Selasa, 27 Desember 2022

MENYONGSONG SATU ABAD NU

Gong besar cita-cita para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di acara satu abad NU ini seperti ada kado untuk para generasi masa depan. Dilihat dari topik besar di acara NUTech: Final Day, sekurang-kurangnya secara tersirat mengangkat masalah begitu kontekstual topiknya, yaitu bagaimana era sekarang kita bisa menguasai technology. Sehingga gong besar mengenai teknologi ini dapat berhikmah kalau bisa jadi media bagi agama serta berjalan beriringan.

NU tidak muda lagi. Sepertinya kini kita tidak hanya membahas fiqih dan tauhid saja, atau urusan vertikal manusia. Satu abad ini seperti sudah waktunya membuka dada tidak hanya berlarut-larut mempermasalahkan hal yang sudah ada sanadnya jelas. Biarkan itu, selesaikan dulu dengan diri sendiri sebagai generasi NU antara hubungan manusia dengan Tuhan. Namun ada yang lebih penting untuk membuka dada selebar-lebarnya hubungan horizontal mengenai technology—yang dirasa masyarakat secara material dan intelektual mahir.

Era modern punya anak kandung teknologi ini diharapkan bisa menjawab secara baik masalah-masalah hidup di sekitar kita. Bagaimana agama tidak menolak dan apatis terhadap teknologi, akan tapi technology dapat jadi jalan baik bagi agama Islam khususnya. Sehingga technology di tubuh agama menjadi salah satu sarana dan prasarana penting untuk dimanfaatkan sebagai syiar agama secara kontekstual dekat dengan kehidupan.

Adapun peran penting ini terletak kepada siapa? Jika memandang dari beberapa pandangan para tokoh yang menjadi opening space di kegiatan satu abad NU terletak pada para tokoh agama Islam. Khususnya, karena ini kegiatan NU, maka peran tokoh-tokoh NU dalam melakukan syiar-syiar agama sesuai dengan yang ada di tubuh NU tersiarkan secara luas dan bijak. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada dengan tujuan seluruh masyarakat mampu menerima dengan mudah menerima akses-akses platform telah tersedia seperti; youtube, spotify, instagram, dan facebook dan yang lainnya—dengan tokoh-tokoh agama terlibat peran aktif sebagai tugas syiar secara moderat.

Adanya teknologi sebagai wadah sangat efektif di era sekarang. NU perlu memiliki kesadaran atas masalah-masalah yang perlu diatasi. Masalah paling akut di masyarakat kita terhadap kecakapan literasi. Sebagaimana cakap literasi menjadi salah satu point penting untuk menggunakan technology dan manfaatkan dengan sebaiknya. Tentu akan membantu lebih kritis terhadap temuan-temuan di sekitar tanpa disengaja secara baik dan buruk bertebaran. Untuk mengatasi perlu pandai tidak mudah menonton dan menyukai atau mencari-cari tidak sesuai kebutuhan kita di sosial media, agar algoritma di akun sosial media positif.

\Perhatian penting bagi generasi NU: Penggunaan Bahasa

Tak mudah menyederhanakan hal baik di masyarakat, kecuali melibatkan bahasa. Peran bahasa begitu penting di era technology ini, serta wajib menjadi salah satu keterampilan dikuasai. Terkhusus para tokoh NU, menyederhanakan bahasa mudah diterima. Salah satu contoh alm. Gus Dur dengan anekdot dan humor tidak hanya menawarkan hal lucu, tapi juga menawarkan kita berpikir. Itu peran bahasa, bahwa tokoh NU mampu menggunakan bahasa secara heterogen ‘semua orang tahu dengan mudah memahami;kata, frasa, dan kalimat’, jangan menggunakan bahasa homogen (hanya orang khusus tahu, sebab bahasa digunakan ilmiah/akademis, kadang rumit dipahami kecuali orang-orang akademis sendiri memahami.  

Topik kontekstual ini, diambil bahkan dibahas oleh para generasi. Terkhusus para tokoh NU kini memiliki fungsional aktif. Topik menarik karena masalah-masalahnya begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.  Perlu punya strategi karena sukar. Bagaimana tanggung jawab intelektual untuk mencerdaskan di bidang pendidikan, politik, ekonomi, kesehatan, dan budaya bisa di atasi tidak hanya dari sektor atas, melainkan masyarakat di bawah bisa secara mandiri mengatasinya. Peran tersebut terletak ke tokoh-tokoh untuk penyebarluasan terhadap kesadaran secara rasional dengan tujuan kemajuan ber-NU.

Jika sebuah usaha secara ideal kontekstual ini mampu dijawab dengan baik oleh masyarakat NU atau non-Nu. Tentu ini salah satu kado ideal begitu spesial. Akan jelas senang para pendiri, jika penggunaan technology sebagai wadah ini berhasil digunakan secara baik. Sehingga sesuai dengan dawuh Kh. Cholil Staquf “agama untuk menemukan solusi, bukan menjadi masalah.” 

Tantangan NU I Abad: Disrupsi, Ekologi, dan Emosi

Tantangan berkembangnya teknologi tidak lepas  dengan adanya disrupsi. Bahwa perubahan manusia hidup akan seperti ada gangguan atau bahkan menjadi hal baru. Kebaruan tentu akan menawarkan banyak hal, sebutkan saja salah satunya adalah sebuah kebiasaan kita kalau sebelum tidur orang dulu, pergi cuci muka lalu tidur, sekarang berbeda, mengecek sosial media terdahulu, email lalu tidur. Karena hal tersebut seperti menjadi bagian hidup dan dunia baru kita.

Menurut Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menjadi pembicara di acara NUTech: Final. Ada dua cara begitu efektif masyarakat mengatasi disrupsi yaitu: 1) memiliki pola pikir Ground mindset atau keep learning without stopping, 2) memiliki critical thinking bahwa dua modal dasar ini perlu dimiliki di era disrupsi ini. Dilanjutkan oleh pandangan Gita Wirjawan masyarakat sekarang jangan amnesia historis, lupa terhadap masa lalu.

Sedangkan tanggapan dari kedua materi Yeni Wahid, ada tiga pandangan isu besar dihadapi manusia sekarang, yaitu: disrupsi, ekologi, dan emosi, lalu bagaimana masyarakat kita sekarang sadar tiga isu tersebut. Sedangkan ia paling menekannya pada emosi (menjadi masyarakat berakhlak, tidak hanya menerima perubahan, dan memahami urusan hutan/lingkungan, namun masyarakat bisa mengontrol emosi secara baik dengan belajar pada tokoh-tokoh NU tidak ngawur).

Gong persembahan satu abad NU ini, berisyarat ke generasi tuk menyuarakan diri di dalam hatinya berwarga NU. Bahwa ini merupakan kado kontekstual yaitu technology untuk dimanfaatkan  dan dikembangkan sebagai salah satu media syiar-syiar agama Islam—dan NU mampu menjawab setiap masalah di masa depan, bahwa agama dan technology mampu mengatasi masalah besar: disrupsi, ekologi, dan emosi.

Senin, 19 Desember 2022

INDONESIA DARURAT LITERASI PANGAN

Di akhir tahun 2022 ini, Indonesia indah dengan cuaca yang dingin terkadang panas. Keadaan cuaca tidak menjadi urgensi  dalam kehidupan sehari-hari, cukup tubuh sehat akan memiliki daya kuat. Akan tetapi akhir-akhir ini mengejutkan pada hasil penelitian kompos mengenai gizi masyarakat Indonesia sangat rendah bahkan memiriskan.

Koran Kompas pada tgl 9-10 Desember 2022, memaparkan hasil riset tim jurnalisme data terhadap gizi pangan masyarakat Indonesia, yang hasilnya mengejutkan. Karena dari 183,7jt orang, atau 68% populasi, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian mereka.

Data tersebut menunjukkan kalau masyarakat kita memang tidak begitu sehat-sehat begitu. Hal tersebut tentu sangat kompleks dalam kehidupan masyarakat. Ada dikarenakan memang masyarakat tidak begitu memahami pentingnya gizi, biaya hidup yang tidak begitu terjamin perihal ekonomi, ada pula lantaran kurangnya kecakapan mempraktikkan pentingnya pangan. Bagian di atas menjadi salah tiga dari masalah rasa peduli terhadap pangan.

Adapun paling memuaskan dalam hal gizi adalah perihal kemiskinan masyarakat. Jangankan ingin memakan makanan yang bergizi, ingin memakan makanan yang biasa saja masih belum bisa terpenuhi atau sejahtera. Karena defisi miskin adalah sebuah ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sendiri. Misalnya seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hingga pakaian. Kemiskinan sendiri dapat disebabkan oleh adanya kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, atau sulitnya mendapat akses pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Makanan merupakan bagian dari identitas masyarakat. Dapat dikatakan pola hidup kita dapat disebabkan dari pola makan, bagaimana seorang makan dengan sesuai kebutuhan atau sekedar mengikuti trend kekinian yang hanya mementingkan keinginan. Hal tersebut yang tidak dapat diamati secara baik. Lantaran citra makanan menjadi memunculkan identitas kehidupan sehari-hari; mulai dari sikap kesederhanaan, bersyukur, dan menjaga kedekatan kita dengan alam.

Lalu bagaimana kita mampu mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Ada banyak pilihan di negara Indonesia yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Ketika kita pergi ke hutan banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan sayur serta lauk. Tentu tumbuhan-tumbuhan sejenis daun  singkong, glandingan¸ bayam, dan kelor dsb. Makanan tersebut tergolong sangat lokal yang dengan mudah didapat serta dimasak secara baik di kehidupan sehari-hari.

Peran Pemerintah

Pidato Presiden Soekarno waktu di IPB (Institut Pertanian Bogor) pada April 1952, yang mengatakan “Indonesia tidak hanya bisa mengandalkan sawah padi.” Secara tersirat, kalau masyarakat Indonesia bisa menggunakan makanan lokal jagung dan jawa wut.

Peran pemerintah dalam hal ini yang perlu dilakukan paling sederhana yaitu sosialisasi. Selain tanggung jawab lain dengan perlu memenuhi serta memberikan solusi terhadap krisis gizi  masyarakat. Karena  begitu sedikit masyarakat sadar serta memahami mengenai pentingnya pangan gizi kehidupan sehari-hari. Hal ini perlu adanya kesadaran kolektif digaungkan secara seksama. Karena dengan kesadaran tersebut akan ada solusi paling ideal yang mampu disesuaikan oleh masyarakat sesuai dengan lingkungannya yang dapat dikonsumsi sebagai meningkatkan gizi.

Stakeholder yang memiliki peran perlu melakukan penanganan serius. Karena kalau tidak akan tidak mungkin masyarakat memiliki kesadaran kalau lingkungan kita pada dasarnya kaya dengan sayur serta apa yang dapat dikonsumsi dengan baik, bahkan sehat. Walaupun pada intinya pemerintah punya tanggung jawab, sekurang-kurangnya memberikan kesadaran kepada masyarakat serta berjuang secara kreatif diri, yang dibantu dengan sosialisasi. Sehingga rasa sadar serta keyakinan untuk menjadi masyarakat yang sehat tidak hanya menunggu dana atau bantuan dari pemerintah.

Ketika masyarakat sadar kalau kejadian ini tidak semerta merta mengandalkan pemerintah. Akan tetapi membangun sebuah kesadaran secara kolektif serta bersyukur mampu membangun ekonomi kreatif secara baik. Salah satunya yaitu memanfaatkan sebuah alam sekitar untuk kepentingan pribadi dan kepentingan orang banyak. Sehingga masyarakat kreatif tidak menggantungkan segala hal pada bantuan pemerintah. Hemat saya kesadaran akan ekonomi kreatif tersebut bentuk kesuksesan pemerintah memimpin—yang tidak sekedar memimpin melainkan memberikan arahan serta memberi solusi mengenai apa yang urgensi.

Menurut hemat kecil saya, pemerintah yang tidak hanya sibuk memikirkan gizi, tapi juga memikirkan mengenai pengesahan RKUHP. Ada tugas paling penting yang sangat sentral serta begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, yang tidak lain mengenai peningkatan gizi untuk menemukan solusi, jika tidak khawatir masyarakat secara mandiri tidak percaya dengan adanya pemerintah (distras). Lantaran akan terjadi penurunan kesehatan.

Menurut survei Healthy Diet Basket (HDB) tahun 2021 menyebutkan penduduk tidak menjangkau makanan yang bergizi serta seimbang. Indonesia memiliki nilai rata-rata 68% yang belum mampu memenuhi gizi harian mereka. Pemahaman data di atas tentu menjadi salah satu memunculkan kesadaran secara pribadi serta secara kolektif mampu mengatasi terjadinya krisis gizi. Karena kebutuhan sendiri untuk sehat.

Wilayah  Jawa Timur berada di presentase 20%-24% dapat digolongkan standar. Wilayah secara statistik relatif rendah. Maka dapat dikatakan dalam hal ini ada faktor-faktor yang terjadi, mulai dari ekonomi masyarakat masih begitu rata-rata, pendidikan, serta kesehatan mudah diakses. Tentu hal ini sebuah usaha dilakukan secara bersama untuk mencapai tersebut—yang tidak baik-baik saja, tentu perlu peningkatan lebih intens.  

Wilayah Paling Rendah Gizi di Indonesia

Provinsi paling yang menyedihkan masyarakatnya yang tak mampu membeli makan, makanan bergizi seimbang terbesar di Indonesia , dengan perpresentase 78% ini, yaitu wilayah NTT. Wilayah yang begitu getir dengan populasi penduduk tidak mampu membeli pangan bergizi seimbang di Indonesia. Data yang diperoleh dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 yang tertinggi di Indonesia dengan angka 37,8%.

Pada masalah tersebut perlu adanya sebuah peninjauan secara ekonomi. Bagaimana masyarakat ekonomi rendah akan menjadi masalah, maka hal ini tidak lain peran pemerintah melakukan penanganan lebih serius. Hal ini tentu sudah dijelaskan oleh koordinator Pangan Koalisi Rakyat Indonesia untuk kedaulatan, Ayip Said Abdullah mengatakan untuk mengatasi keterjangkauan  makanan bergizi bisa menggunakan konsep Locality (lokalitas) dan diversity (keragaman) karena setiap wilayah ada sistem pangan yang bisa dikembangkan.

Kecakapan literasi memiliki nilai penting memahami serta menemukan solusi rendahnya gizi disebabkan pangan yang sehari-hari dilakukan sendiri. Bahwa gizi merupakan faktor penting dalam hidup yang perlu diatasi. Sehingga masyarakat akan menyesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari-harinya dan mampu menjaganya.

  

Minggu, 18 Desember 2022

SEBUAH CATATAN SINGKAT TENTANG DISKUSI BUDAYA



Oleh: akhmad mustaqim 

Esai moderator diskusi budaya HMJ PBSI Unisma 

Sabtu 17, Desember 2022

1/

Pada kehidupan kita sehari-hari yang gelap ataupun terang, bahagia ataupun tidak bahagia, budaya akan selalu ada. Sebagai orang yang menyadari kalau hidup seperti itu—akan selalu tenang. Seperti halnya budaya yang secara umum dimaknai ciptaan manusia yang terus menerus  bersifat baik, dan menjadi habitus. Mungkin itulah budaya. 

Kebudayaan, meminjam perkataan Koentjaraningrat  (1990:180) kebudayaan merupakan seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Menyederhanakan kebudayaan di kehidupan sehari-hari tidak lain sebuah kebiasaan baik dilakukan manusia setiap saat yang memberikan dampak. 

Kita terkadang terjebak dengan persepsi-persepsi begitu lebar serta kadang jauh. Memang secara umum kata “budaya” dapat disandingkan kata lain yang akan jadi frasa dan memunculkan makna baru secara simbolik maupun secara semantik, dan bahkan pragmatik. Sehingga sandingan sering kali tergabung dengan kata lain; baca, literasi, ngaji, dan menari dsb—itu yang akan memunculkan makna budaya positi kala disandingkan dengan kata yang telah disebutkan. Sedangkan yang seringkali salah menggabungkan kata “budaya”—yang bermakna negatif dan bahkan kurang tepat kata itu, yaitu: korupsi, ngombe, bullying, dan telat dsb. 

Makna secara semantik dan konteks di atas perlu memilah serta memilih untuk dijadikan sesuatu hal yang tepat sesuai makna serta praktik. Yang jelas sebuah budaya, ingin mencipta hal-hal baik yang dapat mampu beradaptasi dengan zaman serta lingkungan. Adagium Minang yang dikenal dapat direduksi dalam pembahasaan budaya; “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.”—yang artinya kurang lebih “kita harus tahu di mana kita hidup paham tentang kebiasaan di wilayah tersebut, agar tidak ada kesangsian dalam bermasyarakat.” Itulah sekurang-kurangnya dapat dimaknai dalam konteks budaya—yang dikenal local wisdom. 

Kita perlu mengambil contoh. Saat kita hidup di Malang ini sebagai perantau “dari nun jauh di sana”—yang akan hidup di lingkungan Malang, yang memiliki budaya serta tradisi. Budaya dan tradisi tersebut perlu kita ketahui untuk bisa hidup dengan masyarakat berdampingan, serta bisa diterima dengan baik oleh sekitar. Sehingga hidup kita akan lancar serta dengan mudah masyarakat menerima dengan lapang tidak perlu mencari terkadang akan diberi. Karena, ketika memahami dan berbaur dengan budaya orang lain akan dengan mudah mencapai kehidupan damai dan tenang. 

Perlu menyadari menjadi diaspora sementara di kota orang dengan tujuan baik mencari ilmu pengetahuan. Tidak mudah mendapatkan, kala kebiasaan-kebiasaan kecil terjadi di sekitar tidak didamaikan dengan diri kita. Mengikuti alur atau konvensi di suatu wilayah sangatlah penting agar menjadi orang berbudi luhur. Selain itu, biasanya akan dengan mudah menjalani hidup di perantauan dan mudah menggapai ilmu pula. 

2/

Secara umum makna budaya dan berbudaya adalah kesadaran manusia. Bahwa bahasa, ide, dan pola pikir, serta daya cipta manusia—yang tidak lain semua itu hanya dimiliki manusia, makhluk lain tidak. Maka ada yang mengatakan manusia makhluk simbolikum atau makhluk dapat membaca dan mencipta simbol/bahasa. Akan tetapi, kadang manusia tidak menyadari akan hal itu dan enggan memahami apa esensi manusia berbudaya, salah satunya yaitu berbahasa dengan baik. 

Bahasa menurut Habermas bukan hanya sebagai alat komunikasi melainkan tindakan. Pernyataan tersebut sangat luas untuk ditafsirkan secara semantik saja. Namun juga perlu dan butuh dimaknai secara semiotis atau secara filosofis. Makna secara semantik ya manusia berbahasa merupakan tindakan manusia sebagai eksistensi makhluk simbolik. Sedangkan secara semantik sebagai alat komunikasi, ya memang semestinya manusia bisa berbahasa dan bisa berbudaya dengan bahasa. Makan secara filosofis dapat dikatakan bahasa sebagai identitas dan entitas manusia berkehidupan yang baik berbudaya. 

Manusia yang bisa menciptakan keberagaman bahasa. Dengan budaya keseharian yang dapat dijadikan hidup berbahagia, yang berdampingan dengan apa yang telah dicipta atau dilakukan kepada orang lain. Hidup yang dirasakan oleh manusia lain bahwa hidup berbahagia itu bagian dari budaya. Namun bukan yang hedonism melainkan hidup minimalis sesuai kehidupan dan kebutuhan. 

Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.2 Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok.

Lalu budaya yang hasil dari karya manusia yang diakui oleh negara lain bagaimana? Seperti halnya; tempe diakui diresmikan Unesco produk Jepang, Reog, Li Galigo, dan budaya lainnya. Hal tersebut dapat dipandang dari dua sisi. Pertama dari segi masyarakat Indonesia yang kadang kurang peduli dan memberi apresiasi kepada budaya, sehingga ketika budaya diambil akan merasa dirugikan. Padahal sebelumnya tidak diperhitungkan atau diperhatikan. Kedua memang secara konvensi Unesco mereka mengajukan hak cipta budaya yang diakuinya sangat kuat sehingga wajar meresmikan sebagaimana sesuai ketentuannya. 

Adapun cara merawat budaya yang tak benda dan benda, yaitu dengan cara memulai dari diri kita sendiri, lalu memulai memberikan dampak kepada kelompok lain. Atau dapat memberikan dampak dalam kehidupan kita. Sehingga itulah cara paling efektif untuk tetap bisa merawat secara skala kecil. Karena negara terkadang belum bisa menjangkaunya. Walaupun terjangkau kadang masih bersifat deliberatif. 

Deliberatif suatu kesepakatan yang akan lama dan alot dengan penggunaan logika dan nalar dan alih-alih kekuasaan, dialog, dan kreativitas. Sehingga budaya merupakan sebuah hal yang nunggu disepakati oleh beberapa elemen saja, yang dapat dikatakan terkadang kurang berkompeten di bidangnya. Lalu bagaimana budaya dijadikan laku kehidupan sehari-hari.  Jika pendapat Habermas (1992) mendeskripsikan demokrasi deliberatif sebagai model demokrasi yang melahirkan aturan hukum yang legitimasinya bersumber dari kualitas prosedur deliberasi, bukan saja dalam lembaga-lembaga formal negara (seperti parlemen), tapi juga yang terpenting dalam masyarakat secara keseluruhan.

Semoga kita bisa menjadi makhluk berbudaya dan memahami budaya. Selamat berdiskusi. 




*Catatan penulis  

Selasa, 06 Desember 2022

DUKA, TAWA, ARGENTINA: MESSI

foto: twiter Argentina 


I/

Bahagia di atas lapangan tak dapat dipungkiri oleh tim Argentina, terkhusus seorang Leo Messi selaku komandan tim yang punya tanggung jawab besar memikul kemenangan pada kemenangan melawan Mexico. Tangis pada pertandingan pertama dibayar tuntas pada pertemuan kedua, pertandingan kedua yang penuh emosi serta tensi tinggi sama-sama ingin memetik kemenangan. Namun Argentina yang berhasil mencuri peluang yang begitu alot pada bapak pertama. Di babak kedua Messi membuat tendangan keras dari luar kotak penalti yang jebol gawang Ochoa yang dikenal alot. 

Sesuai dengan perkataan Leo Messi "di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua hal jadi mungkin.! Kali ini mungkin kemenangan terjadi ke Argentina. Pertemuan pertama mungkin saja kalau dari tim yang tak dipandang akan memang. Sehingga mencetak gol dari luar kotak penalti dengan tendangan keras ternyata bola mampu melewati dari beberapa bek sebagai pagar kuat Mexico, hingga penjaga terakhir gawang yaitu Ochoa. Dan bahagia tidak hanya oleh tim Argentina tapi bagi pendukung di Argentina dan di seluruh dunia bersorak sorai merayakannya.

Messi melawan Mexico babak pertama banyak turun membantu gelandang bertahan dan menyerang. Gerakannya tidak begitu banyak kecuali berjalan sambil berlari saat ada teman seperti Di Maria atau De Paul memegang bola untuk meminta dan mengoper ke depan sambil berlari untuk menerima umpan silang yang sekiranya bisa langsung ditendang lalu mencetak gol, hal itu tidak berhasil. Sebagai penonton saya melihat Messi merasa sangat bingung dan akan berlari minta bola dan ingin mengirim bola, pandanganku pada bapak pertama berharap kepada Martinez atau Di Maria yang bisa mencetak gol karena dua pemain itu yang bisa stay di posisinya, tidak dengan Leo yang juga lebih banyak mundur menerima dan mengumpan bola ke depan.

Adakah kerja keras dari pemain lain? Tentu banyak. Kemenangan tersebut kemenangan tim bukan individu saja. Salah satu yang menonjol dari kerja keras pemain lain yaitu Martinez bek, saat menghadang dengan tekel, dan adu heading para striker Mexico, yang seperti tidak berkutik di hadapannya. Kerja keras itu tak lepas kerjasama dengan Otamendi di belakang. Seperti terlihat jelas peluang musuh Argentina di pertandingan pertama dan pertandingan kedua--yang lebih agresif ketimbang bapak pertandingan pertama.

II/

Tetesan air mata seperti taburan bunga di pipi Aimar dan Scaloni saat Messi mencetak gol merupakan tangis yang begitu bahagia dari seorang pelatih dan asisten. Bagaimana tidak bangga memiliki pemain yang bisa memecahkan kebuntuan saat Tim terpuruk. Bukan tanpa ada alasan menangisi kemenangan malam itu, bisa saja lantaran karena melihat perjuangan dari awal Argentina selalu menggantungkan kepada sosok Messi. Sehingga pada malam itu tetesan air mata Aimar, yang merupakan sosok pemain dikagumi oleh Messi selama bermain sepak bola.

Masyarakat Argentina berharap pada Piala Dunia di Qatar ini dapat menjadi juara karena selama ini Messi masih belum menggapainya. Pada 2014 hanya sampai ke reinur up kalah satu kosong dengan Jerman. Apalagi piala dunia Qatar ini akan jadi sinyal Messi tidak akan bisa ikut serta lagi di perhelatan piala dunia empat tahunan. Lantaran umur yang tidak muda lagi. Sehingga untuk bisa jadi juara kesempatan ini tidak bisa disepelekan harus terus memperjuangkan hingga penuh keringat penghabisan. Messi menanggung itu, sehingga kemenangan selalu harus final baginya.

Semua tim akan punya harapan ke final, tidak hanya dengan Argentina. Akan tetapi semangat dari seorang pemain karena telah beberapa masuk serta masuk ke final pada 2014 tapi kalah. Semangat tersebut seperti menjadi semangat tersendiri daripada tim-tim yang lain. Sehingga semangat yang membedakan dengan tim lain bisa dikatakan memang berbeda.

Tangis dari seorang pelatih terhadap tim yang dilatih seperti hal aneh selama menonton sepak bola. Apalagi seorang pemain yang menjadi sorot tangisannya. Bagi seorang penonton merasakan hal tinggi apresiasi kepada sosok pemain. Namun selain itu juga menjadi beban baginya, lantaran menanggung pundak banyak kepercayaan yang telah diberikan penuh kepadanya.

Tidak menjadi baru jika Leo Messi terlalu membebani tim. Tidak hanya menjadi tumpuan di negara di bidang sepak bola, di sebuah tim klub juga bertumpu dan menerima hal tersebut. Selama berkarir di bidang sepak bola hanya membela dua klub Barcelona dan PSG. Kedua tim tersebut membebani kepadanya. Dibuktikan pada saat Barcelona ditinggalkan sering kali trophy dan kemenangan tim jarang didapat.

III/

Bahagia bagi tim Argentina tidak dapat dipungkiri dirasa sejak seorang Leo Messi melakukan gol pertama yang membawa kemenangan setelah dipastikan ditambah gol Enzo. Kebahagiaan tersebut membuat semua tim dan masyarakat Argentina. Tangis haru bahagia di dada mereka sangat terlihat jelas dipandang dari wajah mereka. Bagaimana para pemain dan staf merasakan kebahagiaan.

Perayaan dilakukan oleh para pemain tentu memunculkan kontrovers, lantaran ada salah satu video beredar kalau seorang Leo melakukan hal tidak semestinya yaitu meletakkan kaos hasil pertukaran dengan kapten Mexico Herrera. Video dianggap  kalau Messi sengaja menjadikan kaos hasil tukar tersebut dijadikan keset. Padahal dalam sepak bola pertukaran kaos di ruang ganti sudah semestinya dikeringkan dulu oleh para pemain mengeringkan kaos nya. Dan meletakkan tidak beraturan sudah biasa. Hal tersebut disampaikan juga oleh kapten Mexico, lebih tepatnya tidak mempersoal tersebut, kecuali Mexico menelan kesalahan.

Kebahagiaan yang dirasakan pemain serta banyak diluar sana sebagai pendukung merasakan kebahagiaan tim kesayangan menang. Tangis bahagia akan dirasakan pula saya sebagai pendukung Argentina dan Messi sebagai pemain idola secar sikap dan bermain sepak bola. Kunci permainan malam itu terletak pada nya, untuk bisa menang agar bisa lolos ke 16 besar.

Lain halnya dengan seorang Aguero yang setia mendukung bersama, walaupun hanya berada di tribun tidak ikut bertanding. Lantaran ada gangguan jantung, waktu Aguero pada di Barcelona, setelah perpindahan dari Man City. 

Semua orang termasuk diriku tetap mendukung Argentina agar bisa lolos serta bisa memenangkan pertandingan di laga-laga selanjutnya yang akan lebih berat. Namun doa serta usaha dari tim merupakan paling baik dilakukan. Maka kalau menyadari tak ada yang tak mungkin, dan bisa menjadi mungkin di dunia ini, kata Messi.



Rabu, 23 November 2022

ARGENTINA DAN KEKALAHAN

gambar: diambil dari twiter piala dunia Qatar 2022

"Di dunia ini tak ada yang tak mungkin" kata Leo Messi, dalam wawancaranya di buku biografi Gran Jugadors Del Barca. Di dunia sepak bola; kekalahan, kemenangan, dan imbang akan sering terjadi dalam sebuah permainan. Apa mungkin siklus hidup memang seperti permainan sepak bola tuk mencapai sebuah harapan, ya walaupun polanya akan berbeda. Dan malam itu Argentina menelan kekalahan. 

Di laga pertama grup C piala dunia, Argentina melakoni laga ke 35 di semua ajang resmi maupun tidak. Bahkan di semua pertandingan yang dilakoni belum mengenyam kekalahan. Terakhir kalah dengan Brazil pada 2019. Di awal perhelatan akbar piala dunia Qatar, isak napas pelan-pelan terhengus-engus, merasakan tim kebanggan kalah dengan lapang hati perlu diterima. Salah satunya menerima banyak pesan di gaway masuk dengan penuh ejekan, itu hal biasa. Akan tetapi berharap dari kekalahan ada keberkahan, bahwa di pertemuan akan datang lebih giat dan target menang lebih serius, sebab peluang lolos masih terbuka. 


Pertendinagn usai. Saya memegang kepala sambil mengelus-ngelus rambut, tanpa sadar gigi menggit pelan salah satu jari. Suara meriah kanan kiri tak kedengaran lagi. Suasa bapak pertama yang ramai lantaran tiga gol silih berganti dijebloskan, sebelum dianulir offside, walaupun sangat membuat sedih hanya satu yang disahkan, penalti.


Jadi bukti keyakinan rasio itu ilusi, yang tak pantas diagung-agungkan jadi bukti, bahkan jadi tolok ukur utama, jadinya begini. Hukum rasio melakukan prediksi dengan kurva normal hanya dilihat dari susunan pemain yang lebih mentereng diprediksi menang. Ternyata berharap mungkin pada dunia dalam bentuk permainan seperti ketidakmungkinan yang menjadi mungkin dalam sepak bola kurang tepat. 


Negara yang didukung lantaran ada Leo Messi, keok dengan tim tidak diprediksi sama sekali bersaing di grup C. Eh, ternyata sepak bola penuh dengan kejutan  di luar nalar kita. Diriku masih tercengang sambil menggeleng-gelengkan kepala dan sepulang dari Nobar (nonton bareng di kopian yang tidak ada yang dikenali) sambil menunduk penuh kecewa dan kacau pikiran. Seperti biasa, kekalahan Tim kebanggan sepak bola membuat nonton youtube malas, saking malasnya hingga seminggu tidak buka youtube. Karena kalau buka algoritma youtube akan menawarkan tontonan yang biasa ditonton. Hal tersebut ada hikmah baiknya karena lebih nyaman dan tenang kepadaku, lantaran waktu tak habis berselancar dunia youtube. Dan mata lebih mengurangi terdampak radiasi, serta beralih baca buku.


Kekecewaan bukan membenci, tapi lebih pada kondisi saat ini yang tidak dapat diterima oleh hati. Kekecewaan wajar asalkan tidak membenci, tentu ini terjadi kepada tim/Argentina dari Amerika Latin yang sangat sedikit perwakilan ke Pildun 2022. Selain itu, saya termasuk pengagum Leo Messi, walaupun kekalahan membuat sedikit kecewa pada permainan malam ini--yang dipermainkan melawan Arab Saudi. Permainan sangat kurang baik dan merasa bukan Tim harapan juara kalau demikian terus. Permainan yang kurang agresif dan memang merasa sangat percaya diri di awal, yang membuat rugi muncul rasa jumawa serta meremehkan lawannya. Mungkin saja, karena merasa di atas angin dan Arab Saudi tim yang diprediksi jadi bulanbulanan di grup C, ternyata mengejutkan. 


Keadaan yang mengagetkan tidak pernah dipikirkan akan terjadi, tapi ini sepak bola apapun bisa terjadi tanpa dapat diprediksi. Jika Tim A dan B, bisa dipastikan Tim A yang unggul menang dalam rasio yang berdasarkan pada material pemain, dalam sepak bola tidak berlaku. Walaupun masih tidak percaya kalau Argentina yang diunggulkan di helatan Piala Dunia di Qatar 2022 pertemuan pertama tumbang oleh Arab Saudi. Padahal Arab Saudi digadang-gadang di grup C tersebut jadi pengumpulan point. Ternyata sepak bola penuh kejutan-kejutan yang harus menyadari lagi tak perlu meremehkan, sebab meremehkan sesuatu yang buruk. 


Sepak bola adalah olahraga yang seru dan banyak yang menggemari. Mulai dari main bola tarkaman hingga profesional selalu menjadi ajang sangat seru dan digemari. Sepak bola salah satu olahraga yang dapat dilakukan oleh siapapun mulai dari kalangan bawah hingga atas bisa menikmati. Dan semua orang bisa berlainan sepak bola. Entah hanya menggunakan bila plastik yang bermain di gang-gang kecil, yang suporternya kadang dirinya sandiri, atau bola blètèr yang dimainkan oleh para pemain profesional di lapangan yang ditentukan dan main menggunakan sepatu olahraga. Sepak bola olahraga tanpa strata, semua orang bisa memainkan serta menikmatinya. 


Argentina kalah. Terasa masih bermimpi lantaran pada bapak pertama banyak gol membuat hati bergema senyum begitu lebar pada menit 10 terakhir Leo Messi mencetak gol melalui titik putih. Di hati telah memprediksi akan begitu banyak lagi gol tercipta entah oleh Messi atau oleh pemain lain seperti Lautaro Martinez dan Angel Di Maria, yang menemani Messi di lini depan. Tiga gol yang dianulir wasit (offside) pada babak pertama menggambarkan akan banyak gol lagi. 


Susunan pemain yang diturunkan melawan Arab Saudi tidak begitu banyak perubahan dengan skuad timnas Argentina yang pernah menjuarai Copa America dan Piala Mollissima (perebutan piala pemenang Copa America dan Euro/pemenang di kalangan Eropa). Susunan pemain yang begitu baik serta tak disangka saja Tim besar dengan susunan pemain yang nyaris sempurna kalah. Malah jadi kejutan begitu dikalahkan oleh Saudi Arabia dengan skor tipis 2:1. 


Jika kita memperhatikan permainan kedua Tim. Kelas permainan dari keduanya begitu terlihat dengan susunan pemain yang jarang dikenal dan tidak mudah dihafal, yaitu Saudi Arabia. Bukan tujuan mengecilkan, tapi lebih ingin menunjukkan kalau standart pemain jangan sesekali memerahkan sebab mereka punya power dari dalam diri yang begitu kuat. Sehingga kerja keras dan cerdas dilakukan pemain seperti Saudi Arabia akan dilakukan untuk mengalahkan, bagaimanapun caranya. Karena kalau melihat permainan kedua Tim sangat tidak masuk akal jika memandang permainan yang begitu tidak banyak peluang untuk Saudi, lantaran sangat sulit memasuki di lini pertahanan Argentina yang dihuni oleh para pemain top Eropa. Dari segi permainan memang sangat kalah hal ini dibuktikan dari tembakan ke gawang yang tercatat oleh keterangan lapangan 3 shoot on target Saudi Arabia ke gawang Argentina, sedangkan Argentina tercatat 14 shot no target. Hukum penalaran yang tidak bisa dibuktikan kalau sepak bola dapat diukur dari pemain atau permainan melainkan gol yang diciptakan lebih banyak. 


Kekalahan Argentina di pertandingan pertama tak mengendorkan semangat diriku mendukungnya. Kekalahan di awal ini membuat lebih percaya dengan lebih baiknya lagi. Syukur-syukur semua Tim bisa mengambil dampak baiknya di awal pertandingan yang tidak beruntung. Sehingga di awal baik buruk untuk ke depan menjadi akhir yang baik (juara piala dunia). Kekalahan yang terjadi jika memang ingin memperbaiki masih belum terlambat, masih banyak lagi hal-hal kecil dilakukan lagi agar tetap waspada, karena kehati-hatian tersebut terkadang membuat lebih bisa menghargai serta melakukan yang terbaik terus. 


Messi dan Tim lebih keras serta percaya diri kalau akan mungkin terjadi bisa juara. Setidaknya menyadari padai pertandingan akan datang mampu memaksimalkan setiap peluang, setiap permainan yang agresif menekan akan lebih dikembangkan agar pressing lawan tidak berhasil. Kerja keras serta cerdas sangat diperlukan di permainan sepak bola modern ini. Mungkin.


Kamis, 17 November 2022

BUKU, ROUSSEAU, DAN CINTA


Mula-mula mengenal tokoh bernama Rousseau, ketika mendengar obrolan Maudy Ayunda, artis sekaligus perempuan multitalenta, berbincang di podcast Gita Wirjawan di akun spotify End Game.  Dibuka dengan ketertarikan Maudy terhadap adagium tokoh dunia bernama Jeans Jacques Rousseau. Saat itu pula, saya ingin tahu tokoh tersebut, lalu berselancar di laman google mencarinya. Di pencarian tersebut, muncul foto serta keterangan tokoh dikatakan pemikir, akademisi, dan filsuf. Selain itu, menulis karya sastra walaupun terdapat keterangan lain belum begitu banyak karya sastranya. 

Jeans Jacques Rousseau menulis cerita dalam bukunya dengan begitu memukau gaya pemberitaannya. Meletakkan karakter tidak hanya menjadikan seorang boneka yang tak dapat dinalar, tapi bisa ditemukan bukti di kehidupan nyata. Tentu, tanpa memunculkan karakter sikap dan sifat unik yang dimiliki akan menjadikan tokoh buatan tidak berdaya. Keunikan salah satu yang dimilikinya yaitu kehidupan yang dirasakan oleh Edward, terkhusus dalam asmara.


Segala gejolak ini membuntutinya di sepanjang perjalanan pulang. Luapan cinta yang baru saja bertunas selalu terasa lembut. Dorongan pertama yang muncul dalam dirinya adalah pesona baru ini; yang kedua membuka matanya terhadap dirinya sendiri (Rousseau: 2022.43). 


Tidak mudah menjelaskan segala perasaan kepada orang lain jika tidak membiasakan setiap apapun yang terjadi. Membiasakan diri untuk tetap menjadi diri sendiri tanpa gagah memang sulit, tapi paling sulit gagah terhadap perasaan yang merasa akan lebih dari sekitar, itu susah. Sedangkan akan mudah jika setiap kejadian diiris-iris benang merahnya lalu dijadikan jalan baik, jalan baik versi diri sendiri tanpa menyakiti orang lain. Walaupun pada akhirnya kehati-hatian selalu tergelincir di jurang tidak benar. 


Rousseau menulis cerita cinta Milord Edward begitu jeli menyampaikan secara lamban. Gaya penceritaan membuat pembaca membuat berjalan-jalan memahami sebuah rute jauh, tapi tak masalah karena menikmati ceritanya. Twntu, akan berbanding kebalik saat tak mampu merasakan nikmat membaca. 


Tokoh yang dibangun oleh penulis begitu miris karena tokoh menjadi other atau liyan dari manusia lain. Ia ternyata berhubungan asmara ganda dengan seorang. Hubungan yang membuat bahaya di Italia, lantaran banyak tekanan dari perempuan-perempuan yang mencibir dan akan disalahkan. Bahkan kelompok tokoh perempuan berpengaruh akan tak menerima, bisa-bisa akan mengancamnya. Budaya tersebut akan sama dengan di Indonesia. Sebab menjadi tabu serta tidak biasa akan jadi terasa aneh dan baru, yang kadang sangat sukar diterimanya. Kegelisahan tokoh yang wajar menjadi normal dapat perlakuan kurang pantas sebab manusia akan tidak mudah menerima hal baru dan pola konservatif masih kuat. Karena cara berpikirnya masih menggunakan pandangan kurva normal: "bahwa setiap pasangan hanya memiliki satu pasangan, tidak boleh lebih."


Saya menganggap kejadian tersebut seperti seorang yang jatuh cinta pada seorang teman. Mungkin ada yang menganggap kurang baik dan gak pantas. Ada pula yang tanpa berpikir panjang itu sangat baik bagus karena sudah sama-sama tahu, tak perlu kamu merasa kurang baik. Teruslah lakukan selagi mampu menjaga harga dirinya dan menjaga sebagaimana mestinya seorang pasangan. Paling penting tidak merugikan diantaranya. Walaupun kata tersebut tetap menjadi klise, akan tetapi, tetap saja ada yang merasa dirugikan dari satu sisi dan sisi yang lain. Hal ini akan dikembalikan ke agama; "tak mungkin Tuhan menyatukan sama persepsi pikiran manusia mirip atau sama, pasti ada yang perbedaan."


Untuk memahami perasaan, kita perlu mengiris-iris beberapa hal itu mengenai rasa. Atau menambang diri, lalu pada siapa perasaan diprioritaskan. Paling utama tidak lain yaitu kepada diri sendiri, kedua keluarga, dan ketiga pada pasangan (kalau yang kedua kalau sudah berkeluarga), serta yang ketiga pada guru, empat pada orang terdekat, dan kelima pada orang-orang yang semestinya dapat yaitu yang telah mempengaruhi hidupku--yang sangat perlu dapat rasa prioritas perasaan pada objek yang tepat. Sisanya adalah mereka bisa diberikan semestinya saja. Karena hanya Tuhan yang mampu mencintai semua dengan rata dan tak ada yang dibenci siapapun yang berdusta. 


Sebagai manusia yang kadang masih lapar hari ini perlu pergi ke warteg. Jangan merasa mampu dan bisa hidup sendiri atau dengan banyak orang di sekitar, paling penting bisa berbuat dan berbagi maksimal, bukan adil. Bisa saja itu menjadi resiko buruk yang terjadi pada diri sendiri dan berdampak pada orang banyak. Hal tersebut seperti memaknai cinta ganda tak semestinya buruk. Karena perihal ini salah satu perspektif saja, yang berbeda kepada akan beda pula menyerap makna. Bisa saja dianggap karunia Tuhan dianggap kelebihan. Hal ini subjektif. 


Pandangan tersebut perlu adanya dua sisi untuk melepas kesangsian berpikir berulang-ulang. Untuk mengambil contoh yang salah yaitu; ketika ada seorang mengatakan: "membaca buku banyak percuma, tapi tidak memahami perasaan perempuan." Penalaran yang tidak begitu membuat berat berpikir, tapi bagi yang gemar  baca, dikatakan seperti itu akan sakit hati, serta terus terekam di sanubarinya.


Pada inti mengambil makna dari setiap kejadian letak kebenaran tak hanya diletakkan pada kebenaran subjektif, melainkan perlu tandingan lain yaitu kebenaran secara objektif. Bagaimana seseorang dapat berpikir jernih dan mengambil jalan baik atas dirinya jika tak melibatkan unsur lain. Salah satu terus hadapi. Sebab siklus manusia di bumi masih sama, hanya beda pola. 


Hidup di dunia yang kompleks perlu memiliki prinsip pribadi yang kuat serta tahan banting. Karena jika tidak, akan terperangkap pada hidup personal yang hanya bisa menjadi penghambat perkembangan. 


Meminjam perkataan tokoh Edward; "benar demikian walaupun dia menolak perempuan yang dia puja-puji; segalanya selalu atas nama kebajikan, benar demikian, tapi dia juga percaya bahwa dia berlaku bijaksana apabila dia mengikuti jalan hasratnya sendiri" (2022:52). 


Rousseau, secara sadar menghadirkan kisah seorang di kehidupan sehari-hari dengan kepribadian tidak normal. Dalam hal ini menampilkan sebuah ketidaksesuaian di dalam kacamata umum, tapi itu ada. Namun secara sederhana tersampaikan secara tersirat maupun tersurat di buku "Cerita Cinta Milord Edward Boston, terbit di penerbit Mooi (2022), dialih bahasa oleh Rio Johan dari Bahasa Prancis ke dalam Bahasa Indonesia. 

Minggu, 13 November 2022

SAVOIR FAIRE

To be is to do Albert Camus, dan to do is to be Jeans Paul Sastre, dan do be do be do Sinatra. Saat membaca adagium beberapa tokoh di atas sambil tersenyum. Tulisan tersebut dikutip oleh penulis Bondan Winarno--yang menemukan di media New York Times. Dianggap tulisan lucu, tapi juga membuat kita memilih pedoman hidup. 

Jika kita memang bukan siapa-siapa (belum banyak simpanan uang/Atm sering kosong), maka memilih kedua yang disampaikan Jeans Paul Sartre dan Albert Camus, yang Sartre berkata "melakukan pekerjaan itulah yang memberi arti hidup," sedangkan Camus "hidup itu adalah melakukan sesuatu." Kalau Sinarta dilakukan oleh orang-orang yang bernasib baik dalam hidupnya. 

Kualitas hidup manusia ditentukan dari bagaimana kita menghasilkan sesuatu atau bekerja, begitupun sebaliknya. Seorang belajar dan bekerja di setiap hari 8-10 jam dan sisanya hidup dengan keluarga. Sedangkan bagi yang bernasib baik tidak sampai kerja segitu sudah menikmati. Akan tetapi kalau kita merasa tidak butuh orang lain terhadap meniru konsep berpikir tinggalkan saja. 

Ketiga pandangan tentang hidup punya dasar kebenarannya--kita memang bekerja keras. Pagi-pagi bangun baca buku ke kampus kadang juga ke sekolah untuk mengajar. Tidak sempat sarapan pagi. Kadang tidak sempat pulang ke rumah selama enam bulan ini. Di Malang bisa hidup lebih bisa melakukan sesuatu lebih banyak. Bekerja di penerbitan di sekolah, sambil kuliah juga agar selesaikan. 

Saat di Malang banyak yang butuh kepadaku. Kalau pagi kadang perlu ke kampus bimbingan kalau senin dan selasa. Rabu dan kamis di sekolah mengajar Bahasa Indonesia dan Prakarya dan Wirausaha. Lepas dari itu kadang singgah ke tempat-tempat komunitas literasi, sastra, filsafat, dan kadang menonton teater. Selain belajar juga membangun relasi. 

Kalau malam banyak waktu diam dan kadang telpon keluarga di rumah yang terdiri dari nenek, bapak, dan ibu (bukan kandung), tapi tetap mereka perlu kuberikan waktu dan cari waktu untuk tetap berkomunikasi. Walaupun tak semeriah bangun relasi baik, tapi saya setiap pagi mengirim pesan kepada bapak yang berpesan; "Pak doakan Akhmad Mustaqim, sampaikan ke nenek dan ibu." Pesan tersebut selalu kusampaikan kirim setiap pagi walaupun sekedar menyalin ((pesan yang sama dikirim setiap pagi)), tak mengurangi rasa sayang kepada mereka. Walaupun kadang memang tidak dibaca. 

Saya kalau malam menelpon untuk menanyakan kabar. Bersama adik-adikku yang memang jauh dengan keluarga di rumah. Kadang nenek kangen dengan kita, dan kita melakukan video call bersama berbicara banyak hal. Mulai pertanyaan random sampai yang serius perihal pekerjaan atau paling berat menanyakan keuangan dan pernikahaan, ini mengarah kepadaku. 

Lepas telponan. Bersih-bersih dan mengecek email dan pesan dan mencatat hal-hal yang dilakukan untuk besok. 

Pukul 21 ke atas kalau di kos diriku menguap berulang-ulang. Kalau tidak ada pertandingan sepak bola, mencoba membangun kebiasaan membaca buku motivasi. Karena memang butuh akhir-akhir dorongan dari luar diri. Setelah itu tidur pulas. Dalam cita-cita sebentar, mungkin kita berharap dalam mimpi ada orang bertanya, untuk apa dirimu melakukan sesuatu selama 10 tahun terakhir? Saya akan menjawab: untuk diriku sendiri, keluarga, family, pasangan (nanti kalau sudah tiba) sahabat, murid, agama, dan orang-orang yang berpengaruh di dalam hidup, serta bagi nusa dan bangsa. 

Jawaban yang dianggap benar, tapi curiga tidak jujur itu. Sukses demi sukses yang Anda raih bukanlah hal yang disebut, tetapi untuk memuaskan ego diri sendiri. Kalau ditanya kepada keluarga memang ada jawaban tidak jujur, mungkin. Walaupun keluarga selalu dukung apa yang telah diambil oleh keputusan diri sendiri. Kata yang sering kali muncul; "terus berjuang dulu apa-apa yang kamu harapkan nak, kalau merasa sudah pas silahkan putuskan cita-citanya di mana kamu akan melangkah." Jawaban itu mungkin agar diriku mikir positif saja padahal tidak jujur. Kalau jujur mungkin kamu ini egois kepada dirimu. Kapan diriku ini bisa menemani hari-hari bersama dan bisa membantu ekonomi keluarga secara maksimal. Walaupun diriku dianggap baik karena berjuang sendiri selama kuliah tujuh tahun terakhir. 

Melakukan sesuatu yang memang bersifat sendiri. Melakukan sesuatu itu termasuk melakukan peran sebagai keluarga. Kalau diriku mengalokasikan waktu sebagai anak pertama tetap memikirkan adik-adik mengenai merencanakan kegiatan kuliah serta di perantau yang punya pilihan. Jangan lupa, komitmen sebagai perantau menimba belajar dan bekerja dan meninggalkan sekaligus terus berjuang untuk tetap menjalin relasi komunikasi dengan keluarga. 

Terlambat atau tidak. Belum. Sekarang butuh lebih memahami prioritas serta kesadaran penuh terhadap pilihan. Mungkin ini bebas atas diriku sendiri memilih, akan tetapi tetap bertanggung jawab atas pilihan.  Tanggung jawab itu kesadaran penuh untuk terus melakukan. Dan kalau nanti pulang bawalah kabar baik dan sampaikan ini yang telah kucari sesuai harapan dulu. Agar mereka senang dengan cara sendiri. Dan bisa saja nanti pulang membawa bunga sambil meniru menyanyi do be do be do.

*terinspirasi tulisan Bondan Winarno 

Jumat, 07 Oktober 2022

BUKU, SAYA, DAN SISWA (I)






Seorang siswa (i) memiliki jiwa kritis terhadap di dunia sekolah sudah menjadi hal wajar semestinya. Bukan malah disalahkan atau ditegor dengan narasi etiked. Seorang siswa (i) di dalam dunia pendidikan ruang menkritik, perlu di luaskan atau dibuka. Karena semestinya siswa (i) sebagai objek sekaligus subjek di ruang pendidikan belajar merasakan dan tahu hal perlu diharapakan.

Jika disalahkan dan dianggap kurang tepat. Karena belum tahu merasakan sebagai pendidik, padahal untuk mengukur baik buruknya pendidikan terletak pada siswa (i)—yang terlibat di dalamnya. Bukannya sangat baik sekolah mendapat kritik. Karena dengan seperti itu tahu letak  kekurang atau kelebihan penerapan sistem pendidikan ideal.

Ravi Azzamy sebagai siswa dan teman-temannya, kalau tidak semua siswa (i) di Indonesia, mewakili siswa—perlu dilibatkan di setiap perumusan kebijakan sekolah. Agar setiap kebijakan akan sesuai dengan relevansinya kebutuhannya. Selain itu, kalaupun perlu mendatangkan orang tua agar relevan.

Dalam buku “Buku Panduan Melawan Sekolah” Meraboks (2022). Merupakan representasi dari seorang siswa saat menemukan kejanggalan dalam dunia sekolah. Judul buku tersebut memang provokatif, tapi bukan secara esensial ada hal buruk di dalamnya. Melainkan sebagai seorang siswa menulis menuangkan argumentasinya ke dalam  bentuk teks (buku), bentuk pencapaian luar biasa.

Meminjam perkataan Okky Mandasari di instagram Omomong.com, saat membincangkan tulisannya, berkata “apa benar kamu masih anak SMA, menulis sebagus ini… aku tak menganggap pendidikan di Indonesia ini buruk, kalau siswa sepertimu ini, tuliannya bagus!” sekurang-kurangnya cuplikan obrolan tersebut bermula, si Ravi tranding dengan  narasi; “ada siswa SMK (i) menulis buku ‘Panduan Melawan Sekolah’—bahkan  dikatakan siswa tidak patuh terhadap dunia pendidika, dan ba-bi-bu…” dengan ramainya itu ada hikmah di Indonesia dunia pendidikan diramaikan dengan perpektif akan SMK kritis.

Mungkin banyak Ravi-Ravi di luar sana, tapi tidak sama dengan cara melakukan perlawanan terhadap pendidikan. Banyak pula di antara siswa(i) memiliki kegelisan berbeda-beda; gelisah karena ingin pacaran tapi ditolak, galau karena putus cinta, cering caper kepada teman kelasnya, dan sering pula ditemukan asyik dengan dunia romantisme. Tidak dipungkiri masa-masa sekolah. Hanya naikmat itu dirasakannya.

Rafi Azzamy siswa (i) memiliki perbedaan dengan teman-teman lainnya. Selain memang menjadi siswa rajin memabaca. Klaim ini saya memposisikan diri Ravi sebagai teman. Kita berteman semenjak mengikuti Kelas Filsafat Dasar (KFD) 2021 pada saat dia kelas XII di SMK. Mengenal Rafi sebagai teman bukan membaca karyanya.

Memandang siswa (i) seperti Rafi awalnya tidak percaya. Secara karakter memang pandai berbicara, serta memiliki selera humor tinggi. Saat di dalam kelas dia memang sambil membaca dan mencatat hal-hal penting di dalam buku catatannya. Bahkan juga ada oret-oretan di stiki note-nya juga.

Awal mula perkenalan setiap peserta kelas. Ada  mahasiswa di dalam kelas tersebut sudah biasa di telinga, tapi tidak dengan siswa mengikuti kelas ini. Dan pembiacarannya lancar serta terstruktur. Dikejutkan lagi, karena alasannya ikut kelas filsafat dasar ini ingin memperdalam  baca pengangtar buku-buku filsafat sejak Sekolah Menenag Pertama (SMP), alasan yang begitu mencengangkan serta punya fokus dalam membaca buku.

Lagi-lagi saya mengenal Rafi bukan dari karyanya terdahulu, melainkan dari didi sebagai personal yang sama-sama memiliki motovasi belajar. Selain itu, Ia juga menjadi teman diskusi yang seru saat jam istirahat kelas. Obrolan yang dingat di benakku, ketika menyebutkan salah satu buku Open Socety karya Karl Poper. Katanya, Dia sudah membaca buku tersebut. Bahkan setiap berbicara pijakan dasarnya Karl Poper, awal-awal. Sebelum mengenal Jaques Lacan.

RAFI DAN BUKU YANG DITULIS

Sebagai pembaca tentu ada konsep paling menarik untuk saya terapkan dalam diri. Ada tiga hal; 1) mebaca sebagai pembaca  teks, 2) membaca tokoh/penulis buku, 3) pembaca sebagai konteks pribadi ‘kira-kira membaca buku ini ada kaitan dengan pribadi/menjadi kebutuhan’. Setidaknya dasar membaca seperti itu, ketika membaca buku “Buku Panduan Melawan Sekolah” ditulis oleh Rafi Azzamy.

Membaca  buku Rafi, memandang cara kritis seorang dalam melakukan perjuangan atas hal-hal fundamental di dunia sekolah. Pendidikan yang sepertinya membebaskan ternyata  sebagai siswa memiliki perspektif berbeda. Tidak sama dengan apa yang diharapkan pendidik dan peserta didik. Hal tersebut dalam buku “Penduan Melawan Sekolah” tidak lain membuat seorang pendidik perlu mengevaluasi adanya kebijakan—yang setidaknya kurang sesuai dengan keinginan siswa yang inging sekolah.

Menurut Prof Djoko Saryono guru Besar Universitas Negeri Malang (UM) dan Pakar Pendidikan, yang memberikan testimonya di buku tersebut menuliskan dalam kutipannya “Rafi mengajak kawan-kawannya melawan sekolah yang penuh kepalsuan dan ingkar janji kepada generasinya”. Kutipan tersebut terpapang di depan buku. Dari kutipan tersebut perlu mereduksi sekaligus merefleksikan diri apa yang disampaikan oleh seorang pakar dan professor tersebut.

Sederhannya. Ada kejanggalan perlu disadari secara bersama. Terkhusus bagi seorang pendidik—yang tidak memberi peluang atau mengukung siswa untuk tidak berkreasi, kratif. Sekurang-kurangnnya kemerdekaan atas dunia belajar tidak dibatasi (siswa yang memang memiliki jalan baik dengan dirinya sendiri perlu punya jalan akan hal baik akan pilihannya, perlu difasilitasi, bukan dibatasi). Jika belajar merupakan tempat belajar yang nyaman, siswa pelu diberi kebebasan serta bisa menggali potensi-potensi dirinya.

Keseimbangan seorang peserta didik dan pendidik perlu dijunjung tinggi, bukan ada realasi kuasa atas pendidik. Semestinya seorang pendidik memiliki relasi sama sebagai seorang—yang belajar hubungan mengajar mentransfer pengetahuan saja, tapi juga ada proses  saling belajar. Jika tidak sama-sama belajar akan  ada ke-akuan yang diangkap kalau ‘siswa merupakan wadah kosong perlu diisi’. Padahal tidak demikian.

Ravi  dalam hal ini tidak sejutu dengan apa yang ada dalam sistem demikian. Maka paling penting untuk membuka kran itu semua, yaitu mengubah kesadaran seorang pendidik tidak menganggap bahwa siswa merupakan manusia tidak memiliki kesadaran terhadapa tujuan belajar. Tapi pelajar sebagai subjek dari proses mengajar dan belajar. Sehingga secara esensial  pendidikan itu mencerdaskan sekaligus membuka kesadaran atas dirinya.

Untuk melakukan cara-cara efektif tersebut tidak perlu jauh-jauh melakukan rapat panjang lebar. Cukup buku yang ditulis memiliki skema yang sesuai sekaligus relevan bagi kaum milenial. Selain itu, buku Ravi memberikan sebuah konsepsi atau tolok ukur relevan. Karena secara langsung Ravi terlibat di dalamnya. Hal ini termasuk namanya pengalaman pribadi.

Pendidikan dan Bagi Siswa yang Tak Sadar Kebutuhan Belajar

Kesadaran siswa (i)  secara luas akan memiliki perbedaan. Tidak semua siswa berada di atas rata-rata se-Ravi jika perlu menyebutnya itu ideal, tapi ada pula siswa bersekolah lantaran tekanan dari orang tua. Bukan keiinganan sendiri, hal ini menjadi masalah pribadi dan kompleks juga. kaitannya akan dengan motovasi belajarmnya.

Jika di dalam kelas ada 10 siswa (i) seperti halnya Ravi dalam semangat belajarnya. Maka jangan kwatir akan ada perbuhan signifikan di dunia pendidikan. Namun tidak bisa mengukurnya dengan cara hal-hal paling ideal, karena ideal akan identik special. Dan special itu tak akan banyak. Apakah akan nanti?

Pertanyaan tersebut masih bersifat ideal, sedangkan di dunia ini tidak ada yang idaeal. Kecuali hal-hal praktikal akan susuai dengan kebutuahan manusia terealsiasikan. Dunia siswa (i) penuh beragam, begitupun motovasi belajarnya. Hal ini akan menjadi bukti bahwa konsep belajar siswa (i) berbeda-beda. Sebagai orang yang ingin menawarkan perpektif ideal diterapkan ada dua: 1. Konsep menerima, 2. Konsep mencari.

Konsep tersebut mereduksi dari kisah di epos Mahabarata di dalam dua tokoh paling menarik jika kita terapkan di dunia pendidikan. Bahkan teruntuk kepada orang-orang yang ingin belajar secara seirus. Tokoh tersebut perlu diikuti cara kehidupan dalam konetks belajar yaitu: Karna dan Arjuna.

Dalam kisah tersebut. Walaupun mereka berdua merupakan saudara, tapi tidak diketahui kalau mereka berdua bersaudara. Namun penulis tidak mencaritakan panjang lebar kedua tokoh tersebut dari segi persaudaraannya. Akan berbusa-busa saja… karena paling penting ialah cara belajar mereka berdua—yang hemat saya mereka secara tersirat punya konsep perlu ditiru bagi siswa di Indonesia.

1.   Karna sebagai sosok orang yang meneripak kopsep belajar mencari. Dalam kisahnya dia tidak diakui sebagai murid dari seorang Drona, lantaran secara politik beranggapan kalau dia akan menjadi muridnya, akan mengalahkan seorang ponakan bernama Arjuna. Walaupun tidak dianggap murid dia tetap takdim kepadanya, bentuk keta’dimannya itu membangun patung lalu setiap kali berlatih memanah berdoa di depan patung Drona—yang dianggap gurunya. Serta dia akan belajar dengan banyak mencari cara menjadi pemanah terhebat. Cita-cita tersebut berhasil dan Karna menjadi pemanah terhebat, dalam kematiannya pun dia, dikarenakan dia tidak memegang senjata. Dan sejarah membaca kalau Karna  sebagai kasatria pemanah terbaik di dunia terbunuh lantaran tidak memegang senjata. Seandainya senjata dipegangnya tidak akan terbunuh, malah sebaliknya akan terjadi.

2.   Arjuna sebagai sosok tampan dan sakti madraguna. Kelebihan yang dimiliki adalah sama dengan Karna yaitu memanah. Dia salah satu murid paling disayangi oleh guru Drona sekaligus sebagai kakeknya. Selain itu dia hanya menerima konsep menerima dari belajarnya. Setiap saat  hanya berlatih apa yang diajarkan oleh gurunya, tanpa menambah ilmu dari lainnya. maka secara tidak langsung akan kalah dengan Karna dalam kesaktian, lebih unggul. Bahkan di dalam peperangan pertama Arjuna hampir kalah dalam petarungan di salah satu perebutan permaisuri. Dan masyarakat sadar kesaktian Karna lebih unggul, seandainya kasta tidak dipandang di epos tersebut.

Pada konsep tersebut perlu menyadari dan perlu mengambil konsep tersebut. tanpa memberikan label kepada Ravi dalam konsep belajar digunkan, ketika membicarakan cara belajar Karna dan Arjuna. Namun hal ini menjadi tawaran kepada kita semua bahwa dalam belajar perlu memiliki penerapan: mencari atau menerima.

 


Selasa, 04 Oktober 2022

YANG TERSISA DI BULAN JULI, AGUSTUS, DAN SEPTEMBER



Mula-mula saya duduk di pelataran tempat tinggal di perantauan, di kos sederhana, tempat di mana setiap lelah atau suka duka, serta  senang tertampung. Jika dianggap sebagai saksi bisu, memang benar  sebab banyak hal dirasa selama lima tahun menempati tempat ini. Selain itu, ruang paling  bisa mengantarkanku ke dalam banyak hal pemikiran. Entah itu baik dan juga buruk terpikirkan.

Tiga bulan ini memang ada hal paling berkesan. Salah dua kesan paling terasa, ketika orang-orang bahkan teman dekat memberikan kepercayaan kepada saya untuk berbicara. Berbicara tentang apapun kadang diberikan saja terus kesempatan itu. Tanpa berpikir bisa atau tidak, menguasai atau tidak. Mereka hanya menyuruh saja tanpa berpikir menguasai.

Dari kejadian tersebut, saya berpikir. Kalau memang asumsi di luar kepala itu beragam. Ternyata tidak hanya hitam dan putih saja, melainkan juga ada warna coklat. Dan bahkan abu-abu, sangat liar dan begitu liar pola pikir manusia. Keliaran berpikir itu mungkin sangat dianggap benad di kepala mereka tentangku. Padahal tak ada paling benar anggapan berlebihan tersebut, kecuali bagiku ini masih terus belajar. Belajar apapun akan hal sesuai kebutuhan sendiri atau berkaitan dengan orang lain.

Saat itu, ketika  tidak mengatahui arah perjalanan hidup di perantauan. Sepertinya butuh sendiri untuk menemukan sesuatu hal pasti menentukan langkah baik dalam versi sediri. Terkadang kalau masih belum menemukan cara atau langkah baik ke depannya, menemui seorang mentor atau guru untuk meminta solusi. Langkah baik apa dapat dilakukan dalam kondisi seperti ini saja seperti dulu.

Ternyata jawaban tersebut membuat diri sendiri memahami kalau semua kepercayaan perlu ditampung lalu mengambil keputusan, jika segala itu  niatkan untuk belajar. Sebab  hanya dengan seperti itu kita tak punya beban apapun tentang penyampaian diharapkan seorang pembicara. Setidaknya tawaran ketika bicara memperhatikan sebuah kondisi serta konteks sesuai kebutuhan entah secara praktikal dan esensial sesuai. Sisa dari penyampaian mampu diterima  serta direduksi oleh setiap pendengar.

Ketika menyampaikan tentu kita perlu memberikan sebuah pandangan. Hal ini perlu dilakukan dua pandangan secara esensial atau secara praktikal. Secara esensial sesuai dengan kebutuhan atau permintaan. Secara praktikal akan menyesuaikan dengan kemampuan pribadi serta improvisasi pengalaman serta pengetahuan secara pribadi.

Tiga bulan ini mendapat pengalaman luar biasa dari perantauan. Saat melakukan proses kadang juga diberikan sebuah posisi berbicara. Pada dasarnya ini bagian dari hal tak pernah diharapkan, tapi sepertinya fungsi ini berjalan tidak sesuai pikiran sendiri. Ada hal di luar kendali menimpa dan itu baik serta menjadi pengalan tersendiri dalam hidupku.

Terkadang beribicara dengan banyak orang di luar sana membuat kita lebih mudah menerima dan melemparkan ide. Entah terkadang dilema dengan ucapan sendiri, apakah memang pantas bicara seperti itu, atau sesuai tidak dengan pengalaman pribadi. Hal itu krap kali muncul bertubi-tubi ketikan bicara di depan. Bahkan terkadang merasa gemetar berbicara di depan hingga struktur penyampaiaannya tidak sesuai  dengan isi kepala. Jika semua orang menganggap, kalau ada pembicara di depan kita itu benar. Tidak dengan diriku sebagai posisi pribadi bicara, atau pada saat mendengarkan. Selalu skeptis.

Dari pengalaman secara pribadi belum tentu dapat diterima, kalau tidak pandai mereduksi setiap kejadian. Bisa saja setiap persoalan mampu diatasi dengan cara-cara sederhana virsi kita, akan tetapi tidak dengan orang lain. Dan itu bisa selesai dengan cara-cara kita.

Kira-kira cara kita mampu menjadi umum atau hanya menjadi khusus? Tiga bulan ini seperti membuat eksperimen dari banyak diketahui oleh kehidupan sehari-hari kita dan bisa membuat tambah dewasa secara biasa menemukan sesuatu dari banyak kepala mereka-mereka. Hal tersebut menjadi salah satu cara untuk bisa menemukan perbedaan pola setiap peristiwa, dan menemukan cara terbaik diri sendiri sendiri, tanpa  intervensi.

Jika ada hal mengesankan di setiap perjalanan, tentu bersyukur dengan cara melakukan sesuatu hal wajar dilakukan. Bentuk syukur salah satu seorang bisa memaknai bahasa  sekaligus menyesuaikan kebutuhan manusia. tidak dapat kita memperlakukan sesuatu tanpa suatu tanggung jawab. Mungkin.