Senin, 27 Januari 2020

Pertemuan Sastra Indonesia di Kota Seoul Korea




"Berawal dari buku semua bisa mencipta
merekam beberapa peristiwa
dan merekam dengan menggunakan bahasa tulis
sastra sebagai alat merasuki relung-relung hitam-putih kehidupan
bahkan yang transenden;
dan abadi dalam jagat semesta"
 -Malang 27, Januari 2020

Membaca novel ini seperti berjalan-jalan ke Negara Korea di Kota Seoul. Seperti ada suara berbunyi dari dinding-dinding Kota  Soul, apartemen, Nowon-Ro 1 Gil 93, dan Hankuk Universiy Of Foreign Studies (HUSF). Dan suara itu terkemas dalam kisah perjalanan seorang tokoh bernama Jagat. Dengan kelihaiaan dan keinginan mencipta sesuatuhal berharga dengan ciuman tajam, bacaan tajam, dan merekam dengan tulisan. Sehingga lahirnya sebuah tulisan tersebut merupakan representasi dari kehidupan masyarakat Korea, budaya, adat, dan kecintaan akan kesenian khususnya dalam dunia kesusastraan.

Paling arif ketika memahami suatu hal berharga, terkadang harus melewati peristiwa-peristiwa baru dalam hidup. Dan terjadinya perselisisihan kebiasaan yang berbeda, terjadi konflik dikarenakan berbeda dengan perbedaan di Negara Indonesia tempat tinggalnya, dialami oleh tokoh utama bernama Jagat seorang dosen tamu pengajar sastra Indonesia di Soul.

Tamu Kota Seoul 2019 ditulis Yusri Fajar seorang dosen di Universitas Brawijaya Malang. Jagat sebagai tokoh utama mengalami perang batin dan dohirnya. Dibatinnya bukan dengan mudah menjalani hidup dengan pertarungan batin yang harus meninggalkan Negara serta meninggalkan  istri, dan anak kesayangannya. Dohir dengan tanggungjawab seorang dosen serta meningkatkan karirnya bukan tidak mungkin ingin lepas tanggungjawab akan keluarganya. Bekarja bertujuan untuk keluarganya.

Seoul merupakan Negara tetangga Indonesia tentunya memiliki perbedaan signifikan dalam menjalani hidup, bagi seorang pendatang bukan hanya menjadi seorang yang asing kepada orang baru, bahasa baru, dan melainkan cuaca di Negara tersebut akan memberikan dampak akan daya tubuh. Namun beradaptasi dengan lingkungan sekitar harus bisa karena akan menentukan apakah akan diterima dengan ramah oleh sekitarnya.

Pada kebiasaan di Indonesia tentunya ada yang tidak berlaku di Seoul. Orang Indonesia berjalan-jalan kesebuah tempat, terutama berjalannya ke lintas Negara, biasa dalam melakukan perjalanan kurang afdol ketika tidak memotret atau mengambil moment yang dianggap paling baik dan berkesan. Hal paling sederhana mengambil foto di suatu tempat, ketika di Seoul tidak diperbolehkan sebab foto dianggap sebuah prifasi, tentunya kekawatiran akan disalah gunakan dan jika itu ada objeknya manusia kwatir akan terjadi esploitasi. Di Indonesia aturan itu tidak temukan, semua seperti negera liberal tanpa menimbang atau mengukurnya negatifnya.

Hal itu terjadi pada awal Jagat dalam tokoh novel tersebut; melakukan hal  tidak sewajarnya untuk Negara Korea. Jagat memotret di kereta dengan memandang keluar kereta api dan merasa mahasiswi di depannya jadi objek foto karena arah kamera di hadapannya. Pada awal di sana Jagat dikagetkan dengan peristiwa dan perbedaan sebuah budaya yang tidak sama dengan negaranya. Bukan main-main mengenai hal privasi di Negara tersebut ketika melanggar aturan tersebut. jika itu orang asin acaman di deportasi. Tepat di Stasiun Sinimun dalam gerbong kereta di permalukan, Jagat sebagai orang asing.

 “Hai, kamu tidak melakukan itu,” sebaiknya tidak menggunakan kemaranya di dalam kereta di atas gerbong kereta. Lihat! Banyakk orang di sini,”  kata gadis Korea itu sambil tangannya menunjuk ke beberapa sudut gerbong. (hal:42)

*

Konflik sosial budaya yang menemukan ke-asingan waktu pertama kali datang ke Soul sebagai dosen tamu mejadi dosen sastra asing karena Jagat berpaspor Indonesia mengajarkan sastra Indonesia. Jagat sangat semangat mejadi bagian dari dosen di HUFS, karena bukan hanya dosen biasa, dan sangat sadar pertama kali masuk ke Perpustakaan. Bahwa secara signifkan Negara Korea kecintaannya akan karya-karya sastra lintas negara sangat antusias; bahwa di Negara Korea karya-karya sastra penulis Indonesia diajarkan begitu intensif. Dan di Perpustakaannya karya anak negeri sendiri banyak. Mulai dari Karya Pramodya, Eka Kurniawan, Afrizal Malna, Laila S. Chudori dan panulis lainnya. Terpajang di Perpustakaan di Hankuk University Of Foreigen Studies (HUFS).

Banyak cara merayakan hidup. Seorang akan merayakan sebuah peristiwa besar dengan cara unik dan ditemukan pada sosok Jagat. Dalam perjalanan ke Soul tidak hanya bisa berbagi ilmu pada mahasiswa (i). bahkan dalam impiannya berharap memiliki karya ketika tugas telah usai, entah berupa karya sastra puisi, cerpen, dan novel. Dan itula sosok penyair yang ingin selalu membaca, mendengar, dan merasakan. Lalu menjadikan sebuah teks dengan diksi indah tertuang di dalamnya. Itulah tugas penyair dan penulis.

Sebagai dosen tamu dan memiliki keluarga. Tentunya kebutuhan biologis harus menjadi pertimbangan. Dan hanya dengan menyikapinya akan menjadi hal postif kepadanya; sebab kerinduan kepada Istri dan Anak masuk pada ranah kebutuhan primer sebagai lelaku normal. Dan bukan tidak mungkin keharmonisan rumah tangga tidak menjadi perhatian secara biologis. Apalagi mengenai hasratnya bertemu dengan istrinya dan anaknya, menjadi sangat utama baginnya.
Jagat seorang dosen memiliki istri dan anak yang ditinggalkan di Indonesia tepatnya di Malang. Jarak akan mengukur segalanya menjadi sebuah ujian terbesar ketika jauh; hal ini akan menjadi kebutuhan hidup manusia dengan rasa rindu dengan dasar cinta. Kerinduan itu akan dirasakan di Soul oleh Jagat kala sendiri di Apartemen, bahwa kebutuhan biologis dalam hidup sangat perlu, bagi manusia yang normal. Hanya dengan video call bisa mengbati gelora rindu.

“Hal ini mengingatkan kepada tokoh bernama Malquedes, seorang Gipsi, yang berada dalam novel Gabreil Garcia Marques yang berjudul One Hundred Years Of Solutide (Seratus Tahun Kesunyian) yang dipublikasikan sejak tahun 1972. Malquedes mengatakan dalam waktu dekat, orang akan mampu melihat apa ayng terjadi di tempat lain di dunia ini tampak perlu meninggalkan rumahnya” (Hal 75)

**

Dedikasi seorang dosen kepada mahasiswa (i). Ketika kembali kepada Hankuk di mana ada proses belajar. Bahwa Jagat memiliki tugas mengajarkan sastra Indonesia dengan cara paling sederhana, pertamanya hanya dikenalkan dengan bacaan karya sastra dari Indonesia. Ketika berada di Perpustakaan begitu lengkap, dengan gaya belajar bertanya Learning Start whit a Question.  Sebagai seorang dosen tamu akan menanyakan sebuah kebiasaan yang tidak harus dilakukan di Negara tersebut, lalu memberikan pengantar pertemuan dengan ketentuan akan meluluskan mahasiswa yang mengikuti kuliahnya penilaian  secara subjektif denga ketetentuan keaktifan di kelas, dan kualitas tugas.

Jagat selama mengajar dibenturkan dengan ujian keluarga begitu besar. Mulai kebutuhan biologis sebagai lelaki normal, ujian hubungan cinta saat jauh dengan keluarga di Soul ada Hyung Hee sosok dosen idola kaum adam, yang menjadi ujian terbesar Jagat, ia  seorang dosen di Hankuk mengajar sastra Korea sama dengan Jagat. Dengan kedetakan dan tatapan mata berbeda kepada Jagat. Dan Jagat merasa bahwa cinta ia dengan Kanti diuji.

Selama di Soul Jagat merasa ada hubungan jarak jauh dengan Kanti dan Tika menghadirkan kecemburaan. Perang psikologis akan  menjadikan  diri Jagat memahami tentang banyak hal, rasa cinta, tanggungjawab, dan kepedulian budaya dan ketidakadilan akan birokrasi negeri ini, dan di bidang sastra.   Namun kepercayaan Jagat  masih ingat dengan awal kisah cerita berawal dari buku. Dan yakin bahwa Kanti menyukai perbedaannya Jagat dalam buku itu ditemukan cerita masa lalu ketika Kanti membaca novelnya Ratna Indaswara Ibrahim dan Kanti mengingat-ingat masa lalunya.

“Kanti mengingat Jagat masa mudanya, ketika membaca novel 1998 karya Ratna Indaswari Ibrahim, di depan gedung DPRD Kota Malang sejak menjadi mahasiswa membaca puisi dan berorasi meminta kebijakan, sedangkan  Kanti menjadi seorang mahasiswi yang akan selalu mendukung akan idealis pasangannya” (hal 125).





Resensi buku ini telah dimuat oleh koran Malang Pos 

Kamis, 09 Januari 2020

Fragmen Tahun 2019





Catatan ini saya rangkum; dalam satu tahun, jika terdapat cerita atau puisi bahkan keadaan sosial masuk dalam coretan-coretan ini; tidak lain itu salah satu dari fragmen, yang ingin mencoba menangkapnya setiap peristiwa. 

Di tahun 2019 biasa setiap awal tahun memiliki konsep, mencoba untuk menjadi orang rapi dalam berpikir. Namun tidak pernah memikirkan terlalu berat, sebab kehidupan kadang penuh mesteri. Dalam catatan ini setiap mesteri biasanya saya sering bergegas mengambil bolpen dan buku catatan di tas, kalau tidak ada terpaksa menuliskan di note Hp. Menunda ke kamar mandi untuk menunda buang air, kadang ketika ke Wc-pun tidak menjadi prioritas. Daripada korban ide hilang. Bersyukur bisa kembali lagi.

Fragmen sosial, pribadi, dan cinta. Catatan ini saya berharap memberikan dorongan pada diri sendiri, dan orang lain. Tidak harus ada nilai perubahan, melainkan sebuah keindahan sebagai dasar revolusi 2020.  

#1
01 Januari 2019

Pada awal bulan dan awal tahun biasa mengambil kalender. Melihat angka-angka di kalender dan menata banyak keinginan. Bagiku itu hal biasa dalam kehidupan, impian tidak ada yang bayar, akan tetapi akan menjadi ukuran diri sendiri. Walau hanya berniat. Bahkan, terlalu banyak otak menanggung beban begitu rapi, sedangkan perbulan tidak pernah kembali, yang berlalu akan menjadi kenangan ketika bersama denngannya kembali. Namun biarkanlah.

Pada tahun 2019 saya hanya menghabiskan waktu. Pada saat malam tahun baru, biasa mengambil buku lalu menulisnnya. Dalam setiap moment sudah biasa menangkap lalu memahaminya.  Syukur mengimplemintasikannya. Mengambil buka sambil bekerja bekerja karena begitu banyak hal yang dijadikan harapan besar di awal tahun, hingga lupa dengan hal-hal kecil.

Target menghatamkan buku di rak buku, menulis dan bisa tembus ke media Kompas, Jawapos, dan Tempo. Semua keinginan itu, dituliskan ke meja belajar dengan isi beberapa banyak agenda dan kegiatan apa terdekat. Kalau bukan itu, terkadang impian menyeselesaikan buku sendiri. Alhamdulih semua berjalan secara maksimal inginannya, pencapaiannya tidak terasa.




#2
25 Februari 2019

Keelisahan mulai terbentur lahir dari keadaan. Keadaan yang kalau kita bandaning masih sangat beruntung dengan teman-teman dan saudara di pinggir jalan. Ketika harus mau makan nasi tapi masih belum jelas apa yang harus di makan, hal yang dilakukan biasanya dengan mengemis dan bekerja secukupnya. Dan aku pernah berpikir lebih baik tidak ada Tol Pandaan, Bangunan tinggi di kota, dan tidak ada Jatim Park III. Jika semua kesadaran hanya terletak dalam pikirannya mereka yang berkuasa masing-masing. Lagi-lagi kesadaran manusia menjadi pilihan terakhir dengan narasi “kita kembalikan kepada orang masing-masing.” Hal itu tidak akan pernah terjadi apa-apa dan tidak akan keindahan dalam kehidupan.

Gerliya Literasi lapak baca gratis yan terletak di depan gedung FKIP-Unisma, dikenal pula dengan sebutan gedung C. Di gazebo tersebut menjadi saksi pada bulan Februari tanggal 25 2019. Saya dan teman saya namanya Rudi, M.Charis, dan teman-teman yang lain telah diajak diskusi. Ingin sekali ada hal baru di kampus tercinta ini, agar dalam dinamika sosial tidak hanya ada sebuah kehidupan seperti itu saja. Berorator bisa tapi tidak memiliki dasar kuat di literatur. Maka saya mengajak teman-temanku itu untuk membuat wadah sederhana. Alhamdulilah dengan memulai menata niat bisa berjalan dengan baik. Walau hanya awal saja teman-teman itu ikut serat ngelapak baca gratis #torehmaos 2019.

Berjalannya waktu banyak teman-teman mahasiswa ikut serta. Ada yang mengajak kolaborasi dalam melakukan kegiatan. Bahkan ada yang ingin pula datang lalu ingin membukannya di fakultasnya. Setidaknya virus menebarkan hal sederhana dalam menyukai membaca terlebih dulu. Maka pengenalan literasi tidak hanya ada dalam benak sendiri namun membagi bagi tugas kita. Kita yang diberikan kesadaran. Tidak ada yang akan berat kalau tidak hanya dipikirkan karena hidup bukan hanya mengandalkan ideas kita namun rialitas menjadi keseimbangan, maka ada hal perlu diperjuangkan dengan tetap tersenyum.

#3
6 Maret 2019

Teman-teman satu angkatan sudah ada yang sudah selesai siding skripsi. Namun tidak dapat saya iri kepadanya karena mereka kuliah normal. Sedangkan saya pada saat bersamaan pada semeseter IV pernah cuti. Sedikit teringat dengan masa depan akademikku. Pernah berpikir enak jadi mereka yang sangat tidak bingung denan bulan-perbulan hanya menunggu, dan nilai yang diperhatikan, bahkan ada yang diberikan target segera lulus tepat waktu. Inilah itulah, ya gitulah. Tidak harus di irikan tentang itu semua.

Saya dianggap egois oleh keluarga. Karena harus menerobos batas-batas yang tidak terbatas. Bagiku itu anugerahku hanya diberikan kebenarian lalu tidak ada resiko dipikirkan terpenting menjalankan. Dan kegelisahan hanya boleh dikeluhkan namun jangan sampai menyerahkan diri pada keadaan, paling merasa kalau dirinya orang paling tidak beruntung (amor fati). Dan saya hanya terus menjalani sambil tersenyum dan sambil menulsikan puisi kalau ada inspirasi, walau banyak di notes tidak jadi puisi.

#4
14 April 2019

Selamat ulang tahun untuk yang lahir dibulan april. Ucapan itu selalu ku ingat karena ada yang pernah mengatakan ketika dalam kondisi sepi. Dan ingatan itu selalu menjadi recorder dan menjadi lonceng. Ada cahaya di bulan april, bukan cinta atau peristiwa bunga dan buku menyatu. Tiba-tiba semua seperti dewasa dalam beberapa peristiwa dan berbangga dengan apa yang dipunya.

#5
16, Mei 2019

Ketika bunga dan surga diciptakan saya sempat berpikir; lebih dulu mana bunga dan surge oleh Tuhan dicipta?, pertanyaan itu masih menjadi perbandingan dengan kindahan dan kenyamanan lebih enak mana dalam pilihan manusia? dan yang terakhir bertemu lalu makan bersama dengan keluarga, setelah seharian berpuasa dan bapak dan mamak serta adek bisa duduk bersama. Lalu ada bunyi kucapan mulut dari mereka menjadi irama menyejukan.

Dalam ijazah saya dituliskan pada tanggal ini dilahirkan. Padahal kata bapak kelahiranku bukan yang tertera di ijazah sekarang itu, melainkan terlalu jauh denganku. Dan itu tidak menjadi masalah, namun ada  yang mengucapkan kalau saya ulang tahun dan saya hanya aminin doa baik-baiknya; padahal harapannya sederhana disetiap 16, Mei ada yang beda di keluarga.
Need you mom

#6
12, Juni 2019

Mengapa menjual buku, karena dengan menjual buku itu bisa membeli buku. Dan paling sederhana bisa tahu judul buku. Pertanyaan itu pernah dilontarkan kepada saya, bahkan pada saat bersamaan beranggapan kalau saya itu enak usaha buku, dan menganggap kalau punya modal besar. Ternyata yang dilakukan sederhana harus ngekor (ikut) kepada komunitas penjual buku, karena di Malang ada saya rasa itu tepat yaitu; Pelangi Sastra Malang ikut, dan bahkan disuruh kemana-mana mau asalkan diberi peluang bawa buku dan membacanya.
Pada suatu ketika saya disuruh jaga di perpustakaan kota Malang. Pada saat itu sepulang dari kerja di Kedai Elele langsung ke tempat. Disuruh menjaga buku dan menata lalu menunggunya. Tidak ada yang membeli dalam menjual sudah biasa, karena buku bukan makanan ringan bagi sebagian mungkin iya beranggapan seperti itu.

Waktu sudah siang ternyata ada ibu-ibu atau mbak-mbak menitipkan makan ke saya untuk dimakan. Dan ibu kantin di belakang mengantarkan ke saya, lalu berkata kalau nasi ini dari mbak tadi. Saya tidak tahu dengan mbak itu. Dan saya langsung ke kamar mandi lalu langsung berkaca, wajahku ini mellas apa tidak ya. Hehe

#7
18 Juli 2019

Pada saat semua membosankan. Menulis membosankan dan kerja sudah tidak merasa menemukan hal yang tidak biasa. Saya diajak Mas Alif ke Bedengan untuk ngecamp dia hanya berkata kalau saya ini perlu naik gunung dan hidup di kehidupan lepas karena dalam hidup perlu katanya. Berangkatlah ke Bedengan bertiga-pada saat hari senin sore, pada saat orang-orang pada pulang kami bertiga tiba.

#8
17, Agustus 2019

Tidak ada yang dibanggakan di agustus ini. Semua perayaan hanya ada di dalam perayaan biasa. Namun bagiku bulan ini menjadi bulan, bulan yang sangat baik, karena dalam nilai PPL sudah mendapatkan nilai. Padahal saya tidak mengikutinya. Hal itu membuatku berpikir bahwa, apa-apa yang terjadi seharusnya menjadi hal paling berarti.
Begitupun rasa cinta, sosial, dan bahkan sebuah perubahan. Kuncinya dalam mencapai semuanya yaitu dengan membuka kesadaran akan diri ini, dan tidak memiliki rasa kwatir apa-apa yang belum terjadi. Iktiar dan cara pandang positif sebagai alatnya.  

Ketika saya diminta jadi pembicara di UMM, UM, dan UB. Semua itu serasa merupakan tantangan. Tantangan untuk lebih giat dalam belajar tentang apa yang akan dibicarakan. Bagiku pembicaraan atau bahasa yang diucapkan merupakan representasi dari rasa, namun dengan rasa itu manusia akan bisa membohongi dan juga menyiksanya tanpa ada keluasan kepadanya sebelum tiba pada dirinya tentang rasa. Semua yang dibicarakan sebenaranya langkah awal karena masih hanya dalam bentuk wacana.

#9
24 September 2019

Tiada perang hari ini. Keramaian  menjadi  jalan paling pantas dan tepat tuk mengubah perubahan. Hari ini sauara-suara mahasiswa terdengar kembali; lantaran pemerintah seperti mengingkari sistem demokrasi dan seperti reformasi hidup kembali. KPK yang ibarat bunga tapi tidak diharapkan tumbuh, oleh DPR yang dikeluarkan sistem kurang sehat, membuat cidera pemberantasan kosrupsi.
Kalau dalam benakku  disuruh memilih  lebih baik warga Negara Indonesia menghormati atas meninggalnya BJ.Habibie dan pemberantasan lahan di Jawa Tengah Blora, dan semua media dan masyarakat seharusnya mengacu ke sana, tapi semua seperti tertutupi oleh kebijakan kurang tepat.  Namun mahasiswa (i) hari semangat turun ke jalan menjadi sejarah tersendiri.

Kota di depan kantor DPR di depan tertuliskan cacian kotor; bahkan yang dispanduk tertulis “Dewan Mending Jualan Pecel” di tembo tertulis seperti itu. Di Keramaian membuatku merasakan kegegelisahan berkepanjanga, lantaran semua permasalahan tidak bisa diselesaikan secara tuntas; sebagai orang kecil aksi hanya ikut partisipasi tentang kepentingan berasama.

Tanggal 29 September 2019.
Di sini menemukan keyakinan yang terus menjadikan semua pertanyaan. Semua rasa sebuah peritiwa besar, dan harus dirayakan bersama apa harus menanggung sendiri. Sholat magrib berjemaah dengannya di hutan pertama kali dan itu seperti puncak rasa berkecamuk.

Setelah aksi sudah selesai keramaian sudah pindah ke central ibu kota, mengasingkan diri bagiku perlu. Bergegaslah mengajak Deri, Iqbal pada awalnya, tanpa sengaja ternyata banyak pula yang mau ikut; 
Saya sebelum aksi berlangsung memang ada niat ingin ngecamp tepat tanggal segitu saya tidak kerja. Saya Deri, Hanif,  Dicky, Ifa, dan Lia. Bersamaan pergi ke Bedengan untuk bermalan, tujuannya menghilangkan kepenatan di area kota.

#10
 23 Oktober 2019

Hari ini saya diminta untuk membedah buku. Buku yang dibedah bukunya kak Ali Mas’ud. Buku sastra berjudul “Jelajah Tubuh” saya sebagai orang dekat, ketika disuruh membedahnya, membedah pada narasi diperbincangan  proses kreativitas sebenarnya sederhana, bukan tentang apa namun terlalu berat narasi yang gunakan. Membedah bukan sekedar menemukan dan selesai membaca bukunya. Membedah harus ada anasisa kuat dengan sebuah arah pemikiran pengulas.

Dalam kesepian manusia akan memiliki prisip bukan tidak mungkin anti cinta. Namun tentang rasa manusia akan selalu memiliki hak memuliakan rasanya, dengan seperti itu tidak ada nafsu padanya melainkan sebuah melindunginya dan memuliakannya.

Selamat kepada kak Ali telah menerbitkan buku ke-4

#11
9, November 2019

Saya belajar menulis apa saja yang ingin ditulis dicatat sementara keadaan kemumetan, akademik, masalah diri sendiri. Menulis kadang membosankan dan bahkan ketika semua itu tidak ada rasa ingin melanjutkan menulis. Saya harus mengambil buku lalu membacanya, semua ada ketenangan namun semua ketenagan ada dalam pemikiran; ketika itu membaca buku karya Ahmad Tohari, Mario.F Lawi, dan Faisal Oddang.  Dengan seperti itu ada hal yang diingat dan bahkan motivasi menulis datang kembali.

#12
24, Desember 2019

Desember telah tiba bahkan sudah hampir tiada lagi desember. Banyak hal belum selesai di tahun 2019, hanya separuh dari buku-buku di meja dan di tas belum diselesaikan. Keinginan besar ingin menyelesaikan, namun tidka mugkin agar; tahun 2020 doaku lancar dan bisa membawa keberkahan atas diri sendiri, teman, orang lain, dan orang-orang yang saya sayang.

Selamat berakhir desember dan tahun  baru akan segera tiba; dengan berharap kalau nanti bisa lebih baik dan bisa berbiak.



Akhmad Mustaqim