Flim Soederman
"Kita Indonesia maka jangan lupa akan segala yang ada dan yang terjadi untuk menjadikan kita sebagai apa berdiri sekarang"
Jadikan masa lalu segalanya anugerah Tuhan diciptakan mereka yang berharga berjuang untuk kita hari ini, semangat yang betul-betul dibela bukan sekedar hidup dengan harga yang diperbangga. Jika masih merasa berharga jangan tersenyum pahit bagaikan pahitnya madu, jika masih Indonesia.
|
Sumber foto pidia.com. Jendral Suderman |
“Anak-anakku
tentara Indonesia, kamu bukanlah sardadu sewaan, tetapi parjurit yang
berediologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah
airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemedekaan suatu negara yang didirikan di
atas timbunan runtuhan ribuan harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan
dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga” (Panglima Besar Jendral
Sudirman)
Banyak hal yang dapat dipelajari dari
sebuah perjuang perang gerilya yang menggunakan naluri. Perjuangan bukan suatu kenyamanan namun
penderitaan, bukan mementingkan kepribadian yang menguntungkan diri sendiri. Hakikinya seorang pejuang, berkaca kepada tentara perang Jendral Panglima
Besar pertama Indonesia—sebutan Soedirman.
Perjuangan yang sejati dari ketulusan hati akan abadi sampai mati. Hal ini bukan berarti memberikan
pelajaran hidup dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada masa itu, namun
apa yang dari hati dapat kita pelajari karena sangat berarti untuk kita ambil
pencapaian perjuangan dari hati dilandasi oleh naluri yang bersama dengan sang
ilahi. Tiada yang tak mungkin untuk mencapai sebuah impian yang dinanti-nanti
oleh rakyat Indonesia dan untuk diri kita sendiri bahwa kemerdekaan yang sejati
tersimpan dalam diri, bukan hanya Indonesia yang bermimpi merdeka lepas dari
penjajahan selama ini. Dalam film ini, banyak yang dapat kita ambil hikmahnya untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi manusia yang berarti sampai
mati.
Pemilihan jendral besar menghasilkan 127
dan hasil itu mutlak dengan cara demokrasi yang
setuju dengan persepakatan meliter di Indonesia. Terpilih
sebagai panglima besar Indonesia, menjadi
sebuah kebanggaan tersendiri
baginya dengan tanggung jawab yang sangat besar. Siapa yang tidak mengenal pelopor perang grilya
Indonsia
dengan separuh jantung, hanya
tersisa raga dan semangat juang, hanya orang yang tidak cinta Indonesia
sehingga melupakan sejarah yang telah kelam beberapa tahun lalu, Indonesia
bersyukur memiliki Jendral Besar Soederman yang sangat gagah dan mencintai
Indonesia;
jiwanya menyatu dengan indonesia,
sehingga kematiannya tidak akan dihiraukan untuk
kepentingan Indonesia.
|
Sumber foto pidia.com”pada penyiaran menentang Tentara Belanda” |
Indonesia menyaksikan kalau ia sudah memiliki jendral besar perang yang dilantik
Soekarno dan Hatta. Seiring berjalannya
waktu, saat Soedirman bertemu dengan banyak
tumpang tindih masalah internal dalam negeri,
semangat jiwanya tidak menurun untuk membela
Indonesia. Ada kalanya setiap kehidupan itu tidak
lepas dari masalah namun masalah itu dapat ia atasi. Pada suatu
ketika bertemu dengan Tan Malaka sebagai pejuang pada masa itu namun ia
sangat mendukung perjuangan Tan Malaka. “Namun
saya militer tidak sejalan dengan Ki Sanak karena perjuanganmu terlalu radikal”
Kata-kata diucapkan dengan lemah lembut oleh panglima besar itu, namun ia
memberikan pujian kepadanya, kalau dengan kelembutan dapat mencapai
kemerdekaan, maka tidak harus dengan radikal.
Jendral besar
indonesia ini sosok seorang yang menjadi figur untuk penerus bangsa jiwa
kepemimpinanya yang lembut dalam berucap santun, tegas saat mengatasi masalah
walaupun genting masalah itu tetap menghadapi dengan tenang, entah itu masalah
yang mengancam dirinya atau Indonesia. Pada awal yang melukiskan sejarah baru,
tentara Belanda kembali menyerang Yogyakarta dan Nusantara lainya karena tidak ingin ada kemerdekaan untuk
negara Indonesia, padahal kemerekaan sudah dikumandang pada 1945 oleh Presiden
Soekarno dan Hatta telah mencapai kemerdekaan yang mutlak harga mati. Namun Belanda
masih belum menerima kalau Indonesia merdeka sehingga ia melakukan penyerangan
terhadap indonesia terutama di seluruh wilayah Yogyakarta dan Nusantara lainya
pada tahun 1948 kemerdekaan sudah berumur tiga tahun.
Negara indonesia tidak berhenti dijajah
oleh Belanda, sehingga pada masa itu soederman dan angkatan perang mereka
melakukan perang bersejarah, karena negara Indonesia sudah memiliki jendral
perang yang sudah dilantik sebagai panglima besar.
Pangkat, suatu bukti kalau Jendral Soedirman mempunyai gelar sehingga Indonesia
percaya kepadanya, namun tinggi tanggung jawabnya, semakin orang lain percaya
kepadanya, itulah kemampuan yang ada dalam dirinya.
Ketika Indonesia mendapatkan serangan,
Jendral Soederman tidak tiinggal diam sehingga ia berpiki kalau Indonesia ini
kuat karena sudah mempunyai angkatan perang.
Haknya untuk melawan dengan berperang juga, keputusan
itu ketika sudah genting sudah tidak menemukan titik perdamaian soedirman
memutuskan untuk berperang. Ia tidak mementingkan dirinya sendiri bawah perang
melawan Belanda itu sebuah kewajiban mutlak baginya karena kepentingan
indonesia.
Ketika bergegas untuk berpamitan kepada
orang tuanya untuk berperang hanya berkata seorang ibu ke jendral besar itu, “Hati-hati semoga selamat” serentak Soedirman berkata niat selamat pasti akan selamat. Seketika
tiba di istana, ia segera menemui Soekarno dan Hatta ke
dalam istana untuk meminta izin memberikan perlawanan kepada Belanda dengan
berperang. Setelah
sampai, Soekarno berkata jangan panik kang dimas sekarang pulang istirahat
Indonesia tidak ada apa-apa pasti semuanya akan baik-baik saja. Tapi perintah
Soekarno tidak dihiraukan ia diam sejenak, Indonesia lagi ada masalah sembari
ia berkata kepada mereka berdua untuk mengajak
presiden dan wakil presiden itu agar segera ikut bergerliya agar
presiden tidak ditangkap oleh tentara Belanda, namun ajakan itu ditolak oleh
Soekarno karena Soekarno menegaskan bahwa ia seorang presiden tidak harus meminpin perang dan meninggalkan istana kemerekaan ini. Namun bantahan Soekarno membuat Soedirman tersebut berkata kalau presiden tidak ikut
bergeriliya maka Belanda akan menembak kepala bapak presiden. Namun Soekarno
masih menolak ajakan tersebut dengan alasan yang benar sehingga ia membentak
Soedirman, dengan kata-kata pemimpin tidak
harus ikut berperang, ini tugasnya seorang angkatan perang dan pengikutnya
(beserta prajuritnya). “Soekarno tidak takut
mati jika untuk Indonesia” Serentak Soedirman
mengangkat tangannya hormat meminta izin kepada
Presiden Soekarno untuk berangkat perang gerilya. Walaupun berat dan
sangat tidak memungkinkan dengan keadaan Jendral Soedirman yang beberapa hari
baru keluar dari rumah sakit kesehatannya masih kritis, namun itu sudah menjadi
tekad bulat Soedirman mengangkat tangannya untuk melakukan penghormatan di
dalam istana kepada Presiden Soekarno.
|
Sumber foto pidia.com”pamitan berangkat perang geriliya, dari kanan Bung Hatta, Bung Karno, dan Ibu Fatmawati. |
Soekarno tidak dapat berbicara apapun
kepada kanjeng dimas, sebutan
Soekarno kepada Soedirman, hanya ada perkataan yang menjadi pesan semangat sekaligus
doa kepada Soedirman, jadikanlah perang grilya ini perang sejarah dalam negara
Indonesia. Setelah penghormatan itu Soedirman menurunkan tangan penghormatan
pada Soekarno, dan Soekarno memeluknya sembari mendoakan dan selamat perjuang.
Ia bergegas berangkat dengan ajudan Abu Arifin dan
ajudan satu Supardjo Rustam. Dengan pasukan yang
tidak banyak, ia berangkat ke hutan rotan bersama
dokter pribadinya yang setia kepada Soederman.
Ikut berperang dengan menjaga kesehatanya panglima besar itu, karena keadaannya
masih jauh dari kesehatan yang sempurna. Melangkah menjauh berlari dengan penuh
perhitungan, pergi bukan untuk melarikan diri namun
ini pelarian menjadi perlarian yang penuh perhitungan untuk mencapai suatu
tujuan kemerdekaan Indonesia. Kita ini berjuang,
tidak ada perjuangan itu senang, kita berjuang akan merasakan kematian, maka di
sini kita akan menderita dan akan kelaparan, pasti juga akan merindukan
keluarga dan istrinya, kita akan kedinginan jikalau tidak ingin merasakan apa
yang saya ucapakan kalian boleh tidak mengikuti saya.
Pada saat berkumpul sampai di hutan,
Soedirman mengucapkan dengan batuk keras, sembari dadanya dipegang yang sangat
membuat miris dan ada beberapa prajurit yang sampai meneteskan air mata karena
apa yang diucapkan itu sangat benar dan apa yang akan mereka rasakan. Namun
semangat perang untuk mencapai kemerdekaan tidak menyerah sampai di situ,
karena ia melihat keadaan Soedirman yang seperti itu saja tidak menikmati
kenikmatan yang ia miliki sebagai panglima besar dengan keadaan yang sakit
keras ia masih memperjuangkan dan ingin berperang untuk bertujuan mengemban
tanggung jawab yang sangat besar yakni ingin berperang dengan mempertahankan
kemerdeakaan Indonesia. Mereka menyempurnakan
tekad berangkat berperang karena ia merasa yang masih sehat dan normal. Semangat jendral besar itu membangkitkan semangat
perjuangan demi tanggung jawab seorang meliter perang berperang berani untuk
mati untuk kemerdekaan.
|
Sumber foto pidia.com”pada saat perang Geriliya di Hutan" |
|
Waktu berjalan cepat begitu lama sudah
beberapa bulan berada di dalam hutan, hutan demi hutan telah terlewati sehingga
pasukan semua itu masuk ke lereng Gunung Wilis menempuh rute berbahaya sejauh
35 kilomiter dari wilayah Kediri hingga Nganjuk. Perjalanan yang sangat jauh
namun kejahuannya itu tidak terasa oleh mereka yang bergerilya, karena
menjalani dengan ketulusan dan semangat kemerdekaan yang sudah tertanam harga
mati. Sudah beberapa bulan berada dalam hutan hanya arah atas dan bawah
dipahami, barat dan timur menjadi tujuan yang tak pasti, utara dan selatan
menjadi perlindungan yang tak pasti, hanya Allah SWT yang menjadi teman tempat
keluhan saat langkah-langkahnya.
Setelah perjalanan sudah begitu jauh
kecemasan datang berita yang tidak baik bahwa Presiden Soekarno dan wakil
Presiden Hatta di tangkap oleh Belanda dan di asingkan, berita itu baru ia
dengar namun penangkapan itu sudah beberapa bulan yang lalu, tentara Belanda
hanya mengincar satu orang lagi di Indonesia yaitu Panglima Besar Jendral
Soedirman, karena kekuatan indonesia itu ada di tiga orang itu anggapannya.
Sehingga ancaman kematian dari tentara belanda bagi Soedirman diperlukan karena
pelarian Soedirman membuat tentara resah karena hanya dianggap Soediman orang
yang berbahaya, beberapa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara
Belanda namun hasil itu terus gagal karena pertolongannya Allah SWT. Sangat
jelas kalau perjuangan ini direstui oleh Tuhan ketika dikepung oleh tentara
belanda yang pada saat itu Soedirman dan pasukannya istirahat namun bunyi
tembakan yang diluncurkan tentara belanda di dalam gubuk itu ada bunyi tembakan
satu kali, dan prajurit yang keluar ke kali buang air kecil mengira tembakan
itu sebuah tembakan yang diluncurkan kepada jendral karena pasukan dan jendral
ada di dalam gubuk tersebut, prajurit itu menangis sehingga bergegas kembali ke
gubuk dan ternyata ada mayat tentara belanda yang terlentang di depan pasukan
dan jendral. Sehingga prajurit tersenyum
kembali melihat jendral tertunduk sembari memimpin tahlilan. Kronologis penembakan yang dilakukan oleh tentara
Belanda kepada rekannya sendiri menganggap memberikan laporan palsu bahwa yang
ia tunjukan jendral besar Indonesia sehingga kolonel Belanda menembak rekannya
sendiri. Karena menggap bahwa tidak percaya kalau seorang panglima besar
Indonesia sakit-sakitan dan seperti orang agraris dengan pakaian dan tampilan
yang sederhana, Soedirman dan pasukan yang lain selamat dari kepungan tentara
belanda.
Setelah Jendral Soedirman dan pasukannya
melewati daerah membentang antara Yogyakarta, Panggang, Wonosari,
Pramcimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sanbit, Teranggalek, Banderejo,
Tulunagung, Kediri, Bajulan, Griamto, Warungbung, Gunungtukul, Teranggalek dan
Punggul, Wonokarto dan Sobo. (Selama
tiga bulan, 28 hari berjalan dari perbatasan Jawa Timur pulang dan pergi
melalui 75 kota meliputi 900 kilomiter pada kenyataan panjangnya mencaoai 1.009
km) di tempuh dengan berjalan kaki dan
pada tanggal 10 Juli 1949 mereka kembali ke Yogyakarta memenuhi
panggilan pusat dari Ibukota Yogyakarta setelah kota itu bersih dari musuh,
sehingga kanan dan kiri tepi jalan menerima sambutan dari masyrakat Yogyakarta
untuk menyambut Panglima Besar Soedirman dengan pasukannya tangis senang dan
begitu banyak membuat mereka tersenyum lega itulah yang diharapkan Soedirman
negara bebas dari penjajahan sehingga rakyat tenang menikmati bumi Indonesia.
|
Sumber foto pidia.com” sambutan kemenangan perang Geriliya” |