Minggu, 27 Desember 2020

Kiat Sukses Menjadi Kritik Sastra

 


Buku berjudul Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokritik (Intrans 2020). Ketika selesai membaca, saya teringat dengan nama  H.B. Jassin. Nama yang tak asing bagi jurusan sastra Indonesia. Karya esai kesusastraan beliau selalu menjadi rekomendasi para pegiat sastra khususnya yang ingin mendalami kritik sastra. Biasanya dosen, mewajibkan baca karya-karyanya. Begitupun, dengan karya Yusri Fajar penulis Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokritik, buku tersebut sangat baik jadi pendoman memahami karya sastra lebih dalam. Karena mengkritik tujuan membangun intelektual lebih baik, tentu dengan cara sehat intelektual pula. Begitulah, yang pantas saya utarakan setelah membaca.

Yusri Fajar seroang akademisi menjadi dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di salah satu kampus terbesar di Jawa Timur yaitu Universitas Brawijaya Malang. Tulisan berjenis esai kritik terhadap karya sastra yang tertuang dalam buku, Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokrtik. Merupakan representasi dari seorang penulis akademisi sekaligus seorang sastrawan. Sehingga tulisan tersebut memberikan sebuah dedikasi secara tidak langsung, bagaimana seorang bisa mengkritik secara baik tanpa ada unsur menghujat, bahkan secara naratif disampaikan dengan teks bahasa yang baik, tepat, dan sesuai dengan logika berbahasa. Nyaris patuh dengan disiplin ilmu linguistik.

            Buku ini membuka pengalaman, pengetahuan, dan bagaimana melakukan kritik terhadap karya sastra. Jalan kritik dengan cara-cara baik dalam mengkritik sebuah karya sastra. bukan hanya mengkritik teks sastra namun non-teks pula. Dalam buku tersebut dikemas dalam bentuk esai kritik dengan judul buku Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial Ekokritik (Intrans, 2020).

1.      Kritik Karya Sastra Kumpulan Cerpen

Kritik sastra memiliki peran penting dalam dunia kesusastraan, menginterpretasikan, menilai dan mengkaji banyak karya sastra. Karena posisi penulis dan karya satra telah terpisah. Hal ini selaras dengan apa yang telah dikatakan oleh Roland Barthes (1965), dalam esai Sapardi Djoko Damono berjudul Interteks, Inter-teks. Bahwa pembaca teks akan melibatkan tiga pihak: teks, pengarang, dan pembaca. Maka pentingnya seorang kritikus teks sastra maupun non-teks, bertujuan mengungkap bahasa tekstual yang memiliki multitafsir, contoh dalam Kumpulan Cerpen berjudul Semua untuk Hindia (KPG, 2014) dengan kutipan “Hindia Belanda seperti negeri ajaib yang senantiasa menawarkan penjajahan  spiritual.” (Iska Banu, 2014:33). Makna sebenarnya dalam dialog tersebut: Kedatangan orang-orang Belanda ke Indonesia membawa dampak hibriditas dan budaya. ( Yusri Fajar, 2020:01).

2.      Kritik Karya Sastra Puisi Gastronomi

Namun, dari sisi karya sastra lain berupa puisi. Yusri Fajar memberi dedikasi perihal kritik bagaimana bisa mengkritisi sebuah puisi, tergambar jelas dalam esai kritik sastra berjudul Makanan, Relasi Sosial, dan Identitas: Menikmati puisi-puisi dalam “Dapur Ajaib” Karya Alfian Dippahatang. “Kamu adalah yang kamu makan” merupakan representasi dari apa yang ada dalam penggalan puisi yang dijadikan contoh. Sehingga karya sastra puisi tersebut masuk pada ciri puisi gastronomi, sastra berkaitan dengan makanan. “Aroma kebahagiaan itu tercium dari tumis/ bumbu  yang sedang kuhirup dari racikanmu/hawa panas dari perapian membuat wajahmu/ yang keringatan dan berminyak kian bermuar (Dppahatang, Sibuk di Dapur, 2017;57). Inilah bukti bahwa buku  ini juga memiliki sebuah kompleksitas membahas tentang puisi yang tajam dengan mengambil sisi lain dari yang umum, yaitu sastra gastronom Prancis, Jeans Anthelme Brillant-Savarin (sebagaimana dikutio Rahman, 2016:13) menganggapnya sebagai indera yang terhubung dengan sensasi kenikmatan di mana tubuh menyadari sensasi itu. Sensasi dalam puisi itulah diambil yang memiliki kaitan  dengan rasa dan tubuh.

3.      Kritik Karya Sastra Novel

Dalam hal ini Yusri Fajar memberikan  dedikasi melalui kritik karya sastra novel dengan judul Neokolonialisme dalam Novel ”The God of Small Things” Karya Arundhati Roy: Hegemoni Ekonomi, Sistem Kasta, dan Para Elit Lokal. Tergambar dalam sebuah karya sastra tersebut dengan sebuah pemasalahan kompleks di India masa setelah kemerdekaan negara tersebut. Narasi berbentuk teks yang disampaikan oleh Arundhati Roy (Fajar, 2020,18); Setelah kemerdekaan, mereka (kasta rendah yang tidak dapat disentuh) mendapati bahwa mereka tidak berhak atas tunjangan pemerintah apa pun seperti reservasi pekerjaan atau peminjaman bank dengan tingkat bunga rendah, karena secara resmi, di atas kertas, mereka adalah orang Kritsen, dan karenanya tidak memiliki hak (1997:74). Dalam hal ini jelas ada ketidak seimbangan dalam memperlakukan manusia, walau pada dasarnya sudah merdeka. Namun, kasta rendah masih belum merasakan kemerdekaan tersebut, selain itu dikarekan masih ada perbedaan dalam beribadah antara kasta rendah dan atas.

4.      Kritik Karya Sastra Teks ke Media Audio Visual

Kritik karya sastra Indonesia tentu banyak yang bertansformasi dari ke teks sastra ke bentuk Audio visual (difilimkan). Masih belum lama adaptasi karya sastra seperti; Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (diflimkan 2019), Laila S. Chudori yang Laut Bercerita (difilmkan 2018) dan Dilan 1990 (diflimkan 2019), dan Tinggalamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka (diflimkan 2013). Dari yang telah disebutkan flim di atas tidak asing di Indonesia. Jika anda berpikir bahwa adaptasi hanya berhubungan dengan novel-novel dan flim-flim, anda salah. Orang-orang era Victoria telah memiliki tradisi mengadaptasi banyak karya dengan berbagai kemungkinan arah: puisi, novel, drama, opera, lukisan, lagu-lagu , tarian, dan “Telbeux vivants” telah diadaptasi dari satu medium ke medium lainnya, dan sebaliknya. (LEnda Huetcheon, 2006:IX). Hal ini dapat memberikan sebuah pandangan bahwa relasi antar bidang seni ‘bersinergi’ secara dinamis bersama dengan teknologi. (Fajar, 2020: 66).

Dapat disimpulkan, bahwa buku ini adalah jalan mudah dalam memahami karya sastra secara luas. Kita ketahui sangat sedikit kritikus sastra di Indonesia. Namun tidak semua pembaca diajak menjadi kritikus, tapi sebagai pembaca sastra interpretasi, apresiasi, suatu karya sastra sangat penting. Dan buku ini menjadi pedoman dengan mengkritik karya sastra, ini merupakan jalan tengah paling bijak, adanya kritik sastra merupakan bentuk pertanggungjawaban diri dan masyarakat (HB. Jassin, 1956; 47).

 

Kamis, 24 Desember 2020

PERGI MISA

 

Foto: Khusnul Hanasanah

Pada saat Bunda Maryam, pergi ke Gereja saat pagi yang cerah secerah wajahnya dengan gembira dan dengan wajah yang mempesona yang menggunakan busana rapi, Bunda yang tidak pernah lupa pada teman hidupnya yang sangat disayangi ia bersama Adik Toni, dan Maja mereka setiap minggu tidak pernah telat untuk datang ke tempat mulia Gereja melakukan kewajibannya sebagai manusia untuk melakukan pemujaan kepada Tuhannya biar ada perbedaannya dengan pencipta dan yang menciptakannya, yaitu tuhan yang maha pengasih dan maha penyayang, saat sudah memasuki tempat mulia itu ia sudah bisa mencurahkan semua yang ada dalam hatinya di tempat itu Bunda dan Toni dan Maja mendekatkan dirinya pada Tuhannya, dihadapkan tuanNya yang nyata itu tidak ada rasa malu meminta apa yang ada yang ingin dipinta, bahkan tiada rasa ragu mereka yakin jika apa yang akan diminta akan dikabulkan olehnya, sebab tuhan itu maha pengasih dan maha penyayang pada umatnya yang mendekatkan dirinya padanya.

“Puji syukur Tuhan”.

Saat waktu sudah berjalan yang tak terasa matahari sudah tinggi dan panasnya sudah bukan panas sehat lagi mereka bertiga keluar dari tempat pemujaan itu, dan ia meninggalkan tempat itu, irama bunyi kaki yang seperti biola yang berdawai pelan-pelan pada saat itu pula menuju kursi yang ada di sebelah gereja yang beratap pohon beringin mereka bertiga duduk sambil menunggu taksi, pada saat itu pula Bunda bertanya pada Adek Toni yang masih kelas lima SD lebih muda daripada Maja yang sudah SMA kelas dua belas yang semuanya kuliah di sekolah katolik yang favorit.

“ Toni sayang bunda tanya, saat berdoa tadi berdoa apa dek.?”

“Doa...? Doa minta pada tuhan keluarga Toni sejahtera dan bunda sehat selalu.”

“Hmm pintar Doanya. Terus kakaknya tidak didoakan. ?”

“Hmm iya dong anaknya siapa dulu. Iya untuk kakak doanya semoga cepat lulus dan bisa kulia di luar Negri sesuai cita-citanya kakak dan tidak mengecewakan Bunda.!”

“Iya dek, terimakasih doanya semoga doanya diterima tuhan,”puji syukur.!”

“Amien-amien kakak.”

“Doanya mulia dek, terus Adik sendiri tidak berdoa untuk adik sendiri.?”

“Adek Cuma berdoa yang terbaik kepada tuhan yang diberikan pada Toni, Bunda,!”

“ Amien anak Bunda pintar. !”

“Kan, Bunda yang mengajarkan hehe.”

Dengan senyuman yang indah Bunda merangkul kedua anaknya seraya tidak terbendung tetesan air mata bahagia mengalir di pipi yang tidak sengaja terbawa haru oleh anak-anaknya bersyukur mempunyai anak yang seperti mereka dan merasa bangga dengan keduanya itu, merasakan kenyamanan dalam menjalani hidup walau hanya bertiga tiada kebahagiaan yang harus dicari lagi ketika saat mereka bertiga bersama, terasa surga yang tuhan ciptakan itu bisa merasakan di dunia, tidak harus menunggu lama, dan waktu lama itu belum tentu merasakan surga tuhan, jika matahari bersinar karena tuhan yang yang berkehendak, Toni dan Maja yang menyinari keluarga ini,taksi sudah datang dan bergegas untuk meninggalkan tempat itu, tiba di rumahnya itu yang sederhana Bunda menyiapkan makan buat mereka yang tersayang. waktu yang sudah tidak terasa minggu yang lalu UN, Maja yang sudah mendapatkan surat pengumuman dari pihak sekolahnya bahwa ia dinyatakan lulus dengan predikat yang terbaik sehingga iya mempunyai kesempatan untuk bisa melanjutkan sekolah di luar Negeri dengan beasiswa dari sekolahnya, sangat senang Maja pada saat membuka surat tanda kelulusan yang ada lampirannya berhak berkuliah di luar Negeri, dengan puji syukur dan memeluk Adeknya tidak menahan kebahagian yang tiada disangka, ia berlari ke dapur untuk menyampaikan ke Bundanya, ia langsung memeluk memegang bahu bundanya dan berkata dalam hatinya doa yang Toni doakan tompo hari itu menjadi nyata.

“Kalau doa Adik Toni didengar oleh tuhan Bun.!”

“Iya Nak, akan tetap ia, dan yang Bukan dipikirkan dan Bunda cemaskan.!”

“Apa yang Bunda cemaskan, bukan bukannya harus gembira dengan apa yang Maja dapatkan ini.!”

“Bunda sangat senang dengan apa yang kamu dapatkan itu semua dan itu mimpimu Nak.!”

“Lantas apa yang Ibu khawatirkan lagi, ?

“Itu semua memang tuhan rencanakan dan semua yang terjadi tuhan mengetahui apa yang belum kita ketahui.”

“Maksudnya Maja tidak paham Bun.?”

“Kamu akan keluar Negeri kuliah disana, perasaan Bunda itu bahkan ada cahaya yang bercahaya kelak, di dalam keluarga kita ini, entah itu cahaya kebenaran apa, kebaikannya Maja, “Bunda hanya berdoa dan meminta yang terbaik buat Maja dan keluarga ini,”

“Iya Bun dapuji Tuhan.” Jangan doakan yang buruk untuk Maja, biar hasilnya tidak buruk pula Bun, sebab dorongan doa bundalah yang bisa mengantarkanku Maja seperti apa yang Bun dan harapkan, danMaja impikan.!”

“Iya Maja sudah berterimakasih pada Toni, kan dia juga mendoakanmu.” Dan kapan itu pemberangkatannya.”?

“Iya sudahlah Bunda sudah sekalian Maja peluk tadi hehe.!” Minggu depan sudah harus siap pemberangkatan dari pihak sekolah H-2 akan ada dikabarkan Bunda katanya,!”

Waktu berjalan tidak terasa pagi, siang, sore, dan malam sudah terlewati oleh waktu yang tidak berbentuk yang tidak terasa hanya keadaan dan perasaan bisa merasakan waktu yang terlewati, angin berhembusan yang tak ber berbentuk memberikan rasa tenang tidak terasa.

Tiba sudah saatnya ke Gereja lagi dengan hari yang sama, waktu yang sama, dan suasana yang berbeda, hati yang sama, perasaan yang tidak sama, bentuk yang berbeda memiliki tujuan yang berbeda dengan cara yang berbeda.

Mereka bertiga dengan tujuan yang sama namun tidak suasananya sudah berbeda, wajah seorang Bunda yang mempesona dan ceria sudah tidak tampak untuk Minggu yang sekarang ini, keindahaan Bunda layu bagaikan bunga melati mekarnya di siang hari, dengan waktu yang sama yang ceria banyak tertawa Toni terdiam dari tiga hari sebelumnya mengiringi Bunda yang memang sudah minggu yang lalu ia terbelenggu dalam batin yang dihantui rasa cemas dan kekhawatiran yang sangat ditakutkan, wajar saja seorang Ibu akan mengalami ketidak nyamanan jikalau diantara teman hidupnya akan pergi jauh, dan harus berapa lama yang akan menunggu Maja yang hingga akhirnya surat dari sekolahnya telah sampai di rumahnya, sehingga ia sudah mengetahui kapan harus berangkat. Seorang Ibu semakin terbelenggu dengan tekanan batin yang membuatnya ia harus terdiam dan tidak bisa berbahasa terlalu banyak pada saat mendengar isi amplop yang dari sekolah itu. Maja yang senyum berbeda melihat sang Bunda yang sudah tidak tersenyum seperti biasanya ia harus menghampirinya dan membalas senyuman kuat pada sang Bundanya dan berkata lagi.

“Bunda jangan senyumnya mana hehe. ?” lusa harus berangkat Maja bun pasti akan kangen terus disini dengan senyumannya Bunda.

“Hemm iya Nak,” kamu siap-siap dan sudah Bunda masukkan semua apa yang dibawa.”

“Iya Bunda.!”

Seseorang sebenarnya tidak kuat harus jauh dengan orang yang paling disayangi apalagi seorang yang mengantarkan ia ke bumi, biasa bersama bertiga dan hidup selalu bertiga sejak umur satu tahun ditinggal seorang ayahnya dan keadaannya itu ada namun hilang dalam kebenarannya, sehingga harus berjuang untuk bertahan hidup dengan mengharapkan pemberian dari tuhannya.

Sudah saatnya dan waktu sudah sampai ia harus bergegas untuk berangkat ke Perancis untuk meneruskan perguruan tinggi disana, dengan mendapatkan beasiswa.

“Bunda bila ke Gereja doakan Maja ya.!

“Iya kamu jaga diri, dan sering-sering kabari Bunda ya.!”

“Siap Bunda, Toni jagain Bunda, dan sering-sering doakan Kakak ya. !

                “Iya kakak.!”

Sudah biasa tempat baru memberikan aroma baru dan suasana baru pula dan harus beradaptasi dengan apa yang ada di hadapannya, dengan orang-orang yang baru sehingga tercipta teman yang baru dari berbagai penjuru Dunia, Maja yang pendiam dan membawa sikap yang memang dari asal Negara-nya itu terdiam dengan murah senyum jika setiap bertemu teman barunya, Ia mempunyai banyak teman dan iya juga mempunyai teman baik dari luar kampusnya, dan ia sangat nyaman dengan orang itu walaupun iya berbeda Agama dengannya, sehingga ia lupa dengan kebiasaan yang pada ia lakukan setiap Minggu yang biasa ia lakukan bersama Bunda dan Adeknya pada saat di Negara-nya sendiri Indonesia, yang terletak di Flores kampung halamannya, dengan kebiasaan bersama dengan teman barunya yang dari Palestina yang sangat akrab Rokok satu menjadi dua, makanan satu menjadi dua, sudah tidak ada perhitungan saat ia merantau di Negaranya orang harus besar hati, dan berani berkorban yang terpenting tidak pernah sering hidup menggantungkan pada Tong sampah yang ada di pinggir jalan Kota Paris.

Awalnya beradaptasi dengan lingkungan susah namun yang terpenting dalam waktu yang sudah lumayan lama sudah hampir satu tahun Maja sudah melewati semester dua dan sudah melangkah semester ketiganya, waktu yang panjang terasa sebentar karena menjalani dengan rasa senang dengan seorang sahabatnya, yang selalu menjadi teman di setiap hari-harinya.

Dengan teman yang selalu bersama, walaupun tidak ada suatu perdebatan walaupun jelas dalam agama ia berdua sangat berbeda, sudah berjalannya waktu bersama sehingga ia lupa dengan agamanya sendiri, terhipnotis oleh sikap seorang yang tekun dan istiqomah itu dalam melakukan ibadah, sehingga hanya senyum dan keindahan yang Maja terlihat dari seorang islam yang tekun itu, namun perjalanan mereka berdua sangat memberikan pelajaran yang sangat baik saat di perancis, sahabat bagaikan saudara jika saling memahami karena saat jauh, bukan keluarga yang bertanya namun hanya Lutfi yang selalu bertanya tentang keadaanku, teman yang dari palestina yang selalu memberikan arahan yang baik tentang pahitnya hidup tanpa membedakan agama dia tulus berteman dengan seorang yang berbeda agama, yang sangat bangga ia tidak pernah menggantungkan hidup pada orang lain, yang terpenting hidup itu tidak pernah merepotkan orang lain. Sudah sampai empat tahun selama di perancis dan kuliah lulus dengan mendapatkan nilai yang bagus, sehingga ia harus kembali ke Indonesia ke tempat lahirnya di Flores dan membawa gelar S1.

“Lut, saya besok sudah boleh pulang ke Negaraku. !”

“Iya Maja semoga apa yang didapatkan disini memberikan manfaat pada dirinya sendiri dan bermanfaat bagi keluarganya, dan Nusa dan Bangsa Amien.!”

“Iya Lut Amin ya rabb.!” Semoga ridho Allah bisa bersama dengan saya.

“Iya Amin, jangan lupa selalu doa kan Bendanya dengan agamaku yang sekarang, jadilah orang yang selalu bercahaya dalam keluarganya, dan Bunda-mu pernah berkata akan ada cahaya dalam keluarganya, buktikan bahwa cahaya itu adalah kamu Maja.!”

“Iya Lut.” berkahmu saya seperti ini bisa mengerti sebuah arti kehidupan yang hakiki, dan mengerti ketenangan hidup yang lebih jauh indah dari sebelumnya.!”

“Bukan karena aku tapi berkah Hidayah dari Allah SWT, Maja. Karena tanpa Hidayah kamu tak akan seperti yang sekarang ini, dan akan menjadi sejarah untukmu dan sejarah semua ini tak akan terulang, untuk yang membaca sejarah mu. !”

“Iya saya pulang ya, suatu saat harapanku kamu bisa ke Indonesia, sehingga sejarah akan terulang kembali pada saat ku ada di Kota Paris ini. !”

“Amien Maja, sampaikan salam ku ke Toni ya. !” sejarah tak akan terulang lagi. kamu hati-hati ya, aku akan segera menyusul untuk pulang juga.!

 Pada saat sampai ke tempat ke tempat tinggal lahirnya banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan Adiknya, dan rumah halaman yang sudah berubah dengan empat tahun yang lalu, sekarang rumah yang empat tahun yang lalu hidup di rumah itu ada tiga orang sekarang berubah menjadi empat orang yang ada di rumah itu.

Namun nama yang empat tahun lalu itu yang sering diucapkan untuk meminta makanan, dan dapur itu tidak sepi saat senja mentari yang belum terbit, sehingga meja dapur setelah ayam sudah ramai berkokok sudah ada hidangan makanan di meja makan rumah, sekarang sudah berbeda tempat makan itu sudah tak bersuara, dengan nama Bunda lagi.

“Toni bagaimana dengan kuliahmu sekarang, kok sudah ada perempuan di Rumah ini, sejak kapan.?”

“Masih kuliah kak, dan itu istri saya kak, sudah dua tahun ini menikah dengan Warni itu, maaf tidak pernah menceritakan pada kakak takut terlalu ribet kalau masih bilang sama kakak, yang terpenting dia sudah Mualaf kak, dan ku menikah dengan membaca syahadat dan aku menikah di Masjid KUA kak. !” maaf kak, daripada aku berzina aku putuskan menikahi Warni itu. Karena dalam islam untuk tidak berbuat dosa itu mudah, bahkan menikah adalah sebagian dari ibadah dan mendapatkan pahala juga hehe.!”

“Ia kalau begitu syukur, kamu sudah paham tentang Agama, jaga istrimu dengan baik dan nafkah kan sehingga kamu menjadi seorang suami yang baik. !”

“Iya kak, Toni sudah punya pedoman dalam menjalani hidup ini yaitu Alquran dan Hadist sehingga ku ingin menjalani hidup ini akan perpedoman pada itu kak. !”

“Kak aku percaya bahwa Islam itu bertuhan Allah SWT, dan Muhammad SAW utusan Allah. Tapi kenapa aku belum yakin kak dengan Islam yang aku jalani ini, aku dari dulu belajar dan aku sampai aku berhasil menghafalkan tafsir Al-qur’an namun dalam hati masih belum meyakini dengan agama islam ini kak. Aku hanya melangkah dan selama ini aku kuliah di tempat kampus Islam agar aku bisa menambah ilmu pengetahuan sehingga aku bisa meyakini Islam ini adalah Agama yang benar dan yang mengantarkan ku ke surganya Allah yang diciptakan untuk orang Islam.!”

“Toni kakak paham apa yang kamu rasakan orang seperti kita ini memang susah untuk meyakini tentang islam ini, karena Allah yang kita kita sembah tidak jelas wujudnya. Namun harapan kakak kamu segera mendapatkan Hidayah dari Allah sehingga kamu bisa menjadi orang yang islam yang Hakiki, intinya kamu bisa mendapatkan Hidayah sehingga hatimu yang bimbang dengan Islam ini kamu bisa menjadi tidak ragu dengan Islam yang hakiki ini, karena islam itu gampang dek, islam itu toleransi, jalani saja sabar dan ikhlas, sehingga kamu bisa menemukan puncak yang memang kamu membuat bimbang itu sehingga mendapatkan Ridho Allah SWT.!”

“Iya kak, Amien kak. Kakak pernah ingat dengan ucapan Bunda yang diucapkan di depan meja ini empat tahun lalu bahwa akan ada cahaya dalam keluarga ini, mungkin ini yang dimaksud Bunda kak, dan cahaya itu kakak, dan Gimana dengan Bunda. ?”

“Bukan kakak saja namun adek juga tapi belum saja kamu mendapatkan Hidayah. Iya doakan saja yang terbaik buat beliau dek. Kakak ini seperti ini karena tuhan sudah membukakan pintu hidayah padaku !”

Semua manusia tujuan sama dan merasa benar, dalam agamanya masing-masing dan mempunyai tujuan hidup yang sama, namun cara  membedakan dan keyakinan itu kadang manusia tidak merasakan, kebenaran adalah sebuah nilai, dan kebaikan itu sebuah sifat dan kebenaran adalah iman. Sehingga kita itu hanya mengharapkan tuhan bersama kita ini dan menjadi satu dalam jiwaku dengan raga menjadi satu, tuhan akan lebih dekat dengan urat nadi kita, dalam islam semua mengharapkan rahmat dan Hidayah dari Allah SWT.

Diluar itu yang sangat bertoleransi dengan semua manusia yang ingin tidak memandang Agama atau suku, ras, dan suatu organisasi hanya hati yang membenarkan dan tuhan yang maha tahu.

Selasa, 22 Desember 2020

MEMBACA SENJAKALA KEBUDAYAAN


"Andai, ketika membaca di dalam buku dikagetkan dengan hantu sedang sholat, pasti saya rajin baca buku. Mungkin itulah pandangan orang agamis jika ingin menemukan sesuatu beda, berhubung saya tidak begitu punya anggapan seperti itu, ya biasa-biasa aja, dan kaget menemukan sesuatu itu harapanku" 

Tidak pernah dapat penjelasan tepat dan jelas, perihal pertanyaan seni dan sains. Apalagi ada yang anggap kedua tersebut suatu kelompok disiplin ilmu eksakta dan humaniora. Perdebatan tersebut tidak dipungkiri dari dulu hingga sekarang masih tetap jadi hal seksi, khususnya di kalangan diskusi sastra yang masih baru dan selalu bertanya manfaat perihal ilmu pengetahuan. Tidak salah, namun kurang tepat saja jika dalam belajar masih melakukan bicara nilai siapa yang bawa nilai itu sendiri. Secara, tidak perlu adanya pandangan kalau sastra dan sains setara, juga tidak perlu adanya sebuah stigma jika sastra ilmu yang teorinya masih sama saja dari hulu kehilir. Sebagian orang mempermasalahkan, padahal tidak perlu dan tidak juga harus; bertanya perihal keluar dari karya. Jika Martin Suryajaya berpendapat dalam chanel youtubenya yang bahas sains dan seni, bahwa terlalu sempit medan makna jika hanya seperti yang telah disebut di atas mengenai sains dan seni. Sains katanya sering dimaknai oleh banyak orang kerja logika (otak) untuk menghasilkan objek pengetahuan, sedangkan seni dimaknai kerja hati yang berporos pada objek tersebut mengelolahnya adalah naluri (hati). Istilah kedua tersebut tidak perlu dipermasalahkam karena dari kedua ada alasan logis dan reflektif. Namun, dalam buku Nirwan Dewanto berjudul 'Senjakala Kebudayaan' (OAK. 2017) memberi perpektif baru perihal keduanya. Hal itu tercerahkan dari hasil bacaan buku tersebut, yaitu sebagaimana seni dan sains jangan pernah disamakan dalam sebuah parameter pencapaian. Kita tahu sains akan menghasilkan teori baru dan bisa dibuktikan dengan pembangunan, dan juga sangat begitu dekat dengan realitas sosial dan sangat tampak contoh kecil mesin yang pada abad ke-16 telah menemukan mesin ketik di Jerman. Semua orang berlomba-lomba menyambutnya dan ingin memgethaui kontribusi kepada kehi , begitulah gambarnya. Tapi seni tidak pernah terlihat secara pacaindera melainkan secara pola pandang dan sikap. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari sains dan seni satu kesatuan yang ada dalam bentuk paraktik di lapangan. Mari refleksikan, bahwa setiap bangunan juga ada seninya (cara yang baik dalam membangun), memperhatikan bentuk yang ada apa objek tersebut. Contoh dalam membuat HP, jika hanya kerja sains dan tidak ada seni-nya maka tidak akan menghasilkan HP yang bagus dan enak dipandang. Maka simpulan ada pada cara membentuk suatu objek untuk menghasilkan manfaat kepada manusia. Selaras tujuan dari ilmu pengetahuan. Kan, puncak akhir dari pengetahuan itu adalah bermanfaat kepada orang lain, agama, dan peradapan dunia, (berfunsi pada kehidupan), bisa memerdekan, dan bisa memanusiakan manusia sesuai dengan rill jalan hidupnya. Sebab tidak akan ada guna memperpanjang banyak diskusi mengenai kedua Ilmu tersebut jika keduanya tidak memberi sebuah fungsi dalam kehidupan dan peradapan dunia. 

Kamis, 10 Desember 2020

Perjalanan Penulis, dan Tugas Seorang Akademis

  

  

Judul: Ibu di Wajah Purnama

Karya: Khoirul Muttaqin

Penerbit: Lakeisha

Cetakan: Pertama Juli 2020

Tebal: viii+110

ISBN: 978-623-6573-03-7

Genre: Sastra


Di tangan seorang perempuan yang rajin, ia akan melipat baju dan meletakkan di lemari dengan rapi. Begitu pula di tangan penulis akademis, akan menulis dengan menggunakan bahasa yang manis, sistematis, dan logis, tanpa ada sedikit kekacauan, kesangsian dalam mengemas sebuah kisah. Nyaris, rapi menggunakan bahasa yang baik dan benar, Barangkali itu yang tepat untuk menyimpulkan dalam kumpulan cerpen, ditulis oleh dosen Khoirul Muttaqin, berjudul “Ibu di Wajah Purnama” diterbitkan Lakeisha 2020.

Dalam kisah Narcissus, seorang pemuda yang berdiri di atas telaga salama hidup, sambil berkaca ke dalam air di telaga itu. Lalu, nasib buruk menimpanya jalan yang telah ditentukan yaitu umurnya. Ia meninggal karena  terpeleset  pada saat berkaca. Semua orang menangisi kematiannya, air telaga yang murni tawar berubah menjadi asin, lantaran banyak air mata masuk ke dalam telaga. Kisah tersebut diambil dari dalam novel Sang Alkemis ditulis oleh Paulo Celho di tahun 1984 dalam tokoh Santiago menceritakan pemuda tersebut.  begitulah yang pantas untuk mengemukakan kumpulan cerpen berjudul “Ibu di Wajah Purnama”. Sebagai bentuk lain dan  kisah lain namun tujuannya sama.

Khoirul Muttaqin sebagai penulis seperti ada ambisi menunjukkan sebuah identitas diri dalam karya ini. Identitas tersebut berupa lokalitas serta seorang akademis. Sebagai orang yang berada di tengah masyarakat urban sekarang. Namun, sebelumnya tidak. Latar belakang dirinya dibawa ke kehidupan lebih luas dengan sebuah pencapaian menuliskan dalam bentuk cerpen. Nyaris isi dalam cerpen tersebut memiliki setting sangat dekat dengan dirinya, yang sangat kental budaya dengan tradisi jawa, pola pikir jawa, dan sikap jawa. Sebagai seorang akademisi sekaligus dosen yang memberikan dedikasi kepada pembaca, apalagi seorang  dosen di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia memberikan sebuah tata cara menulis yang manis, sistematis, dan logis. Tergambar dalam cara mengisahkan cerita, narrator dalam cerpen  seperti orang terdidik yang sudah mengerti ilmu bahasa Indonesia.

Kumpulan cerpen ini memberikan tiga hal terkait isi yang akan disampaikan penulis yaitu; lokalitas, jiwa zaman (Zeitgeist), konsistensi tokoh, Ini, menurut hemat saya.  Bahwa  dalam tiga hal tersebut yang tergambar jelas pesan moral dalam latar sosial budaya bahwa moral merupakan suatu hal yang dapat dikatakan baik maupun buruknya ajaran yang dapat diterima oleh masyarakat perihal perilaku maupun tata krama yang dilakukan oleh seseorang. (Nurgiyantoro, Burhan,  429: 2015).

Terkait dengan sebuah budaya lokalitas yang ada dalam cerpen tergambar dalam judul “Menunggu Kupu-Kupu”. Dalam tradisi kampung pada umumnya, jika ada kupu-kupu masuk ke dalam rumah ada tanda baik berupa tamu datang ke rumah yang ditempati. Aku selalu sabar menunggu kupu-kupu datang ke rumahku. Aku relakan waktu bermainku yang pendek karena terpotong oleh rutinitas sekolah dan ngaji ku yang terasa amat panjang bagiku (hal.61 2020).

Jiwa zaman (Zeitgeist dalam bahasa Jerman), memberikan sebuah gambaran paling sederhana. Ketika karya sastra berupa kumpulan cerpen dibaca hingga sepuh dan dua puluh tahun akan datang, jiwa zaman yang akan dijadikan bukti kalau di masa lalu ada namanya virus corona yang  ketika merasuki ke dalam tubuh manusia, akan membahayakan bahkan hingga meninggal, bahkan jasad meninggalnya akan diperlakukan berbeda umumnya. Hal ini dibuktikan dalam cerpen berjudul “ Risalah Kematian” dengan dialog sebagai berikut; “Orang-orang sekarang pada panic” ujarnya salah satu tokoh, “Panik kenapa?”, sautnya, “Bagaimana tidak. Pak Rokam kan pasien positif corona.”. hal ini menjadi bukti bahwa suatu saat nanti, zaman akan membuktikan bahwa terdahulu masa-masa sulit telah dilalui.  

Konsistensi tokoh yang sangat jawasentris. Tergambar dalam tokoh beramana Kek Amin, representasi dari penulis. “Setiap sampai di rumah, Kakek Amin terus saja mengumpat dan mengutuk dirinya yang selalu saja tak mampu mempertahankan pendiriannya. Dalam hal ini memberikan sebuah bukti kalau konsistensi tokoh menunjukkan bahwa ada sebuah keseriusan dalam penggarapan karya sastra. Bahkan  dalam membentuk sebuah pendirian orang tua sangat wajar ketika sangat kuat tidak plin-plan sangat memberikan dedikasi yang relevansi.

Kesuksesan seorang akademis senantiasa menulis dengan begitu rapi. Tidak dipungkiri karena sesuai dengan disiplin  ilmu yang digeluti, sesuai dengan jurusan masa kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sekarang menjadi dosen di jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia Unisma.

Akhirul Kalam, tulisan ini sangat baik mengemas cerita dengan sebuah lokalitas. Terkontaminasi latar belakang sosial budaya. Namun tidak mengurangi kenikmatan membaca “Tiba Sebelum Berangkat” (Gramedia 2018) karya Faisal Oddang.



Sabtu, 10 Oktober 2020

Betapa Tak Menariknya Kebijakan Tuan dan Puan


Semoga panjang umur untuk hal-hal baik. Begitulah, yang pantas hari ini ucapkan sebagai bentuk syukur. Merasakan keadaan negeri ini yang baik-baik saja. Namun ada yang kurang baik, yaitu kebijakan yang tidak begitu indah. Keputusan menjadi chaos. Kita sadar negara ini dibangun oleh para pendiri bangsa yang arif dan bijaksana, oleh sebab itulah mengingat pada Presiden Pertama Ir.Soekarno dengan risalahnya “Aku lebih mudah memerangi serta mengusir colonial Belanda dari Indonesia , namun bukan hal itu paling berat, akan tetapi lebih sulit, berat memerangi bangsa sendiri, yang memiliki kulit sawu matang”. Hal itulah sepertinya menjadi refleksi bagi kita semua hari ini, dengan memahami keadaan negeri ini. 

Beberapa waktu lalu salah satu teman berkata “Bagaimana masyarakat kok banyak yang saling salah menyalahkan perihal kebijakan”, pertanyaan tersebut membuka perspektif baru. Jika ada narasi tunggal mengarah ke pemerintah tentu harus dilakukan pola pikir sehat. Hemat saya dalam pembicaraan tersebut, jika sistem sudah baik dan tidak ada multitafsir, harus tetap dilanjutkan, dan tidak perlu diubah. Sistem di Indonesia sudah baik hanya oknum menjalankan rodanya saja terkadang “terbilelinger tidak menemukan arahnya revolusi, maka kembalilah pada satu nation yaitu penderitaan rakyat yang dinamis dan konkrit”, Ir Soekarno saat penyampaian pidato tahun 1966.

Namun, ketika sebuah pandangan memberikan dampak, perihal itu tentu menjurus kepada pemerintah sekarang yang bernarasi ”Betapa tidak menariknya pemerintah sekarang” hal itu harus menjadi kegelisahaan bersama, sebab masyarakat seperti memiliki rasa distras perihal kebijakan tidak tidak profesional serta proporsional dengan rakyat kecil. Ketika kepercayaan telah diciderai, pola pikir akan terbuka sendiri dan akan melahirkan kesangsian dalam berpikir mengenai negeri ini.

Namun, dalam memberikan argumentasi atau perihal pandangan kita harus netral berpikir mau bertindak. Tetap yang menjadi kegelisahaan bersama yaitu masyarakat (rakyat Indonesia yang mengalami kesulitan di masa pandemi ini). Mulai dari kesulitan akan hal ekonomi, pendidikan, dan budaya. Tentu hal tersebut tidak lain sudah ada kebijakan yang telah diberikan oleh pemerintah, dalam menanggulangi rakyat dengan berlakunya pra-kerja, dikhususkan kepada orang-orang yang tidak bekerja. Sebagian masyarakat merasakan yang kini masuk gelombang 10. Hal tersebut menjadi bukti kerja para pemangku kebijakan memberikan dampak positif kepada masyarakat, masih ada.

Suara masyarakat intelektual yaitu mahasiswa (i) telah melakukan kajian serta sebuah konsep berupa gerakan. Seperti halnya telah melakukan demonstrasi, dilakukan di kota-kota di mana para mahasiswa bisa menyuarakan diri apa yang menjadi kegelisahan masyarakat luas. Perihal paling tidak pernah sejalan yaitu; RUU Cipta Kerja yang akhir-akhir ini pemerintah seperti memberikan sebuah keputusan tanpa melakukan peninjauan lebih luas dari buruh. Walaupun secara tidak langsung memiliki hakikat baik perihal kebijakan, namun keputusan ketika tidak dimufakati bersama niat baik akan menjadi buruk.

Hal tersebut seperti terburu-buru dalam melakukan keputusan. Bahkan dalam media tirto.id (03/10/2020) memberitakan berbunyi; jelang tengah malam, tujuh fraksi partai politik di DPR RI, DPD RI, dan pemerintah menyepakati Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) selesai dibahas di tingkat I. RUU Cipta Kerja tinggal menunggu pengesahan di pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna.

Pertanyaanya, apakah keputusan tersebut tidak terlalu terburu-buru. Sedangkan masyarakat masih mengalami sebuah kepanikan yang belum selesai mengenai virus corona yang entah kapan akan usai. Fokus masyarakat masih pada pandemi, namun pemerintah lebih berfokus pada pengesahaan Omnibus Law Cipta Kerja. Hal-hal hari ini dikhawatirkan oknum-oknum yang memiliki kepentingan melakukan gerakan kurang sehat. Mengambil kesempatan untuk menyukseskan misinya sebagaimana seorang musuh mengambil peluang untuk menang. Maka dari  situlah dedikasi  kepada masyarakat luas harus lebih masif berikan agar tetap ada pandangan.

Masyarakat hari ini tidak akan memandang presiden dan pemimpin yang lainnya. Yang dilihat adalah kebijakan sistem yang telah disepakatinya. Tentu sebuah kerugian menimpanya (merasa bahwa masyarakat kecil seperti buruh), secara tidak langsung menyita hak-hak buruh/pekerja. Nantinya pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah dibawah sektor ketenagakerjaan. Selain itu status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu. Itulah hal mendasar persoalan mendasar dalam RUU Cipta Kerja.

Distrasnya masyarakat terhadap pemerintah disebabkan adanya kebijakan yang tidak tepat. Masyarakat kecil merasa sangat dirugikan perihal yang telah disahkan. Namun, pertanggungjawaban masih berada diambang bahkan merasa dirugikan. Untuk mengobati dan tetap percaya kepada pemerintah khusus kepada Bapak Presiden Jokowi menurunkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) .


 



*Ditulis ketika demonstrasi akan berlangsung atas tuntutan Omnibus Law Cipta Kerja Kamis 08/10/2020

Sabtu, 03 Oktober 2020

Kiat Sukses Seorang Penulis Besar

 

Resensi buku

Judul: Sebelum Lampu Padam

Penerbit: Pelangi Sastra Malang

Penulis: Abdul Aziz Rasjid

Cetakan: Pertama Mei, 2020

Tebal: 13x20 cm; xvii+166 halaman

ISBN: 978-623-7283-5-22

Genre: Esai Sastra 


Di tangan pencukur rambut terampil, rambut apa saja akan menghasilkan potongan yang rapi dan pas. Begitu pula di tangan seorang penulis disiplin, hal apapun objeknya menjadi tulisan berkualitas dan menyenangkan. Itulah ungkapan yang tepat dalam menyimpulkan kumpulan esai sastra berjudul Sebelum Lampu Padam, Pelangi Sastra karya Abdul Aziz Rasjid. 

Sebelum masuk ke isi buku. Mari sejenak refleksi, ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), mata pelajaran bahasa Indonesia. Duduk bermalas-malasan di bangku sambil mendengarkan guru menyampaikan pelajaran. Di samping jendela, mata memandang keluar jalan raya terbentang serta lalulang mobil dan motor sangat jelas; barangkali itu salah satu kebosanan ketika belajar. Ketika menyebutkan tahun, nama-nama tokoh, dan kronologis bisa ditebak kalau itu pelajaran periodisasi sastra. Pelajaran tersebut ada kaitannya dengan bahasa. Karena sastra mediumnya bahasa. Seperti biasa sebelum masuk lebih dalam ke bahasa tentu belajar sejarahnya terlebih dahulu; hal itu begitu membosankan sebab harus menghafal.

Membaca buku seperti memandang oasis kesusastraan. Berwarna hijau bersamaan dengan embun. Hasil bacaan luas dijadikan sebuah naratif ciamik bernama esai. Bermula dari khazanah sastra dalam negeri, hingga ke luar negeri. Sehingga khazanah kesusastraan akan menjadi luas, dengan mudah diterima. Dalam naratifnya mengisahkan dua tokoh besar seperti Edward Said dan Jeans Paul Sartre bahwa pada masa kecilnya mereka sangat dekat (gemar dengan sastra), sehingga terbawa pada gagasan-gagasan sastra, dan menjadi pengaruh terhadap mereka berdua semasa hidupnya. Dari keduanya dapat dilihat dari karya dan masa hidup dalam berperan di bidang keilmuan (hal.43).

Tujuan penulis telah jelas dalam hal ini. Bahwa dalam menjadikan dirinya sebagai seorang penulis hebat, terkhusus dalam kesusastraan, dengan ikhtiar tidak akan membuat otak kekeringan dengan membaca banyak baca karya-karya orang hebat. Ia mengajak kepada penulis nantinya agar tetap menjadi seorang penulis yang baik dan hebat. Karena baik saja ruang lingkupnya hanya dalam negeri, namun hebat akan keluar dari negerinya sendiri; seperti halnya penulis besar luar negeri karyanya dibaca oleh orang Indonesia, seperti halnya Orhan Pamuk, Kahlil Mutran, Leo Tolstoy, Pablo Neruda, Miguel De Cervantes, Gabriel Garcia Marquez, Shakespeare, Maxim Gorky, dan Edward Said, serta para penulis lainnya. Demikian seperti rumus sederhana ketika menjadi seorang penulis yang baik dan hebat (Hal.67).

Tulisan yang sangat memberikan reflektif kepada pembaca sastra Indonesia. Bahwa sastra Indonesia sepertinya perlu dan sangat penting menemukan marwahnya sendiri dengan pola-polanya serta tekniknya sendiri. Abdul Aziz R seperti memberikan tips cara menjadi penulis hebat yaitu; 1) membaca karya-karya bagus. 2) menuliskan hasil bacaan dalam bentuk esai. 3) mempraktikan dengan melatih menulis. 4) perbanyak diskusi dan berkumpul dengan  pegiat sastra. Empat tahap tersebut menjadi dasar untuk menjadi penulis good to great.

Penulis baik dan hebat dilahirkan dari sebuah proses panjang. Proses panjang tersebut dengan memperluas dengan khazanah pembacaan dengan seperti itulah bonus dari membaca yaitu menulis, karena semakin banyak hal diketahui dan dialami, maka dengan menulislah ide dituangkannya mencipta pengetahuan baru. Dalam kiat sukses menjadi penulis hebat membaca buku Senyap Lebih Nyaring Circa 2019, karya Eka Kurniawan mendedikasikan bahwa penulis yang hebat bisa melampaui empat proses yaitu; 1) Membaca karya sastra, 2) Menulis ulang karya sastra, 3) Menerjemahkan karya sastra, 4) dan memulai menulis. Hal tersebut menjadi salah  dua proses seorang penulis good to great.

Perbedaan dari keduanya tidak lain memberikan sebuah dedikasi pasti, dalam kiat kiat sukses menjadi penulis. Kumpulan esai Abdul Aziz R membahas, bahkan berporos pada naratif sastra yang ciamik dalam penyampaianya sehingga khazanah perspektif kita lahir. Hal tersebut menjadi bukti bahwa gerbang dunia yaitu membaca dan memperbanyak baca karangan luar teringat pada kisah. Pada suatu hari, Miguel de Cervantes menemukan sebuah buku yang berjudul Sejarah Don Quixote dari Lamancha di sebuah toko loak dan berkah buku tersebut sastra dunia diberikan corak baru (hal.101).

Maka, buku ini hakikatnya ingin menyampaikan bahwa seorang penulis besar akan melampaui banyak membaca. Tanpa menggurui atau memberi tips cara menulis. Pandangan tersebut lebih reflektif seorang penulis sudah tentu pembaca yang baik, namun seorang pembaca belum tentu penulis. Maka sebelum mematikan lampu untuk tidur sangat pas jadi pengantar.





Resensi buku ini telah dimuat oleh koran Jawa pos Radar Madura 30/09/2020




Senin, 21 September 2020

Belajar UMKM dengan Prinsip 5R


Judul: Rantai Tak Putus 

Penerbit: Bentang

Penulis: Dee Lestari 

Cetakan: Pertama Agustus, 2020

Tebal: 209 halaman

ISBN: 978-602-291-724-3

Genre: Non-Fiksi 


Perekonomian masa pandemi covid 19, memaksa jutaan manusia di dunia mengurung diri di rumah masing-masing, Menimbulkan kelumpuhan banyak aspek secara global. Sektor ekonomi pun, menjadi salah satu faktor paling krusial. Semua bingung. Disisi lain banyak keterbatasan. Namun harus tetap bertahan dan mengembangkan sesuai dengan kemampuan untuk berinovasi di tengah keterbatasan yang dipaksakan untuk jaga jarak dan diam di rumah.

Buku ini menjadi refleksi untuk bisa mengembangkan serta memajukan ekonomi mikro. Khususnya perekonomian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang produktif biasanya usaha tersebut dimiliki oleh perorangan. Dee Lestari dengan melakukan riset untuk menghasilkan karya non-fiksi ini, merepresentasikan bahwa dalam buku ini, berkisah seorang pengusaha bengkel dengan tekun mengaplikasikan dan menerapkan 5R; ringkas, rapi, resik, rawat, rajin. Pada dasarnya prinsip tersebut diusung oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) (hal. 35).

Dee Lestari secara naratif sangat kreatif menyampaikan kepada pembaca.  Dee Lestari, lebih menekankan pada sebuah praktik paling sederhana ketika menjalankan UMKM. Tidak muluk-muluk dalam pengembangan usaha, lebih berfokus pada usaha yang dikembangkan oleh setiap individu maupun secara kelompok. Hal yang menjadi penting yaitu penerapan prinsip 5R dikebijakan internal. Karena dibutuhkan penegakan secara disiplin, baik bagi pemilik maupun staff (hal.108). Sebagaimana peran seorang pemilik untuk membangun sinergisitas dengan staff, secara maksimal menjalankan prinsip sebaik mungkin.

Tujuan prinsip 5R yaitu dijadikannya sebuah dasar di UMKM, berharap bisa meningkatkan kualitas usaha. Mashudi sangat terbantu dengan adanya prinsip tersebut. “Dulu bengkel ini di lantai tanah dan de’ bambu. Sekarang, sudah saya jadikan beton.”  Dengan menerapkan ilmu dari YDBA secara bertahap secara signifikan meningkat. (hal.63). Ternyata rapi itu, bukan cuma soal estetika. Bagitu barang lebih tertata, operasional juga jadi lebih mulus. Maka, pengetahuan yang diaplikasikan akan menjadikan usaha lebih baik.

Terlepas dari prinsip 5R di UMKM berjalan dengan baik. Hubungan antara pemilik dan karyawan harus dibangun secara harmonis. Sebab bukan hanya orientasi pendapatan namun, kerekatan antara pemilik dan pekerja bisa beriringan dengan baik. Dee Lestari begitu estetik menyusun kalimat sesuai dengan realitas bahwa pendekatan humanistik dan sikap profesional terbukti dapat meningkatkan kelas usaha. (hal. 54).

Maka, membaca Rantai Tak Putus terbitan Bentang 2020 karya Dee Lestari, mengingatkan pada salah satu buku berjudul Self Driving diterbitkan Mizan 2014 karya Rhenald Kasali. Jika Self Driving membahas akan hal dinamika diri sendiri yaitu pengendalian diri. Dan cocok dibaca oleh pemuda yang berumur 20-30 tahun yang sedang mengalami Quarter Life Crisis. Jika karya Dee Lestari ini, menawarkan perspektif baru yang patut diaplikasikan di masa pandemi covid 19 menyerang negeri ini, khususnya mengenai prinsip 5R penerapan di UMKM, secara baik yang telah berhasil dilakukan oleh Bapak Mashudi.

Solusi yang ditawarkan, bahwa kemanapun kita melayangkan pandang, UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah selalu hadir. Dari petani cabai hingga pemilik bengkel, UMKM menyediakan lapangan kerja terbanyak sekaligus alat terbaik untuk pengentasan kemiskinan dan pemerataan ekonomi. Namun, kuantitas tak selalu bertumbuh selaras dengan kualitas. Lantas, adakah formula ideal untuk menaikkan kelas UMKM di Indonesia, dengan prinsip 5R. point penting dari buku Rantai Tak Putus ilmu merupakan warisan yang langgeng ketika mata rantai dana berakhir dengan cepat, mata rantai ilmu tak terputus (hal.209).


Burung Jalak Berdarah Biru

Aku yang ingin sekali memiliki dada seperti manusia, memiliki kepala seperti manusia, memiliki mata biru seperti manusia, memiliki hati seperti manusia yang bisa dihormati dan bisa dipahami apa yang bisa dimengerti. Bukan yang bermata merah dan berdarah merah ditakuti.

Di dalam Masjid begitu ramai. Aku pernah berfikir ada apa ramai-ramai di sana. Lalu ingin aku bertanya tapi kepada siapa? sadar tidak ada yang memahami keinginan dan bahasaku kecuali Nabi Sulaiman dan Angling Darma di Indonesia. Kalau seperti ini ingat dengan sejarah masa nenek moyangku. Mungkin Tuhan menciptakanku bukan untuk manusia jika untuk manusia pasti manusia harus memahami bahas aku.

Pada saat adzan berkumandang dan aku berbunyi. Manusia mendatangi sangkarku dipukul-pukul maksudnya tidak tahu, namun saking kagetnya aku harus berhenti.  Tidak tahu apa maksud manusia. Waktu yang panas matahari di musim kemarau. Aku hanya bertengger di sebelah teras Masjid. Apa yang harus aku lakukan. Mengapa setiap aku berbunyi di Gereja, Masjid, dan di Vihara mereka memberhentikan ku untuk berbunyi. Bahkan manusia tidak segan untuk melemparkan batu ke aku.

“Sebenarnya aku juga ingin seperti mereka melakukan doa dan meminta kepada Tuhan”

Aku sebagai makhluk bebas diciptakan, sebelum banyak aku hidup dalam sangkar. Banyak peristiwa menjadi cerita. Dan ingat dengan perjalananku. Tepatnya di Indonesia menjelajahi beberapa tempat. Banyak peristiwa yang dapat direkam dalam otakku. Dan bisa ku jadikan cerita pada nenek moyangku. Mending menjadi qudrat burung yang lepas bebas dan menelusuri kehidupan sesuai napas yang tidak pernah terbatas, kecuali tiba saatnya.

Aku pernah berjalan-jalan ke beberapa wilayah Ke Makassar, Bali, dan Papua. Tidak pernah menemukan perbedaan karena Ini masih dalam wilayah Indonesia letak geografis yang tidak jauh berbeda. Pada saat terbang menelusuri setiap hutan terbang sesuai dengan inginku. Tuhan memberi sayap karena berharap kehidupanku bebas. Tapi nasib di bumi tidak dapat diprediksi. Di bumi Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia: berbunyi Tuhan tidak akan mengubah nasibnya suatu kaum kalau tidak kaum itu mengubah sendiri. Wajar kala manusia melakukan sewenang-wenang kepada kaum hewan, termasuk diriku.

Hal paling sadar ketika berbicara tentang kebebasan. Aku senang ketika harus lapar bisa mencari sendiri. Pada saat mencari makan di hutan sering aku tertangkap oleh manusia. tidak mengerti dengan maksudnya manusia itu, tidak pernah tahu mengapa harus menangkapku. Apa salahku. Setelah tidak segan-segan memasukkan ke dalam sangkar. Pertama ku ditangkap di Makassar di daerah hutan yang ada pohon kehidupan setelah kematian. Namanya Pohon Puya. Keunikan daerah itu kematian bayi diposisikan kedudukannya. Di atas dan di bawah seperti halnya hakim kehidupan itu terletak pada manusia.

***

Ketika aku berhasil lepas, kesenangan tidak bisa diukur. Cukup dengan keadaan yang bebas hanya dengan kebebasan itu paling membuatku bahagia. Lepas dari sangkar orang Makassar. Dengan qudrat bebas, melanjutkan perjalananku. Tibalah di mana pulau paling di rindu banyak orang ingin mengunjunginya. Nama pulau itu, Bali.

Pernah juga aku ditangkap di daerah Bali. Pada saat aku menelusuri Kota Bali dan bertengger daerah Pantai Kuta, begitu panas tempat ini.

Dalam perjalanan yang telah lepas. Ketika berhasil lepas dari orang Makassar. Tubuhku sangat lemas. Memanfaatkan kesempatan. Aku bisa lepas gara-gara akan dimandikan pada saat pagi, setelah itu biasanya dijemur, sebagaimana bisa sehat seperti manusia, ya, seperti para manusia di Pulau Bali yang berjemur.

Apa, mungkin karena aku merasa orang-orang di pantai itu sudah tidak merasakan panas, pakaian yang membuatku tidak kuat menahan. Andai saja aku jadi manusia, dan aku sendiri masih belum tahu dengan jenis kelaminku. Mereka sangat putih mulus kulitnya ingin sekali aku dekati agarku lebih tahu pori-pori orang berjemur itu. Dan perasaanku ketika melihat orang Itu semakin dekat kult, dan putihnya itu berbeda dengan orang-orang Bugis di Makasar. Molek iya, tapi beda. Mungkin bukan orang Indonesia.  

**

Berapa jam kemudian Jalak mampu mendekat. Lalu mencoba lebih dekat ingin sekali tahu siapa orang itu yang begitu pamer atas tubuhnya. Padahal ini panas dan baru tahu orang-orang ini ingin berjemur. Karena apa ia berjemur. Ia menyimpan pertanyaan besar. Setelah berhasil mendekat ke arah itu baru tahu kalau pori-pori orang itu lebih besar lobangnya daripada orang Indonesia dan terbukti itu bukan Indonesia. Pantasan saja. Kulit putihnya tidak seindah kulit orang bugis, Makassar, dan orang Bali yang tadi ditemukan di Gilimanuk sebelum tiba di sini.

Keasikan menonton orang-orang bertubuh seksi yang transparan, sambil memakan sisa-sisa kacang yang dimakan oleh orang-orang berkulit putih.  Jalak, tidak sadar ada orang orang berkulit putih berdarah Bali blasteran dengan Belanda, karena sudah lama di Bali kini sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).  Melihat Jalak yang elok dilihat berbeda dengan Jalak bali. Lalu ditangkap lah Jalak tersebut. Brakk... Coekkk, Coeekk, Coeeekk. Berbunyi keras tanpa tidak tahu apa yang dimaksud manusia. Padahal kaget dan ingin lepas maksudnya.

*

“Tolong, tolong, tolong. Lepaskan aku”. Dalam mengeraskan ocehannya.

 Manusia hanya ingin menangkapku tidak mengerti keinginanku. Manusia hanya tahu aku Ini hidup untuk manusia padahal aku tidak untuk mereka seandai untuk mereka mengapa ia tidak tahu keluh kesahku. Andai Tuhan bisa diajak dialog aku protes padanya mengapa manusia dicipta bukannya hanya merusak tatanan alam.

Aku pasrah sekarang, akan dibawa ke mana aku Ini. Ombak di dasar laut Kota sepertinya hanya sekali bisa kurasakan indahnya dan melihat pemandangan indah. Gelap sudah akan dibawa kemana aku ini. Walau mataku tidak disumpal, tapi gelap kini dirasa, merasakan kelembutan dan menyangka ini kain yang lembut. Membuatku tidak bisa melihat bumi. Tempat yang sangat sempit untuk menggerakan sayapnya tidak bisa 'Greekk'… jejak kaki manusia yang membawaku masih terdengar. Dan bunyi “Greekk’ itu terdengar curiga kalau itu sangkar buatku. Sama Halnya di Makassar. Hidup burung akan tambah kurus, karena tidak harus lepas dan tidak bebas, apa Tuhan mentitahkanku seperti ini. Hidup dari sangkar ke sangkar. Manusia itu berkata sendiri.

"Kau di sini aja"

Aku dengar kata itu Aku tidak tahu dengan arti itu. Hanya anggap itu bunyi manusia.

‘Greek’,,, “masuk ayo, tenang ya”, manusia bergumam.

 Tangan menerkam masuk dalam gelap. Aku mulai melihat dunia lagi. Sangkar yang tidak akan asing tidak akan pernah membuat bahagia, walau ini tempat istimewa berbeda dengan yang lain, lebih luas tempatnya. Aku berbunyi dengan bertujuan mencari teman apa yang bisa aku rasa di sini.

Weeekkk, koweekkk, bunyi itu terdengar keras. Dan aku yang ada dari sebelah timur. Bersyukur ada teman bicara di sini.

 

"Kamu bisa bicara denganku?" dengan bahasa aku sendiri

"Bisalah, aku di sebelah kananmu". Saut Bio jambul kuning.

" Enak kamu tidak disangkar"

"Kalau aku di Sangkar pasti aku habisi sangkar itu, ini mulutku yang kuat memang Tuhan ciptakan untuk tidak di Sangkar"

"Nasibku ya gini". Dengan bunyi yang sedih berkata padanya.

" Jangan bersedihlah, jalanmu. Aku sudah nyaris tidak memiliki teman dan keluarga sudah tidak ada, nyaris punah bangsaku. Walaupun ada tapi adanya di Brazil, pernah sebelum keluargaku meninggal berkata kalau  di sini telah tidak ada. Di sana masih ada"

"Iya, aku dengar juga seperti itu, kau di asalnya, Masalembu ya? Wilayah yang dikenal dengan segitiga bermuda".

" Bukan, aku di Masa Kambingnya. Iya benar, wilayah segitiga bermuda itu tempat paling angker lautan  itu. Kalau ingat dengan itu, bersyukur jadi burung karena tidak ada kaitannya dengan hal seperti itu".

 

Aku sekarang tidak pernah, kesepian, sekian lama banyak bertemu dengan orang-orang tapi tidak bisa bicara denganku. Manusia tahunya hanya mengagumi tanpa sadar membuatku luka. manusia hanya menjadikan aku riasan dan tanpa memikirkan kebebasanku. Kalau memang ada hubungan manusia denganku seharusnya tidak menyiksa

Dan sekarang tidak sebahagia hari ini. Tempat ini. Ada teman yang bercerita, bagaimana luka-luka ini masih saja belum terobati, tapi hanya dengan cerita luka lebih tidak terasa. Bercerita pada orang lain tujuan untuk tidak mudah melupakan.

Karena sudah banyak manuskrip yang telah dibakar oleh rezim orde baru, 29 judul tulisan dibakar. Kini aku ingin sekali menuliskan cerita panjang yang ingin sekali ketika nanti telah merdeka keluar dari penjara dijadikanlah 4 judul buku. Dalam setiap bukunya akan kujadikan cerita perjalanan. Di pulau Buru separuh dari hidup ada di penjara.

“Aku hanya ingin bersuara ketika semua cerita ini bisa dibaca serta semua orang tahu bagaimana burung Jalak yang bukan Jalak Bali, bisa jadi bagian dari keabadian negeri”.

Dan aku Bisa menyampaikan pada mulanya perjalananku di Nusantara. Dan aku akan mempresentasikan salah satu tokoh dalam cerita, tokoh pejuang kemerdekaan yang tidak hanya mementingkan Agama serta membenahi agama tapi membenahi kehidupan manusia untuk merdeka. Karena ada salah satu pejuang sebelum kemerdekaan Negara Indonesia mati-matian memperjuangkan tapi tahapan itu belum bisa dibentuk secara sempurna karena masih jauh dari kesadaran rakyat tentang dirinya. Bahwa kita hidup di Negara sendiri harus berdikari.

Dan perjuangan mengubah nama Kuning menjadi Merah Putih. Aku hanya ingin rakyatku tahu bahwa dengan membaca serta tahu tentang sejarah akan lebih paham menjalani arah hidup.

**

Ketika sudah 2 tahun di dalam sangkar. Bersama orang bali, Jalak hanya merekam bagaimana ia melihat majikannya. Beberapa lama hidup bersama nya. Tidak pernah menegur Jalak berbunyi kala waktu malam. Karena dengan keramaian bunyi Jalak bisa menyembunyikan sesuatu.

Dan ketika sadar, bahwa setiap malam Rabu dan Kamis melihat kelakuan majikan laki-laki yang bejat. Sering  melihat kemesraan dengan perempuan saban bulan berbeda beda masuk ke kamarnya. Setiap malam Rabu dan Kamis tepatnya. Karena majikan perempuanku saban hari bekerja. Menafkahi lelaki bejat. Kebingungan ini menyaksikanku mengapa yang menafkahi kok perempuan dalam berumah tangga. Aneh memang hidup manusia itu.

Aku ingin lepas tapi kapan ada kesempatan. Pertama aku membuka diri dengan cara mengatur strategi. Dan berdoa bagaimana Tuhan memberikan kesempatan kepadaku. Dalam sangkar berbunyi dengan begitu ramai, ramai untuk bisa disamperin. Mengira kalau aku harus makan. Hanya dengan berbunyi tengah malam pukul 01;30 Wib. Dan itu bukan hari tepat ketika laki-laki tidak membawa perempuan ke kamarnya.

***

Ia yang tidak pernah merasa kalau bunyi pada saat malam Jalak memiliki tanda tidak baik bagi metos Jawa. Bunyi Jalak, itu memberikan tanda kalau akan ada kematian, dan terkadang ada pencurian tanda itu menjadi symbol kalau akan ada musibah.

Pemilik Jalak itu memandangi dan curiga. Bunyi malam-malam seperti mengganggu tidurnya. Padahal lagi berdua dengan Istrinya di kamarnya. Di kamar sebelah Jalak itu berbunyi lalu ia nyamperin Jalak itu. Kebanggaan Jalak, mempersiapkan dirinya

“Kenapa burung ini, malam-malam bunyi,” bergumam laki-laki itu.

“Urus sana burung Jalak yah.. malam-malam ramai aja”. Dengan mata yang sedikit terbuka dan tertutup lagi.

Tanpa tidak sadar kalau ada manusia dengan kesadaran paling tinggi. Kepekaan seperti bunga yang telah layu setelah tanpa air selama tiga hari. Bunga yang tidak pernah disiram tapi tetap ada baunya, harumnya, dan keindahannya. Lalu mekar bunga itu dan membaca malam itu.

Dibukalah sangkar Jalak itu. Lalu bersiaplah Jalak itu untuk keluar. Burung Jalak yang sudah beberapa waktu merencanakan untuk keluar. Karena masih banyak orang-orang itu sadar. Dan pada saat lengah mencoba untuk keluar dari sangkar itu. Setelah dibuka pintu keluarnya lalu memasang pakannya. Keluarlah Jalak dengan memanfaatkan celah manusia itu.

Jalak hanya merasa bahwa hewan hanya bisa memanfaatkan kelemahan manusia tanpa seperti itu kekuasaan akan tetap berpihak pada manusia.

*

Byurrr… keluralah Jalak itu. Kini aku sudah bebas dari manusia. Yang aku benci dari manusia katanya sempurna tapi mengapa masih lupa dengan tanggung jawab, bahkan yang fatal ketika sering lupa memberi makan, minum, dan bahkan lupa menjemurku berjam-jam hingga tidak memikirkan panasnya matahari yang mencapai 15 juta Celcius. Rasa hanya ada pada diri manusia yang panas tanpa disadari oleh keadaan manusia. Hingga teringat dengan temanku mati gara-gara kepanasan. Maka kekerasan manusia itu tanpa disadari membuka luka yang tanpa dirasa., tapi lama dilupa.

Jalak yang sering berbunyi kini telah menjadi sunyi. Bio Jambul Kuning merasakan kesepian kenapa begitu cepat ditinggalkan oleh Jalak.sudah 5 tahun menjadi penghuni menemani tempat ini. Menyaksikan ketidak kesetiaan bos laki-laki, disebabkan karena diberikan kesempatan kepadanya, tradisi itu tidak pernah memberikan kebaikan,. Walaupun  sadar sebagai Bio tidak bisa apa-apa datanglah tiba-tiba mengucapkan selam. Kini teman bicara sudah tidak ada, bagitu cepat baginya.

 

 


 


Minggu, 20 September 2020

Ibadah Ngopi dan Puisi

 

Kopi dan puisi kedua qudrat berbeda. Namun, ketika perbedaan jadi satu  akan menjadikan sesuatu; kopi mengobati kesepian diri dan puisi menjadi obat kesepian hati. Dan keduanya harus tetap bersama agar senantiasa menemukan kemerdekaan diri yang abadi dengan minum kopi sambil mencipta puisi lalu tanpa sadar bisa mensyukuri anugerah Pencipta.

Kopi pahit pada dasarnya namun, tidak akan ada fungsi kala manusia tidak memiliki rasa. Mengapa kopi dicita tujuan sederhana yaitu agar hidup kalau sudah manis perlu minum kopi bagi yang hidupnya pahit biarkanlah cukup kopi saja dengan dasarnya asik dengan sendirinya.

Subjek sebagai manusia tentu selalu ingin mendapatkan kebahagiaan dari hidup. Kehidupan seorang tolok ukur bahagia bukan sekedar mendapatkan sesuatu dari sebuah peristiwa, melainkan sebuah perjalanan yang dibumbui beraneka ragam rasa; ada dengan bahagia sendiri mengabdi dalam sunyi hingga tiba suatu hari biasa, ada yang mencari keramaaian di tempat kopi mencari inspirasi dalam menuliskan puisi.

Orang yang menulis puisi kala minum kopi ketika kesepian akan selalu menganalogikan bahwa kopi tetap dengan kepahitannya. Namun berbeda dengan orang yang ngopi atau minum kopi berdua dengan pasangannya tidak hanya berkonotasi kopi dalam puisi tersebut pahit. Biasanya kopi akan selalu menjadi obat atau menememani kesepian dan menyembuhkan kesendiriannya, apalagi ketika malam minggu para kaum sunyi beribadahnya ke warung kopi.

Bagi sebagian orang kopi adalah teman paling setia, daripada pasangannya. Ketika pasangan hanya sementara kala lara atau kala bahagia duduk berdua dan memakan dinner dalam bahasa gaulnya. Dan itu dapat ditemukan dari sekian banyak orang, namun bahagia orang ngopi sendiri dengan pasangannya lebih berarti sendiri; sebab kalau dengan pasangannya akan memiliki banyak pembahasan mengenai keduanya, seringkali ditemukan bicara masa depan atau kalau tidak mengenai permasalahan, dan ngopi-nya kedua pasangan tidak bisa ditebak, ketimbang kumpul ngopi namun bersama dengan teman organisasinya.

Dikacamata orang oragnisasian seorang yang suka ngopi akan selalu mendatangkan masalah baru. Apalagi anak muda yang sering kali ngopi-nya hingga larut malam; hiingga lupa pulang, pulang-pulang biasanya membawa masalah dalam pikiran belum diselesaikan untuk dilakukannya.

Kacamata seorang penyair tentu memiliki ciri berbeda. Penyair biasanya suka dengan kesunyian, akan memerlukan teman, selain teman baca puisi atau mengoreksi puisi, kala tengah malam pasti selain rokok yaitu kopi. Ada banyak seorang penyair tidak merokok namun penggila kopi suka ngopi. Usman Arrumy dalam bukunya berjudul Kasmaran (2018) menuliskan berjudul Ode Untuk Jomblo pada;

surah 1/

Malam minggu terbuat dari rindu

Yang menuntut untuk bertemu

Juga terbuat dari kenangan

Yang tak menghendaki ‘selamat jalan’

 

Para jomblo bergelimpangan

Di atas medan kenangan

Mereka merapikan masa lalunya yang berantakan

Yang telah diobrak-abrik oleh kawanan mantan

 

Surah ke-III

“Dengan  seluruh kesepian ini

Kami putra-putri jomblo mengikrarkan diri

Untuk senantiasa menjunjung tinggi wibawa sepi

Dan akan setia mengabdi pada kedaulatan kopi”

 

Dalam sajak di atas menunjukkan bahwa puisi merupakan representasi dari apa-apa yang ada dalam diri. Dan penyebutan kopi bisa diidentifikasi bahwa kopi adalah khas para penyair kesunyian sehingga masuk dalam puisi. Mengapa bukan teh dijadikan sebuah pengganti kopi. Kembali lagi pada awal dasar kopi itu sendiri pahit, seorang penyair akan senantiasa mebawa dirinya pada kondisi berbeda dengan nyatanya. Bayangkan kalau penyair kaya dan tidak membenturkan dirinya dengan realitas sosial yang pahit kemungkinan karya-nya hanya manis-manis saja dan tidak memiliki sentuhan kepada pembaca.

*

Kopi bagi para petani sebagai obat kala kejenuhan telah menghampiri. Bayangkan ketika membajak sawah, mencangkul, dan mencari rumput. Berangkat kala matahari akan menyinari bumi embun masih basahi rerumputan. Glansie sudah separuh terisi, karena pencari rumput manusia pada umumnya akan mengalami sebuah rasa capek. Ketika lelah tentu bukan hanya sekedar berhenti namun harus bisa minum kopi untuk bisa membangkitkan semangat kembali ketika melanjutkan aktivitasnya.

Kopi mengandung kafein; ketika diminum tentu akan memiliki dampak pada semangat dalam diri Jadi, apa saja manfaat minum kopi untuk kesehatan. Tempo Senin (07/10/2019) Agar tidak semakin penasaran, berikut ini penjelasan lengkapnya untuk anda seperti dilansir Sehat.

1. Mengandung banyak mineral dan vitamin

Kopi tidak hanya mengandung kafein. Berbagai mineral dan vitamin, ternyata juga bisa Anda dapatkan dari minuman pahit ini. Dalam satu gelas kopi, juga terkandung vitamin B2, vitamin B5, mangan, kalium, dan magnesium.

2. Membakar lemak di tubuh

Kafein disebut dapat membantu meningkatkan metabolisme di tubuh, termasuk dalam pembakaran lemak. Namun, manfaat minum kopi yang satu ini disebut akan kurang terlihat, pada orang yang sudah punya kebiasaan minum kopi sejak lama.

3. Meningkatkan stamina

Kafein dapat membantu memecah lemak yang ada di tubuh dan membuatnya digunakan untuk stamina. Sehingga, tidak ada salahnya Anda minum kopi hitam satu setengah jam sebelum berolahraga.

4. Meningkatkan fungsi otak

Saat Anda minum kopi, kafein yang Anda minum akan masuk ke dalam darah, lalu berjalan ke otak. Di sana, kafein akan mengaktifkan saraf serta hormon-hormon yang bisa meningkatkan berbagai fungsi otak, seperti daya ingat, suasana hati, hingga fungsi mental secara umum.

Petani akan minum kopi ketika merasa lelah kala bekerja maka sangat nikmat ketika seorang petani minum kopi. Sebab menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya lalu ngopi, berbeda dengan ngopi tidak melakukan apa-apa namun sudah melakukan ibadah ngopi.

 

Mari lakukan ibadah ngopi saban sunyi sambil merangkai puisi agar kesepiannya segera terobati