Jumat, 31 Mei 2019

Literasi Menghapus Tradisi Oral

Gerakan Generasi Melenial Literasi; Mencoba Menghapus Tradisi Oral yang Mendarah Daging.

Hari ini saya diajak oleh salah satu Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma). Satu kelas walau beda angkatan ia mengajak diskusi mengenai buku Literasi yang ditulis oleh Prof. Joko Saryono. Kebetulan semua itu sudah saya tuliskan dalam blog saya beberapa hari lalu sudah post. Namanya Mas Aan, ia sekarang aktiv dengan konten poutcaest (radio modern terkenalnya), membahas tentang Literasi samahalnya memlngkritik diri sendiri.

Dalam pembahasaan itu saya ingat dengan gerakan Literasi setiap Senin saya agendakan di kampus Unisma, tepatnya di Gesebo depan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Bukan hanya di kampus tapi gerakan itu dilakukan di kampung, serasa ingat pada semua apa yang dikerjakan namun belum bisa dikatakan maksimal. Karena komitmen sering terombang-ambing oleh keadaan dan ujian diri belum bisa dimaksimalkan.

Wawancara apa yang sudah dilakukan Mas Aan kepada saya, sebagai bentuk penggalian Ide saya yang mengendap dalam benak saya, yang beberapa hari ini tulisan di note Hp, berisikan apa yang ditangkap aja. Belum bisa menjurus ke ranah lebih luas dalam sekala permasalahan lakal dan Nasional. Pemikiran hanya bisa mengesplorasi sesuai apa yang ditangkap oleh jiwa dan otak. Kerja naluri masih hanya berada dalam pemahaman.

Naluri mengenai pemahaman itu, hanya ada pada hasil yang ditemukan dalam bacaan dan dalam renungan. Sedangkan implemintasi dari hasil pemikiran hanya ada dalam setiap tulisan, entah siapa yang memanfaatkan, atau bahkan tidak ada yang memanfaatkan apa yang telah dituliskan. Karena pembahasaan hanya masih dalam sebuah problematik kemanusian, sedangkan yang lebih besar yaitu; kemanusian yang berkaitan dengan kemaslahatan ummat, dan tuhan, serta ke tumbuhan dan isi alam semesta ini.

Lalu siapa yang akan memulainya tentang itu semua?, jawaban itu hanya manusia dan kita yang bisa mejawabnya.

Hasil pemikiran dalam kritikan pembahasaan itu, mencoba memahami Literasi lebih luas lagi. Hasil tulisan Prof. Joko Saryono sebuah penggugah dan kritikan pada pegiat Literasi yang mulai, dan bagi yang sudah mengembangkan.

Dalam buku itu menjelaskan bahwa Literasi; ialah episintrum kemajuan kebudayaan dan peradapan. Hal itu bisa dikatakan kebudayaan dan peradapan tidak terlepas dari sebuah kerja-kerja atau praktik Literasi yang manusia lakukan, sehingga manusia bisa mempermasalahkan apa yang dapat manusia raskan: mulai dari sebuah kebiasaan dan cara manusia hidup sehat, dan bagaimana manusia membentuk diri, dan bahkan paling menarik ketika berbicara sejarah. Semua seperti hanya ada pada hasil kerja Literasi sehingga manfaat dan estetika terelaborasi dalam diri manusia.

Mengapa pembahasaan itu jadi sangat penting?. Sebab kita memiliki tradisi yang kurang baik dalam kehidupan kita dari masa-kemasa, tradisi Oral menjadi kekuatan di negera kita sehingga menjadi kultur yang bisa kita ambil hikmahnya juga, namun tradisi itu tidak bisa kita terima dengan gamblang, karena sebuah kemajuan diri dan negara tidak lain dan tidak bukan karena berkembangnya Literasi.
Hal itu menjadi ancaman bagi kita semua karena tradisi oral atau baca tulis, sebuah tradisi yang berbeda semua memiliki positif dan negativ. Kekuatan intelektual manusia tidak lain, bukan hanya sekedar genitik ujuk-ujuk bisa paham, semua proses itu bisa dilakukan dengan membaca.

Sebelum membahas manfaat penting baca lebih baik pahami dulu mengapa praktik baca menjadi perintah utama Allah Swt. Surat pertama yang diturunkan sebagaimana manusia bisa memahami segala sesuatu dengan membaca; bahkan dalam tradisi mengenal Allah Swt, sejak kecil kita dobimbing membaca sahadat yang katanya awal itu masuk ke agama Islam membabaca sahadat isinya bersaksi itu. Hal tersebut sebagai bukti membaca anjuran (kewajiban), bagaimana bisa memahami pasrahkan aja pada Tuhan, beruntung kalau bisa memahami apa yang dibaca, dibukakan hatinya, kalau tidak berarti teruslah membaca, jangan lupa dengan anjirannya pula, membaca dengan menyebut nama Tuhan-Nya. Anjuran itu bukan yang manusia buat namun Tuhan telah mencanangkan bahwa kesempurnaan manusia ada pada ia yang senantiasa membaca.

Manfaat Literasi sangat menjadi kebutuhan hidup manusia; mempertajam pola pandang, memperluas pengetahuan, dan memperhalus perasaan. Selain itu juga bisa membangun kreatifitas berkualitas atas potensi diri manusia itu sendiri. Membangun kreatif tidak lain harus menerima kesadaran atas dirinya. Ketika bisa membangun kesadaran atas diri makan tercapailah Literasi manusia itu sendiri.

Membangun tradisi Literasi baca tulis samahalnya membuka diri atas kesadaran, untuk kritis dan kreatif. membuka kesadaran itu perlu membaca kultur, ketika kultur terbentuk pada saat itu pula rasa jenuh dan memnosankan membaca serta menulis akan terkendali oleh jiwa yang telah dibuka.

Akhmad 2019

Kamis, 30 Mei 2019

Bahasa Daerah Sebagai Identitas

Bahasa Daerah Identitas; Karakter, Ciri

"Dialek, logat, dan intonasi bahasa akan menjadi ciri manusia bahwa identitas mereka bisa dilihat dari tiga itu secara tidak sadar akan menjelaskan letak geografi kita tinggal"

Namun secara dinamis tidak dapat dipungkiri akan selalu terjadi perubahan, bisa secara evolusi bahkan secara revolusi, maka perlu banyak menggali dan mempelajari bahwa bahasa akan selalu bertambah kosakatanya bukan tidak mungkin untuk terjadi.

Bahasa daerah sebagai ciri identitas kita membudi dayakan bahasa samahalnya mencintai budaya dan tradisi kita sendiri mengabdikan diri pada pada awal mula kita dikenalkan bagaimana bertutur berinteraksi dengan banyak orang, sebagaimana bisa bersosial dengan sesama.

Penguasaan bahasa daerah kita bisa kembangkan dan kita harus mengenali dari dalam hal tersebut sebagai bentuk cinta terhadap cinta terhadap budaya kita sendiri. Ciri dari manusia bahwa dirinya memiliki kultur berbeda tidak lain tidak bukan; yaitu bisa dilihat dari tolok ukur dirinya seberapa banyak penguasaan bahasanya. Jika baik otomatis ia layak lahir dari wilayah itu.

Balai bahasa pernah  menulis dalam aetikelnya berbunyi, utamakan bahasa Indonesia, lerlstarikan bahasa Daerah, pelajari bahasa asing. Hal tersebut sebagai bukti bahwa anak-anak Indonesia dianjurkan bisa berbahasa daerah dan bisa mengutamakan bahasa persatuan kita yang dilahirkan pada tahun 1928. Bahasa Indonesia. Bahasa asing dianjurkan untuk mempelajari.

Mengapa harus dipelajari bahasa asing, hal paling sederhana kita tidak akan terbohongi oleh Literasi dari luar bahasa kita, karena masih banyak pengetahuan di luar sana dengan bahasanya sendiri sesuai letak negara itu sendiri. Makanya dengan memahami bahasa asing maka dengan seperti itu bisa mempelajari pengetahuan di letak negara itu sendiri. Hal yang sederhana dengan mempelajari budaya, kebiasaannya, dan pemahaman terhadap mendidikasikan agama. Maka itu akan menjadi refleksi kita yang haus pengetahuan.

Memahami budaya, bahasa, dan tradisi orang lain maka salah satu kebijaksanaan kita.

Apa harus ada dikotomi bahasa bagi kita warga?, seharusnya tidak, namun dalam tatanan sosial kita kenal namanya bahasa daerah kita yang biasanya kita tahu bahwa bahasa kita sering ada strata bahasa kepada yang lebih dewasa dan lebih tua dan pada di bawah kita. Hal itu terjadi agar bisa membedakan bahwa sikap saling menghormati bukan dari sikap namun dari bahasa pula. Ciri kepribadian manusia bisa dilihat tutur bahasa manusia itu sendiri. Karena kerja otak dan oral akan senentiasa bersamaan tanpa disadari oleh kita.

Kesadaran kita bukan sekedar tahu dan bisa menjelaskan, namun penggunaan dan implemintasi itu perlu dalam tingkatan manusia. Kehidupan bukan tentang kewibawaan atau kearifan namun bagaimana sebuah peradapan berjiwa nasionalis. Dan mampu mengisi semangat perubahan. Keindahan dari sebuah kearifan lokal bahasa itu akan menjadi tolok ukur manusia berjiwa berbangsa karena identitas dibawa.

Pada dasarnya bahasa bukan memberi batas pada kita, lebih tepatnya memberi ruang keistimewaan pada lawan tutur dan penutur. Saling menghargai dan mengormati. Hal ini dibentuk oleh kultur budaya, di agama Islam sudah ada yang dikenal dengan sebutan Akhlak. Andep asor pada sesama sebagian dari iman kepada Tuhan.

Penggunaan bahasa ialah ciri, praktik bahasa ialah kreatifitas manusia; membawa kita pada suatu cara maka itu puncak manusia ingin memiliki jiwa. Jiwa abdi pada cita rasa budaya sebagai karya manusia yang bisa dianggap bahwa manusia bisa menghasilkan dari hasil bahasa itu bisa menjadi pendingin jiwa manusia dari masa ke masa.

Akhmad 2019

Membohongi Tuhan

Kemarau sudah tiba, dedaunan sudah mengering panas hati dan otak telah dirasa. Masyarakat yang kecil tempatnya di Desa konyik. Musim hujan tlah berlalu kini ganti musim kemarau. Hasil dari penanaman sudah bisa panen; panen padi, jagung, dan kacang ijo serta jenis tanaman lainnya.


Rabu, 29 Mei 2019

Kesadaran Agama dan Politik di Madura

Kesadaran; Agama dan Politik

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 telah berlalu, namun tidak ada habisnya jika berbicara tentang pemilu dan perpolitikan di negeri ini. Hiruk pikuk pandangan tentang Pilpres dari prapemilu hingga pasca pemilu masih menyisakan pilu. Banyak kejanggalan dan ketidakwajaran dengan pada setiap pesta demokrasi berlangsung. Beda zaman berbeda pula permasalahan, bahkan cara penyelesaiaan pun akan berbeda.

Dari awal mula pemilu akan berlangsung tgl 17 April 2019. Mulai dari kampanye paslon hingga sampai dengan penyelengaraan memiliki ciri berbeda. Semua paslon seperti halnya orang yang ban mobilnya masuk ke lumpur dan meminta tolong pada orang-orang mendorong untuk bisa keluar dari lumpur itu. Sangat pelak banyak cara merayu para kepentingan membujuk para rakyat, khususnya rakyat kecil awam terhadap politik.

Kejadian yang ada di masyarakat tentunya berbeda dengan para aktor politik di atas yang koseptor, dan sebagai kontributor penggerak masa dengan banyaknya sokongan dana, sebagai pelopor partai ataupun sebagai tim suksesnya para paslon.

Nadi seorang penentu ada pada rakyat, siapa yang bisa memegang hati rakyat dan membaca kebutuhan rakyat dan bisa memenuhi pasti rakyat akan memperhitungkan dan bisa membelanya dengan dukungan suara tentunya. Bahkan rakyat sebagai objek bukan sebagai subjek demokrasi itu sendiri. Menjadi objek para aktor penggerak itu.

Dalam dinamika sosial politik bahkan bisa saja rakyat menjadi korban dari kriminalisasi demokrasi, yang tanpa ada dasar hukum hanya kesepatan menjanjikan sebuah program kerja yang mulia pada kita. Selain itu juga dewasa ini rakyat menjadi korban sebagai praktik politik tidak sehat para kepentingan orang-orang di atas yang memiliki ambisius menang dengan lancar, semua keinginan sepertinya sama dengan paslon lain kemengan menjadi tujuan awal dan akhir baginya.

Dalam memiliki tujuan itu, saya memiliki 2 katigori yang ada dalam diri manusia, sebagai analisa sederhana bisa dibedakan; dari keinginan yang "Serius" dan keinginan yang ambisius. Hal itu bisa dilihat dari proses dan hasil dari proses itu. Jika yang serius tentunya para paslon akan senantiasa melakukan ihktiar sesuai dengan koridor yang berlaku dan tentunya akan senantiasa melakukan sebuah proses sesuai dengan keinginannya, dan walaupun nanti tidak berhasil sesuai harapan para kaum serius akan senantiasa nerima dalam bahasa jawa nerima ing pangdum, kesadaran akan semua ikhtiar hanya sebagai tugas manusia, bagi penentu pasrah pada yang Kuasa.
Jika pada keinginan kedua yaitu "Aambisius" semua keinginan akan ingin digapai dengan cara hasil yang ingin didpaatkan, terkadang lupa akan prosesnya karena tujuan utama mencapaian. Hal tersebut bisa dilihat dari proses awal dan akhirnya pula, jika pada awal mungkin ada yang melakukan proses sesuai prosedur, namun ketika melihat hasilnya dari orang serius tidak akan selalu menerima dengan lapang terkadang masih ada ketidak puasaan atas hasilnya, tepatnya tidak menerima ing pandum.
Kedua Perspektif di atas menjadi refleksi bagi kita semua dalam menilai semua itu dengan rasa kemanusian.

***

Sebagai masyarakat melek dan kuat literasi semuanya akan bersyukur dengan apa yang terjadi pada keadaan negeri ini. Karena melek dengan dinamika sosial hanya bisa diimbangi dengan membaca, dan mencoba skiptis dengan banyaknya informasi, semua seperti berperang di media lantaran dunia sudah masuk ke zaman "Pustruth". Kebenaran telah menjadi perang utama dalam memfreming apa yang diterima; sosial media mampu menggiring kebenaran pada sebuah kesadaran, namun kesadaran menciderai naluri yang memiliki pendirian. Jika memilih kebenaran dengan kebijaksanaan manusia lebih tepatnya harus bisa mengontrol diri dengan kebijakan diri yang memiliki kedaiamaian bukan kerusuhan atau bahkan menjadi aktor kekeosan rakyat.

Masyarakat khususnya di Madura sudah cerdas dalam memilih atau memang apatis terhadap Pilpres. Karena telah tak susuai kala jadi, hal dikatakan distras; seolah-olah kebenaran sudah menjadi tidak diterima oleh masyarakat karena terlalu banyak menerima ketidak selearasan apa yang masyarakat harapkan; dari para aktor pioner atau pelopor.

Pada tahun ini Pilpres ini bisa dikatakan keos; semua seperti pisah dari kepentingan kiayi, jika dulu kiayi sebagai orang utama diteruti karena menganggap bahwa ulama atau kiyai itu sebagai tiang Agama sebagaimana harus dibela. Hal itu berputar balik berbeda dengan tahun ini. Masyarakat serasa sudah mampu menjadi sekuler tidak mencapur adukkan kepentingan Agama dan Politik. Bisa dilihat hasil dari apa yang difinal tgl 21,Mei hasil dari perhitungan KPU. Bahwa Madura tidak banyak hasil dari paslon 01, yang jadi Wapres-nya seorang kiyai dan hasil signifikan Madura tidak maksimal dengan hasil itu.

Kesadaran masayakat ada yang dibentuk adapun yang praktis. Kontruksi sosial akan membetuk manusia pada posisi dan fungsi dirinya. Kuktural akan bisa dibangun kala kaum cendikiwan, kiyai, dan para blatirisme di Madura memiliki peran akan mengawal sebuah tujuan utama, ketika semua bisa bekerjasama akan tercapai cita-citanya.

Akhmad 2919

Selasa, 28 Mei 2019

Filosofi Lebar; Lebaran

Tragedi Bulan Ramadan

Suasana di bulan yang penuh berkah bagi orang muslim disebut dengan bulan special gema malam yang ramainya terdengar tanpa ada waktu, suara spiker di Mosolla, Masjid terdengar ramai dengan lantunan ayat suci Al-Quran. Bulan ini disebut dengan bulan ramadan yang tahun ini jatuh pada bulan Mei.

Di bulan yang penuh berkah ini banyak fenomena yang lucu dan mengejutkan, bahkan sebagian orang sangat memanfaatkan betul-betul dengan serius bulan ini dengan banyaknya lontaran rupiah yang dibagikan, sebagai bentuk bulan kramat yang katanya akan dilapat gandakan segala amalnya, begitupun sebaliknulya.

Hal yang banyak terjadi menjadi sorot kita pada saat ramadan, "Yang biasa tidak menjadi biasa hanya bulan ramadan". Hal itu bisa dilihat dan ditemukan pada tempat-tempat mulia; Masjid, Musolla, mulai dilihat dari awal ramadan dari sore menjelang magrib bisa dilihat tempat itu pasti ramai. Karena saya anak kos juga ikut serta dalam mermaikan tempat itu mencari takjil.

Ketika melihat kejadian di situ, lebih besar lagi bahas tentang pasca pencari takjil; yaitu disaat taraweh, pada awal ramadan sangat ramai sandal bertumpuk, shof Masjid, Mosolla juga kadang sampai tidak mendapatkan tempat, diawal 10 hari puasa akan ramai, tempat ibadah itu namun tidak akan menjadi faktor masalah besar dalam agama, khususnya Agama Islam.
" Allah tidak akan mengharapkan banyak ke Masjid dan ramadan bukan harapan-Nya, Hanya memberi peluang pada manusia dengan limpahan Rahmat, manusia yang lebih butuh pada-Nya".

***

Pada akhir-akhir pertengahan pun ada juga kejadian aneh pada tempat-tempat suci itu; mulai surutnya pengunjung takjil di Masjid dan Traweh yang mulai tersisa dua shof. Para pencari takjil di hari 20 puasa mungkin sudah surut karena saya hanya memotret di Kota Pendidikan di Malang, tepatnya banyaknya penduduk Kota Malang banyak dengan Mahasiswa dan mahasiswi. Dan tempat suci itu sepi, karena sudah banyak balik ke kampung halaman, namun bukan hal ramai sepinya yang akan menjadi pembahasaan namun bagaimana kegelisahan masyarakat, siapa yang menghabisi makanan di tempat suci yang sudah disebut dari awal pembahasaan mengenai Masjid dan Mosolla.

Warga Malang pun juga bisa kita simpulkan, banyak dan ramai gara-gara banyaknya mahasiswa (Perantau belajar di Kota Pendidikan). Antusias asli Malang ternyata bisa dikategorikan sedikit berperan di bulan ramadan, yang diingat pula di pinggir jalan pembagi takjil dan sahur di pinggir jalan banyak dilakukan Mahasiswa.

Dari pemahaman itu apa yang kita ambil ketika kita tahu, kita terletak dan di posisi mana dalam berperan mengenai kebaikan.

***
Kita sudah masuk pada pengunjung bulan ramadan; semua umat muslim yang menjalankan ibadah puasa, akan menyambut bulan yang fitri, disebut hari raya idul fitri. Masakan aneka ragam makanan warga pada hari itu sangat banyak dilakukan, mulai masakan wajib seperti ketupat, opor dan masakan lainnya mengisi di hari itu.

Hari raya idul fitri disebut hari lebaran. Dan hari lebaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya hari raya umat islam yang jatuh pada 1 syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan ramadan; idul fitri. Disetiap daerah akan berbeda istilah dalam penyebutannya; namu lebih fokus pada beberapa daerah, khususnya daerah tempat tinggal saya, Madura, dan Indonesia; Dalam bahasa madura memiliki sebutan berbeda yaitu; "Telasan", tellasan dalam bahasa maduranya memiliki arti "selesai" awal kata "tellas" berasal dari bahasa jawa, yang berarti "habis". Dalam pengertian umum seperti itu maknanya. Namun jika digali dan kita artikan secara filosofikan memiliki arti yang sangat islami " Kembali ke fitrah". Fitrah itu suci seperti bayi baru lahir.

"Yang lahir suci manusia kembali suci pula; kafan putih mengganti baju manusia kala maninggal simbolisasi bahwa diri manusia kembali dengan keadaan putih".

Akhmad 2019

Senin, 27 Mei 2019

Literasi; Merawat Jiwa

foto:akhmad


Literasi; kerja jiwa membuka diri merawat naluri

Dua hari ini digugah kembali rasaku; rasa mengenai meminjam hasil teksnya Prof. Joko Saryono bahwa literasi ialah ekpektrum kemajuan kebudayaan dan peradapan. Hal tersebut akan menjadi narasi panjang ketika dimaknai secara rinci, apa yang terjadi dengan diri kala literasi di negeri tidak begitu dewasa, atau dalam diri masih belum bisa ditemukan bantuk dari pentingnya literasi.

Dalam memperjelas literasi tidak hanya mengacu pada globalisasi; namun hal itu bisa kita telusuri dari kerja diri ketika menjawab apa makna dari literasi. Pada beberapa hari lalu ada mahasiswi menanyakan mengapa kita harus suka baca dan apa rumus bisa suka baca?.
Pertanyaan itu sederhana kalau kita dengar untuk menjawbpun akan mudah ketika berkaitan dengan pertanyaan itu. Titik pembahasaan sebanarnya kita harus bangun cara pandang yang bermula bagaimana awal mulanya harus kita baca, dan membaca apa fungsinya, sedangkan sudah beberapa banyak buku yang sudah dibacanya; dari itu saya bisa menjawab dari mana datangnya semangat baca kita.

Ketika pertanyaan itu terjawab bukan selesai dari jawban namun bagaimana bisa membuka kesadaran bahwa membaca manusia kewajiban manusia, sedangkan menulis bonus dari hasil bacaan. Lantas apa yang membuat kita tidak membaca karena malas atau memang kekurangan fasilitas.

Faktor malas tidak menjadi permasalahan konpleks manusia karena itu telah di kudrotkan (diciptakan oleh Tuhan sebagaimana mana salah satu kesempurnaan manusia), makanya manusia diberikan sifat id, ego, dan superego. Sebagaimana manusia mampu membuka, menemukan, serta memilih. Ketika malas menghantui bukan tidak mungkin menjadi penghalang manusia membuka diri dengan bisa menguasai ruang, selagi masih bisa berdetak nadi dan sadar akan sebuah perbuhan secara evolusi dan revolusi tidak lain dan tidak bukan dicipta dan dilakukan oleh setiap individu.

Masyarakat dan Mahasiswa sebagai denyut perubahan, walau pada dasarnya perubahan sosial yang menggerakkan adalah masyarakat namun dari dalam arah pemikiran bukan tidak mungkin kaum terdidik tidak berperan di dalam itu. Bisa dikatakan dalam sekala pemikiran Mahasiswa bisa namun denyut paling sentral akan ada dalam jiwa rakyat yang bisa membawa sebuah tujuan mulai. Dari mana akan itu tercipta dari kesadaran jiwa dan kritis kreatif manusia; tanpa itu hanya menjadi manusia tanpa identitas hanya nama mulia.

Kembali pada sebuah permasalahan manusia yang terletak pada diri lagi, dan mempermasalahkan mengenai fasilitas; bahwa kesadaran terbentuk dengan adanya fasilitas manusia akan menemukan integritas dan kualitas manusia itu. Namun hal itu ketika berbicara dengan adanya fasilitas di era sekarang, khususnya dalam ranah literasi. Kini semua bisa mengembangkan kedua inti sari dari literasi itu sendiri terdiri dari tradisi baca-tulis. Karena buku bukan hanya terletak pada bentuk teks yang seperti halnya bertumbuk berbentuk buku bisa dipegang secara visual, kini buku sudah bisa tidak dipengang bentuknya namun ada diganggaman kita di daring sudah sangat banyak tidak ada bedanya dengan bentuk buku pada biasanya; tidak ada alasan di era a world without limits, sepertinya dunia ada digenggaman dan semuanya menjadi mungkin ketika ingin menjadi bagian dari literasi. Di dunia daring sudah tersiapkan.

Mengapa hal itu penting karena manusia terdiri dari cairan air lebih banyak, maka manusia akan lebih mudah melebur dan menjadikan dirinya mudah menerima apa yang bisa berdamai dengan darinya. Apa yang berdamai dengan diri kita akan mampu menguasai dan literasi yang menjadi peperangan diri bukti implemintasi nyata.

Puncak literasi akan menembuhkan tradisi membuka diri sikap kritis yang kreatif. Kedua hal itu mengacu pada dua hal membaca dan menulis. Garis paling membatasi ialah gerak hati yang mampu melebur pada setiap tradisi dan jati diri mampu diinterpretasi oleh para diri yang belum berdamai.

Dalam bukunya Prof. Joko Saryono menjelaskan bahwa literasi ialah cahaya kesadaran budi setia menyinari akal dan hati menjaga tahta kuasa nurani merawat kejernihan pikiran insani di pelataran kehidupan bersama agar kemanusian terjaga.

Akhmad 2019

Minggu, 26 Mei 2019

Cerpen; Yang Terhapus Masih Bernafas

Yang Terhapus Masih Bernafas

Semua rasa akan tercipta dari diri manusia paling dalam, untuk menunjukkan bahwa ada kecintaan pada seorang yang menjadikan dirinya sempurna. Sempurnanya cinta akan selalu tercipta dalam bentuk sederhana, di meja makan, melakukan sarapan pagi walau tidak setiap pagi itu cita-cita sederhana dalam surga manusia, menikmati embun pagi menyaksisakan matahari awal terbit, ada harapan baru akan datang.

Perempuan cantik itu setiap pagi menyebut namaku “Maja”, bukan apa dalam sebutannya menawarkanku sarapan dan mempersiapkan diri untuk segera berangkat sekolah. Sekolah yang pada awalnya hanya menjadi tujuan pokoknya bisa baca dan menghitung. Cita-cita sederhana manusia hanya bisa dinikamati tatkala rasa bisa dinikmatinya, dihari ini menjadi bukti bahwa itu sebuah perjalanan abadi.
Penghuni rumah paling lama mahkotanya yang tlah memutih, tidak pernah membosankan menawarkan  rasa pada bibir dikala mati rasa, ada saja dedaunan di samping rumah di masak dijadikan sayur. Masakan pagi selalu memberi sari yang tak bisa dibenci oleh rasa, sebab tidak ada lagi dedauanan. Panjang umurlah dalam hari berdoa tuk bisa menikmati masakannya terus.

 Penghuni rumah pertama dengan masakannya dan rayuan  bahasanaya, selalu memusnahkan pikiranku. Apalagi mengenai cinta dan rindu tak dapat dipisahkan, usahanya selalu baik naum tak pernah mengoreksi keadaan apa yang dirasakan olehku. Semua orang banyak berkata bahwa kau yang tertua akan memliki tanggung jawab besaar atas adek-adekmu. Itulah beban pikiran, sewaktu-waktu aku menghabiskan waktu namun bukan waktu yang habis melainkan keadaan rasa itu memudar.

Si isi rumah bermahkota putih, menawarkan cinta kasihnya. Setiap pagi sebelum matahari tiba ia menwarkan minuman susu, sarapan singkong, menyisipkan sangu di bawah tlangtang1 tembok samping pintu. Sebelum matahari tiba menggunakan bahasa paling lembut, mengancam menghapus cinta yang utama selain bapak.

“Nak, sangu dan sarapan ada di tempat biasanya” si mahkota putih berpesan dikala membangunkan sebelum beranak mencari rumput.
“Iya, sangu berapa?” Tanya dengan merengek dan tidak semangat
 “200 rupiah nak, sekarang hari jumat sekolah cepat pulang,”

Kehidupan berdua itulah yang dibangun, si mahkota putih mengahapus sebuah bangun prasasti cinta dan rindu tertanam dalam diri semenjak umur 1 tahun. Ketika sudah memucak dan kadang hasrat memberontak, ketika pagi meneawarkan kelembutan dengan tanpa kebisuan, dan kebisaan itu mampu melebur dengan sendirinya  terhempas walau masih bernafas cinta dan rindu itu.

Sebuah kuburan yang akan di ziarahi bukan yang mengenalkan dunia. Labirin cinta seorang mahkota putih itu menjadi sosok berarti, dikala sepi dan segala sakit menjadi tempat aduan paling utama dan terakhir. Walau singkon menjadi menu andalannya, dengan kebiasaan rasa meleburkan ke dalamnya akan terhapuskan labirin cinta utamanya. Walau cinta utamnya adalah Azimat yang paling keramat dihormat samahalnya Zimat.
Sebuah kelahiran yang dijalani akan senantiasa menjadikan sebuah pertentangan dikala sudah bisa mendewasakan diri dari sebuah keadaan. Kehormatan akan dibentuk pada manusia yang masih dini pemikirannya, cinta akan datang seperti halnya ilmu laddunni. Yang mampu tanpa disadari bisa menembus sebuah non-rill menjadi rill.

Labirin cinta yang dibangun sejak dini, akan melahirkan sebuah adat dan norma bahkan tradisi. Semua itu terbentuk karena adanya kebiasaan persembahan rasa dan ketulusan pada pertumbuhan anak yang masih memiliki otak dan tulang yang masih mudah dibengkokkan, entah dibenkok dengan sebuah dogma pengetahuan kehidupan seharinya, mencari rumput setelah sekolah, belajar ngaji jika malam, bahkan cara itu bentuk cinta. Kasih sayang memberi sebuah rutinitas kepadaku hal itu membuat aku lupa akn cinta utama.

***

Waktu tlah berlalu, hari tetap minggu-senin perputaran masih dalam koridor yang sama 24 jam. Usia tlah beranjak dari yang tidak jelas selalu ingin tahu yang jelas. Kini bagaimana dari jelas ketidak jelas, masa SMA sudah dilalui, setiap pagi masih tetap singkong, dan sangu tetap, yang berbeda teretak pada tempatnya, tlangtang sudah menjadi pilihannya meletakkan sangu, namun di bawa kardus tempat baju seragam menjadi tempat strategisnya. Rasa dengan kadar yang sama dan lebih meningkat.

“Maja itu, tlah besar dan tinggi” tetangga yang baru datang dari Jakarta, dengan berbisik ke si mahkota putih dan Warni tetangganya,
“Iya bing2 suka makan dia”. Jawab si mahkota putih,.
“Bu”, berangkat dulu, assalamualaiku!”, berterak, memberi tahu akan beranjak ke sekolah.
“Iya, moga lancer”. Melanjutkan menyempu arit tuk segera bergegas pula mencari rumput.

Pembiacaraan dengan tetangga itu berlanjut. Kabar demi kabar dari desas desus cinta utama si Maja dijelaskan, bahwa setiap ada yang pulang ke kampong halaman desa Alasrajah, Kampong Konyik, ia mengirimkan uang untuk biaya sekolahnya. Rasa cint padnya masih ada karena cinta kasih itu sepanjang masa.

Pemilik mahkota putih, tersendat berhenti dengarkan cerita tetangga, yang mengetahui keberadaa cinta utama Maja. Matanya pun pecah dengan ketidak sadaran dan kekawatiran seorang pendidik. Jika suatu saat akan datang dan membawa Maja, dan Maja akan ikut pada cinta pertamanya, membayangkan itu menjadi pukulan keras baginya. Cinta itu sebenarnya sudah luntur darinya, sebab aku selalu menwarkan aroma cinta kasihku kepadanya untuk bisa menghapus cinta utamanya, keyakinan berhasil bisa diyakini hari Ini, dengan bersekolah dan selalu dituruti permintaannya ia menjadi anak yang akan nurut pada cinta keduanya,
namun kedewasaan dan pikirannya akan terbangun dengan sendirinya, manusia bisa saja hari ini lupa akan semuanya, dikarenakan terbentur dengan keadaan. Sewaktu manusia bisa ingat semua yang kehilangan dan yang kehilangan, yang berharga dan yang diharagai. Siklus itu adalah metamorfosis hidup tidak dapat diterima secara detail sebuah hal. Semua itu bisa terjadi dengan kemungkinan lairnya pendewasaan dan keadaan lingkungan. Bahwa setiap panggilan orang tua datang ke sekolah tersebut ia berpikir ada yang berbeda dengan dirinnya, keluarga si Taqim ketika ada panggilan orang tua kedua orang tuanya datang.

Si tetangga melakukan lanjutan ceritanya, bahwa keberadaan dan saudara dari Maja sudah seumuran adek Maja yang sekarang lagi di Jakarta juga bersama pamannya. Maja beranjak dewasa akan sedikit  berpikir jauh tuk menemukan arti dari sebuah bangunan prasati dalam keluarga pemilik mahkota putih. Seorang ayah yang jarang berada di rumah.

“Ho, gimana, kalau kamu sekarang cerita ke Maja, mengenai cinta pertamanya maja itu”.
“Cerita gimana Neng3 ?”, dengan serius menawarkan dengan nait membunuh rasa cintanya maja
“Ceriakan kalau cinta pertamanya sudah tiada sejak pindah ke Bandung, pasti percaya dia karena hanya kamu dianggap orang yang selalu membawa kabar dari cinta pertamanya”.
“Kasihan, mematikan cinta seorang pada Azimatnya”.
“Tapi, dia sudah kelas XII, tahun depan akan lulus, Maja pernah berkata ke ayahnya pada tahun lalu, kalau sudah lulus sekolah akan meminta alamat cinta pertamanya”.
“Terus, kwatir apa kamu Ning, biarkan dia juga menjelajah nantinya merantau, cari minta uang ke cinta pertamanya. Enak kamu akan dapat untung”.
“Bukan untung rugi Ho, aku kwatir dia akan mengangut ilmu kacang kulit, kamu tau dia aku rawat dari kecil hingga sekarang setelah besar akan tinggal dengan cinta pertamnya, bayangkan aja Ho”. Dengan merengek netes air mata ia menceritakan kekawatirannya.
“Terus, aku harus memberi kabar itu nanti, aku paham Ning perasaanmu?”
“Iya, Ho”.

Pemilik mahkota putih itu meratapi segala kekawatirannya. Pertarungan cinta dan keikhlasan akan terjadi. Bagaimana ketidak ikhlasan dalam merelakan rasa cinta kepadanya, untuk memberikan pada cinta pertamanya. Kekuatan dari kebiasaan bebarapa lama akan menjadi pertaruhan cinta yang hanya dititahkan Tuhan bahwa itu cinta pertamanya. Namun dalam cara dan rasa menikmati dari ciinta yang sekian dari seorang nenek yang merawatnya sejak membuang kotorannya dikala buang air kecil dan air besar, menceboki, menjaga makaananya hingga dewasa. Apakah kerelaaan dan keihklasan akan menjadi pertaruahan, tidak mudah menjalani kehidupan dikala membangun cinta pada prasasti dari kecil, karena yang dilawan dan dibinasakan darinya adalah cinta pertamanya.

Kabar buruk akan memecahakan cara piker Maja, apa yang akan menjadikan dirinya nanti mendengar hal itu, akan memberikan rasa penyikapan seperti apa, 18 purnama tidak pernah ada kabar, hanya kabar sehat dan baik mengenai keadaan yang tahu jika rindu tidak mau tau, malah kabar buruk itu datang dengan paling mengerikan, akan lebih menanyakan akan berziaroh ke mana tuk mengrimkan doa. Dikala cinta sudah tidak bisa ditebus dengan cara maka hanya dengan berdoa akan meberikan harga kepadanya, namun di mana aku bisa yakin akan itu semua. Yang terhapus namun masih bernafas.

Akhmad 2019

Sabtu, 25 Mei 2019

Hati Penentu untuk Berdamai

Kerja Hati: Berdamai dengan Keadaan

Beberapa hari lalu saya menuliskan tentang otak, atau kerja otak; saya mencoba untuk membahas kerja hati juga, agar organ tubuh yang disebut tidak iri. Bahwa ada hati lebih dalam daripada otak kalau otak logika dan kalau hati kerjanya naluri.

Kedua memiliki kecenderungan berbeda dengan logika berbicara tentang fakta dan data, naluri bekerja tentang kebenaran dan kerjenihan toleransi diri.

Kerja otak hanya mampu membuka mata manusia secara signifikan dirasa oleh realita. Dalam kenyataan bisa ditemukan geraknya, dilihanya, dan dilakukannya. Dan dampaknya secara gamblang bisa dibilang mampu dijelaskan dengan nyata lalu rasa membuka apa yang diterima oleh kenyataan serta akan cepat dalam menyerap.

Naluri bisa saja tidak bisa kita cerna oleh lagika, namun bisa dirasa tanpa penjelasan mata, naluri manusia akan berkerja tanpa cepat namun bisa dijadikan kita tranformasi jiwa dengan naluri, jauh akan selalu memburu lokalitas itu menjadi pembeda manusia namun mampu diterima.
***
Penjelasan manusia hanya bisa dirasa kala kedua kerja dalam bentuk laku. Lakon dari keduanya menjadi satu yaitu manusia yang digerakkan oleh dua fungsi yang berdialog setiap harinya kurang lebih dari 24 pembahasaan kala tidak hanya berjaya dengan satu cara. Cara yang hanya sama dalam setiap harinya dengan hari sebelumnya.
Hal yang pasti akan selalu memberi cara-cara sebagai arca prasasti yang ada sebagai contoh kerja kedua berfungsi.

Fungsi manusia bukan terletak pada hasil, namun ketika hati dan otak bisa berdamai pada satu sisi rasa kemanusian, ke-Tuhanan, dan Alam semesta selain manusia bisa merasakan ekspektrum kedua yang melahirkan sebuah cara mencipta estetika.

Estetika manusia bisa kita cerna, kala bisa membawa apa yang diterima dari Sesuatu waktu bukan hanya berada dalam bicara. Bahasa hanya kerja otak dan logika maka akan mudah kita temukan kala bahasa tidak bisa menyamai dengan lakonnya. Sebab bahasa bisa dilihat oleh telinga untuk bisa memberikan makna dengan mudah tanpa tafsir naluri.

Namun akan berbeda ketika berbicara tentang naluri; jika manusia bisa merasa ketika manusia mampu membaca secara dalam, hasil dari kerja hati yang tidak berbentuk sempurna. Contohnya rasa yang hanya mampu dilakukan dengan cara kemanusian bahwa dan memuliakan dengan cara mencintai dengan doa; dan hati hanya berkata bahwa ia akan menjadi bagian darinya, dan hanya dirinya bisa membawakan ia pada diri dan menjadi kita, dan kata itu berada di akhir kita kala saling membawa.

***

Kedua kerja yang ada dalam diri manusia tidak akan berpisah. Keduanya akan selalu berperan saling menopang mengahasilkan yang berupa rasa kemanusian, ke-Tuhanan. Manusia hanya bisa dirasa kala semua mampu mencerna segala tindakan manusia. Ketika ke-Tuhanan hanya bisa dirasakan kala kesendirian lalu membaca alam dengan dalam.

Apa yang membedakan luka dan suka; luka tidak akan banyak digemari, suka akan banyak menggemari. Pada dasarnya keduanya beda tipis dengan luka dan suka, ketika terselip tercipta, ketika efektif responsif dengan hati sedangkan logika akan bisa merasa yang dicerna logika pula.

"Hati akan melebur jadi satu karena hati manusia sama, maka semua yang dilakukan oleh hati akan mudah diterima oleh setiap manusia"

Dialektika akan hanya membuka logika, membaca akan membuka rasa naluri.
Lalu bagaimana hati bisa dirasa oleh logika sedangkan bentuk dan letaknya berbeda. Jalan satunya hanya kedamaian jiwa manusia mampu mencerna dan keluar dari jiwa dalam bentuk cara.

Darimana awalnya  rasa? Apakah dari dalam atau dari luar?
Manusia hanya bisa membuka dari dalam mencerna dari luar, logika hanya bisa memhami yang nyata.

Pikiran akan lebih luas, naluri lebih leluasa menerima yang sekiranya bisa diterima oleh jiwa, sebagai penentu dari apa yang ditangkap logika, lagi-lagi hati harus hati-hati.

Jumat, 24 Mei 2019

Kebebasan Berpikir Manusia

Otak Beku Cair dengan Buku

Otak manusia ada di dalam jika diam akan membeku, sedangkan otak tidak bisa di dikotomi semua bisa luas karena otak tidak berbentuk apapun makanya semua yang ada bisa diterima; yang kotor atau yang bersih.

Otak semakin usaha menalar akan semakin mengalir. Mengalirnya otak bukan terletak pada kediaman kita bergerak, bergerak manusia juga bukan terletak pada kaki namun juga naluri dalam menggugahkan logika menjga apa yang dirasa dan yang ditangkap. Mengapa otak manusia perlu makanan, sebab otak tidak berbentuk hingga dalam mencairkan banyak cara.

Otak akan liar berpikir; sesuai apa yang ada dalam kala keluar dari dalam diri, serta menerima. Memakan mie istans akan terasa kenyang sama halnya dengan makan nasi. Namun ketika dibedakan dengan gisi yang terisi akan beda ketika dirasa akan membeda dalam fungsi cara yang lahir akan hadir dalam alam semesta dan berharap akan ada cara dirasa oleh para pencipta dan ciptaan Pencipta; manusia, hewan, dan alam. Keliaran berpikir manusia mampu menangkap kebaikan para pencipta yang bisa manusia harus disyukuri dari yang paling sederhana tidak pernah manusia menemukan rasanya.

Keliaran manusia berpikir tidak lepas dengan kreatifitas bebas; yang bermartabat dalam hasil pemikiran manusia, masyarakat di kalangan rendah dan kalangan tengah. Bagaimana bisa, tanda tanya bisa membantu kreatifitas manusia lain dengan dalih membuka ruang dirinya dan ketika bisa pengontrol. Bagaimana bisa otak kreatif dikontrol tidak liar merumuskan kebebasan kreatif dalam otak kanan dan kiri. 

Bagaimana awal otak kanan dan kiri memulai berpikir, mulai sejak kecil dibenturkan dengan sesuatu yang dilahirkan dari fenomena masa lalu. Mulai dari permaian, bacaan, dan lingkungan memandi di sungai. 

Dengan benturan seperti itu otak beku bisa melihat penerimaan otak hari ini. Dengan membaca buku otak beku menjadi cair, seperti air mengalir dari sumber masuk ke dasar lautan, berpikir seperti kehidupan manusia yang akan siapa meminum air itu, bisa manusia, hewan, dan bahkan tumbuhan. Itulah kehidupan bisa seperti otak manusia. Bertentangan dengan jiwa menjelma menyerupai intuisi yang dianugerahi Ilahi.

Apa yang akan dijadikan manusia pembeda dengan makhluk lain; kalau tidak pemikirannya, pemikiran yang hebat akan dikomsumsikan oleh banyak makanan yang bergisi, hingga intuisi akan berisi kata-kata pemikiran, hingga cara-cara baru dalam menemukan penyelesaian. 

Konsumsi sehat akan melahirkan hasil pemikiran hebat; membaca adalah utama dalam membuka, membaca buku, keadaan, dan setiap apa yang ada disekitar. Maka membuka otak manusia dari yang kosong untuk berisi, minimal dari yang tidak tahu menjadi tahu. 

Manusia bukan hanya berbicara tentang tahu, setelah tahu akan kemana pengetahuan, dan akan memanfaatkan yang telah ada "being", sebagai yang nyata nanti bisa mencerna jiwa-jiwa sebagai objek manusia yang memiliki kecenderungan menyukai keindahan. Namun hal itu melaui etika dan estetika (aksiologi).

Akhmad 2019

Kamis, 23 Mei 2019

Cara Dialektika Mahasiswa

foto: hegel


Mendengar Bicara Para Mahasiswa Kalilawar; berdialektika

Memasak Indomie mei goreng rendang di dapur suara mereka sangat keras di telinga. Hampir suara air mendidik tak terdengar.
Dialietika yang dibangun membuka kerumunan jiwa yang kosong sedikit tergolong dalam pikiran, namun dalam tindakan masih dipertanyakan?,
Bagaimana kehidupan yang didiskusikan, membuka untuk diam, menemukan apa akan bungkam. Keadaan semakin hari akan menimbulkan pertanyaan, dari mana datangnya pengethuan?.

Kita semua mungkin sudah tahu mengenai banyak hal, karena dari kecil kita langsung ditemui banyak hal, mengenai nonton tv, naik pohon menengok telur burung, mengejar burung saat hujan pertama di musim hujan, di akhir kemarau, dan mencari jangkrik. Hal itu awal pengetahuan yang mandiri kita ketahui tidak ada gurunya, namun itu seperti menjadi penopang dalam awal hidup memahami pengetahuan yang begitu sederhana, yang kini dirasakan.

Ketika didealiktikakan bersama dengan mahasiswa kota, itu yang menjadi refrensi dalam rujukan menjelaskan tentang arah pemikiran dan mengenai kehidupan serta konflik sosial. Ketika semua berbicara kapitalis di sejak kecil hal itu Sudah dirasakan kala teman-teman yang lebih besar dari kita menguasaiku, memanfaatkan tenaga, pikiran, dan tanpa ada kenyamanan diri kecuali itu hanya iming-iming dan walau ada masih berharap ada timbal balik. Itu penguasaan sederhana yang kita bicara yang namanya kapitalistik sederhana terjadi masa belia, membawa cerita di masa sekarang untuk memberikan ruang bahwa yang paling utama hanya bisa mencerma yang ada di masa dulu.
Rekaman masa lalu hanya memberikan ruang kesempatan pada diriku mengenai arah pemikiran sekarang yang hanya terjadi seperti kausalitas.

Kini yang terjadi yang ada dalam kehidupan sehari-hari tidak akan lepas dengan kehidupan masa dulu; kqusalitas sebaagi hukum sebab akibat memberikan pandangan baru yang beda versi. Serta logika dan Psikologis manusia akan menemukan hal baru sebagai lain versi seperti halnya pengetahuan baru bagi diri memahami apa yang terjadi. Mata sebagai memandang objek kini, di masa lalu memandang dengan hal yang sama hanya obejknya berbeda.

***

Malam semakin gelap; mahasiswa kalilawar seperti semakin getol mengusik masa laluku, tentang pembahasaannya yang hanya dipengalaman, bisa yang pernah terjadi ada pula ada yang pernah ia temukan atau yang pernah dibaca, seperti ada pengulangan dalam pengalaman, bukan hanya menghasilkan perubahan melainkan hanya dari tidak tahu menjadi tahu dan berhenti disekedar. Hal itu kadang hanya menjadi adu argumentasi Perspektif bukan tentang ide.

Apa yang lebih penting dari pembahasaan ketika kala berdiskusi, Filsuf Yunani pernah membagi mengenai pembahasan, pertama ketika berkumpul dan berdiskusi paling baik yaitu membahas tentang ide yang kita punya bagaimana implemintasi dan bagaimana ide bisa berguna bagi sesama. Bukan sekedar sadar membahas tatanan keluasaan tanpa memnafaatkan fungsi manusia.

Dialektika bukan sekedar menjadi tradisi dan berhenti di sini, dialektika perlu yang namanya aksi. Ketika telah melewati dilektika, logika, dan materialis. 

Diskusi yang baik itu bentuk pengelompokan ide, secara komunal. Yang harus di ingat bukan untuk mengadu argimentasi yang kuat, dengan mempererat pengetahuan yang akan hanya mempertajam pengetahuan bukan memperhalus perasaan. namun bukan tentang pengetahuan melainkan pengumpulan ide dengan pembahasan sesuatu dari itu; bukan sekedar manjadai namun memberi sesuatu berharga dalam diri mereka sendiri yang mengkontruk jiwanya.

Selamat berdialektika, yang membuka, dan bekerja; jika tidak bisa jadi pemikir bagi orang yang bergerak maka ide itu jadikan satu untuk dijadikan sesuatu pada evolusi diri.

Akhmad 2019

Rabu, 22 Mei 2019

Tangisan Negara Indonesia

Negara Sakit; karena disakiti atau dicintai

Kita mudah mengusir Kolonial Belanda dari negara kita hanya bisa membedakan bentuk biologisnya, raut wajahnya, budayanya, dan gaya berpakaiannya, kita akan sulit melawan bangsa sendiri dengan bentuk biologis yang nyaris sama. Hal ini pernah di lontarkan oleh Soekarno.

Hari ini tepat tanggal 22, 05, 2019 Jakarta banjir dengan keringat manusia. Macet kota jalan di Jakarta sudah tidak wajar. Naluri yang dibawa ke keramaian tidak ada yang tahu, mulia atau memang hanya ikut-ikutan. Ada yang sarungan, ada yang juba'an, semua tekombinasi pada satu wajah kebersamaan tanpa ingin tahu perjuangan yang sebenarnya itu apa?. Mungkin saja dalam garis besar mereka yang di depan memiliki tujuan untuk bisa mencapai keinginan dengan mendapagkan dukungan. Negara yang satu ini menjadi negara kesatuan, namun semua hati tidak ada yang tahu bahwa mereka hanya memburu satu posisi tanpa menyadari fungsi.

Logikanya mereka yang mengajak ramai, karena tidak terima dengan keinginannya. Menggunakan cara jalan itu mungkin saja itu hak mereka bernegara yang berada di negara demokrasi. Katika memiliki inspirasi apakah akan bisa mengubah keinginanya.

Ambisius dari mereka yang ramai bukan tidak mungkin memiliki tujuan, mungkin ada yang memiliki tujuan mulia mengubah sistem yang kecurangan, tidak masalah jika membenahi namun apakah akan mengambil cara keributan yang hanya membuat bikin susah rakyat yang tidak bersangkutan.

Semua kebenaran seperti sudah snagat gamblang. Tidak perlu mencari kebenaran setiap saat sudah menjadi umbaran, dicekoki oleh banyak informasi yang tidak bisa dibendung. Hingga pada akhirnya apakah akan ada kepercayaan kuat ketika semua orang telah mengumbar dan tahu bahwa kebenaran itu menjadi sesuatu yang gamblang. Banjirnya kebenaran akan menjadi sebuah tras dengan mudah untuk menemukan ketidak baikan dalam tatanan sosial dan brirokrasi.

Hari ini media informasi sudah tidak bisa digunakan masih dierorkan  (Watshap non-aktiv). Keputusan para negarawan di atas pemangku kebijakan mengambil keputusan seperti itu bisa dikatakan efektif, demi menjaga kesetabilan negara yang lagi keos, di Jakarta hari ini separuh berwarna putih, dengan diselimuti sorban dirinya, bukan menjaga keamanan atau menerima. Namun Jakarta dituntut untuk bisa disamakan dengan keinginannya. Non-aktiv WA menjadi keputusan efektif bagi bagian orang, bagian orang juga tidak dianggan efektif karena membuat susah rakyat.
Salah satu teman kerja namanya Rozikin biasa yang biasa ngopi di tempat kerja.
"Apa lagi yang ditutut, hal ini malah bikin tambah bikim susah rakyat, mengapa tidak menerima?" ujar dalam keluhnya.
"Itulah, kita harus sadar bahwa bedanya orang yang serius dan yang ambisius dalam mencapai sebuah tujuan", ujar penjaga kopi itu.
Keseriusan itu memiki tujuan kuat dan akan pula diperkuat dengan ketelatenan dalam berproses, dan akan selalu menerima dalam setiap proses perjalannya. Berbeda dengan yang sebuah ambisius, yang terkadang lupa dengan namanya proses namun tujuan akan menjadi tujuan utama, ketika semua sudah sesuai dengan tujuan jalan dengan sempurna maka lahirlah kekecewaan besar. Sehingga menciptalah sebuah tindakan atau respon pada seseorang itu.

***

Kita harus tahu hari ini, bahwa negara kita mengalami tangisan besar. Mengukur rumput yang diinjak dan pohon yang pengab dengan ulah para orang-orang yang mengakui dirinya bahwa bukan satu rasa dengan negara. Ia tidak hanya merasakan luka tapi kemuliaan niat dicemari dengan ketidak selarasan tetang kebijakan kemanusian.

Hingga pada akhirnya ketidak puasaan akan melahirkan ketidak kemanusian. Karena tindakan manusia itu tidak bisa membuka rasa bahagia. Bukan tidak mungkin mereka memiliki niat biak antara yang diaanggap salah dan yang tidak menggap salah. Mereka sama-sama memiliki niatan baik bahwa dirinya yang pantas. Siapapun manusia mengalami apapun yang sekedar, namun tidak semua manusia bisa menerima.

Manusia bisa membaca namun sulit menerima apa yang dibaca. Kita bisa bicara namun belum tentu menerima apa yang dibicarakan, ada yang merasa benar namun kadang tidak menerima akan kebenaran. Hidup adalah perjalanan namun jangan lupa untuk tidak menerima peroalan. Kekecewan bentuk lain dari kemarahan kekerasan bukan harapan agama manapun.

Tulisan tidak memikirkan siapa yang salah dan siapa yang benar karena keduanya memiliki asumsi subjektif dan objektif berbeda. Namun yang menjadi perhatian kita adalah negara yang lagi menangis karena ulah kita, semoga pasca kekeosan akan ada keberkahan melimpah kepada negeri ini. Tangisan negara akan menjadi ksedihan para pendiri bangsa yang telah mendahuli kita.

Dalam menjaga nasionalis kita butuh dicintai karena sudah merasakan apa yang telah diterima oleh negara yang kita berikan, sedangkan kalau mencintai kita masih terus mencoba dalam mencoba belum tentu kita diterima olehnya persembahan cinta ini.

Berpikir sejenak menggunakan naluri, maka lebih utama daripada sholat 100 tahun tanpa berpikir 100 tahun tentang kita di masa akan depan manusia sebagaimana fungsi dan posisi.

Akhmad 2019

Jurnalisme Pada Batas Setiap Masakini



Jika kau ingin menjadi orang besar;
ingat hanya ada dua harus dilakukan
“Berbicara layaknya seorang orator
Menulislah seperti halnya seorang wartawan”
(Umar Said Hos. Cokroaminoto)

Kini banjirnya informasi telah terjadi, setiap orang sudah bisa melakukan praktik-praktik jurnalistik. Hingga kebingungan datang pada masyarakat. Dengan adanya teknlogi sangat canggih hal itu melahirkan yang namanya juralisme warga,  dan dinamika pers akhir-akhir ini menuai banyak perbinjangan, mula-mulanya semua orang sepertinya telah tidak dibendung lagi melakukan praktik Jurnalistik. Semua masyarakat melakukan praktik tersebut tanpa kita kethaui bahwa ada banyak golongan; mulai dari masyarakat menengah ke bwah dan menengah ke atas. Dinamika ini tidak lain dan  tidak bukan tidak dapat kita tolak,karena berkaitan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Sehingga  secara signifikan Praktik jurnalistik menjadi bagian dari kehidupan masyrakat sehari-hari. Dengan banyaknya ladang media sehingga melahirkan banyak paktik jurnalistik dilakukan tanpa melihat dari sumber, seperti halnya air megalir tidak ada sumbernya walaupun airnya ada dan nyata.
“Apakah semua yang dilakukan praktik-praktik Jurnalsitik itu sudah layak dijadikan berita?”
Dalam sejarah jurnalistik cikal bakal lahirnya tidak bisa kita melupakan sejarah awal terbentuknya dan pentingnya jurnalistik, bisa melihat ke Yunani Kuno (100-44 SM) dalam sejarah jurnalistik seperti menjadi refrensi awal mengapa jurnalistik tercipta. Raja Jilius Cesar kegelisahannya bagaimana dirinya menyampaikan informasi kepada masyarakat dan masyarakat bisa menerima apa yang akan disampaikan dengan mudah, berdirilah sebuah “acta durma” dalam bahasa Indonesia “Papan pengumuman” (sejenis majalah didingdan Koran tempel dimasa sekarang),  dan pada masa itu tempat acta durma itu diletakan di forum romanum (stadium romawi).
Perkembangan zaman yang kita kenal hari ini dengan sebuah revolusi industri pertama ditandai dengan munculnya mesin cetak pertama yang ditemukan di Germany. Sebagai dobrakan baru dalam perkembangan dunia yang baru. Hingga sampai hari ini terciptalah perkembangan industry yang dikenal dengan 4.0. hal itu akan menjadi salah satu factor perkembangan zaman dan juga pers atau media.
Perkembangan pers di Indonesia sejak Belanda masuk ke Indonesia sudah ada. Namun tidak mungkin mereka seorang penjajah tidak memiliki kepentingan membangun lembaga pemberitaan. Singkat cerita bapak pers pertama di Indonesia Tirto Adi Suryo yang menderikan pers pertama bernama Medan Priyai, tidak lain memiliki tujuan positif terhadap warga Negara Indonesia untuk menyadarkan bahwa pentingnya merdeka, dan bisa dikatakan isi dalam berita berupa propaganda untuk menyadarkan masyarakat. Dan hari ini pers di Indonesia menjadi pilar ke-empat demokrasi, jika tidak ada pers Indonesia tidak bisa menyiarkan kemerdekaan.
***
Sebuah kebenaran sepertinya sudah tidak dapat dibendung lagi. Masyrakat sudah bisa menerima kehidupan dengan suguhan yang begitu gambalang. Tidak lain dan tidak bukan bahwa hal itu mendapat kecenderungan membendungnya dengan banyaknya informasi. Indikasi penyebaran hoax dan orang yang sering menerima hal tersebut bisa kita temukan dalam kalangan-kalangan terpejalar,akademisi, dan orang-orang melek media, dan bagi yang gagap media bisa dikatakan hal yang beruntung karena tidak terlalu terkntaminasi dengan banyaknya informasi. 
Jika berbicara kebenaran teringat dengan sosok semangat yang tekun menulis masih belum tertandingi sampai hari ini, tulisan maestro dikenal di Kompas sebagai pendekar pena Mahbub Djunaidi dalam salah satu tulisannya yang bebunyi;
“Jika kebenaran dunia ini ditulis secara gamblang maka akan mudah dunia ini hancur”
Dari perkataan itu bagaiamana bisa memberikan makna yang tepat. Kita sadari ketika seorang jurnalis selalu berusaha nangkap momentum yang tepat sebagaimana bisa mendapatkan berita yang memiliki fungsional, dan berdampak hal itu akan menjadi pertarungan sebuah idealis kita dalam mempertahankan dan bisa menyikapi hal itu. Dinamika akan selalu menjadi kejutan dalam realitas sosial. Bisa menguntungkan dan bisa juga merugikan itu seperti menjadi rumus dalam hidup tidak dapat dihapuskan namun bisa diimbangi dengan kesadaran manusia.
***
Berbicara dengan banyak informasi banyaknya hoax. Hoax ketika analisa secara harfiah sebuah berita keboongan. Jika berbicara kebohongan kita tahu jenis-jenis kebonhongan terdiri dari fitnah, kebohongan, dan hasutan sbg. Kita sadar dengan hal itu, namun yang menjadi masalah besar dengan seperti apa kita bisa membuka ruang dengan meghindari atau tidak terjebak pada lingkaran itu, dan lebih baiknya lagi memberikan sebuah fungsi baik terhadap kehidupan sosial (bermanfaat dengan sesama) dalam mencerdaskan masyarakat untuk bisa memilah dan milih mana berita yang baik dan benar mana yang buruk tidak baik, untuk dikomsumsi.
Kata kunci mengatasi dari hal di atas kita akan menelisik dari kegemaran masyarakat kita. Pertama kita masih dalam tatanan masyarakat paling rendah yang pernah di riwayatkan Alm. Gus Dur tingkatan manusia sosial itu ada tiga tingkatan; Oral, Mendengar, dan Menulis. Tingkatan ini menjadi dasar arah pemikiran kita bahwa ketika berbicara ketiga perkataan tersebut salah dua masuk pada ranah praktik-praktik dunia literasi  yang terdiri dari “baca dan tulis”, kedua ini berkaitan dengan masyarakat yang tidak kuat dengan hal ini akan mudah termakan hoax dan menyebarkan hoax, bagaimana mungkin ketika semua sudah menggerogoti kita tanpa sadar bahwa kita tidak sadar dengan membaca kita lemah.
Mengapa Negara kita mudah keos, dan sepertinya mudah terprofokasi kita bisa kaitkan dengan tingkat baca warga Negara kita. Dari 62 negara yang diteliti oleh Unisco pada tahun 2016 Indonesia nomer 2 di atas Thailand dan kalau di bwahnya ada Boswatna, nomor dua dari bawah.
Hal itu bukan hanya berhenti ketika kita tahu. Ketika kesadaran kita sudah menyentuh naluri maka kita perlu sebuah tindakan yang konkrit minimal tidak membuat Negara kita tidak terpuruk dengan tindakan paling sederhan kita lakukan, sekiranya tidak merugikan orang lain dan hal itu menjadi peluang besar pada masyrakat dengan cara mendekatkan diri dengan bergerak sesuai dengan apa yang kita mampu. Sesuai dengan kemampuan setiap individual namun tetap berada dalam tatanan menjalin kerjasama dengan masyarakat baik untuk melakukan sesuatu hal secara komunal dalam kebaikan.
Trah masyarakat akan tetap berada dalam koridor yang mesih relevansi tidak konservatif namun selalu solutif. Masyarakat dengan trah baik akan memberikan kebaikan pula terhadap kepentingan Negara, agama, dan kebudayaan. Jika Gaptek belajar untuk melek teknologi yang bisa menunjang kehidupan masa kini bukan hanya sekedar sadar namun juga harus memberikan edaran sebuah kebaikan sebaimana fungsi manusia. 
Pesan terakhir hati-hati dengan Yallow Jurnalisme karena itu akan menjadikan kita berubah, karena sebuah kajian psikologi memberikan sebuah istilah apa yang dikomsumsi manusia atau lebih tepatnya manusia membaca, bacaan tidak baik akan mempengaruhi psikologi kita, dalam psikologi Freud yang terdiri dari ID, Ego, dan Superego ketika itu bejalan normal maka semestinya akan menjadi manusia yang baik.

Kita saling belajar bukan saling mengejar kebesaran jiwa, duduk diam akan tidak menghasilkan apa-apa berpikir diam akan melupakan yang ada, maka dunia ini bergerak sesuai trahnya makamanusia jika tidak ingin terombang-ambing arus maka bergeraklah sehingga kehidupan kita seimbang dengan gelombang bumi.
***

Sembilan Elemen Jurnalisme ditulis oleh Bill Kovach wartawan The New York Times, kurator Nieman Foundation di Universitas Harvard dan Tom Rosenstiel wartawan The Los Angeles Times Tiga tahun, wawancara 1,200 wartawan dan 300 lagi dalam fora.
Kebenaran dan wartawan, Loyalitas utama, Esensi jurnalisme adalah verifikasi, Wartawan harus independen, Jurnalisme harus memantau kekuasaan, Jurnalisme sebagai forum public, Jurnalisme harus memikat sekaligus relevan, Berita harus proporsional dan komprehensif, Mendengarkan hati nurani,


Terima kasih
Kepanitia Sekolah Pendekar Pena
Salam hormat; Akhmad Mustaqim
Selamat berdiskusi


Senin, 20 Mei 2019

Duduk, Diam, dan Pulang; Hari Kebangkitan Nasional

Duduk, Diam, Pulang

Dari pukul 8 pagi  Gazebo depan (FKIP) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, di tiang penyangga tertulis (UNISMA) Universitas Islam Malang, Senin katanya hari semangat. Matahari lebih dulu menghampiri gasebo biasa kita duduki, Senin sepertinya akan dirindukannya kala yang lalu tidak ada di Gasebo biasa duduk.
Di Gasebo ukuran 3x3 miter. Panas matahari sebentar lagi apa mengiringi.

Buku dengan judul 34 buku, mewarnai otak kita beradu satu sama lain diotak mengungsi begitu banyak ada yang sekedar saksi bahkan menjadi arti dalam perjalana hidup. Warna hidup berkemelut dalam dinamika otak kurang bebas.
Berserakan dengan banyaknya buku di meja beton.

Dengan santai duduk; menunggu bukan sekedar menggebu siapa yang akan mencicipi buku dan mengadu tentang apa yang telah dibaca. Dan melakukan sebuah dialektika dan mencoba mencari makna dengan cara Retorika. Walau pada akhirnya duduk itu membosankan kehilangan inspirasi, untuk menjadikan sesuatu pada masa kini masih ditanyakan kembali ketika tulisan sudah ada dalam benak diri.

Buku yang ditangan menjadi tegang, angin telah meregang arah pikiran tak karuan. Keinginan manusia tidur bersama dengan isi buku dan diksi para nabi yang menjadi sabda meracuni otak manusia yang tidak suci. Mengabdi dengan cara paling dicintai, mata yang berkaki tidak secepat mata tanpa kaki.

Mata itu suci mengabdi pada apa yang terjadi dalam. Kaki para mencari ilmu berwajah cantik dan wangi menyambar hidungku yang masih menggebu sesuatu yang menjadikan satu tujuan manusia. Meraba hingga bisa mencerna apa yang didengar, dilihat, dan dicium. Pancaindera seperti buruD candrawasih yang dicari para pemburu.

Ketika duduk datanglah para pemburu sementara cemburu, sementara pengunjung;
1. David
2. Izza
3. Laven
4. Aga
5. Uswah
6. Yusuf
7. Jamil.
8. Komariyah
9. Dani
10. Deri
11. Anissa
12. Baru FKIP
13. Teman Iqbal
14. Ratna
15. Kim
16. Nana
Mereka yang datang bukan sekedar datang namun melihat apa yang ada dalam buku. Ada pula yang membagi cerita dan bertanya tentang Filsafat.

Lalui ia pulang; kwbosanan kelamaan bersama membuka ruang dalam ketidak nyamanan, membuka ruang akan persolan dan datang lagi bagaimana ia bisa mengembalikan keadaan pada perasaan sesungguhnya lalu kembali. Dengan sendiri ia mengabdi pada keramaian diri. Diri yang selalu kita buka dengan sebuah cara, cara yang bisa diterima oleh jiwa dan rasa kemanusian.

Selamat hari ini yang masih ada dalam ke dalaman batu diperkuat bumi, hingga goncangan tidak terasa. Manusia yang mengangkat diri mengabdi, dan teman-teman mahasiswa yang hari ini memahami arti dari reformasi. 20, 05, 2019 sebagai hari kebangkitan Nasional. Status para mahasiswa di hp ramai dengan ucapan selamat hari kebangkitan Nasional.

Lapakan buku masih berlanjut pengunjung hanya itu dan itu yang diketshui, wajah tak ada yang berbah walau dihari kebangkitan.

Akhmad 2019

Minggu, 19 Mei 2019

Perspektif Negara Taiwan Legalitaskan Hubungan Sesama Jenis


"Jika gunting ketemu dengan gunting seperti tidak akan menghasilkan"

Negara Taiwan legalitaskan pernikahan sesama jenis; apa yang menjadi dasar pemikirannya, hal sederhana tersebut bisa kita lihat gerakan progresif warga masyarakat dengan dalih paling sederhana ingin memenuhi hak kebebasan dalam dirinya. Maka gerakan seperti itu masif di Taiwan, bukan tidak mungkin memiliki indikasi kepentingan umum.

Asumsi saya ialah mereka menuntut dengan dasar kalau yang ingin menikah dengan lawan jenis silahkan dan jika tidak ada masalah. Dari itu bisa kita ketahui bahwa pernikahan sejenis akan membuka mata lebih dalam lagi, bagi negara lain karena lebih banyak setiap negara tidak setuju dengan kebijakan ini; maka negara Taiwan menjadi salah satu dari negara yang berani deklarasikan tentang kebebasan (legalitas pernikahan sejenis).

Begitu pun jika melihat negara yang tidak setuju dengan sistem itu. Contoh saja Burunai dan Aceh Indonesia. Memiliki hukuman tertentu mengenai hal tersebut mengenai hukum.

Brunai akan melakukan hukuman mati bagi para warga negara melakukan hubungan sex sesama jenis. Hukuman tersebut menjadi ketentuan yang berlaku yang telah ditentukan.
Aceh Indonesia akan memberikan hukuman cambuk 100 kali, jika ditemukan seseorang melakukan hubungan sesama jenis hukum ini bernama Qanum Jinayat.
Sebuah pertimbangan yang dilakukan negara tersebut atau wilayah tersebut bukan tidak memberikan sebuah Toleransi terhadap ketidak wajaran dalam norma kemanusian; tidak ada tujuan Tuhan mencipta manusia berbeda jenis untuk berhungan dengan sejenis, contoh kecilnya gunting dengan kertas siang dengan malam, akan memiliki kerasian saling melengkapi. Dan hal itu akan menghasilkan.

Analoginya: ketika gunting bertemu gunting bukan akan mengasilkan potongan yang baik tapi malah merusak gunting itu sendiri.

Mengapa hanya dua manusia Adam dan Hawa saja Tuhan pertama kali diciptakan, nalar sederhana kita tahu, dan kita juga harus tahu mengenai tujuan itu, tidak lain untuk bisa mengahasilkan keturuan sebaagi khalifah di bumi.

Apakah Taiwan akan tidak sadar akan itu, bagiku sadar namun kesadaran itu kalah dengan keangkuahan, mengapa demikian. Karena dasar pemikiran yang bebas tanpa ada kontrol itu akan menjadi candu dalam peradapan manusia yang lahir dirinya sendiri dan paham akan dirinya dikoudrotkan memiliki kebebasan dalam bertindak dan atas membahagiakan dirinya.

Id, Ego, dan Superego dalam Psikologi Freud memberikan dampak cara pikira dalam diri manusia sebagai alat melihat nilai moral kehidulan individu manusia.

Namun hal itu masih dalam keadaan paling tidak ingin manusia menerima. Lalu manusia seperti apa yang akan menjadikan kita sebagai manusia yang beragama atau beretika terhadap diri kita?, perihal itu ada dalam aturan dan ada dalam jiwa manusia tidak hanya berdamai dengan sebuah keadaan namun lebih tepatnya menyesali yang telah diwarnai oleh sesama jenis; nikmat apa yang akan dirasa jika itu terjadi pada kita sesama jenis.

Hari ini legelitas akan menjadi kualitas manusia sebagai pembela bagi orang-orang Negara Taiwan yang satu mashab tetang satu jenis bisa membangun hasrat.

Semoga yang masih bertahan masih menahan; menahan apa yang ada dalam godaan sebab lawan jenis lebih menyimpan kebenaran daripa sejenis dipersatukan. Kebebasan itu bukan kebebasan hak yang bisa dipertanjunggjawabkan tidak selaras apa yang diucapakan Abram Maslow.

Akhmad 2019

Sabtu, 18 Mei 2019

Cerita Penjual Kertas; Memaknai Teks

Cerita Seorang Penjual Kertas

Simbiosis mutualisme; saling menguntungkan saling merugikan. Hal ini akan dirasakan oleh seorang penjual kertas, kertas yang biasanya digemari orang bahkan ada yang tidak sama sekali, lantaran lebih suka melihat kertas-kertas di luar kertas itu. Beruntung sekali orang yang suka dengan kumpulan kertas itu, kumpulan kertas berisi kata-kata dan susunan kalimat.

Penjual bukan berbicara tentang maksud dari membuat teks: yang pernah dibaca oleh pemuda penjual kertas itu. Memaksa dari apa yang belum diketahui hal itu. Pemahaman sebagai cara manusia menemukan derita dan cerita dari hasil teks, setiap tulisan itu akan menjadi sesuatu menggebu ketika memaksa diri untuk menderita dengan apa yang diderita dalam cerita manusia atau bukan manusia tapi ada rasa.

Kehidupan yang realistis menjadi pesimis dan sinis mengkap dalam teks yang tidak mampu membenturkan diri pada naluri. Semua sesuatu yang terekam kadang terancam dalam macam-macam kehidupan, yang tidak bisa membaca dunia maka perlu mengambil buku, dan mencari sesuatu. 

Dalam setiap kisah kasih yang ditangkap dalam teks terkumpul pada kertas-kertas itu tidak ada batas; melampaui batas transenden menerima logika kecuali naluri metafisika.

Embun pagi berelegi prasasti peristiwa sudah berada dalam jiwa. Memaksa pembaca membuka hati kecil melalui jendela, yang setiap pagi horden terbuka tapi jendela belum ada ada angin masuk, kecuali nenek melepas kunci dan melaui engsel terbuka sedikit mengintip matahari, lalu angin ikut masuk bersamaan dengan matahari. Apalagi yang harus kita cari ketika memaksa membaca rasa.

Berjalan jauh penjual kertas berbincang tantang banyak hal, buku dan perebutan tanah, serta tentang hak kehidupan manusia. Dialektika bersama dengan banyak orang; masyarakat, mahasiswa, dan para pemulung yang memiliki transenden melalui logika, naluri diterima. Secara objektiv otak yang aktiv membuka masa kreatif manusia. Secara subjektif relatif subversif diri.

Penjual kertas hanya memiliki kegemaran, kemalasan hanya menjadi alasan bagi yang tak ingin berjalan. Kebekuan sebagai pengakuan akan mendorong Psikologi diri, mencari jati diri memadukan antara psikis mistis lahir tanpa disadari lambat laun menghadiri naluri yang bukan hanya ada dalam diri.

***

Penjual kertas hanya ingin melampaui batas-batas. Bukan yang ada dalam kehidupan mereka berada dalam kemerdekaan. Kemerdekaan seperti apa? yang masih bisa dipaksa membuka, ruang kosong untuk terisi hati dengan banyaknya teks.

Penjual bukan hanya ingin merdeka tapi juga ingin memenuhi apa yang ada dalam diri keluarganya. Keluarga sebagai kekuatan ia, keluar dari zona nyaman memilih pada zaman aman bukan sebuah perubahan dalam keluarga, dengan motivasi itu ada sesuatu dalam perjuangan, karena langkah masih dihantui keinginan. 

"Aku sebagai penjual kertas berharap kertas ini bisa diisi oleh beberapa tulisan entah wacana atau cerita tentang makna dari setiap peristiwa yang diterima oleh logika bukan hanya derita".

Akhmad 2019

Jumat, 17 Mei 2019

Bahasa dan Sastra: Mengajarkan Bercerita dan Berkarya

Foto:Akhmad

Bahasa dan Sastra

"Bahasa mengajarkan kita bercerita dan sastra mengajarkan berkarya"
Istilah tersebut bentuk perspektif subjektif penulis. Mengambarkan setiap peristiwa dan menceritakan segala peristiwa dengan cara sederhana kita apa yang ditangkap.
Bahasa sebagai alat bercerita manusia selain alat komunikasi. Ketika manusia sudah menceritakan akan lebih tenang dalam menghadapi masalah hal itu sebenarnya subjektif.

Seno Gumira Adjidarma pernah menulis tentang seorang Penulis seorang yang senantiasa pandai menangkap peristiwa untuk ditulisnya.

Hal tersebut sebagai dasar manusia jika kita pandai menangkap peristiwa menangkap peristiwa dalam sekala besar atau kecil maka mencobalah menulis dengan seperti itu akan merasakan bahwa hal penting dalam hidup yang kecil akan dijadikan sebuah harga, harga manusia dalam memaknai kemanusian (hablumminans) atau bisa lebih membangun rasa humanis lebih tinggi. Hal itu Perspektif dari rasa kemanusian, namun kita juga perlu tahu dampak baik dari kegemaran mencintai bahasa akan senantiasa mempererarat jiwa nasionalis kita bernegara.

Menulis akan selalu berkaitan dengan bahasa; setiap menulis akan selalu menemukan peristiwa bahasa menyusun kata, menjadi frasa, menjadi sebuah klausa, dan kalimat serta paragraf bersambung. Hal itu akan dirasakan oleh penulis menumukan peristiwa cinta pada bahasa, khususnya kita orang Indonesia bahasa Indonesia menjadi pertemuan paling sakral untuk menangkap diksi hasil dari kajian jiwa serta bendahara jiwa kala menjalanlan sebuah narasi dan cerita dalam teks itu.
Bagaimana katika ada sebuah peristiwa penulis itu menghasilkan sebuah teks dan tidak memahami apa yang ditulis dan hal itu mendapat pertangungjawaban tentang makna, karena pembaca hanya paham tentang apa yang dibaca (aku dalam teks)

Rolan Bartes seorang peneliti sastra dari Prancis pernah mendeklarasikan pada tahun 1960 bahwa kematian seorang penulis ketika karyanya sudah selesai maka karya sudah melanglang buana dalam diri pembaca dan siapa yang membacanya. Lenyapnya penulis ketika karyanya sudah dibaca.

Lye (2001) memperkuat mengenai pengaran telah mati. Contoh Willian Faulkner dia menghasilkan buku As I Lay Dying: karya itu tidak dapat dkbantah lagi. Tetapi dalam kaitan interpretasi, seorang kritikus bekerja sesuai dengan kesadaran bahwa Faulkner sudah tidak mengawasi kala kritis mencoba mengintrepetasi dan menulisnya. Ia bebas mengahadapi teks seolah-oleh pemgarang sudah tidak ada, dengan seperti itu akan melakukan kebebasan ketika membaca. Lebih jauh lagi apakah pengarang akan tahu dengan apa yang ditulisnya ketika karya telah dibaca? Dan ketika interpretasi pembaca beda ketika ditanyakan sedangkan apa yang diterma pembaca adalah teks yang mencipta makna dalam teks itu bukan bahasa mencipta teks. Dan jika pertanyaan ada pada pengarang kita tidak perlu percaya kepadanya apa yang kita tanyakan itu. Untuk apa kita menurut padanya seorang kritikus tidak ada fungsinya katika hanya mempercayainya.

Persembahan pembaca dan penulis bagaimana karya bisa memberi fungsi pada dirinya. Penulis tak ada niat apa-apa kecuali mencoba membongkar realitas sosial untuk bisa dipahami pembaca bahwa dalam Objek pembaca bukan tujuan utama yang utama tetap pada keberpihakan jiwa bisa menampung ide kepada siapa teks dipersebahkan untuk bisa dirasakan mengenai ide yang dihidupkan; ketika ide menyatu pada pembaca akan tercipta kehidupan baru.

***
Sastra ialah bentuk lain dari kebudayaan tapi esensi sastra akan selalu memberikan keindahan. Kebudayaan ciptaan manusia sastra sebagai alat manusia mencipta sebagai nama (seandainya tidak ada nama sastra akan diberi nama "karya keindahan") hasil dari proses dinamika manusia berinteraksi. Sastra sebagai jenis tulisan yang memilik arti atau keindahan dalam pengertian secara harfianya berasal bahasa sansekerta "sastra" menjadi "kesusataraan", beratikan teks mengandung intruksi atau pedoman. Makna lain dikenal dalam bahasa Indonesia " Kesusataraan: keindahan tertentu".
Maka sastrawan, penulis, novelis, cerpenis, dan bahkan esay-is akan selalu berusaha membaca sebagai pondasi untuk mencapai kedua hal di atas itu.

Pada akhirnya masyarakat tidak mau tahu apa asasl usul bahasa dan sastra mereka hanya ingin menerima teks apa yang telah dicipta seorang penulis. Serta menginterpretasi karya untuk menemukan makna, dan walau pada akhirnya kalau pembaca tidak menemukan makna dari teks maknai sendiri karena pembaca harus lebih cerdas dari penulis. Jangan hanya membaca sambil memasukkan tangan pada saku dan geleleng ketika tahu ketidak penulis disalahkan.

Mari mengaji dibulan suci agar kepeduliannya tidak hanya menimbulkan caci maki media masa sudah berjiwa suci setiap mau buka puasa status kolak dengan selogan "berbukalah dengan yang manis-manis" selogan ini tidak akan diterima bagi yang memiliki penyakit kencing manis. Ramadan apa yang kau dapat, menangkap dari ramadan kenangan mokel hanya ingin merokok tapi tidak makan: jika dituliskan apa yang bernilai dalam bahasa dan satra inilah kedua ilmu saling berkesinambungan.


Akhmad 2019

Kamis, 16 Mei 2019

Sisi Lain Seni Mencintai Erich Fromm

foto:Akhmad

Mencintai Nama

"Ketulusan tak bisa diukur dengan kata-kata apalagi identitas maka asal usul hanya arah kecil kerja naluri"

Aku mencari seseorang yang tidak aku tahu bentuknya. Rasanya hanya ada dihati tapi hatinya tidak tahu bentuknya lagi. Apakah itu manusia atau bukan, tapi itu representasi lain dari manusia yang sempurna. Laki-laki sebagai arti perempuan sebagai pemerhati. 

Ia berjalan hanya dengan motivasi nama, berkeringat karena nama, berjabat hanya dengan nama. Suasana yang ada tidak ada yang sangsi kecuali nama yang masih belum menemukan aksara. Aksara yang pantas untuk dituliskan menggunakan rumus yang pantas memperjelas nama. Dari mana datangnya aksara kalau tidak mencerna huruf abjad bahasa Indonesia.

Dalam bukunya Erich Fromm berjudul Seni Mencintai halaman 60-61 menuliskan tentang mencintai, bahwa dalam mencintai memberi lebih menyenangkan, mengembirakan, daripada menerima; mencintai, bahkan jadi lenih penting daripada dicintai. Dengan mencintai dia telah meninggalkan sel penjara kesendirian dan isolasi yang membentuk oleh kondisi narsisme dan egosentrisme. 

Perjalanan telah dimualai gemilang masa depan masih belum terpancar; sebuah peradapan hanya persoalan kesandung pada batu kecil, hal yang sudah menjadi sesuatu peristiwa biasa, bahagia bukan sekedar menemukan siapa yang punya setiap pujian dan pujaan melain cara dan kehidupan yang bisa diterima oleh diri dan atas nama itu mencintai tak sia-sia.

"Mencintai nama bukan hanya sekedar memikirkan makna, tapi bahagia yang mampu diterima dengan cara"

***
Di jalan raya menuju kesunyian berbelok kiri menunju lurus ke arah kesetian. Nama yang dicintai menyelimuti hati. Ego, superego, dan Id terkombinasi dengan kesunyian paling damai. Langkah terus melawan arus angin hanya kuat dengan ingin. Membawa kata yang ada dalam jiwa dengan dukungan buku yang dibaca; negara kecil terbangun kemerdeaannya lantaran bacanya masih tertanam rapi.
Sampai mana akan berhenti berhadapan dengan naluri dan tidak hidup dengan cacimaki.

Rialitas sosial manusia terkadang akan senantiasa buta. Tidak tahu apa-apa tentang kehidupan lain selain satu identitas yang dianggap paling utama merasa dan yang lain ngungsi; cinta pada satu sisi nama tidak hanya mengerban tentang dirinya sendiri kadang lupa pada siapa pencipta (Bucin) dalam kata singkatan sekarang kita kenal, bahwa kata itu menjadi dasar pemikiran bahwa dalam selogan itu sebuah pembunuhan karakter mencintai.

Lahirnya arah pemikiran baru. kita membuka cara baru ketika semua merasa cinta sosialisme lebih berkualitas daripada cinta yang individualis. Slogannya mengenai cinta seorang sosialis tidak hanya pada satu sisi tapi lebih banyak membagi cintanya dengan kemaslahatan ummah, beda dengan non-sosiali mencintai hanya pada satu objek. Arah pemikiran itu sedikit radikal. 

Realitas sosial akan memperjelas apa yang tidak jelas. Langkah tentang tanpa nama yang abtraks akan berbuka dalam awal sederhana yaitu langkah jejak kaki yang sangat jelas. Jejak kaki itu seperti sebagai tanda ada jejak kaki sebelumnya ada kehidupan menuju ke suatu tujuan jalan. Dari itu mencintai nama akan tetap berglfungsi bukan hanya kebingungan yang tak membangun pemikiran kita.

Jejak kaki sebagai langkah awal untuk menyeberangi ke daerah lain yang belum usai ada dalam diri. Mencari tarian yang tanpa nama dengan musik dansa; ketika semua bahagia kita ada di dalamnya fungsi manusia seperti memiliki dampak bahwa kudrot tantang rasa. Menjelma terus tanpa nama tapi tetap bekerja atas segala rasa dan menanggung setiap peristiwa peradapan dunia.

Selamat menunaikan ibadah cinta pada tanpa nama tapi menyimpan makna.

Akhmad 2019

Rabu, 15 Mei 2019

Pengulas Pemuja Berhala

foto:akhmad

Reviu buku Pemuja Berhala; representasi diri pembaca

Representasi dari seorang Penulis seorang yang senantiasa kuat seperti halnya terancang dalam rekam jejak dirinya. Seorang penulis mentitahkan dirinya dalam mencipta teks dalam bentuk cerita panjang yang lugas, sebuah kekuatan dan keberanian besar membagi dan menelanjangi dirinya. Mencoba membuka hidup baru dengan mengembalikan kehidupan masa lalu yang kini hidup kembali, dan hidup di lain zaman yang tidak lain pembaca hari ini.

Buku Pemuja Berhala sebuah kekuatan diri seorang penulis melawan dirinya. Membuka diri menghidupkan dirinya pada sisi lain, bukan sekedar sebagai tokoh fiksi, yang speritualistis, gemar baca, serta mendalami kearifan ajaran Nahdatul Ulama (NU). Sosok dirinya dalam cerita sebagai bentuk lain dirinya adalah seorang muslim taat dan rajin cinta terhadap budaya.

Kehidupan dalam dirinya menjadi potret pernah berada di kampus hijau, kental dengan sebuah organisasi pergerakan yang dominan dan masif. Sebutan Rujak Smart itu menjadi sebutan ciri di pergerakan. Melatari setiap dinamika percintaan serta pertarungan egosentris masih kuat ruang dialektika dimasa dulu begitu militan seorang aktivis kampus begitu getol melakukan praktik-praktik sebagaimana fungsi mahasiswa.

Novel menceritakan beberapa Fenomena masa lalu yang seperti manjadi kehausan sejarah dulu dan relevansi miltansi sebagai suntikan baru pada generasi sekarang. Refleksi diri perlu, sebagai arah pemikir, perjuang, dan ketekunan dalam keseriusan.

Sepertinya kontaminasi dunia maya masih minim, sehingga dalam karya itu masuk ke jiwa zaman; jiwa zaman dalam bahasa Jerman Zaetgaes yang dicetuskan G.W. Heggel. Jika berbicara waktu lempau hanya tersisa dalam cerita-cerita yang suka merekam peristiwa telah tiada dalam ingantan tapi anak pena sebagai penemu sejarah baru pada peradapan sebagaimana aku pembaca sebagai pengingat masa lalu dan belajar pada yang belum kita tahu. Dari dinamika, suasana cinta masa dulu, romantisme serta mistik menjadi hal antik.

Dalam ruang paling senggang. Pemuja Berhala membuka cari baru tentang kemanusian meliputi cinta cita-cita manusia yang membuka Cakrawala cawadimuka manusia memahami peradapan baru dan bisa diterima oleh jiwa manusia. Love is wisdom pada kedamaian paling dalam memahami cita rasa manusia dan manusia pada Tuhan.

Buku yang ditulis Dimas Midzi representasi manusia yang memiliki kudrot bergerak sebagaimana mungkin dan tidak mungkin merajai jiwa manusia saya sebagai pembaca menerima setiap ruang arah pemikiranny mulai dari percintaan kepada Tuhan, kepada manusia serta kepada jiwa yang senantiasa menghamba pada kedamaian jiwa serta menerima sebagai bukti setiap sisi ada rasa dalam jiwa manusia yang tidak asing atas diriku tentang semua isi cerita dalamnya, seperti berdamai dengan keadaaku dan tokoh Eros representasi hidupku masa sekarang.

Akhmad 2019

Selasa, 14 Mei 2019

Perkenalan Afrizal Malna dalam Esay-Esay


foto:akhmad

Perkenalan Afrizal Malna: kumpulan Esay Masa Kini dan Sesuatu Indonesia

Pemuda makhluk kecil bercita-cita besar dengan gembira membaca walau terkadang yang dibaca tidak dapat dipahami. Apapun yang dialami sekarang dianggap hanya sebagai bagian dari hidup indah baginya. Kegemaran dalam membaca tidak lepas kebegemaran juga menulis.

Semua impiannya dalam mencapai bacaan yang baik dan bisa memahami sangat banyak cara dilakukan; salah duanya dengan menuliskan ulang bagian dari hal yang begitu penting, mulai dari menyiapkan buku kecil catatan, dan polpen di sakunya. Apa yang dilakukan itu sebagai bentuk keinginan mencapai keinginan sederhana bisa menulis dan membaca memahami beberapa buku tidak lain, meminjam apa yang dituliskan Tan Malaka pengetahuan tujuannya  bisa memperluas, mempertajam, dan memperhalus perasaannya.

Sore itu pergi ke Mapanda nama singkatan Maijen Panjaitan Dalam. Di situ tempat gudanh buku pelangi sastra Malang. Tempat mengambil buku kala teman-teman pesan buku kepadanya. Setelah sampai di sana ada teman baru yang baik kepadanya, baik karena ia selalu menawarkan hal baru dalam memahami hal. Contoh sederhananya mulai dari buku, isi buku yang banyak dapat cerita darinya. Kala itu disodorkanlah buku Afrizal Malna dan pada itu pula ia membaca buku Itu, buku Afrizal yang pemuda baca itu adalah kumpulam puisi berjudul orkestra hujan.
Singkat cerita kala hari setelah dari Mapanda satu hari yang lalu. Lelaki berjaket coklat yang sudah memiliki satu anak dan begitu gemar baca. Dia menghubungi pemuda itu dengan via WA mungkin karena kebutuhan ekonomis ia menawarkan buku yang lalu dibaca pemuda itu, dengan bunyi dalam pesan itu: mas jika mau beli buku Afrizal Malna dengan judul Pada Batas Setiap Masakini dan Sesuatu Indonesia kamu bisa beli punya saya dengan harga 100rb.

Tawaran itu menjadi pemuda itu berpikir tentang dunia pembacaannya yang harus lebih serius membaca karya orang hebat Afrizal Malna. Balasan dari pemuda itu bisa saya ambil kala sudah ada uang, tanpa tidak memperpanjang pembahasan asalkan jelas dia menjawab santai mas ambil aja uangnya santai, pemuda itu berpikir kembali apakah itu salah dua dari ia menebarkan jiwa baca pada kita.

Setelah membaca karya Afrizal Malna dengan judul buku yang lumayan tebal 580 halaman. Buku esay itu  membukaku mengenai makna dan arti dari dunia kesusataraan yang meliputi dunia perpuisian serta pereodesasi sastra di Indonesia. Afrizal Malna yang begitu rinci bahasan dalam esay-esaynya pada sastrawan di Indonesia serta banyak pesan-pesan terhadap kepenulis pemula secara tersirat dalam berkarya.

Dalam berjalannya waktu akhir-akhir ini saya sering dan mencoba mengistiqomahkan walaupun tidak pernah istiqomah; membaca esay direkam salah satu cara membaca yang bisa lebih giat baca. Merekam dan dikirim di unggah ke soundcloud salah dua cara meningkatkan baca mungkin saja sudah terlalu banyak orang-orang gemar dalam bentuk foto dan video diuggah di youtube dan Ig, saya mencoba cara baru mendokumentasikan sesuatu bukan berbentuk gambar tapi bentuk suara yang nantinya akan menjadi warna baru seperti halnya radio yang tren pada tahun 1980 an. Namun ini bukan radio melainkan rekaman yang terekam oleh geogle aplikasinya bernama sounclud.

Kepada mas Musawwir terima kasih buku yang rela dihutangkan 13, April 2019 dan kini sudah bisa melunasi.
Selamat membaca.

Akhmad 2019

Senin, 13 Mei 2019

Baca Membuat Lupa Luka

foto: akhmad

Toreh Maos: Baca Gratis

Toreh maos dalam bahasa Indonesia memiliki artian mari membaca. Dengan adanya wahanya baca ini bertujuan memfasilitasi setiap mahasiswa yang gemar membaca. Ada yang ingin baca tapi tidak ada buku.
Sebenarnya dalam dunia literer banyak cara untuk bisa mau baca sangat mudah hanya cukup dengan menyediakan internet dan kuota tak terbatas pada saat itu pula kita bisa mendapatkan buku apa yang ingin dibaca, karena setiap buku akan dibaca sudab ada di dunia maya (di internet) sudah banyak tersedia hanya bagaimana kita memanfaatkannya dan membacanya.

Desir angin menyelimuti penjaga buku: rupanya pengunjung hari ini (13/05/2019) lebih banyak dari awal sebelumnya pada tgl (26/04/2019) yang tercatat hanya 14 pengunjung, adapun beberapa yang tercatat 19 pengunjung hari ini, pengunjung terdiri dari mahasiswa, namun bukan hanya mahasiswa tapi juga ada seorang dosen dan para pekerja bangunan.

Tempat yang biasanya juga di depan Gasebo FKIP Unisma gedung C Usman Bin Affan. Hari ini sementara pindah di depan Fakultas Ekonomi, tepatnya di Gasebo juga. Adanya perpindahan ini tidak lain bukan keinginan yang biasa jaga melainkan ada ajakan dari salah dua teman Organisasi katanya bazar sebagai tujuan menebarkan jiwa baca yang giat. Ketika Sudah tiba dan buku telah dibeberkan diletakkan di gasebo, kerumunan manusia sebut saja orang tua terdiri pekerja di dalam kampus.

Pada awalnya pekerja proyek itu membaca judul buku. Salah satunya karya dari Prof. Yusraf Amir Piliang memgenai dunia dilipat. Bapak itu menanyakan isi dari buku kepada pengajaga bawa buku.
"Apa isi dari judul iki le?"
"Yang mana pak?"
"Seng ini le, setau saya kalau isi dari buku ini menceritakan tentang perkembangan elektronik".
" Enggeh, benar pak, tapi selain itu juga menceritakan tentang perkembangan zaman, dan potret kehidupan sekarang yang telah ditulis di tahun1982.

Angin mendesir kencang, seseorang yang ditunggu tidak datang. Angin terasa dingin, wajah-wajah manusia menjelma kata. Diharapkan oleh naluri kehilangan bentuk lain dari keinginan. Matahari masih belum menyapa kulit lantaran masih ada diding bangunan hijau bernama Fakultas Ekonomi. Dibawah andang-andang berbentuk payung putih bertiang biru.

Suara di depan Universitas banyak bagaikan kicauan barung muda membawa luka; luka yang tak bisa dila'bani oleh hati yang damai. Suara mahasiswa suara para membela, ada yang mendamba ada pula yang menghamba, mendamda dengan tidak berdamai dengan diri sendiri maka harus bergerak, yang menghamba akan mengabdi pada diri yang damai tanpa harus bergerak, bahkan ada yang paling mulia yaitu mendoa.

Bagiku mereka yang memiliki naluri jiwanya terpatri bahwa dengan masa akan bisa membawa sebuah perubahan. Perubahan hak sebagai mahasiswa bahwa dalam mahasiswa ada statuta rema harus segera diturunkan agar mahasiswa memiliki landasan, itulah dasar mereka bisa jelas. Dalam sisi lain ada pembahasan yang tidak tuntas tidak ada jalan yang jelas atas aksi mahasiswa mengapa demikian luka ia salah alamat membawa ke dokternya, ia sakit gigi bawa ke dokter hewan. Konflik tentang statuta dan kerja dari (BEM-U)Badan Eksekutiv Mahasiswa Universitas.

Salah satu mahasiswa yang duduk satu bangku bercerita sebab dan kronlogi serta tuntutannya para demonstran. Ia berkata kalau yang mengurus statuta bukan BEM, tapi Dewan Perwakilan Mahasiswa bisa dikatakan kalau aksi salah alamat.

Buku telah berkeringat bunyi bukaan buku belum tidak ada mampir pada telinga. Orang-orang yang ditunggu akhirnya datang khususnya yang menjadi istimewa. Kegelisahan menyapa sangat akrab, hati tidak berdai dengan ini semua. Buku-buku yang tadinya masih suci sudah tidak lagi dibuka ditutup diletakkan (D3).

"Kebaikan tidak akan bergerak sendiri mencipta kala semua hanya ingin mencerna dan diterima"

Wahana baca akan mebuka ruang diri ketika semua bisa berdamai dengan diri:  bahwa suksesnya dari kegiatan seperti ini tidak lain tidak bukan secara individual bisa membaca dengan maksimal selain memberikan sebuah virus positif pada kehidupan yang enggan dan tidak paham tentang makna dari membaca memiliki dampak luar biasa. Pada tulisan sebelumnya sudab disindir mengenai membaca bisa membuat lupa luka; lupa akan semua yang menjadi kerisauan diri.

Bagi yang suka baca mungkin jangan dianggap tidak ingin merasakan luka, namun lebih tepatnya luka hanya menjadi ajaran dan perdamaian akan dirinya intinya bisa menyikapi. Menyikapi bukan tentang dewasa tapi merasa akan siapa fungsi dan posisi kita. Kalau mengacu sebagai mahasiswa banyak cara kita membuka; membuka rasa menutup luka dengan apa yang ada pada jiwa mereka.
Semoga saja panjang umur bagi para pembaca bagi kau yang tidak ingin mati muda.

Akhmad 2019