Minggu, 27 Oktober 2019

Mitos Dibuat untuk Mengatasi Budaya Nilai Moral

Mitos dibuat untuk mengatasi budaya saja. Agar Ada hukuman yang dianggap nilai moral.

Tubuhnya yang kering krongkang. Ketika tidur lekuk bentuhnya lebih indah dari bantal guling. Tubuhnya serasa kebal kala terik matahari menyentuh kulit begitu sering namun tidak pernah peduli karena keelokan  sudah tidak bisa berpihak lagi pada dirinya. Ia perempuan hebat ketika surga bisa ditentukan manusia, aku bersaksi pada tangga surga biarkan ia bisa menaiki tangga lalu bisa mencicipi atau bisa menikmatinya.

Dia manusia juga, lebih tepatnya ia Perempuan paling sabar, suami tak memberi uang belanja ia menyadari dan berdoa.

Masa muda tidak bisa apa-apa apalagi membaca. Tahunya hanya berdoa. Ketika ada peristiwa menimpa ia hanya membawa dan usaha tersenyum bersama. Dengan bersama luka tidak akan terasa walau bukan ada rasa cinta.

Masa muda yang begitu elok tanpa konde, krudung, dan budaya jawa. Hidup di pulau jawa tidak lupa budaya taoi mungkin saja karena kudrot sebagai manusia, selalu bisa beradaptasi dengan budaya lain. Serta agama bisa menyempurnakan agama.  Di bawah terik matahari tidak ada sedikit celah cahaya dan panasnya tak menyinari bumi kesepian yang setia pada bumi bukan berbicara memberi tapi mengabdi.

Mempelajari hidup tidak redup. Kecerahan dalam memancarkan tata cara manusia membawa hidup, bukan hanya sekedar sadar namun membangun sebuah piramida yang bukan hanya dinaungi sendiri. Di bawah matahari ini di negeri ini tugas kita bukan hanya diam namun ada pengabdian terhadap realitas yang beradap.

Dalam perjalanan manusia dituntut memiliki pedomana. Pedoman yang secara esensial terpatri dalam naluri dan memiliki janji-janji melahirkan sebuah abdi, yang ditemui dalam sunyi begitu dalam dan bukan sekedar perubahan dalam bentuk revolusi melainkan sebuah evolusi dewasa dan tua ditemukan dalam masa muda. Persoalan dalam tesisnya ditemukan dalam sintesis, dan antitesis lahir pada sebuah peradapan. Dan di amini oleh setiap kehidupan dalam memahami apa yang dicari manusia.

Melakukan sebuah pilihan manusia. Menentukan apa yang akan dijalaninya, peristiwa bukan sekedar memperindah, namun mempermudah perjalanan hidup pada orang lain dalam berpikir bebas yang kreatif dan bereksekusi didalam kelahiran ide dari akal budi manusia.

Banyak cara dalam mencipta dan mencintai apa yang ingin dijadikan sebuah perjalanan yang abadi, salah satu dengan menuliskan sebuah perjalanan, kisah, dan apa yang menjadi pilihan hati ketika hal itu diberikan dampak pada yang tepat berjabat dalam menyusun pola pikir yang lahit dari kehidupan manusia lain, menkontruksi sebuah hal baru dalam kehidupan manusia dalam membuka jiwa-jiwa kemanusian, ketuhanan, dan alam. Hal ini bisa dikatakan masuk pada dasar ideologi ahlussunnah waljamaah. Di luar dasar itu sebenarnya telah ada dalam perseptif dalam menganggapi hidup dalam beradapan.

Hal di atas bentuk menjaga moralitas diri mengabdi atau membuia diri dalam budaya sebuah elaborasi sebuah dinamika kehidupan hari ini dengan sebuah budaya. Yang dilahirkan telah lama sebelum agama. Lantas bagaimana setiap manusia menemukan dan menunda semua itu menjadi satu. Tentunya tidak hanya menjadi narasi tunggal bahwa sebuah moralitas ditentukan oleh stigma masa lalu yang tidak tahu begitu detail mengenai narasi tersebut.

Contoh dalam narasi tinggal terjadi sebuah kebiasaan orang-orang jawa perempuan, yang dulu hingga hari ini selalu menjadi orang kedua dari laki-laki. Sebab laki-laki dalam agama identik lebih bisa memimpin, padahal dalam pencopaannya Manusia bukan dihakimi dengan bijaksana kalau laki,-laki akan senantiasa membagi pengalamannya dan ilmunya.




  • Akhmad 2019


Rabu, 16 Oktober 2019

Kerja Kemanusian

Foto:akhmad

Kerja Kemanusian; Mewadai


Hari ini tgl 14 diacara Sanggar Hut Sanggar Malaka yang ke 3, saya ngelapak baca karena dapat undangan dari beberapa hari lalu dari salah satu kru Sanggar Malaka. Kegiatan ini juga mendakan penggalangan dana, pementasan teater, dan musik. Dan ada juga mengangangkat tentang nilai mengenai Kebudayaan di Maluku.

Dalam setiap waktu ketika perjalanan akan menjadi kenangan saya akan terus melakukan. Dan teman bertanya tentang apa yang saya lakukan hari ini, bahwa setiap lapak buku gratis apa fungsinya. Saya hanya menajwab hidup bukan tentang fungsi dan manfaat, namun tentang kebebasan untuk melakukan kebaikan yang tanpa ikut-ikutan. Dan bagiku apa yang indah dalam perjalananku merupakan sebuah cara sendiri yang tanpa ditunggangi.

Kegelisahan hari merupakan sebuah kegelisahan yang mewakili hidup yang lain. Sebab cara ini paling sederhana memahami beberapa budaya dari kehidupan yang lain. Ketika semuanya hanya berbicara tentang keinginan dirinya tapi di sini saya ingin membagi cara paling sederhana bagi kehidupan kita.

Sepertinya apa yang saya lakukan merupakan hal paling tidak bisa dihalangi lagi; karena Menurutku ini representasi dari rasa kecintaan atas negeri ini, dan mewadani kecerdasan bagi kehidupan mereka dalam keadaan sadar akan pentingnya membaca. Bahwa buku adalah teman paling baik dalam hidup, ketika semuanya bosan dan tidak bisa memberikan sebuah pengertian hanya buku tanpa diaolog denganya namun dengan ikhlas menemaninya.

Dalam fenomena yang ada kerja kemanusian tidak semudah kita bayangkan. Mulai dari awal kita membawa buku, memasukkan sebelumnya. Lalu mengendong membersihkan buku-buku yang kotor, membeberkan karpet, dan bahkan ketika tempatnya kotor harus dibersihkan tempatnya dengan menyapu. Meletakkan buku ke tempat untuk ditata.

Mengapa harus melakukan hal ini, bagiku ini satu-satu keinginan tersendiri tanpa intervensi. Aktivitas Kampus tidak semurni ini dalam belajar, di kampus selalu ada tekanan yang tidak sesuai dengan keinginan. Sedangkan ini sebuah kebebasan diri dalam mengabdikan diri pada keinginan untuk bisa membaca ketika melakukan hal ini.

Dengan lapak baca yang sering kemana-mana belajar memperkaya budaya, dengan budaya yang beranekaragam maka kita tidak mudah diam, dalam membawa sebuah perubahan. Berkolaborasi dengan satu tujuan menjaga intervensi kepentingan kotor. Dan ini kebebasan kita ketika telah banyak hasil bacaan yang kian lama semakin tidak tahu.

Malang, 14, Oktober 2019

Senin, 07 Oktober 2019

Literasi dan Evolusi




Semakin tinggi bacaan manusia semakin rendah pula termakan profokasi manusia.  Hal ini menjadi bukti bahwa literasi sebagai alternatif dalam menerima informasi, yang tidak mudah teprofokasi. Ketika ingat dengan metamorfosisnya seorang Filsuf Jerman Friedich Nietzsche dalam buku Zarathustra (Nietszche, 2017:1) bahwa yang terberat adalah merendahkan dirimu sendiri agar melukai kesombonganmu dan membiarkan kegilaanmu keluar agar mengejek kearifanmu.
Hal itu menunjukkan bahwa setiap kearifan manusia akan melahirkan sebuah kerendahan diri dan tidak akan meninggikan dirinya. Sehingga dalam keadaan seperti itu manusia memerlukan kontrol yang dapat mengatur dirinya agar tidak terjerumus akan jurang-jurang kehancuran. Dan tugas dari apa yang telah dilakukan bagaimana bisa mengontrolnya dan mengembangkan agar terus berkembang. Literasi dan manusia bagaimana terus berkembang dalam kehidupan kita dari lingkungan hidup kita.
Saat hujan menyapa dengan sebuah tanya, tanpa maksud apa-apa pada saat itu  sebagai manusia bertannya pada diirinya “apa hari ini sebuah cita-cita masa depanku?”. Sebuah perjalanan akan menyisakan kesan pada setiap peralanan, alam selalu mempersembahkan  apa yang telah dititahkan ketika memaksakan untuk mengikuti perputaran alam. Suasana pertemuan dalam sebuah perjemuan pada sebuah ilmu pengetahuan sangat banyak jalan untuk menempuh.
            Pada saat kuliah aktiv sebagai mahasiswa akan mengemban beberapa banyak tanggung jawab “katanya”, ketika kita yang lain sibuk dengan tugas tanggungjawab laporan, yang akan diserahakan kepihak sekolah, suasana kos sudah tidak kondusif. Banyak dari antara buku dalam rak hanya menjadi instalasi pemandangan yang menuai estetika pencitraan ketika mengmbil buku hanya berdebu dalam rak buku yang telah terkumulkan.
Rasa-rasanya kemaraian itu menunda kegelisahan serta menguji bahwa literasi sebagai pondasi sudah tidak dihiraukan kembali, dengan  keadaan manusia dalam menciptakan sebuah karya ketika sudah menjadikan kita untuk lebih bermakna dalam membaca. Ketika Unisco melakukan penelitian pada 2016  mengenai tingkat literasi di Indonesia dikategorikan rendah dan lemah, karena hasil dari data bahwa rata-rata dari 1.000 orang Indonesia yang suka pada literasi hanya 1 orang. Proses penelitian itu dilakukan dengan peringkat baca; Koran, majalah, dan buku sangat rendah dalam hasil dan pembelian atau koleksi buku orang Indondesia.
            Sifat malas adalah kudrot dalam diri manusia, jika nyaman dengan sebuah keadaan bersiaplah untuk digilas oleh peradapan. Peradapan  lebih kejam dari kejahatan para kriminalisasi ketika perjalanan tidak pernah memberikan sebuah marwah terhadap kisah tuk masa akan datang. Dengan proses membacalah manusia bisa Berjaya serta bisa berkarya, berbuuat baik manusia akan bisa dicipta namun sebuah cara terbaik yang mampu memberikan hak cipta pada kehidupan manusia. Kemalasan itu hanya bisa dilawan dengan sebuah keinginan, dengan seperti itu maka akan meruntuhkan sebuah kemalasan.
            Pada suatu hari yang lalu saya mendapatkan pesan watshap, berbunyi permintaan untuk menjadi pemateri 19, September 2018 di Fakultas Kedokteran Unversitas Brawijaya (FK-UB), kala itu saya sangat kaget karena merasa belum siap, dikarenakan  saya sendiri masih semester VII, karena itu adalah pilihan untuk bisa belajar dengan apa yang berkan kepada saya mungkin saja itu amanah. Dan saya rasa itu sebuah titahan dari Allah Swt diberikan agar saya bisa belajar lebih giat mengenai teori serta tetantang kehidupan. Setelah itu saya putuskan untuk menerima apa yang sudah menjadi pilihan yang penting niatkan untuk belajar.
            Banyak hikmah yang dapat saya ambil dari apa yang dapat saya bagikan nantinya. Langkah awal saya mengambil data-data peringkat literasi yang ada di Indonesia, karena materi yang diminta yaitu mengenai literasi “Budaya baca, Diskusi dan Menulis”, sebuah keresasahan dan kebahagian lantaran ini menjadi tantanangan kepada kompetensi pada diri sendiri serta bagaimana mental bisa memberikan pandangan pada mahasiswa FKUB yang dalam klasifikasi disiplin ilmu tergolong pada disiplin ilmu eksaskta. Sehingga tugas saya sebagai orang yang nantinya bisa memberikan stimulus dan peserta bisa merespon apa yang bisa saya sampaikan, harus lebih siap dengan persiapan mateng. Setelah mencari serta mendapatkan data dari apa yang ditemukan sangat memiriskan karena peringkat negara palinng rendah Negara Indonesia berada diposisi paling bawah nomor 2 di atasnya Bostwana. Ini permasalahan sangat memilukan dari tahun ketahun 63 tahun yang lalu kata Taufik Ismail negara kita.
            Paling menarik dalam literatur menemukan data mengenai pentingnya literasi. Tulisan itu ada di dalam risetnya media tirto.id bahwa Francis Bacon sorang filsuf Inggris mengatakan bahwa “Pengetahuan adalah kekuatan, siapapun pelakukanya”. Kalau kita mennjau lebih dalam mengenai sejarah, pada saat berjayanya seorang Fir’un Berjaya bukan semata-mata dengan kekuatan militernya, Fir’un memiliki perpustakaan sendiri yang mengoleksi buku 20.0000 buku. Hal itu menjadi refleksi dalam kehidupan dalam pentingnya literasi baca. Membaca adalah kekuatan manusia ketika mampu menguasai apa yang telah dibaca. Dengan seperti itu pula saya bisa sadar atau kritis atas pentingnya membaca bukan hanya memberikan dampak pada diri sendiri namun akan memberikan dampak pada kehidupan kemaslahatan ummat serta membantu atas kemajuan perkembangan sains sebagai sumbangsih mengenai pentingnya perkembangan zaman, dengan pengetahuan yang dimiiki akan memberikan dampak terhadap fungsi orang lain serta punya nilai estetik.
            Setelah mendapatkan di sini saya mempersiapkan diri mengenai teknis bagaiamana nanti bisa menyampaiakan mengenai budaya literasi, dengan keadaan yang jarang istirahat secara teratur. Ketika sudah sudah siang pergi ke Perpustakaan Pascasarjana untuk baca-baca literatur yang berkaitan dengan kesehatan literasi, setalah menemukan sangat menarik, karena kesehatan literasi sangat penting pada kehidupan dalam membangun kognitifitas serta psikomotorik dalam perkembangan hidunya. Otak akan selalu sehat ketika keterampilan membaca, diskusi, serta diskusi (dunia literasi) diintensifkan dengan serius. Ketika masyarakat cerdas bersiaplah negara akan berkelas.
            Ketika semua bisa dilakukan dengan baik dalam mengelola sebuah wadah baca maka akan  ada dampak positif yang mampu diterima oleh mahasiswa khususnya. Sehingga literasi akan menjadi sebuah kebutuhan bagi calon kaum intelektual. Membaca sebagai tugas manusia yang telah menjadi anjuran kita dalam hidup. Dan itu sudah menjadi anjuran Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-allaq ayat 1 artinya “Bacalah dengan menyebutkan nama Tuhanmu”. Hal itu menjadi bukti bahwa kita hidup anjurannya yaitu membaca, dan menulis bentuk bonus.



Biografi
Akhmad, Mahasiwa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (FKIP-UNISMA), Aktiv di LPM Fenomena, HMJ PBSI, dan Komunitas Gerilya Literasi.

Minggu, 06 Oktober 2019

Mengasingkan dari Demonstrasi Mahasiswa; Bedengan

Foto:LV.A

Minggu- minggu ini memang suasana paling rumit dalam hidup. Bekerja sudah merasa bosan kadang melelahkan. Menulis rasanya sudah seperti menemukan kegagalan. Maka saya awalnya ingat dengan Mas Alif teman yang sudah lulus mengajarkan saya mengenai kehidupan bebas, makanya beberapa hari lalu seperti menggebu segera berangkat ke Bedengan tempat yang pernah saya singgahi bersamanya, dan kini merasakan aroma Itu kembali merindukan, mau mengajaknya sekarang ia Umroh. Dan pada saat itu saya mengajak Deri dan Iqbal, ternyata Dek Lia mau ikut juga. Pada saat itu serasa kurang etis kita berangkat bertiga sedangkan akan ada perempuan. Namun ketika ada Hamif dan ia datang mengajak Ifa pacarnya, dan bersyukur ada temannya, agak tenang.

Saya memang ada rencana untuk pergi ke tempat sunyi. Mencari tempat sunyi untuk bisa memahami diri. Tepat bersama dengan kemaraian Kota Malang dan seluruh kota lainnya, Semua Mahasiswa (i) turun ke jalan. Menuntut kebijakan DPR RI yang membuat undang-undnag baru, RUU KPK dan RUKUHP dsg. Sudah satu minggu ini mulai dari tgl 23-26 bahkan ada tambahan dengan tgl 27 aksi Kamisan. Dalam pikiranku begitu sangat kacau melihatnya, dan pada masa itu saya ikut serta juga walau secara signifikan tidak akan memberikan fungsi. Tapi sebagai Mahasiswa sepertinya saya tidak akan rela dengan keputusan berdamai denhan diri sendiri, tanpa ada partisipasi. Walau pada saat datang itu hanya memilih sampah dikala demonstrasi sudah selesai, membersihkan potongan rokok, karena aku sadar kalau Itu bagian dari demonstrasi damai dan bersih.

Kala itu tgl 29 September 2019. Saya, Deri, Lia, Mbak Iva, Diky, dan Hanif. Akan segera berangkat. Bedengan menjadi opsi pertama kali, lalu tepat setelah Asar kita berangkat. Bermalam di sana.

Semalannya kita bicara tentang banyak hal. Ada yang direncanakan ada yang tidak rencanakan, hanya kondisional. Tujuannya tidak lain, dan tidak bukan, bahwa dari beberapa itu melebur jadi satu. Meminum kopi bersama berbicara tentang banyak hal, mengenai pengalaman sendiri, dan pengenalan orang lain.

Kala pagi sudah tiba memasak kopi dan menyalahkan api, mencari kayu ke dekat tenda yang telah kami buat. Setelah melakukan perjalanan ke arah dataratan tinggi melakukanlah, setelah selesai bergegaslah pulang.
_________________________________

Perempuan Yang bergonceng kepada saya itu memang membuatku ringkuh dan bingung bicara apa kepadanya. Lalu berapa kepadanya ia mengajak berbicara tentang semuanya.
"Aku seorang pemikir dan waktu itu aku terkontaminasi dari pemikirannya Kiran seorang tokoh dari salah satu novel Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur Karya Muhidin M. Dahlan."
Pada saat berboncengan, di atas sepeda motor sepulang dari salah satu tempat yang sedikit hutan, dan pas berangkat pada tgl 29 September 2019.Waktu itu saya Mahasiswa semester akhir. Dan perempuan Itu masih semester VI. Masih teringat dengan pembicaraannya, dan berkata.
"Mas anak itu asik ya." ucapnya perempuan itu.
"Iya asik!, Tapi ya gitu urakan agak ngawur." jawabku padanya.
"Tidak masalah Mas, lebih suka dengan orang seperti itu, lebih jujur dan apa adanya, terpenting anak seperti itu tidak munafik, kalau memang gak suka dia bilang gak suka." Dengan nada tidak terima menjawabnya.
"Iya memang Dek, anak seperti itu akan lebih memahami mengenai perempuan mana yang baik dan mana yang tidak, dan akan lebih teliti Pada perempuan, biasanya anak seperti itu akan senantiasa melindungi." dengan nada keras karena ada desir angin di atas motor untuk bisa terdengar.
"Iya Mas, saya malah senang dengan berteman dengan anak seperti mereka. Saya Ini tidak suka pada teman-teman yang klim anak seperti mereka itu tidak memiliki kebaikan sama sekali. Padahal saya ini menjadi saksi dari anak-anak seperti mereka, mereka itu pernah mabuk dihadapanku sendiri di dalam kontraknya, tapi aku tidak mempermasalahkan dengan hal itu, saya hanya menjawab kalau berteman bukan dari segi kebaikan dan keburukannya. Tapi memang karena ingin berteman dengan seseorang." ujar kepadanya kepadaku.
Angin berdesir mengikuti hati yang menanti pertanyaan-pertanyaan darinya. Dari malam sudah banyak menimpan jawaban yang ingin ditunggu. Dan mengenai pemikiran dan pendiriannya dalam berteman. Hatiku berkata, perempuan ini hebat dan tidak disangka pemikirannya seperti ini. Lalu berhentilah motor yang kutunggangi ini bersamanya, lantaran teman-teman yang pada ingin makan. Berhentilah, di penjual bakso. Makanlah mereka semua kecuali aku yang tidak makan.



Akhmad 2019
Cerita pada saat di Bedengan ngecamp bersama; Lia L, Deri, Hanif, Ifa, dan Dikky.

Kamis, 03 Oktober 2019

Bertemu Soesilo Toer; Bercerita Tentang Humanisme dan Nasionalisme

Foto: Hanifulloh

Aku memohon maaf pada masa lalu yang ku buang bersama waktu yang hilang, aku meminta pada masa depan menyangkan ingin mencipta jadi asa, aku ingin berjanji pada waktu yang sebentar lagi akan hilang dan tak kembali, aku ingin merasa bahwa yang dicita menjadi peristiwa bahagia. Dan kini tiba yang masih sangsi akan makna dan arti, yang hanya ada dada, aku minta maaf pada rasa ingin memiliki yang belum bisa berbentuk kata dan bahasa. Aku Hanya berharap doa dari waktu memukul kepalanya dan memahaminya.

Niat bertemu dan akan pergi ke sana beberapa tahun lalu, namun apalah daya belum bisa diizinkan oleh waktu. Pada awalnya yang tidak pernah disangka, berawal dari stori salah satu teman literasi kalau di rumahnya ada Soesilo Toer, ketidak sangkaan lagi niat mengambil tenda untuk pergi ke Bedengan ngecep (bermalam di hutan). Saya melihat beliau yang duduk seperti orang kosong pikirannya. Terus saya berhenti untuk membeli makanan buatnya.

Dari itu berpikir bahwa keinginan manusia akan selalu ada ada jalan akan, dan akan itu suatu saat kadang akan tiba apa yang menjadikanya impiannya. Ketika tidak akan menjadi cerita sendiri, setidaknya bermimpi jika tidak maka akan jatuh pada antara bintang-bintang. Dan impian untuk bertemu dengannya itu seperti halnya mimpi yang jatuh di antara bintang Itu.

Setelah saya berhenti dan memulai bercakap kepadanya. Dengan senyum awal dipersembahkan. Dan salam kepadanya tanpa berpikir agamanya.

"Assalamualaikum pak"
"Iya nak."
"Bapak lagi apa?"
"Lagi nunggu mati" dengan senyum dan menjelaskan bahwa hidup kan hanya menunggu, menunggu yang pasti atau yang tidak pasti. Katanya.
"Sudah berapa lama Pak?"
"Sudah 5hari dan besok pukul 5 akan kembali ke Blora"
"Ini Pak, kami bawa makanan, monggo Pak".
"Bapak sibuk apa sekarang?"
"Tetap kesibukan sebagai Rektor di jalananan melihat kehidupan nilai kemanusian yang dapat bapak temukan, hanya dengan menjadi pemulung bagiku tahu tentang hidup". Ujuranya dengan bangga.
"Dengan kondisi seperti ini apa yang berat dalam hidupnya Bapak?"
"Tidak ada yang berat dalam hidup ini, semua akan ada kehidupan, kehidupan yang memiliki banyak peristiwa, sebagai pemulung ini kerja kemanusian, setiap keindahan yang aku jalani ini bentuk kecintaan akan manusia lain, dengan membersihkan sampah dan dijadikan uang, itu nikmat hidup yang ku jalani, tidak perlu menjadi apa, karena hidup bukan bahagia, tapi tentang nikmat."
"Bagaimana dengan Perpustakaan Pateba?'
"Tetap, aku hanya merawat dan aku menulis tentang Pram 9buku"
"Apakah buku Pram di sana lengkap?"
"Tidak, Karena Pram berpesan jangan memaksa sempurna yang ada saja dijaga, buku cukup yang ada dijaga"
"Insyaallah suatu saat saya ke sana Pak"
"Silahkan, boleh kok menginap, terbuka untuk umum dan sudah kurang lebih dari 4-5 negera yang telah berkunjung ke Pateba. Di negeri ini sangat banyak seniman tidak dirawat, beda dengan Malaysia yang sangat baru merdeka tapi negara sana sudah lebih maju dari negeri ini, tidak ada bangunan di sana besar, dan sejahtera, itu aku rasakan ketika aku di undang jadi pembicara ke Malaysia, di Indonesia malah tidak dijaga padahal seni kerjaan orang yang mulia, contoh Pram tidak pernah dihargai karyanya oleh negeri sendiri, malah sebaliknya dianggap yang aneh-aneh Pram itu."
"Terus gimana Pak, Bapak pernah dapat apresiasi dsri masyarakat sekitar Bapak?"
"Iya ginilah hidup, tidak perlu meminta dihargai dan dihormati dengan apa yang kita miliki, semua akan tahu nanti sejarah akan membuktikannya, sekarang Aku hanya menerima, dan seperti ini hidup itu lebih bebas tanpa terikat"
"Iya Pak, apa di sana Bapak hidup bahagia?"
"Bahagialah, karena pemulung Itu yang membuat kita bahagia, karena tidak ada tekanan, dan paling nasionalis bagiku yaitu saya ini yang tidak hanya bicara tapi lebih memperhatikan keadaan, memilih sampah dengan gembira, di sana itu kurang lebih di Blora itu 56 orang, perorang akan mendapatkan 1glansi, kalai seperti aku dapat 3glansi kadang, jadi total setiap hari kurang lebih 30ton sampah di Blora aja, itu perhari bayangkan saja nak, siapa yang akan berpikir kalau wadah makanan dari para pejabat, bahkan Presiden dan Taperware yang adik bawa ini salah satu hasil dari daur ulang sampah yang aku pilih, itulah paling sederhana bahagia bicara makna"
"Bapak semoga sehat selalu." dengan senyum dan haru berbagi cerita kemanusian bahagia dan makna.
"Iya Nak, kalau kamu mau jadi manusia kadilah manusia yang tidak hanya tertawa dan bisa diberikan kepada manusia dalam bentuk apapun, karena hidup bukan tentang hari ini nak. Kamu mau ngecamp akan mencari apa di gunung?'
" Bukan gunung Pak, tapi hutan lepas biasanya tempat mengasingkan diri dari ramainya keadaan negeri yang sepertinya, sudah saatnya menyendiri di hutan, mengkoreksi diri tentang apa yang telah terjadi dan yang pernah saya lalui, dengan aksi kemarin demonstrasi bersama Dengan teman-teman Mahasiswa."
"Oh gitu ya caranya Nak, iya sudah Nak, tapi jangan lupa dengan segala keinginan yang dibangun bukan hanya untuk sendiri tapi kepentingan orang banyak, dan ketika Nanti jadi penguasa jadi yang bijaksana dan tahu tentang manusia."
"Iya pak terima kasih. Seharusnya seperti apa dalam pahlawan yang benar ada di negeri ini?"
"Banyak jasanya temanku Dan orang-orang yang berperan pada saat proklamasi tapi sekarang tidak jadi apa-apa, seharusnya menjadi pahlawan, seperti penulis teks prokalasi, penggerek bendera, dan pengebar bendera, sekarang tidak dimasukkan ke pahlawan nasional padahal itu wajib masuk karena telah berperan atas kemerdekaan."

Setelah pembicaraan sudah sampai dan itu sudah selesai, saya dan teman berpamit untuk berangkat ke bedengan. Karena Lia Lavenita, Deri, Ifa, dan Dicky sudah menungguku. Dan pesan itu saya ingat dan direkam dengan mendokumintasikan foto bersamaanya, Soesilo Toer adek dari Penulis ternama di Indonesia Pramoedya Ananta Toer.



Akhmad Mustaqim 2019
Cerita ini saya tulis di Bedengan 29, September 2019 disimpan dalam note Hp, dan selesai pada 2 Oktober.