Minggu, 29 Mei 2022

YANG MENGGEMA TERUS MENGGANGU: HUKUMAN ATAU RASA PEDULI

 Menghindar dari orang baik untuk sementara karena pernah melakukan kesalahan besar kepadanya kadang perlu. Dengan menjauh untuk sekedar berpikir atau bermuhasabah akan banyak hal dari apa yang telah dibuat kepadanya, hingga merasa kecewa dan sedih. Seperti cara itu baik dengan niatan tidak selamanya akan pergi, sebab membenahi tak secepat bahkan tetap sadar bahwa di bawah matahari kita masih bisa melakukan sesuatu tidak hanya kepadanya. Apalagi kebaikan. Sebab malu karena sering menyiarkan kebaikan malah melakukan keburukan atau toxic kepada orang terdekat, yang dianggap baik selama berteman empat tahun. Malu itu pasti. 

Saat-saat ia menerima pesan dari hasil pembicaraan terakhir. Saat itu, ia tidak membalas pesan terakhir, terjadi kepikiran yang tidak wajar. Awal mula memang menganggap biasa, tapi ternyata sampai kebawa mimpi. Hal itu bukti bahwa itu mungkin di bawah skizofrenia, karena hanya pada tataran mimpi lalu hilang karena kesadaran kembali normal dalam psike yang ditulis Jung. Namun ada yang aneh serta membuat selalu berpikir akan hal-hal yang menimpa. Mungkin itu perasaan suka atau merasa kehilangan, atau sebab karena telah lama berteman saat melakukan kesalahan membuat sakit, membuat kepikiran. Mungkin itu perasaan berlebihan, tapi perlu intropeksi diri perlu agar tak pernah mengulangi kesalahan. 


Meminjam kata bijaksana dari seorang diplomat dan ahli hukum Amerika, Edward John Phelps (1822-1900), orang yang tidak pernah melakukan kesalahan biasanya tidak pernah menghasilkan apa-apa. Perkataan itu seperti menjadi reprensentasi seorang yang pernah melakukan percobaan dalam hidupnya. 


Dalam kondisi atau kronologi seorang teman yang telah memberikan aba-aba kepadanya. Saat itu, ia merasa sangat terpukul dengan sikapnya. Apa memang perkataan sedemikian rupa membuat sakit hati, ternyata dengan sikap pesan serta perkataannya dapat dikatakan "iya, sangat marah"--setelah Dia membalas pesan dengan narasi panjang akan membalas dan memberikan penjelasan akan asal serta usul kesalahan. Seperti itulah kejelasannya, saat itu hati serasa sesak mendengar segala keluh serta kesah yang dithan-tahan. Dalam kondisi merasa bersalah memang itu pukulan keras. Dengan kesadaran penuh 'kehilangan dalam hidup bukannya hal biasa, itulah seperti pengorbanan' dan akan sadar kalau ini dunia, tempatnya hal-hal salah dan melakukan kesalahan wajar. 


Dari sisi lain ada yang aneh. Ini mungkin perasaan merasa bersalah berlebihan atau memang sudah ada perasaan lain bersemayam selama berteman lama dengannya. Hal itu yang belum bisa dipecahkan atau masih terngiang-ngiang di kepala dan kadang lepas di hati bikin sedih, saat merasa bersalah. Mengambil sebuah keputusan dari sebuah kejadian salah satu cara terbaik, apalagi menghukum diri sendiri untuk introspeksi diri kesadaran paling baik. Agar tidak pernah menyadari selalu baik bahkan bentuk menebus kesalahan terbesar dengan mengasingkan diri, itu perlu dan baik. 


Adapun yang telah dilakukan secara baik satu sisi, tidak pernah masalah. Sebab sisi tersebut yang merasa salah serta paling merugikan orang lain. Mungkin seperti apa yang telah dilakukan Dilan kepada Milea, dalam novel berjudul "Dilan 1991" ditulis Pidi Baiq, mengambil satu adegan epik dan berkesan yang berbunyi, "jika suatu saat nanti ada orang yang menyakitimu, maka saya pastikan orang itu hilang dari muka bumi!" Ujar Dilan sambil tersenyum kepada Milea. Suatu saat, tiba di mana hari dan tanggal tidak baik bagi Dilan, ia seperti termakan dengan doanya sendiri. Memang Dia tidak memutuskan, tapi malah sebaliknya Milea memutuskan, sebab berkali-kali Dilan melanggar apa yang tidak diharapkan olehnya. Sehingga putuslah hubungan mereka berdua. Dengan sikap tanggung jawab, walaupun sakit hati diputuskan oleh Milea, Dilan pergi mengantarkan pulang. 


Hal tersebut menjadi sebuah salah satu cara dalam hidup seorang--yang sebenarnya tidak bermaksud untuk melukai tapi tetap terjadi dengan cara terbaik pernah dilakukan. Ternyata bagi anak-anak penikmat senja menuliskan "biarkan saja dia tak bahagia denganku, tapi cara terbaik serta doaku akan selalu mengarungi hidupnya..." dan pada akhirnya konsep tersebut masuk ke dalam dunia ide yang ideal, tidak berlaku di dunia realitas. Begitulah mungkin hidup kita yang tak buru-buru jatuh cinta, karena cinta bukan perlombaan. Walaupun Dia bukan siapa-siapa dan suatu saat akan tetap selalu ada di dalam hati, mungkin saja itu cinta. Atau berpikir positiflah kalau itu cara terbaik belajar menanggung segala hal. Mungkin.



Kamis, 26 Mei 2022

CERITA PERTEMUAN ANAK PERANTAU YANG DIUNTUNGKAN

Mula-mula duduk sambil merasa sedih sebab pergantian hari siang ke malam. Memang akhir-akhir ini merasakan hal aneh. Sambil ngopi di Warung Cak Agus, yang harganya tiga ribuan, makanya sering tempat ini jadi langganan. Seperti biasa saat pulang dari kampus, di saku Hp saya bergetar menerima pesan. 

Salah satu adik tingkat menghubungi saya, mengajak ngobrol atau ngo-pis (ngopi pintar inspiratif sebentar). Saat itu, memang tidak bisa bertemu di luar di tempat kopian 'tahu sendiri seorang perantau dengan hidup yang perlu ekstra bertahan, kalau tanggal tua harus hati-hati keluar kos apalagi ngopi, perlu pertimbangan ekonomis yang sangat dipertimbangkan. Kalau tidak tidak sampai akhir bulan harus minta tolong untuk meminjam beras dan mie untuk makan...' dan saya memutuskan bertemu di kos saja. Selain lebih bebas dan juga lebih hemat: bebasnya sambil tiduran atau selonjoran, hematnya hanya butuh masak air sebab ada kopi diberi teman dari Lampung kopi belum habis. 


Kita seperti biasa saat bertemu. Ngobrol akan banyak hal mulai dari kesibukan atau sekedar membuka dengan guyonan "wah rambutnya sudah panjang saja, dan ternyata kamu sudah kumisan tipis-tipis hehe." Seperti itulah pembuka obrolan agar tak kaki-kaki amat, katanya salah satu teman. Obrolan yang disengaja akan mengalir seperti air hujan lebat, masuk ke selokan-selokan, terus saja kita bicarakan. Pembuka seperti biasa kabar ditanya dulu, sebab kwatir bertamu ke kos tidak keadaan sehat, atau sakit malah brabe ke saya secara pribadi. Dia bilang "alhamdulillah sehat kak hehe" menjawab dengan senyum yang enak didengar dangan menggunakan bahasa ibunya yang madura bagian timur yaitu, Sumenep. 


Diulang kembali pernyataan. Sebelum kopi diserut dan sedikit camilan--yang sengaja beli yang berisi kandungan karbohidrat; 'biskuit roma disandingkan dengan kopi manis,' karena agar hemat saja sih kepengeluaran anak kos, agar tidak perlu beli makan. Lumayan kalau berdua menghabiskan biskuit roma harga 10k yang isinya lumayan banyak, pulang-pulang akan kenyang dan gak perlu beli makan. Sebenarnya ini rahasia anak kos irit. "Inilah dedikasi buatmu Mas, agar bisa bertahan hidup secara baik dan tidak merepotkan teman dan aibmu terjaga 'tidak perlu pinjam-pinjam uang ke teman kalau bisa heh'--begitulah mungkin caraku bisa ditiru kalau baik..." sambil tertawa lepas bersama, dan menggelengkan kepala. 


"Kos saya sempit, maaf beginilah. Tapi ya senang saja kalau bisa berdiskusi dengan beragam teman, silahkan duduk di bawah saja." Ujarnya kepada dia yang plonga-plongo dengan wajah malu dan lesu lantaran... baru selesai bersih-bersih kosnya. 

"Iya kak hehe, tapi bagus kak, dingin dan bukunya banyak. Sering baca buku apa kak. Sampyan sastra ya jurusannya, dari kapan di Malang, telah banyak ku dengar cerita tentang sampyan dari senior..." dengan bahasa ibu yang baik Dia berkata. 

"Sepertinya seniormu cerita aneh-aneh tentangku; hiperbola dan juga hanya mendengar juga mungkin, kalau namanya yang disebutkan belum pernah ketemu di warung kopi denganku. Tak dipercaya ya, hehe. Beginilah saya, tak ada yang perlu dibanggakan dari hidup ini, semuanya bonus apa yang selama kita proses. Toh yang lebih menarik bagi wanita dan mertua bukan buku, tapi adalah uang dan kehidupan kita yang dianggap mapan secara finansial. Ya kan...! Kita berproses terus hingga harapan itu menimpa kepada kita dengan sendirinya tanpa ambisi, karena saya masih percaya akan pesimistis, kalau hidup kita tidak baik-baik ini perlu diperbaiki secara baik sesuaikan pada tolok ukur diri hehe." Serunya dengan senyum dan bahasa rendah dikatakan.

"Hehe iya Kak, sampyan seperti teman SMA-ku dulu persis dari cara dan bersikap, memang benar kalau perihal dibanggakan atau tidak itu orang lain menilainya." 

"Dari segi apanya yang mirip, terlalu banyak di bumi ini orang mirip, hanya kadang nasib seringkali berbeda kalau muka memang wajarlah sama, sebab kita tahu semua manusia itu punya bagian-bagian organ sama, gak sama persis beruntung, kalau saya gigi rapi mungkin temanmu yang bolong hehe." Saling tertawalah kita bersamaan sambil sruput kopi. 


Pertemuan kita sebenarnya sederhana. Saat itu membicarakan tentang proses di Kota Malang sebagai sama-sama perantau. Awal mula tiba di perantau ketika berproses ikut kegiatan apa saja selama di kampus. Dia sebagai mahasiswa baru bertanya banyak akan proses jauh ke depannya. Kesadaran itu menurutku sebuah keuntungan bagi kita, hal tersebut perlu disyukuri. Karena dengan mudah menemukan teman sesama punya semangat proses di kampus sebagai mahasiswa. 


Singkatnya, saya menjawab dengan jawaban kalau dunia pendidikanku berbeda proses dengan teman-teman yang lain. Pendidikanku kurang stabil serta tidak cepat lulus atau tepat lulus, melainkan saya semester tiga harus cuti kuliah. Sehingga saya harus lulus 10 semester. Jadi, kalau berpijak dunia pendidikan belajarlah dengan Dani. Dia pekerja keras dalam banyak hal untuk serius dalam harapan yang diinginkan, itu baik dan perlu ditiru. 


Adapun dalam perjuanganmu sekarang masih panjang, berproseslah terus niat belajar didahulukan ketika mengambil keputusan mau berproses. Proses dimanapun sama kalau bisa memberikan nilai baik ke setiap tempat di mana terus berproses. Organisasi di dalam kampus maupun di luar kampus, sama saja. Karena setiap hal yang organisasi punya dasar pijakan baik dan benar sesuai dasar--yang tak kosong dari referensi oleh para pendiri--hanya kita sebagai orang yang ingin menjadi estafet, menajdi estafet yang benar-benar mengasah diri lebih baik sesuai porsi diyakini serta diyakini. 


Kita sebenarnya diuntungkan ketika bertemu dengan orang-orang yang sama-sama ingin belajar. Bahkan dibidang yang sama ingin kita gapai. Sastra dan literasi selalu jadi wadah paling sama-sama kita gemari "mari kita saling berbagi, minimal. Saat bertemu dengan orang yang mau membimbing dan mau membaca tulisan kita, bersyukur. Sebab dulu mentor pertamaku di sini mencarinya sangat sulit, maka manfaatkan selagi ada banyak di antara kita punya semangat sama dalam tujuan..." memang sebagai laki-laki kita diuntungkan, belajar dengan orang tidak terbawa perasaaan. Berbeda dengan salah seorang teman perempuan saat belajar dan ternyata Dia tidak beruntung--yang awalnya niat belajar bertemu dengan orang yang mau benar-benar membimbing ternyata tidak beruntung tidak mendapat dukungan, sebaliknya malah dimanfaatkan secara paras dan bahkan malah ingin dipacari... dan merasa iri-irian satu sama lain. Saya kadang berpikir apa memang terlalu terbawa perasaan mereka, dan mereka memang sadar akan hal itu. Kita diuntungkan dari hal tersebut tidak mungkin terjadi kepada kita sebagai laki-laki yang memang betul-betul mau belajar 'tak ada abang-abangan memanfaatkan seorang teman saat belajar' semua memang berproses. Malang ini memang sulit menemukan ruang yang tepat kalau kita tak pandai mencari secara baik. Saya diuntungkan karena bisa berkomunikasi dengan baik dan mau merasa sakit dulu, serta mau disuruh-suruh asalkan dapat membaca buku mereka, serta dapat uang walaupun sedikit. Intinya bisa mengasah diri serta tak perlu keluarkan beli buku, karena jatah sudah disediakan untuk dibaca. 


Jarum jam telah menunjukkan angka 23.00, jalan-jalan telah sepi dari bunyi motor yang berseliweran. Ibu kos telah mendorong pagar dengan gesekan bunyi akan ditutup waktu, lalu bunyi gembok tak hanya dicantolkan. Lalu Dia bertanya mengenai rekomendasi buku bacaa. Jika, rekomendasi bacaan buku Indonesia khusus puisi: Subagio Sastrowardoyo, Sitor Situmorang, Dea Anugrah, Sapardi, Jokpin, Chairil, dan Avianti Armand, Adhimas Immanuel, Wahyu Prasetya, dan Goenawan Mohamad. Sedangkan kalau luar Indonesia; Wislawa Symborzka, Octavio Pas, dan Pablo Neruda. Kalau dibidang prosa coba baca; Pramoedya Ananta Toer, Eka Kurniawan, Dea Anugrah, As. Laksana, Umar Kayam, Budi Darma, dan banyak lagi. Kalau luar negeri; Borges, Gabriel Garcia Marquez, Victor Hugo, Jean Paul Sartre, Albert Camus, Ernest Hemingway, Haruki Murakami. Mungkin masih banyak lagi, saya juga hanya masih belajar baca yang baik. Kalau saya jadi pembaca mengumpulkan buku dulu baru dibaca, bukan yang membaca lalu dikumpulkan bukunya. 


Namun nanti kalau tidak punya uang untuk beli buku, manfaatkan HP untuk unduh aplikasi Ipusnas. Jika kita pandai manfaatkan itu, banyak buku bagus-bagus. Baca saja di situ bagus-bagus. Itulah caraku saat tidak punya uang, walaupun tak suka baca buku e-books, karena saya masuk suka dengan aroma buku, apalagi buku terbitan Marjin Kiri, sangat beda dan suka aroma terbitan buku terbitan buku. 


Saat kita sudah diujung waktu mau keluar Dia. Lalu ayo bubarkan saja, sampai jumpa lain waktu, lain waktu diskusi lagi. Semangat belajar. Mungkin itu dulu. 

 

Senin, 23 Mei 2022

Kado Hardiknas Seolah-Olah Merdeka Belajar

Hari pendidikan selalu dirayakan oleh kita sebagai orang yang berada di ruang pendidikan. Karena orang-orang yang mengerti serta memahami akan  pentingnya pendidikan perlu menyadari secara esensi dan eksistensinya. Kemungkinan terlalu memberi batasan secara luas serta secara khusus kalau menganggap di luar pendidikan merayakannya. Namun kini perlu pemahaman lebih luas lagi untuk dunia pendidikan kita hari ini, karena ada namanya merdeka belajar, apa itu merdeka belajar? Ada yang berkata, “merdeka  belajar itu, tidak ada ikatan dengan apapun terpenting bisa belajar.”

Secara pandangan khusus mungkin ada benarnya jika itu dibenarkan, kalau pendidikan tidak perlu berada di naungan instansi atau pendidikan. Terpenting kita bisa mengenyam secara esensial pendidikan kita, kalau belajar tidak butuh ruang, guru, atau buku. Ada benarnya, bagi yang memahami kalau pendidikan itu terletak pada pola pandangan serta pola pikir yang dapat memberikan kehidupan lebih baik dari kehidupan sebelumnya, pola pikir telah terbentuk secara baik tanpa kontaminasi, serta merasa merdeka dalam mengambil keputusan.

Artikel berjudul “Konsep Pendidikan Anak Menurut Jacques Rousseau” (2018), artikel tersebut ditulis Hiasintus Eko Pompang,  Konsep pendidikan menurut Rousseau bersifat negatif yang artinya pendidikan yang bertujuan melindungi kepekaan emosi (hati) dari kebiasaan jahat dan menjaga pikiran dari kesalahan. Seorang anak harus dibiasakan untuk melakukan sendiri sesuatu yang menjadi kebutuhannya bukan karena aturan atau paksaan dari luar. Bahwa konsep pendidikan kepada anak masuk ke dalam diri yang mangacu kepada kesadaran akan memilih, atau sadar berpikir mengenai pentingnya belajar agar mampu mengetahui kebutuhan diri.

Konsep di atas akan menjadi baik jika kesadaran telah  menjadi dasar seorang anak atau seseorang memiliki konsep mengenai dunia pendidikan. Kemungkinan dasar-dasar merdeka belajar mereduksi dari pola pandang yang dilontarkan oleh pemikir dari Prancis tersebut, mengenai konsep pendidikan. Bahwa itu menjadi dasar-dasar pijakan di dunia pendidikan kita hari ini. Walaupun secara luas kita memandang, bahwa merdeka belajar yang hari ini kita rasakan merupakan pandangan asli dari seorang pelopor pendidikan kita, yaitu Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara, adalah seorang pemikir sekaligus orang pelopor di dunia  pendidikan kita, yaitu Indonesia. Konsepnya yang dianggap tetap relevan dari setiap zaman secara konsep serta perspektif. Namun terkadang ada kejanggalan secara praktik-prakti yang dilakukan oleh oknum-oknum kita—khususnya yang berada di ruang-ruang birokrasi. Konsepnya yang menjadi gagasan penting di negeri ini dan menjadi pijakan sepanjang pendidikan kita

“Konsep Pendidikan adalah pendidikan yang memerdekakan. tujuan  dari pendidikan adalah kemerdekaan.Merdeka berarti setiap orang memilih menjadi apa saja, dengan catatan adanya penghargaan terhadap kemerdekaan yang dimiliki orang lain.”

Pandangan atau konsep di atas akan menjadi turunan pendidikan-pendidikan kita, dunia pendidikan yang memiliki konsep serupa dengan dalil-dalil serta apa yang menjadikan itu baik bisa diterapkan dalam sistem pendidikan kita. Akan tetapi, terkadang kita belum menyadari akan konsep serta pandangan tersebut mampu diterima serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena belum juga ada kesadaran paling baik dalam mengimplementasikan. Padahal berbicara kesadaran, terletak dalam diri atau masuk ke dalam.

Membangun pola pikir tersebut perlu adanya upaya serta usaha sengat ekstra untuk melakukan. Karena masyarakat ini banyak lapisan-lapisan perlu dilalui. Salah satunya yaitu, dunia pendidikan akan menjadi dasar untuk mengetahui sadarnya—serta mampu memberikan dedikasi secara baik dengan baik serta bisa memupuk sejak dini. Minimal kesadaran tersebut mampu menumbuhkan minat dan bakat di dalam diri serta bisa membentuk pola pikirnya. Jika itu bisa terjadi, maka ada kesuksesan dunia pendidikan tersebut.

Adapun lapisan masyarakat perlu dilakukan dunia pendidikan non-formal juga disentuh secara luas serta bijak. Karena masyarakat terkadang lebih cenderung menjalin komunikasi lebih intensif bahkan lebih percaya dengan orang lama berbicara tentang banyak hal. Bisa dilakukan dengan cara meggunakan teknik pendekatan public figur di tempat. Sebab dengan seperti itu cita-cita pendidikan secara luas akan tersampaikan secara luas tidak hanya secara khusus.

Peran tersebut mempu menyisir masalah-masalah di lingkungan sekitar. karena setiap masalah yang terjadi di dunia pendidikan tidak semerta-merta menjadi masalah semua orang dan semua orang membutuhkan apa—yang disolusikan oleh para pemangku kebijakan. Hal tersebut perlu teliti dalam menyisir kebijakan kita hari ini, terutama dalam dunia pendidikan kita—yang menggabungkan merdeka belajar.

Merdeka belajar ini sebenarnya perlu adanya sebuah spesifik lagi untuk lebih khusus. Karena yang dipercayai oleh hemat saya dengan keterbatasan kemampuan serta memahami secar detail dan luas. “Merdeka belajar…” yang dikonsepkan ini merupakan pembentukan pola pikir bukan lagi merancukan  sistem yang telah berlaku. Jika diambil efektif tidaknya suatu pendidikan kita perlu menelisik efektifnya tujuan belajar serta  cara implementasi berlaku di dunia pendidikan kita. Apakah masyarakat kita siap atau  mengetahui cara-cara baik dalam menerapkan konsep pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan serta sesuai dunia pendidikan menjadi fasilitas yang tepat.

Pendidikan yang ideal terkadang hanya indah di konsep, namun belum tentu mampu membuka pola pikir sesuai dengan realitas. Jika konsep mengarah pada ide kita—yang terkadang menjauhkan dari pola pandang ideal dalam dunia realita. Hal ini dapat kita sesuaikan dengan apa yang terjadi dunia keahlian seseorang bisa saja terjun di dunia pekerjaan namun tidak sesuai dengan jurusan, karena hal itu masalah pelik perlu secara kolektif pendidikan perlu secara sinergi bisa membangun relasi serta komunikasi dengan masyarakat luas. Dan masyarakat mampu menerima apa-apa yang telah diberikan serta  memahami tujuan pendidikan: membuka pola pikir, belajar sesuai dengan kebutuhan. Menjadi manusia merdeka dalam memilih dalam hidup.

Sebagai penutup esai ini, mengambil dari kutipan Ki Hajar Dewantara, yang berbunyi  “pendidikan itu seperti menanam, jika kamu menanam padi maka kamu akan memanen padi, tidak panen jagung.” Konsep  tersebut memberikan pandangan bahwa manusia perlu  menemukan potensi dirinya, untuk menemukan potensi itu—yang paling ideal salah satunya dunia pendidikan—yang perlu dilakukan diajarkan pola pandangan mengasah diri. Jangan sampai dunia pendidikan menjadi “Drak Academia” yang tidak memberi jawaban atas potensi seorang pendidik. Selamat  hari pendidikan 2022. Mungkin. 


 


 

SISI LAIN PENDIDIKAN

 

 

foto: akhmad
Buku Drak Academia, ditulis Peter Fleming pada tahun 2021, terbit  awal berbahasa Inggris diterbitkan oleh Pluto Press. Namun di Indonesia diterbitkan ulang dengan menggunakan Bahasa Indonesia oleh  penerbit Footnote Press (2022). Buku yang membuat pembaca menimbulkan pemikiran pesimistis dan sinis terhadap dunia pendidikan. Sesuai dengan judul buku ternyata membuka sisi gelap dunia pendidikan—yang dapat menyadarkan pembaca setelah tahu akan semua hal, langkah apa yang perlu dilakukan.

Pendidikan pada intinya membuka pola pandang yang sangat membuat kita lebih baik sebagai manusia. itulah hemat sederhana dalam memandang dunia pendidikan secara umum, sebelum memandang sisi lain akan dunia pendidikan lebih kompleks lagi. Terkadang secara praktik dan secara konsep menjadi kontradiksi serta menjadi pemikiran utopis. Jika hanya memandang dari luar dan semua orang baik diam kita bergerak tuk membenahi.

Buku Drak Academia tulisan Peter Fleming memberikan sebuah pandangan luas akan dunia pendidikan secara sisi gelap. Walaupun buku ini tidak memiliki latar belakang di Indonesia namun buku ini tetap memiliki relevansi atas dunia pendidikan kita. Secara latar berbicara tentang Britania Raya dalam dunia pendidikan yang gelap. Gelap merupakan metafora, yang perlu diartikan secara luas lagi yaitu ‘pendidikan perguruan tinggi’—merupakan sebuah arti sederhana kalau pendidikan tidak semuanya menjamin hidup manusia dan menganggap bahwa pendidikan tempat paling baik untuk segala hal, apalagi berpikir kalau pendidikan tempat menjamin hidup: karir, pekerjaan, dan menjadi pemikir.

Konsep pemikiran di atas tidak dapat dipertanggungjawabkan karena pendidikan tidak bisa menjamin itu semua secara Praktik. Sebab dunia pendidikan terkadang menjauhkan kita dari kehidupan kita yang begitu dekat dari realitas. Senada dengan apa yang disampaikan Caplan (2020), Perguraun Tinggi tidaklah lebih dari sinyal sosial dan hal yang membuang-buang waktu  jika hanya bertujuan untuk membangun kemampuan bekerja.

“…hal ini terbukti saat pandemic covid 19. Analisis Institusi Cato, Bryan Caplan, menyatakan bahwa krisis tersebut terdapat membantu menunjukkan kegagalan sistemik dari pendidikan tinggi di Amerika.” (Hal.9)

Kutipan di atas memberikan sebuah jawaban kalau dunia pendidikan sebenarnya tidak mampu memberikan  jawaban atas apa yang terjadi di sekitar kita. Semestinya dunia pendidikan yang dapat berpikir visioner mampu menimbulkan solusi baru dengan kondisi yang terjadi. Hal ini menjadi sample bahwa pendidikan menjauhkan dari kita dari realitas sosial. Dan dunia gelap pendidikan salah satunya di situ.

Dari segi sistem pendidikan jika dicermati  memiliki kecacatan jika hanya menjadi ladang komoditas saja. Bahwa mahasiswa hanya diajarkan pengetahuan atau tidak diajarkan bagaimana memiliki sikap kritis terhadap lingkungan sekitar, terkhusus kritis terhadap apa yang terjadi pada diri sendiri, untuk menemukan solusi.

“…Pada tahun 1960-an anti akademisi sayap kanan terus mengeluhkan perguruan tinggi sebagai institusi yang tidak berkembang,  sarang yang menyimpan budaya, dan kemalasan yang didanai oleh para pembayar pajak. Karena para professor sedang besantai membaca Marx semantara mahasiswa menyedotuang negara seperti ada hari esok, sehingga reformasi sangat dibutuhkan” (Hal. 58-59).

Peter Fleming pada gagasan di dalam bukunya, dia memberikan sebuah kritikan terhadap sistem yang kurang tepat dilakukan oleh para intelektual di dunia pendidikan. Mengapa hal itu terjadi di dunia pendidikan sebenar negara-negara maju. Jika itu terjadi, bukannya pendidikan hanya menjadi adu gengsi sebuah di ruang kampus, tapi dari segi pola pandangan atau pikiran tidak memiliki kualitas baik. Terkhusus dalam dunia pendidikan yang hanya menjadi jalan alternatif dalam memahami diri atau kemampuan dirinya.  Tidak akan menemukan malah akan membuat lebih jauh, karena secara tidak langsung tidak ada unsur-unsur kritis membangun atas dirinya.

Batasan atas dirinya untuk berkembang akan sangat kecil serta sulit. Maka sangat tidak bisa membuat berkembang secara baik secara pribadi—untuk memahami kemapuan diri yang perlu dikritisi. Begitulah seorang dalam  membuka diri lebih baik. ternyata sistem tersebut tidak mendukung atas kesadaran diri, malah tambah menjauhkan dengan cara-cara yang bersifat struktural.

“…Namun, bukankah ‘dampak’ yang diharapkan dari perguruan tinggi semestinya bersifat lebih positif, seperti mengembangkan vaksin Ebola dan teknologi bebas polusi? (hal.134-135).

Dampak dari suatu negara yang mengalami penurunan drastis dari segi suasana sosial. Contoh adalah pandemi covid 19 pada tahun lalu, dampak tersebut dirasakan dunia pendidikan. Padahal secara signifikan tidak memberikan dampak secara baik menangani suatu negara. Tapi dampak tersebut dapat dipandang dari segi anggaran dan  mengalir ke dunia pendidikan walaupun tidak memberikan solusi. Kasarnya dunia pendidikan hanya berada di menara gading.

Jika dipandang secara general sistem pendidikan, serta praktik, dan bahkan kesadaran dunia akademik bisa menjadi ujung tombak sebuah problematika sosial. Karena dua pendidikan ruang paling dekat dan bisa membuat manusia lebih bisa berpikir secara visioner. Dan para generasi yang berada di dunia pendidikan menanggulangi, bukan hanya menjadi bertengger di menara gading—yang seolah-olah mengetahui banyak hal, namun tidak bisa menanggulangi bahkan merasakan sendiri. Kesalahan itu yang menjadi pekerjaan kita secara bersama untuk bisa menyelesaikan dan membenahi dunia pendidikan yang gelap. Mungkin.