Kalau jujur mungkin kamu ini egois kepada dirimu. Kapan diriku ini bisa menemani hari-hari bersama dan bisa membantu ekonomi keluarga secara maksimal. Walaupun diriku dianggap baik karena berjuang sendiri selama kuliah tujuh tahun terakhir. 

Melakukan sesuatu yang memang bersifat sendiri. Melakukan sesuatu itu termasuk melakukan peran sebagai keluarga. Kalau diriku mengalokasikan waktu sebagai anak pertama tetap memikirkan adik-adik mengenai merencanakan kegiatan kuliah serta di perantau yang punya pilihan. Jangan lupa, komitmen sebagai perantau menimba belajar dan bekerja dan meninggalkan sekaligus terus berjuang untuk tetap menjalin relasi komunikasi dengan keluarga. 

Terlambat atau tidak. Belum. Sekarang butuh lebih memahami prioritas serta kesadaran penuh terhadap pilihan. Mungkin ini bebas atas diriku sendiri memilih, akan tetapi tetap bertanggung jawab atas pilihan.  Tanggung jawab itu kesadaran penuh untuk terus melakukan. Dan kalau nanti pulang bawalah kabar baik dan sampaikan ini yang telah kucari sesuai harapan dulu. Agar mereka senang dengan cara sendiri. Dan bisa saja nanti pulang membawa bunga sambil meniru menyanyi do be do be do.

*terinspirasi tulisan Bondan Winarno