Minggu, 30 Juni 2019

Percakapan di Kota Dingin


Puisi kota dingin

terkadang aku bermimpi ingin menjadi awan yang putih tinggi di atas kepala tak memiliki sandaran tapi tetap ada
terkadang aku ingin seperti batu yang di lempar dan diinjak tak tahu menahu rasa sakitnya; bahkan ingin menjadi batu yang di lempar ke laut menyelam dan bernaung di dasar hingga tak tahu desir angin di atas dasar sungai; diam berdamai bersemai berkembang

terkadang tidak memiliki mimpi apapun; kecuali menikmati dingin lalu menanyakan hukum apa yang paling damai menanggapi yang terjadi; kesepian yang ramai damai atau keramaian yang semai menanyakan kedamaian

berdamai dengan dingin dan menanyakan dengan arif tidak hanya diam.

***
Saya pernah berbicara tentang banyak hal dengan teman baru sebut saja namanya Usman. Ia Mahasiswa yang selalu menanyakan sesuatu padaku, sehingga dengan seperti itu akan sering kali membuatku membuka buku. Saya pernah dengan seorang ilmuan Albert Eisten, ia bukan penjual kopi di samping kampus. Ia pernah menuliskan, lebih baik banyak hal dipertanyakan kepadanya, agar kau menjadi manusia yang selalu menggali. Dari seperti itu sepertinya aku sebagai teman barunya mencoba mencari tahu apa yang sesuai bisa dijawab. Lebih postifnya secara tidak sadar menuntutku bisa buka buku, walauku tidak terlalu banyak buku, tapi ada buku, tapi masih banyak yang belum dibaca dan masih begitu rapi di rak buku hehe.

Mula-mula membicarakan hal receh saling menanyakan tentang 'dingin'. Mengapa akhir-akhir ini kota begitu dingin. Tempat kita menimbah ilmu kata orang-orang bijak. Kita sama-sama menjadi warga pendatang ke kota Pendidikan dan sebutan lain juga kota dingin.

Pada akhir kuliah tepatnya kuliah Itu hari jumat. Kita kuliah bersama berganung di kelasnya. Kita tidak terlalu rajin dan juga terlalu sering menitip absen. Saat saya tersenyum di dalam kelas C303 tepatnya. Ada yang ingin ku senyumkan sebenarnya dan berharap senyumnya juga darinya. Seorang dosen yang kadang membuatku bosen memberi pembalajaran tentang sastra namun tidak terlalu memberi dedikasi yang detail tentang Sastra. Kadang sekedar teori, bagi saya dan yang lain pasti juga merasakan kebosasanan, mungkin perlu juga ada evaluasi atas dirinya yang harus meminta kepada mahasiswa dan mahasiswi. Sebagaimana kita saling merasakan kenyamanan, bukan sekedar menunggu kosioner atau angket dari Fakultas yang diberikan biasa setelah ujian selesai. Secara pribadi hal itu kurang efektif.

Senyum mahasiswi yang kedua waktu itu mengnatkanku kembali apalagi pas ingin menulis tentang hasil diskusi ini. Ia berkerdung coklat dan berparas sawo mateng. Seperti tidak ada kekosongan pada dirinya. Usman bergumam terus,

"Saya hanya berkata kalau itu sudah ada yang punya, weslah jangan mikirkan itu kita fokus saja dengan kuliah dulu!".
"Kita juga harus memikirkan diri kita juga untuk bisa membagi rasa pada sesama agar kita juga bisa berguna, kalau dia punya pacar kan kita hanya mencintai dan itu tidak harus memiliki memuliakan paling penting dalam cinta, agar kesucian wanita itu tetap terjaga, walau ia tidak mampu menjaga kita". Sangat bijaksana Usman menjawab.
" Siap benar memang. Memang kita jangan terlalu ekstrime ya, idealis kita juga harus dijaga karena kadang wanita tidak mengerti perjuangan kita, bukan ia mendukung, tapi kadang menjadi penghalang. Ektrimnya lagi mengubur setiap masa depan kita, tanpa disadari kita disibukan dengan satu perempuan, padahal rasa kita jangan hanya disitakan pada satu saja, kita mahluk sosial harus bisa membagi rasa cinta kita pada teman, orang pinggir jalan, pengemis, dan orang-orang yang membutuhkan kita hehe". Maja tersenyum dan merangkul Usman dari belakang.

Langkah menuju ngopi sudah mampir sampai. Gini giliran saya mentraktirnya. Pesan kopi dua dan gorengan 6biji. Kebersamaan terbentuk dengan dua kopi dan gorengan yang tidak dusta diantar kita. Seandainya ada luka hati hanya dengan secangkir kopi dan gorengan akan terobati. Kopi membuka kita untuk berbicara tentang hal kecil, dingin di kota Malang. Kota yang sebenarnya Sudah tidak bisa dibahas lagi apa lagi dipermasalahkan. Mungkin lebih baik membicarakan kausalitas alam kalau di Sastra ada hukum kausalitas sastra. Di Malang dingin tidak wajar hal ini menandakan akan ada Mahasiswa(i), baru masuk ke Malang. Asumsi saya bahwa alam memperkenalkan bahwa inilah kota Malang yang juga dingin, dan juga harus hati-hati sebagai pendatang baru berhuni di kota Malang 'Selamat datang'. Perkenalan seperti akan menjadi hal yang sakral tanpa harus bersentuhan langsung, kecuali dengan rasa akan lebih manis.

***
Sebuah pembicaraan akan lebih luas kala semua mata saling bertatap dalam satu atap dalam diskusi di temani kopi. Maja yang sebenarnya tidak biasa ngopi walau seorang pekerja kopi sebut saja barista kalau malam. Mahasiswa kalau siang. Barista itu pekerja kopi ya, tahunya ngaduk kopi. Sebanarnya agar kedengaran agak keren saja 'barista'. Ia menanyakan tentang ektrim kanan dan ektrim kiri. Seperti Usman test Maja, yang memang dia tidak begitu tahu, walau kadang hanya menjawab ngawur dan diterima juga lucunya.

"Apa bedanya ekstrim kiri dan kanan, sepaham Abang?" Usman lontar pertanyaan ke Maja.
"Ektrim kanan dan kiri sebenarnya dalam kehidupan kita tidak, memang kanan dan kiri itu sebuah belok kanan dan belok kiri kok, masih ada istilah seperti itu. Zaman dulu Nenek, Kakek, dan para pendiri bangsa yang kolot tidak tahu tentang itu, sekarang aja orang-orang pinter dan memberi bahkan membuat sebuah krangka berpikir yang begitu sempit bagiku, tanpa disadari membuat dikotomi kelompok sendiri, walau padahal tidak ada. Ektrim kalau dalam arti umum melalui batas yang umum, untuk menjadi tidak umum. Esktrim kiri terlalu sosialis sehingga kadang tidak bisa dikontrol menjadi ateis, karena akan senantiasa memperhatikan dunia secara gamblang dan rasionalitas serta melahirkan sebuah pola pikir moralitas yang sangat sempit hanya paham kebaikan Yang tanpak dan keburukan yang tanpak. Sosial juga penting,  tapi tidak lupa akan bentuk lain dari yang tidak tanpak itu sendiri, yang diistilahkan ektrim kanan itu sepemahaman saya, ekstrim kanan selalu berpatokan pada Agama yang tidak membuka diri untuk memperluas ajaran Agama dengan cara baru yang mudah diterima oleh masyarakat. Sehingga menjadi konservatif. Logika tidak digunakan sebagai jalan paling baik untuk merelevansikan ajaran Agama mudah diterima, sehingga kreatifitas beragama menjadi jalan baik dalam peradapan kehidupan. Hablumminanas dan hablumnialloh harus seimbang, semua yang berlebihan tidak baik hehe". Begitu panjang penjelasan Maja dengan ragu ia menjawab.

Semua yang dilakukan kala diskusi siang itu membuka diri lebih luas tentang pemahaman dan pengalaman, tentang beragama yang seperti apa harus memposisikan. Fungsi beragama sebagai bukti menyusun peristiwa dan bisa memperbaiki hal yang tidak baik. Agama sebagai landasan hidup dengan baik yang diajarkan banyak hukum sebabagai bukti hidup yang baik memenuhi aturan yang ditentukan, dan bisa memahami segala sesuatu dengan konteks. Dan pengetahuan sebagai menjadi makhluk hidup di dalam diri kita.

Cerita sudah berakhir. Mungkin bisa kembali ke Air laut yang berfungsi bagi ikan dan batu krikil menyelam menghilangkan  diri dari tuk tidak diinjak dan angin yang tak dirasa olehnya; hal itu menghilangkan dari kudrotnya dan lari dari yang mencarinya butuh padanya.

Akhmad 2019
Tulisan cerita pendek ini rangkuman diskusi di warung kopi belakang Pascasarjana Unisma.

Sabtu, 29 Juni 2019

Kenapa Ngopi Pagi "Usman"

foto: huawei

"Kopi dicipta Tuhan sebagai penyambung, pengikat, dan pembuka Persaudaraan, bahkan juga pengobat luka paling berarti bagi para kaum jomblo. Kopi sebagai teman sepi dan sebagai obat sepi."

"Ayo ngopi Bang. Aku merasa malu karena tulisanku dibahas di depan kelas, mata kuliah ini membingungkan disuruh buat cerita malah tidak diberi kebebasan, kita kan masih belajar!"
"Ayo, ngopi di mana?, sudahlah ia memang dosen yang kurang mendalami Sastra, bersyukur toh tulisanmu dibahas dan bisa tahu letak keselahanya."
"Kantin ajalah Bang, gimana?"
"Ehh, jangan di kantin terlalu ramai, di belakang Pascasarjana, tempat ngopinya orang kecil, harganya juga tidak mahal hehe,"
"Oke,,, ayo. Gimana pendapat Abang dosen tadi itu, yang gondol." sambil berjalan menuju ke belakang yang namanya kecewa Usman bergumam terus, seperti sudah tertempel dalam hatinya, diwajah Bapak Dosen itu ada silang merah.
"Sudahlah Man, ia itu dosen bahasa tidak terlalu tahu tentang Sastra bermaklumlah, karena kita ini mahasiswa dan kita harus tahu pula kita ini murid, boleh tidak suka tapi jangan sampai berlarutlah membenci, terpenting kita ngopi sekarang." bahasa yang mencoba dingin tidak terlalu lama membenci. Sambil senyum Maja padanya.

Kuliah sudah selesai ternyata ada yang berkensan, ketika berbicara tentang koreksi tulisan seorang mahasiswa bernama Usman. Mata kuliah yang mengajarkan kita kewirausahaan. Kadang kalau dipikirkan ada kejanggalan dengan mata kuliah yang satu ini, namun namanya juga sistem sebagai mahasiswa mengikuti saja alur asal berdampak kebaikan. Semua mahasiswa dan mahasiswi sudah berpencar tentunya ada yang mencari makan ada pula yang pulang. Kita berdua berbeda karena untuk mereda kedaan Usma emosi ngopi itu satu-satunya cara, Yang mungkin bisa membuat mendingan ataupun tidak sama sekali memberi efek.

Dari wajah yang tadi terlihat ketika menolek berbicara dengan temannya mahasiswi itu seperti tidak kosong memandangku, begitu pun sebaliknya. Usman berkata itu. Semua asumsi sudah melampaui batas imajinasi, mahasiswi itu seperti ada yang aneh, keluar lagi dal ingatannya dan hilang ketika kopi sudah di pesan dan memulai menyeruputnya.

"Enaaakkk, hanya seperti ini buatku lebih tenang." Senyum sambil memandang Maja.
Dari raut wajahnya terpancar sudah tidak ada rasa benci, kepada dosen tadi itu. Dan seperti biasa kembali lagi meminta pendapat kepada Maja. Ketika di depan tadi itu di permasalahkan, menapa bukan punya Maja. Maja merasa beruntung karena pas dikoreksi laptopnya tidak bisa menyambungkan ke proyektor. Dengan sruputan kopi dan gorengan itu dikira akan lupa akan semua, karena sadar kalau kopi dan gorengan sebagai teman paling setia dalal perut untung pengganjal. Berharap juga Usman lupa karena kopi dan gorengan merayu kita untuk meghilangkan rasa, kecuali rasa benci masih belum berdamai.

Butuh beberapa lama untuk bisa menghilangkan rasa benci Usman. Maja mencari cara, terik matahari karena waktu telah menunjuk pada pukul 9:46Wib. Atab langit di bawah bumi seperti tempat ini sangat begitu sempit. Duduk sambil berdiri di dapan roling dor toko sebelah, berdiri sambil berdiskusi mengiringi. Dari mana datangnya ide, tentunya dari Usman juga, walau emosi tapi selalu membuka diri untuk ada pembahasan ketika sudah ngopi. Kebiasaan itu seperti telah menjadi tradisi Ia yang memang banyak teman kontrakannya gemar berdiskusi dan membaca buku.
"Bagaimana pendapat Abang, tentang kebebasan Sastra?"
"Kebebasan Sastra ada pada pembaca dan pengaran atau penulis."
"Pendapat Abang bagaimana dengan Sastra yang dibatasi, seperti tadi kita suruh bercerita tapi cerita kita dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, bahasa harus baku, baik, logis ddl. Lalu di mana kebebasan Sastra."
"Kekebasan itu, kalau ngutip apa yang istilahkan Kall Mark, kebebasan itu kebebasan yang harus kreatif, bukan kebebasan tanpa dasar dan tidak melakukan apa-apa, intinya kita bebes tapi juga bisa melakukan apa yang bermanfaat, itu istilah Mark. Mengenai tentang Sastra yang bebas, kita kaitkan pula Sastra memang bebes tapi harus memahami konteks kebebasan itu, keliaran berpikir positif atau negativ itu harus kita tahu. Dalam berpikir kita sangat boleh bebas, kebebasan berpikir terletak pada mana hasil kita melakukan atau menciptakan, kalau kita bahas Sastra kita luaskan dulu krangka berpikir, dalam berbarka kita bebas tapi hal itu kita harus tahu hukum kausalitas, sehingga ketika itu bisa diketahui maka akan lahirlah estetika yang terlahir dari esensi Sastra itu sendiri. Itu kita bahas kebebasan dalam Sastra, kita harus paham ranah apa yang menjadi relevansi hasil pemikiran kita ketika menjadi karya dan dibaca. Dalam Sastra juga kenal namanya struktur karena membahas tentang teks sangat sulit untuk bisa menceritakan melalui teks karena butuh memahami banyak kata agar terpadunya logis, maka kita perlu namanya bagaimana bisa menyusun kata menjadi frasa, klausa, dan kalimat panjang sehingga melebihi dari tiga kaliamat dan itu sah akan menjadi paragraf. Semua orang bisa berbicara cerita dengan penguasaan retorik yang baik akan bisa diterima oleh pendengar. Beda dengan menceritakan sebuah peristiwa melalui teks. Perlu penguasaan ilmu bahasa setidaknya paham menyusun kalimat sederhana dan menjadi kalimat panjang sebagai deskrripsi cerita, sehingga ada narasi yang suspensinya sangat membuat pembaca tidak hanya menangkap makna tapi bisa menemukan kata yang dianggap istimewa. Dan menjadi masalah ketika tadi dosen itu bahas tentang batasan menulis cerpen yang masih bahasanya dibatasi, kita sadar semua karya sastra malah lebih bebas tapi bebas dalam sturuktur penyusunan kata dan bahasa yang digunakan kita itu harus memperhatikan juga, agar apa yang ingin kita tulis mudah dipahami dan diterima oleh pembaca. Bagaimana kita bisa menjadi penulis hebat ketika kita tidak bisa menguasai penyusunan kata, itu yang kadang menjadi masalah kita yang ada dalam diri terkadang itu masalah tidak dianggap masalah, tapi kita ingin tahu ketika disalahkan tidak mau, bagaimana akan menjadi seorang yang bisa, kalau kebisaannya (kemampuan) tidak bisa diterima oleh banyak orang. Tetap kaidah kepenulisan dalam cerita digunakan agar ide cemerlang kita bisa diterima apa yang kita maksud pada karya kita, gitu Man."
"Iya Bang, tapi dengan seperti tadi itu aku donw, merasa malu." Dengan termangu sambil menghisap rokok Usman lebih tenag.

Wajah itu sudah hilang kencian melebur dalam kata dan bahasa panjang. Kopi serta rokok itu emosi seperti melabur ke dalam lalu hilang seperti kosong. Gorengan yang masih hangat sudah mendingin cerita panjang dari Maja seperti sedikit menunda. Dari mana datangnya inspirasi, kopi yang pahit atau rokok dengan asap putih yang mengebul lalu menghampiri otak keluar menjadi ide, lalu mencipta sebuah sesuatu yang berguna, guna dinikmati keindahannya atau sebaliknya. Semua bukan kita yang merasa tapi mereka yang mencipta makna tentang manusia, bahkan kita atau saya ini.

***
Dosen bahasa dan Sastra Indonesia seharusnya bisa lebih bijaksana. Bijaksana memberikan penilaian sebagaimana tidak bisa menyinggung hati dan mencipta luka, seperti halnya yang terjadi pada teman saya. Walaupu aku sadar kalau semua itu tidak patut juga meyalahkan dosen, mahasiswa pun perlu kita ketahui tidak semena-mena mejustifikasi, sebagai mahasiswa bahasa Sastra juga bisa lebih peka seharusnya karena sudah banyak membaca karya sastra. Tapi maklumi juga kita jiwa muda cara pandang berpikir seperti masih berapi-api memaknai tentang apa yang terjadi hanya rasio menghakimi dan coba menyelesaikan, naluri seperti jauh dari teman-teman Sastra.

Banyak dari teman Sastra namun ia hanya sebutan saja. Karena ketika bicara tentang sastra tidak bwrtanggungjawab atas dirinya. Buku Sastra yang seharusnya dibaca seperti sudah tidak diharaukan. Maka dosen yang selalu menganjurkan baca buku sesuai dengan kebutuhan kita, bagiku dosen terbaik. Apalagi ada yang sampe memberikan bukunya. Dosen itu sangat mendedikasi. Ketika Sastra sudah tidak disampaikan dengan baik oleh dosen kita, maka perlu kita membuka diri dengan membaca sendiri.

"Banyak teman Sastra tapi meninggalkan Sastra, contohnya ia tidak mau membaca karya Sastra, jan

Jangankan buku teori kadang karya sastra sedikit yang masih kita punya.

***

Usman kembali lagi membuat pertanyaan kepada Maja. Mahasiswa semester IV dan Maja yang tergabung di kelasnya karena harus mengulangnya, ia juga merendahkan kakak tingkat yang mengulang mata kuliah, menggap bahwa ia orang paling tidak baik. Walau nyata bisa dikatakan iya, tapi  tidak juga harus kita benarkan. Maja berpikir mengapa Usman mengajak ngopi ternyata ia ingin mengetahui latar belakangnya. Karena ia sendiri aktiv di Organisasi Ektra Kampus (Omek), ternyata ia juga kader terpenguruh di dalamnya. Serta teman-temannya juga menjadi kebanggaan Maja dalam pemikiraannya, serta kuatnya menekuni literasi baca tulisanya. Maja seperti tidak ada batasannya dalam menimbah air di sumur orang manapun asal itu air keluar dari sumber yang tidak bahasmya dan terutama jelas. Tidak segan untuk meminumnya jika membuat ia tidak haus. Sebab segala sumber dari segala sumber dari yang Satu. Kita manusia yang memiliki jiwa dan bisa membuka segala cakrawala dunia.

Ia menbuka pertanyaan lagi kepa Maja. Asumsi atas bukan fakta tapi masih asumsi tapi patut kita anggap postif karena hanya menyebutkan lembaga tanpa mencemari. Usman membuka dengan pertanyaan.
"Mengapa Abang suka Sastra?"
"Sastra ialah kehidupan yang memang harus kita pahami dan kita pelajari, mungkin kita bisa mengemas pemikiran kita, pengetahuan kita dengan puisi, Cerpen, Novel, Prosa, tembang, dan kesiaan lainnya. Tidak lain tidak bukan sebagai kebutuhan manusia dan bisa difungsikan manusia sesuai kebutuhannya, ketika kita paham Sastra akan menemukan tiga hal, pengetahuan, pengalaman, sejarah, kepakaan, dan keindahan."



Akhmad 2019.
Tempat Unisma, Warung Kopi Ploretar.

Tulisan ini hasil dari diskusi dengan salah satu teman dari Kalimantan Kayong. Saya jadikan cerita pendek.

Rabu, 26 Juni 2019

Wawancara Toreh Maos

foto: huawei


Toreh Maos dalam bahasa Indonesia silahkan membaca. Pada tgl 24, Juni 2019. Setiap pagi saya membuka wahana baca sesuai dengan apa yang dilakukan setiap Senin. Membawa buku kurang lebih dari 50 judul buku, ada yang dikhususkan pada pembaca, peminjaman, dan bahkan khusus buku yang akan dijual. Di tempat biasa Gasebo depan FKIP Unisma, di mana menjado sorot matahari dan keramaian mahasiswa lewat khusus mahasiswa fan mahasiswi FKIP.

Kegiatan ini tidak lain dan tidak bukan untuk lebih mengenalkan dunia literasi, di ruang-ruang akademik yang pasti sudah memahami pentingnya literasi, serta mencoba mewadahi mahasiswa yang ingin membaca, dengan seperti berharap bisa membuka diri, bahwa cara pandang mahasiswa mengenai literasi. Asumsi saya kultur di Unisma gerakan seperti ini belum ada, maka Ini salah dua dari inisitif, bahwa kegelisahan individu yang sekiranya bisa menjadi hal positif dalam gerakan literasi. Yang memiliki fungsi  secara umum mengenai kepentingan bersama.

Hari ini, mahasiswa dari jurusan yang sama, bahkan ada mata kuliah yang bersama dengan mereka. Kelaa itu, Kelas IV D Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Mereka datang ber-enam lalu mewawancarai saya sebagai penjaga kegiatan non formal "baca gratis toreh maos". Kedatangan mereka bertujuan untuk memenuhi kewajiban tugas akhir mata kuliah jurnalistik yang katanya harus membuat majalah, wawancara Ini bertujuan untuk menjadi berita di majalah mereka. Dengan keadaan yang tidak siap dan sebenarnya harus siap, mereka menanyakan secara bergantian dengan list pertanyaan yang begitu panjang sepertinya. Bayangan saya orang berenam itu kalau menanyakan semua pasti sangat panjang, mereka memulai.

" Apa tujuan anda buka baca gratis seperti ini?"
"Tujuan ini, sebenarnya pada pukul 8 tadi ada mahasiswa menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan ini ke saya. Dan saya akan menjawab dengan jawaban yang persis, bahwa tujuan dari kegiatan baca gratis ini, tidak lain tidak bukan hanya ingin memperkenalkan dunia literasi di dunia Kampus, kalau bicara efektif tidak begitu efektif kegiatan seperti ini namun inisiatif seperti ini akan cenderung pada pengenalan dan bertujuan dengan seperti ini ada kesadaran dari ruang akademik bahwa tidak hanya bertumpu pada intelektual berbicara tapi juga perlu pembicaraan yang memiliki dasar, mungkin dengan seperti ini sesuai dengan keinginan teman-teman mahasiswa, pertegas lagi hanya ingin memperkenalkan dunia literasi bahwa kegiatan baca itu penting, dan bisa menjadi alternatif ke perpustakaan, ketika malas belajar di dalam ruang siapa tahu ingin baca di luar dengan menghirup udara dan sambil berdiskusi bersama teman".
" Apa yang akan menjadi motivasi anda?"
"Saya hanya berangkat dari kegelisahan pribadi, dan ini sebenarnya salah satu gerakan kedua di kampung saya juga ada Perpus Mini yang dialokasikan ke sekolah yang tidak memiliki fasilitas buku, dengan seperti itu saya dan teman di kampung membukanya untuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP swasta). Kalau di sini ini sebenarnya hanya ingin menumbuhkan minat baca mahasiswa khususnya saya pribadi, dengan seperti ini saya juga termotivasi untuk bisa baca juga, dan setiap kegiatan seperti ini dibuka bisa membaca satu Buku dan itu bisa saya selesaikan dalam satu hari itu, dan memilih buku fiksi yang halamannya kurang lebih 100 hehe yang tipis"
"Dari mana dapatkan buku ini?"
"Buku ini, buku koleksi sendiri sebenarnya yang sudah dibuka dan yang dipinjamkan, untuk yang plastikan itu saya belum dibuka itu membawa dari Pelangi Sastra Malang penerbit dan ia juga jual buku, siapa tahu ada yang akan membelinya, dan walaupun belum pernah ada yang membelinya kecuali mereka membeli di luar kegiatan ini Hehe"
"Apa yang menjadi keseulitan anda?"
"Kesulitanya sepertinya tidak ada, kecuali memang harus ekstra kala saya harus mempersiapkan ini dengan sendiri, walau pada intinya Toreh Maos ini tidak hanya saya tapi teman lainnya pada memiliki kesibukan masing-masing, sehingga kesulitanya ketika ada yang kelupaan.

Ketika ada yang lupa di kos, seperti sekarang tulisan "baca gratis" lupa dan untuk mengembalnya jauh, karena saya juga tidak ada motor terpaksa harus menempuh jalan kaki, sisanya terkendala dengan rutinitas kuliah yang masih banyak saya tempuh semester ini".
"Apa harapan anda dengan kegiatan ini, kalau kita tahu kan kegiatan ini juga menyita banyak kesibukan anda, mulai waktu dan sebenarnya kalau dilihat kegiatan ini hanya menjadi pertontonan kurang elok bagi mahasiswa lain, ini asumsi?"
"Saya berharap Ini akan ada regenerasi penerus kegiatan seperti ini, dari kalian juga saya berharap ada, Khususnya Usman dan Robi hehe. Iya kadang saya berpikir itu juga, saya merasa Kalau kegiatan ini akan memiliki dampak negativ bagi yang memiliki Perspektif kalau kegiatan ini menjadi ladang usaha saya, hal ini presepsi yang salah. Jika berbicara material dan keuntungan, malah saya sangat rugi dengan meminjamkan buku yang masih banyak dibalikan."
"Mengapa anda masih bertahan?"
"Hal seperti ini, menurut saya pilihan progratif tapi kekuatan saya ada pada ketidak pahaman tentang semua hal, maka saya melakukan semua dengan sebuah keinginan walau kadang lahir dari keadaanku".
" Mungkin, ini akan saya tanyakan kepada anda, karena anda sudah punya buku, bagi cerita tentang menulis, mengapa kamu menulis? "
"Saya hanya mencoba untuk menjawab tentang menulis, dan saya mencoba untuk membalikkan pertanyaan, ini saya ganti dengan mengapa anda sudah menulis?, saya hanya bilang semua yang saya lakukan merupakan sebuah proses, proses belajar. Menulis proses paling membosankan dan kedang kehilangan inspirasi, hingga lebih tepatnya bagaimana memulai dan motivasinya apa, saya akan menjawab saya menulis karena tidak tahu, seandainya tahu tidak akan menulis, karena Menulis bukan kewajiban itu hanya membaca, menulis bonus aja".
"Buku apa saja yang telah ditulis?"
"Sangat malu ketika menjawab hal ini, karena masih belum pantas dipanggil penulis, karena masih saja belajar menulis".
" Pesan kepada kita mahasiswa untuk bisa gemar baca".
"Pertama kita harus tahu kenapa kita harus baca. Selain kita dituntut oleh Tuhan membaca, fungsi membaca itu seperti apa memberi fungsi apa, apakah itu sebagai kebutuhan, maka harus kita tahu membaca kebutuhan, karena membaca akan memiliki tuga tujuan, pertama memperluas pengetahuan, mempertajam pandangan, dan memperhalus perasaan. Kita bisa bicara namun apa arti bicara kita kalau kita tidak mengabadikan kata yang bisa memberi sebuah pandangan di masa akan datang, bacalah apa yang paling disukai dulu sesuaikan dengan kebutuhan kita, minimal selaras dengan disiplin ilmu yang ditekuni".

Ditutup sesuai permintaan dengan memberikan motivasi bagaimana bisa gemar baca. Literasi sebuah proses baca dan tulis yang akan menjadi perkanalan diri manusia memahami sebuah peristiwa, pengetahuan, dan sejarah. Senyum dari banyak orang itu melihat ada sesuatu berharga darinya, dari mana datangnya kehidupan mereka dan pikiran mereka dan doa kebaikan akan kebajikan semoga menjadi peristiwa paling berharga dalam kenang dan mengertikan saat hening, bahwa kita ini adalah denyut perubahan kata Mochtar Lubis.

Wawancara ini akan menjadi cerita paling berharga ketika suatu saat akan dibaca lagi, entah tahun ini dan tahun akan datang dan seterusnya.

Akhmad 2019

Selasa, 25 Juni 2019

Mengaji Kata The Sea Close By

foto:huawei

The Sea Close By
karya Albert Camus

Mengaji kata karya Albert Camus di Bab I dengan judul "The Sea Close By" dalam bahasa Indonesia "Laut yang Begitu Dekat". Karya yang menjadi bahan diskusi awal kegiatan membaca. Pembahasan karya yang cukup membingungkan menginterpretasikan.  Pada awalnya saya mencoba membuka cakrawala transenden yang ada dalam diri dengan mencatat ulang isi The Sea Close By. Setelah dibuka, membaca berulang tapi tetap masih bingung. Karya yang masih tanda tanya: sebab tawaran karya absurdisme masih asing dalam otak saya. Karena masih hanya mengenal karya absurdisme di Indonesia, yang dikenalkan oleh beberapa karyanya Danarto, Budi Darma, dan Afrizal Malna, yang asumsi saya mereka masuk pada gaya absurdisme, sehingga bendahara berpikir saya bisa dikatakan masih sangat krisis. Hasil dari bacaan karya yang pernah dikenal saya, belum bisa menjadi dasar untuk memahami karya Albert Camus yang ini, dan belum bisa membuka kebingungan dalam diri, secuil pun saya belum bisa memberi gambaran maksud atau makna dari yang Albert Camus tulis ini, tapi, masih begitu banyak kesangsian berpikir.

Dalam otak saya, dan otak mahasiwa yang ikut mengaji kata Ini, nyaris, sempurna seharian duduk di Gasebo depan FKIP dari pukul 7-15:30 an, bukan sekedar duduk tapi juga berdiskusi, di sini setiap Senin membuka baca gratis. Mereka yang setia seharian menemani mungkin masih lelah karena secara tidak sadar telah memforsir otak dan naluri, hingga blenk,,, untuk memahami teks sastra "The Sea Close By" masih menanyakan tentang banyak hal dalam otak ada yang terpaku pada makna ombak, laut, dan lainnya. Yang masih tersenyum penuh tanda tanya. Dari keseharian kita ada yang hanya sekedar memandang buku dan ada pula yang membacanya. Para mata mahasiswa lain banyak lewat depan kita, kita yang sedang berkumpul. Mereka sambil menyoroti tumpukan buku di gazebo di hadapan kita, saya melihat dalam kepala mereka ada hewan hidup, mungkin jika dilihat dari dekat berupa kambing, kalau jauh abtraks, dan ada yang berupa kucing, dan ada pula yang bertengger di atasnya itu berupa ayam, Bagi kaum nyinyir yang berdasar dangkal didalam dirinya berpikir apa yang baik dari kegiatan kita.

Dingin bersandar dipundak saya, dan batu masih di bawah kaki bangunan intelektual yang hanya sebuah nama. Walau kadang itu dipercaya oleh semua.

Membaca fiksi autobiografi menurut pendapat penerjemahnya. Tulisan Albert Camus dengan gaya yang bagitu baru, baru bagi saya karena baru pertama kali baca karyanya. Mungkin karena baru tahu dan bersyukur serta berterima kasih pula kepada penerbit Pelangi Sastra Malang (PSM), khusunya Mas Dandy yang merekomendasikan mengaji kata karya Albert Camus yang diterjemahkan oleh Dias P. Sasoerizal dan Doni Ahmadi. Berkah itu, bisa membuka sedikit cakrawala yang masih belum dewasa atas dunia kesusastraan, khususnya kesusastraan di Indonesia.

Pada saat diskusi saya mencoba menangkap apa yang Mas Dandy katakan "Sastra Indonesia termasuk telat masuk dalam disiplin ilmu serta dikaji di ruang umum". Hal itu membuktikan bahwa adanya keterlambatan berpikir untuk memahami budaya pribumi yang kaya sengan kesenian serta peradan. Sehingga masih mengekor pada eropa yang sudah menjadi peradapan luar biasa di nergaranya. Hal tersebut tercipta dikotomi dalam memberi makna pada sebuah karya sastra. Pakem kesusastraan atas kelahiran dari negeri sendiri d
masih dipertanyakan.

Sebenarnya dalam ranah menemukan makna pada karya sastra berupa teks, kita akan semakin jauh menemukannya, sebab seorang penulis hanya mempersembahkan teks yang tidak memiliki suprasegmental. Dan makna akan dicipta oleh para pembaca sebagai bentuk apresiasi pembaca sastra, hal itu menurut apa yang dikatakan oleh Budi Darma dalam bukunya Honorium.

Masuk pada The Sea Close By lebih dalam menelusuri teks:

Dalam paragraf pertama di halaman satu. Pembukaan yang memukau pembaca, sekaligus memberikan gambaran besar pada kalimat awal untuk mempermudah menemukan suatu gambaran awal akan isi dari pikiran Albert Camus yang akan ditunaikan dalam teks. Dan teks tersebut menunjukkan bahwa akan menceritakan tentang dirinya dengan media sastra yang difiksikan. Bisa dikatakan prosa lirik kata Mas Dandy disela diskusi ia berpendapat.

Pembahasaan awal ada pengakuan yang dibuktikan dengan kata " Aku" diawal kalimat pertama. Pada awal diskusi, karya ini diasumsikan sebagai karya fiksi cerpen. Mas Aan yang paling setuju dengan dasar-dasar yang ada dalam pemahamannya. Sedangkan saya sendiri menganggap esai. Dan teman-teman lain menganggap cerita perjalanan. Namun kedua ini menjadi pembahasan paling kuat hingga dipertahankan sehingga pada awal pembukaan diskusi penuh dengan kebingungan, diskusi masih dilanjutkan. Pembacaan pada Bab I telah dimulai.


"Aku tumbuh besar dan karib bersama laut serta kemelaratan yang menyelubungi, sampai suatu Ketika, aku kehilangan laut, lalu menemukan semua kemewahan abu-abu l, dan kemelaratan itu tak terlihat lagi. Sejak itu, aku menunggu. Aku menunggu untuk menunggu ramang-remang kehidupan di atas perahu, seperti dulu, pada hari-hari biasanya. Aku menunggu dengan sabar, dengan takzim, dengan segala kekuatanku".
Pembacaan telah usai masuk pada pendapat masing-masing menangkap makna yang satu persatu atau menginterpretasikan menggabungkan makna dari paragraf ke paragraf selanjutya.

Lagi-lagi ada pada teks Albert Camus yang memiliki kesulitan menemukan makna yang gamblang. Sebab hanya dengan teks Itu bisa membuka makna, selain itu akan begitu jauh menemukan nya. Penggunaan metafor yang begitu memukau otak dikoyak-koyak, ternyata sangat menarik mempersembahkan autobiografi yang tidak membosankan bahkan lebih memperdalam pemahaman. Pengemasan cerita dijadikan fiksi autobiografi, Itulah kelebihan dunia kesusastraan. Seandainya secara terang-terangan dalam memaparkan cerita dirinya mungkin sangat membosankan. Dan mungkin tidak akan bisa memperdalam isi dalam karya tersebut. Dengan media sastra tentunya lebih menarik.  Interpretasi labih kaya. Kalau tidak, akan cenderung membosankan. Seandainya Hillen Killer, dan Nabi Nuh yang ada dalam perut ikan Nun itu diceritakan secara konkret masih relevan karena sangat menginspirasi hidupnya, maka menceritakan dengan bahasa paling biasa akan tetap diterima oleh banyak orang karena sangat menginspirasi.

Sebelum membahas karya Albert Camus ini, alangkah baiknya mengetahui latar belakang Albert Camus sehingga akan lebih mudah memahami karyanya. Albert Camus penulis yang juga masuk pada golongan eksistensialis Prancis bersama dengan penulis Jeans Paul Sartre arah pemikirannya. Sehingga dalam memahami karyanya perlu memahami filsafatnya.

Pada bab I yang paling diingat tentang bagaimana Albert memberikan pandangan tentang hidup di laut, mengerikan tapi ketika mampu menyelam ke dalam dasar, maka akan mendapatkan kebagiaan. Maka dalam pembahasannya Albert Camus menceritakan bahwa hidup butuh pengabdian atas sebuah perjuangan yang kadang kemewahan yang abu-abu serta kemelaratan menyelubungi tumbuh besar bersama laut. Kehilangan laut yang dikamaksud bisa memiliki arti, kesedihan dan kebagian akan hilang dan kadang datang lagi kalau kita cermati mendekte hidup ini. Ketika remang-remang kehidupan di atas perahu, hanya dengan takzim dengan segala kekuatan itulah manusia akan membuka sebuah transenden.
Dan interpretasi karya Albert Camus bisa dipahami dengan pendekatan filsafat, bahasa, dan Sastra.

Albert Camus bisa dikatakan karya-karyanya merupakan representasi dari yang pernah ditulisnya esai Miste Sisipus: dalam mitedologi Yunani bahwa seorang raja yang dikutut untuk mendorong batu dari atas turun ke bawah lalu mendorong lagi terus menerus sepanjang hidupnya secara berulang-ulang, sebuah kesetiaan atas dirinya untuk menebus dosa dikutuk mendorong batu. Hal ini Albert Camus membuktikan dengan gaya hidupnya dan begitu karyanya.

Pada paragraf terakhir Bab I The Sea Close By Albert Camus menuliskan: Aku selalu merasakan bahwa aku tinggal di dalam ombak yang tinggi, tempat di mana ancaman, pada inti sebuah kebahagian yang transenden.

kata "Laut" sebuah metafor abstrak akan memiliki interpretasi luas dan saya berasumsi kalau laut diartikan tubuh kita ini seperti laut ketika kita bisa memahami gelombangnya dan menyelami ke dalam akan ada transenden lahir begitu berharga. 


#Akhmad
Mengaji Kata 25, Juni 2019
Gasebo FKIP Unisma
Diskusi pertama

Sabtu, 22 Juni 2019

Di Mana Intelektual; dan Ilmu Ladduni


Mencari Kebenaran Ilmu Ladduni di Era Modern

Kedua Elemen mahasiswa dan dosen harus saling bersinergi. Dosen sebagai objek mahasiswa, sebab subjek bukan saling menyalahkan. Karena kesibukannya ketika dosen tidak masuk dosen seperti punya hak progratif walau kadang sewenang-wenang, dan ketika mahasiswa tidak masuk harus izin pada dosen.

"Kalau sama-sama tidak masuk gundulkan saja kepalanya".

Sistem yang baik bukan hanya berjalan satu pada satu lembaga khususnya pendidikan. Lembaga seperti halnya roda dua, kala yang satu tidak berfungsi maka jalannya itu tidak akan normal. Bisa jadi tidak akan bisa melangkah. Sistem yang baik akan menunjukkan struktur dan kultur yang baik pula.

Dari ketiga elemen tersebut tidak akan mungkin berjalan dengan sempurna. Pasti di antara salah satunya ada yang berfungsi secara tidak normal, minimal dari perjalanan masih bisa bergantian untuk melangkah lebih baik. Jangan sampai saling todong ketika fungsi telah jadi kronis. Ketika dosen tidak masuk mahasiswa seperti bangga.

Salah satu mahasiswa mungkin saja ada yang berpikiran kalau kita bayar, tentunya perlu seorang dosen ketika tidak masuk sadar akan posisi dirinya sebagai pihak yang dirugikan, bukan malah bahagia dengan kesewenang-wenangan.

Kelas kosong, semua mahasiswa dan dosen tidak ada. Apakah salah satu permasalahan umum berikaitan dengan perkembangan globalisasi mengenai modernisasi, dan era digital menjadi paling fital, dan menjadikan pergeseran pola pandang hidup? Gaya belajar pun akan memiliki pembeda secara signifikan, bukan sekedar peradapan bersosial krisis tapi bersosial yang kronis.

***
Pada 14:16 Wib. Ruangan F-12 kosong. Suara mahasiswa kelas sebelah terdengar, awal kuliah ditandai dengan keberadaan doa-doa di Kampus Hijau, katanya.

Dalam tingkatan manusia belajar memiliki tingkatan serta tahapan. Pada awalnya manusia bisa belajar pada sesama (kiayi, guru, dan Cendikiwan. Ketika manusia sudah memiliki keinginan pastinya akan tiba. Era ini perang ideologi.

Masuknya Ilmu ladduni di era modern, tidak ada guru tidak ada murid; papan masih kosong, lalu di mana letak pengetahuannya? "Laufil Mahfud" Kata kursi yang berbicara sendiri di kelas kosong.

Jangan berikan pemuda  dan guru sepuluh di bangunan megah sarang intelektual, akan hancur. Gedung intelektual dan tanah negeri yang berbisik pada bunga yang berada di selogan tumbuh begitu subur wanginya terhirup diudara ber-Ac.

"Berikan kami sepuluh pemuda maka akan ku cabut gunung semeru dengan akarnya", di tembok Ir. Soekarno beretorika melalui teks terbentang teks yang transenden berbisik pada tembok. Pemuda yang duduk di depannya menghisap rokok tertawa wajahnya berkata "Ruang F12 bakar saja, masih mulia tempat yang kita duduki karena kita bahas pengetahuan dan tentang negeri"

Ada yang menyalahkan keadaan ada pula yang merindukan keadaan; kelas yang begitu megah menjadi kerinduan kehidupan pada Flim "Jembatan Pensil", yang ingin sekali memiliki ruang, guru, ruang yang bersih dan guru cantik.

Tumbuhan biru tidak akan mengadu pada guru apalagi yang hanya memburu dan mendapatkan pacar baru; semut di tubuh tidak diharaukan, kecuali ia menggitnya, maka disentuh dan dibuang bahkan akan lebih sadis untuk membunuhnya.

Bagaimana mungkin anak akan menyalahkan orang tua sendiri walaupun salah. Cara itu di Indonesia tidak akan bisa dilakukan secara komunal sepertinya kalau masih menganut pada tradisi, " Kesalahan itu Manusiawi, dan takut kenak karma kalau mengkritisi", jelasnya kesalahan manusia sudah menjadi hal biasa sebagai anak hanya bisa mengingatkan bagaimana munhkin bisa sadar, menggali itu tidak mudah sebagai pemuda kekuatannya dalam menyadarkan masih memiliki proses panjang. Dan anggapan hal itu pula menjadikan kita seperti halnya mengaji Al-Quraan teman kita keliru tidak kita tegor, dijelaskan bahwa kita yang mendengar ayat yang keliru itu salah tidak ditegor pendengar akan mendapatkan dosa, dari apa yang keliru. Bagaimana mungkin tradisi kita gunakan ketika kesewang-wenang guru tidak rasional.

***

Hari ini saya mencoba merekam peristiwa dengan tulisan, tidak harus membuka laptop hanya buka Hp, buka note dan menulisnya beberapa yang dianggap peristiwa. Saya mahasiswa dan merepresentasikan sebagai murid, namu murid yang dewasa ke atas umur 20 tahun akan tahu tentang hal moralitas. Bukan sekedar tendakan baik buruk apa hukumannya namun juga bagaimana bisa melakukannya dengan risiko yang dimiliki sendiri; bukan hanya esensi tapi eksistensi dan tanggung jawab tentang moralitas apa risikonya sudah tahu secara apriori, dan aposteori.

Praktik apa yang akan dilakukan kita, membiarkan ketidak selarasan tentang kesalahan mengaji berlarut, sebagai kaum kecil tidak bisa memiliki kekuatan hanya mendoakan dan membuka ruang belajar di tempat lain selaras dengan kebutuhan bersama. Sebagai ganti ketidak sia-siaan datang di gedung yang dikenal dengan tempat manusia intelektual.

Kesadaran manusia bukan hanya ada dalam logika dan ditfsirkan rasio, manusia terbuat dari tanah dan campuran air anatomi tubuh, 80% tubuh manusia terdiri air. Maka air sebagai netralisir dari segalanya dan jiwa manusia bisa dikatakan akan lebih menerima kedamaian sebab air condong mendinginkan ketidak selarasan jiwa. Ketika semua bisa dirasa logika hanya memastikan tentang pemahaman jiwa yang akan menyadarkan menyisipi nilai pada teks entah berupa; puisi, esai, dan buku dll. Membuka secara evolusi mencipta manusia atas perubahan secara bertahap.

Semoga di antara dosen dan mahasiswa sadar akan semua, tidak ada kambing hitam walau pun itu aakan ada. Pikirka saja bangunan intelektual yang sepi hari ini berapa lama tidak akan berisi dan posisi dosen tak menempatkan dan mahasiswa pula, hingga fungsi hanya dilakukan oleh kursi yang ada di dalam ruang mulia kuliah di F12 Unisma, mata kuliah Retorika. Semoga tidak hanya bermakna pada hubungan habblumminallah (Hubungan denhan Allah saja), kewajiban kita sebenarnya kalau dirinci sebuah kaitan dengan-Nya.

Apkah masih relevan ilmu ladduni di era modrnnisasi, apa hanya bedakan saja tradisi dan caranya, tujuan sebagai esensial imlu pengetahuan yang berguna.

Akhmad 2019

Rabu, 19 Juni 2019

Mata Kata Merajut Peristiwa

Dalam kata akan menjadi peristiwa paling: Kunci Literasi kegagalan menulis puisi.

Mari berkontribusi; Hanya dengan tulisan akan abadi. Hanya dengan hati memahami teks memberi makna, semua insani tidak  menyukai aksi, aksi yang berpotensi radikal. namun ketika kesadaran hati tidak dapat diaplikasikan dengan turun ke jalan, maka definisi aksi jangan dimaknai sempit.

Di Spanyol pada rezim Jenderal Franco melakukan hal serupa pada 15 Januari 1939. Seusai kekalahan dari pasukan nasionalis, sisa-sisa pendukung Franco membakar Pompeu Fabra, perpustakaan utama yang menyimpan pelbagai buku dalam bahasa Catalan. Beberapa sejarawan mencatat para tentara melakukannya sambil meneriakkan “¡Abajo la inteligencia!” atau "Mampuslah Para Pemikir!"

Dilarang lantaran dikawatirkan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat, hal ini membuktikan bahwa teks memberi kontribusi atas perubahan, namun perubahan yang akan terjadi akan secara evolusi, mungkin tidak akan secara revolusi.
Hal itu bisa diambil hikmahnya dan bisa mengetahui bahwa ada kekuatan literasi sangat signifikan teks yang akan dibaca akan menggerogoti logika dan naluri yang menjadi sentral peran hidup manusia. Dan akan membuka hati ketika hati telah sadar terbuka maka rasa memiliki inisisiasi bergerak secara konkrit, maka gerakan itu setara dengan turun jalan mungkin lebih efektif dari itu, karena teks menyerang naluri dan logika, merasuki jiwa-jiwa para pembaca. Mak aksi paling sederhana membuka kesadaran dengan melek literasi, dan paling tidak otak tidak diam berfungsi untuk mengasah ketajaman pikiran atas adanya fenomena yang mampu ditangkap, dan tertunai dalam tulisan.

Maka keabadian akan terjadi dalam jiwa-jiwa generasi yang bisa berfungsi pada Manusia dengan kesukaan estetika.

Gerakan Literasi yang masuk dalam diri akan memiliki nilai, jika diberi nilai dilihat dari pengaruhnya samahalnya dengan sebuah perjuangan, perjuangan yang bisa menyadarkan pentingnya dan menginat bahwa segala dari tugas manusia ialah membaca, ketika melewati batas pengetahuan bisa menuliskan apa yang bisa ditangkap; Fenomena dan peristiwa. Diceritakan melalui teks atau secara langsung yang lahir dari teks seperti flim. Flim sebagai penutup dari sebuah kesenian paling lengkap ada didalamnya.

Manusia bisa mengembangkan potensi dirinya bukan dilahirkan secara sempurna tahapan demi tahapan harus dilalui. Bukan sekedar mempengaruhi namun memperbarui dengan menggali potensi diri dilahirkan oleh manusia dipastikan oleh Pencipta, dari mana bisa merasakan bahwa semua peristiwa bisa dirasa sebab dari manusia, bukan dari semata Tuhan mengambulkan segala keadaan yang tidak dapat diharapkan oleh para penguhuni dunia, bukan hanya pengunjung dunia, yang akan memiliki masa secara hukum dunia. Ketika tidak memahami cacimakilah hatinya.

Dalam buku yang diberikan ke Budi Darma yang dari Editornya, buku berjudul "Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan", pada tahun 1981 bahwa kreativitas ternyata bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Di samping merupakan aktivitas seorang seniman, kreativitas adalah suatu proses yang kompleks, menyangkut lingkungan sosiokultural. Seniman yang memiliki kretivitas beserta hasilnya Sebagai karya seni bukalah merupakan unsur yang terpisah dari masyarakat dan kebudayaan secara keseleruhan yang merupakan lingkungan seniman tersebut.

Akhmad 2019

Selasa, 18 Juni 2019

Perjalanan Yang Abadi


Perjalanan Abadi; pengabdian

Di arah barat ia menemukan sesuatu. Apapun yang ada akan menjadi berharga, apakah itu sebuah cita-cita lahir dari keinginan. Langkah kaki manusia tidak bisa menemukan kepastian kemana, kecuali segumpal darah dalam dada itu menentukan. Tidak semua bisa digapai dengan sebuah keinginan. Ketika menemukan sesuatu anghaplah itu sebuah cara Tuhan menunjukkan keagungannya.

Dari mana datangnya kehidupan, akan lahir dari sebuah pemikiran manusia sederhana ketika keluar dari zona kehidupan paling tenang. Siapa yang ia kerjakan dari sebuah peristiwa dalam diri ketika menemukan ketidak sesuaian. Dari awal ia sudah tidak ingin melakukan hal tersebut. Sosok seorang Ibu yang hanya hidup dalam keadaan tanda tanya membawa ia berjalan. Berjalan kemana?, pertanyaan itu hanya ada di dalam pikiran dan akan ditemukan ketika menunaikan perjalanan.

Malam Jumat legi tanggal 22, Juli 2014 ia melangkah keluar dari rumahnya untuk memenuhi panggilan hatinya. Walau tidak ada suara yang berbunyi sempurna tapi dorongan dalam diri seperti menjadi satu dengan hasrat, kegelisahan dan kekecewaan pada ayahnya tidak dibendung lagi karena menggap ada kata ingkar padanya. Suara itu seperti sesuatu yang harus bisa dipenuhi semenjak memahami tentang kenyaman cinta, dan doa dirinya dibutuhkan.

Keluar dari rumah waktu magrib, karena sangat berat dalam mengorbankan sesuatu harus meninggalkan, tanah yang menguatkan pikirannya. Walau bukan dilahirkan di tanah itu tapi bahasa pertama kehidupan pertama dipahami di tanah itu. Tanah bermama Kampong Konyik, terletak di bawah bukit Rongmarong, posisi rumah paling atas di kampung terus di belakang sudah tidak ada rumah kecuali ladang dan pohon-pohon menjadi hiasan rumah di bukit itu, sebagai saksi hidupnya Ia yang selalu mengabdikan diri pada Nenek bermahkota hitam hingga sudah bermahkota putih. Hal sederhana pengabdiannya dengan mencari rumput dan kayu bakar maka makan tidak akan mendapatkan omelan.

Hal paling penting kala masa kesenangan masih ada dalam jiwa dan dianggap peristiwa. Kala kecil paling berkesan ketika ia harus mempelajari Agama yang tentunya bertuhan kepada Allah Swt dan beriman atas utusannya pula Nabi Muhammad Saw. Dalam kesehariannya bisa dicatat dengan baik hari ini, kegiatan masa kecil itu. Ketika mentari akan terbit dengan kudrotnya secara konsisten bersama dengan kicauan burung-burung, ia harus pergi ke bukit mencari rumput kalau hari minggu libur sekolah. Hiburan paling digemari pergi ke sungai kecil setelah dari gunung mencari anak burung, untuk dijual setiap hari Senin dan membeli burung dara.

***

Semua itu akan hanya menjadi masa lalu; Dan kini masa depan telah tiada, kecuali kini yang harus dilewati menjadi harapan. Ia pergi ke Cilacap dengan rasa kesedihan bersama sepi. Berangkat dari lumbung rumah pertama sudah tidak didukung oleh isi tawon yang menghasilkan madu, maka perlu pemberontakan untuk bisa menyadarkan mereka yang tidak memahami. Malam jumat itu bergegas berangkat, teman ia yang mengantarkan ke tempat nunggu bus menangis tersedu-sedu bertanya.
"Serius akan berangkat, bagaimana dengan Neneknya?"
"Ada Allah kak, bismillah wes" dengan senyum dan kopiah Soekarno serta dengan sarungnya Ia minta tolong untuk serahkan ke rumah sebagai informasi kepada keluarganya untuk tidak dicari. Tangisan tambah histeris nanti pas pulang.

Perjalanan akan memiliki ujung walau tujuan tak memiliki untung kala sampai hanya ketika sudah tiba menghubungi keluarga dan meminta alamat yang dicari itu. Sebagai sesuatu dirindu olehnya. Keluarga yang ditinggal setelah tiba ditelfon meminta alamatnya, Jawaban apa yang akan memiliki impiannya selama hidupnya, 20 purnama tidak pernah muncul menyinari bumi dan mengabdi pada bintang dengan cahayanya tak terasa hanya ia menemukan sesuatu terang.

Tujuan yang dicari hanya menemukan keabadian dalam ceritaku, dan kini Ia hanya berdoa padaNya semoga masih dalam keadaan paling aman padanya. Setiap hanya akan menjadi sebuah peristiwa dalam sejarah. Ia hanya makhluk kecil hanya berdoa dan bekerja sesuai dengan cara mulianya.

Akhmad 2019

Minggu, 16 Juni 2019

Perantauan tempat Pengasingan

Merantau= Mengasingkan


Sudah tiba di Malang tempat perayaan dan juga pertempuran amor fati.

Di pengasingan  akan ditemukan ruang paling sempit. Dan melahirkan misi mencari, mengabdi, dan merealisasi. Dan akan bertanya, dari mana datangnya pemikiran dari teman, keadaan, dan apa yang ditemukan dalam bacaan.
Yang paling mulia lahir dari misi naluri bertujuan tentang kemanusian, Tuhan, dan alam. Dan memahami amor fati sejati.

Kadang disini waktu 24 jam masih kurang andai bisa ditambah jadi 25jam begitu senang. Dan disini menjadi tempat paling sunyi kadang paling ramai; kadang membuat damai kadang juga terbuai. Semua menjadi kudrot.

Ketika sudah tiba, setelah nafas diam, degup istirahat sebentar ingat dengan pesan-pesan; keluarga, guru, alam, dan teman-teman.

Keluarga nyangoni doa
Bapak nyangoni uang dan doa
Nenek nyangoni doa lancar sehat selalu
Bibi nyangoni doa semoga lancar

Guru ngaji berpesan cepat kembali kalau lulus
Guru Maderasah berpesan jangan lupa mengasah
Guru SD berpesan jangan lupa mengasuh
Guru SMP berpesan jangan lupa mengasih
Guru SMA berperan jangan lupa pada guru "Karena tak ada mantan guru"

Tetangga nyangoni ucapan selamat
Pak Rasid tetangga nyangoni rokok yang berpesan "Berikan kepada teman-temanya, kalau uang tidak punya hehe".

Teman-teman masa kecilku nyangoni doa semoga lancar katanya dan Sambil cari pasangan.
Teman-teman SMA nyangoni pesan jangan lupa pada kita "Katanya"

Teman-teman Pesantren nyangoni jangan lupa guru ngaji; Yang meninggal gurunya suruh sempatkan nykar atau dikhususin pas di perantauan.

Tanah kelahiran yang diinjak nyangoni rindu. Pada saat diperantauan tidak tahu apa-apa lagi (bingung), kembalikanlah semua itu pada yang dirindu, ya, tanah kelahiran itu dikaji, dingat, lalu tanggungjawabnya, agar semangatnya kembali lagi dengan tujuannya yang satu.

Selasa, 04 Juni 2019

Punya Cerita di Jakarta

Foto: M.Charis


Foto ini diambil oleh M. Charis pada tanggal 07, November 2017.

Diawal bulan sebelas akan satu langkah lagi akan menyambut tahun 2018. Bagi saya ini menjadi catatan tersendiri, karena senang dan saya sadar tidak pernah berjalan ke-mana selama kuliah kecuali kos dan kampus, dan Malang hanya disitu bukan tidak ingin tapi sadar kalau tidak motor jadi tidak bisa melanglang buana Malang. Maka senang kala ada tawaran ke Jakarta.

Di tempat ini memiliki kenangan bersama M. Charis teman kelas yang mengajak saya ke Jakarta karena ia pernah mengikuti lomba foto Veteran se-Indonesia. Kebetulan temanku itu orangnya suka memfoto karena ada fasilitas dari keluarganya. Hal yang beruntung pada saat itu saya. Karena pada saat itu saya mendapatkan tawaran. Pada saat itu pula saya juga sangat penat dengan beban pikiran, bukan hanya masalah akademik yang sering dijadikan masalah oleh Mahasiswa lainnya, lebih tepatnya tekanan setiap kebutuhan setiap hari makin tinggi, beban semester yang besar bagiku karena saya harus mencari sendiri kebutuhan kampus. Makanya saya ingin berjalan-jalan agar otak tidak begu dengan banyaknya masalah, tapi tujuan jalan tersebut bukan sekedar menikmati alam tapi bagaimana menemukan sesuatu dalam perjalan itu.
Tanggal 27, Oktober 2017, memberi kabar kalau dia menjadi pemenang lomba fotografi dan dia memberi tahu kalau pengambilan hadiahmya bukan dikirim melaonkan dapat undangan dari pihak Veteran se-Indonesia. Sebagai teman saya ikut senang dan tawaran mengajakku itu juga yang menggiurkan. Saya sadar karena lama saya tidak membawa saya kemana diri ini, sebenarnya juga perlu tahu banyak hal tentang hidup agar tidak hanya sempit memandang hidup. Maka senang ketika ditawarkan untuk ikut, yang menyenangkan juga tiket berangkat ditanggung. Saya langsung sepakati itu tanpa memikirkan panjang, walau sebentar lagi akan menghadapi UTS Ujian Tengah Semester  pada tgl 12, November dan kita sepakat tgl 6, November 2017 berangkat. Tidak pikir panjang tentang UTS dulu pikran berangkat dulu.

Tepat pada tgl 6, November kita berangkat ke Jakarta. Kita sama-sama berangkat naik kereta Matarmaja langsung turun Stasiun Pasar Senin, kebetulan kita naiknya di Stasiun Kota Baru Malang. Di atas kereta saya hanya berkata pada Charis kalau nanti pulangnya saya tinggal aja di Jakarta, karena waktu itu pikiran memang sudah pendek arah pikiran sudah tidak karuan mengenai akademik sudah tidak ingin urus, disitu puncak kebingungan.

"Mas saya nanti pas di Jakarta tinggal aja di sana, saya akan kerja aja dan tidak akan ikut UTS, karena saya bingung belum bayar Disepensasi". Dengan senyum kecil saya katakan.
" Semoga nanti ini dapat uang dari hadiah pean pake aja Mas, Kameranya jual nanti". Dengan haru dia seperti tahu kondisiku.

Waktu telah tiba kerata setelah ini akan berangkat. Kita bergegas masuk ke dalam gerbong kereta. Di sana duduk bersama, dalam tas kecil memang saya tidak lupa memabawa buku bacaan dan juga membawa buku hasil tulisan saya sendiri, waktu itu bawa 5eksemplar, niat untuk diberikan ke Adek dan ke Gramedia penerbit besar di Indonesia yang terletak di Jl. Palmerah. Dengan keinginan tulisan bisa diterima oleh Gramedia dan mau menerbitkan tulisan saya itu.

Di tempat duduk kebetulan kami bersama dan setelah lima menit berangkat kita sama-sama mengeluarkan buku sebagai bacaan diperjalanan, karena Charis tidak bawa buku saya pinjamkan. Pada saat perjalanan kita ditanya oleh orang yang di depan kami duduk.
"Mau kemana Dek?"
"Kami berdua mau ke Jakarta mau ambil hadiah pemang fotografi", serentak berdua kita menjawab.
" Oh, iya Nak, Mahasiswa ya?"
"Enggeh Pak, Bapak mau kemana, asal bapak di mana, maaf kalau boleh nebak bapak bukan jawa ya?,
" Iya Nak, bukan kami bertiga dari Sumbawa, dan kini mua ke Jakarta mau ke saudara, kebetulan kami dari wisuda Putri kami dia kuliah di Unitri baru lulus."
"Selamat Pak sudah lulus".

Waktu telah malam suasana sudah seperti melelahkan. Bunyi rel kereta api masih ramai menghiasi kuping kanan dan kiriku, buku ditangan masih erat beberapa halaman sudah terbaca. Waktu itu dalam tas ada bukunya Tan Malaka judunllnya "Semangat Muda" dan bukunya Muhidim M. Dahlan judul "Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur" dan buku lainnya masih ada "Demokrasi Kita" ditulis Muhammad Hatta. Buku lainnya hasil tulisan saya sendiri tepatnya kumpulan Puisi karya pertama saya. Judul "Gerilya" saya tulis pada saat saya cuti kuliah dulu.

Tepat pada pukul 8:00 Wib, ril kereta sudah berhenti, Kupingku sudah tidak rengis, kota Jakarta telah tiba pada awal saya jejaki kaki di Ibu Kota. Walau katanya saya kelahiran Jakarta. Kini saya baru pertama duduk dan berjalan di kota yang awal alam mengenalkan saya masih kecil dulu. Hawa kota Jakarta serasa masih asing dalam diri saya. Lampu kota-kota yang gemerlap kala malam tak bisa dibayangkan keindahannya.

Setelah saya mencari makan dan memakan. Kita merancang konsep ke mana kita awal kita singgahi. Pertama ke Masjid Istiklal setelah menanyak ke para pedagang diberi pentunjuk bahwa arah Iatiklak dekat dengan Munas. Telunjuk pedagang mengarah ke arah Monas. Dalam kesat mataku dan temanku terlihat jelas Munas dari Pasar Senin dan sepertinya dekat. Setelah itu kami berjalan menujunya karena semangat ingin tiba ke sana, karen kita sama-sama tidak pernah tahu Kota Jakarta dan Munas.

Berjalanlah kita menuju ke sana, dengan membawa air di tas. Setelah menelusuri trotoar di pinggir jalan. Banyak nama jalan yang kita baca namun saking banyaknya belum bisa dihafal. Jalalanan aspal seperti akan menghafal kaki kita andai bisa berkenalan. Lelah terasa memuncak karena jarak memang jauh, jalan yang kita lalui. Mata sudah tidak enak memandang. Di kiri jalan di tengah perjalanan kala itu kita melihat penjual buku sepertinya tempatnya klasik kita berhenti sejenak melihat buku-buku sambil lalu menghilangkan rasa lelah, kita Bersua dengan penjual dan walau pada dasarnya belum ada yang cocok bukunya dan walaupun ada juga kantong tidak mendukung. Tapi hal yang berkesan di tempat jual buku itu, dan ketia teman ingat bahwa tempat itu ternyata tempat yang pernah menjadi tempat Rangga dan Cinta pergi ke toko buku di dalam flim Ada Apa dengan Cinta. Ranngga bawa Cinta ke tempat penjual buku itu untuk memberi tahu bahwa tempat ini tempat buku klasik.

Nama tokonya Restu JL. Kwitang 05 Jakarta. Dari Stasiun Pasar Senin kurang lebih 7kl. Arah ke utara untuk melintasi patung tani menuju Monas. Perjalanan samapai di sana memiliki kesan karena banyak hal yang kita tangkap dari hiruk pikuk Ibu Kota yang masih seperempat kita lintasi tapi ini sebuah pengalaman baru. Merasakan arus kota Jakarta dengan aroma panas pengab di hari libur tepatnya hari Sabtu jalan ternyata tidak terlalu ramai.

Semua akan tiba suatu hari yang tidam biasa; tunggu cerita selanjutnya.
Akhmad 2019

Senin, 03 Juni 2019

Esensi Mudik dan Revolusi

Mengenal Mudik dan Membawa Revolusi

Mudik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke V (KBBI) memiliki arti balik ke kampung halaman. Kampung halaman merupakan tempat pertama kita mengenal banyak hal (tempat bermain), dalam pengetahuan sederhana kita mengenal bahasa daerah sendiri, disebut bahasa ibu. Walau pada dasarnya bahasa bukan sepenuhnya didapat dari ibu, lebih banyak juga teman bermain ketika hari ini menyadari.
Sebenarnya istilah mudik itu harus kita tahu bahwa ditarik arti dari KBBI kembali ke kampung halaman. Kembali berarti harus diartikan secara batin mengembalikan jati diri, secara dhohir berarti kembali tubuh kita untuk bersua secara suara dan secara langsung. Di kampung halaman itu perlu bersua dengan teman ngaji, teman SD, dan guru. Ketika seperti itu, biasanya mengembalikan pada ingatan kita pada masa lalu.  Harus diketahui pula esensi balik ke kampung halaman bukan sekedar mengingat pada cerita masa lalu kita, tapi tawa canda yang dibawa sekarang akan menunjukkan latar belakang mereka di mana tinggal.
Canda tawa kala bertemu dengan kawan lama di kampung, dan pertanyaan dari kawan kecil itu biasanya yang ditemui, selain kabar sehat ditanyakan. Pertanyaan ketika bertemu "Kamu sehat?". Frasa idiom itu masih tanda tanya maknanya, dalam bahasa Indonesia itu masuk pada problematik bahasa dalam kaidah tidak ada tapi dalam kehidupan ada. Namun bukan mau membahas kebahasaan sudah bosan di meja kuliah, bahas pertemuan kala mudik itu. Pertanyaan itu sering dilontarkan,
"Sekarang tinggal di mana?, sibuk apa?, dan sudah menikah apa belum?, punya anak berapa?".
Pertanyaan itu sebenarnya tidak ada di soal mata kuliah di bangku-bangku sekolah, saya sendiri masih berkuliah jawabnya bingung kalau ditanyakan mengenai, punya anak berapa?. Dalam hal itu sebagai posisi masih ada di meja kelas jelas andalan jawaban itu ada; nyaris kalimat itu akan menjadi andalan.
"Mengapa harus buru-buru kan masih belum lulus sekolah, kalau tidak ya mungkin saja sudah seperti kalian ". Dalam hati selamat.
Biasanya masih ada lagi yang melontarkan pertanyaan dengan sok bijak mengaitkan dengan riwayat Nabi Muhammad ia melontarkan "Kita umat Nabi Muhammad Saw, kita ikutin lampan (ikut jejaknya), yang menikah umur 25 tahun".
Dalam hati berkata walau sekarang umur 25 tahun persis dengan Nabi yang waktu umur segitu sudah menikah, tapi saya posisi saat ini belum menikah. Alhamdulilah selamat menjawab pertanyaan bijak itu. Fenomena pertanyaan itu sering kali ditemukan kala mudik di kampung halaman bertemu dengan banyak kawan, pasti salah satunya akan ditanyakan hal itu. Walau kadang selain itu juga yang sering ditanya perkembangan dan sebuah perubahan diri yang ditanya. Pertanyaan itu hal yang signifikan terkadang dari bentuk  Mungkin khususnya juga bagi orang yang kurus mereka pasti akan tanya " Mengapa kamu kurus?", gampang ngatasi jawaban itu "Gemuk kalau manusia tidak akan disembelih, jadi gak harus gemuk kan hehe". Jawaban itu menghebohkan walau pada dasarnya kurus dari sananya.

Kampung halaman tempat refleksi diri bagi orang seperti saya yang dari desa, Kita harus bisa merefleksikan tentang apa yang akan dibawa ke kota mengenai kebiasaan di desa. Sekiranya bisa beradaptasi dan bisa diterima oleh kehidupan di kota, maka kampung halaman sebagai cara sederhana mengingat siapa diri kita akan kemana nanti. Lebih tepatnya, motivasi ketika samapai di kota punya tujuan dan misi besar untuk mencapai apa yang ingin digapai. Hal itu juga dibuktikan oleh salah satu motivasi yang diucapkan oleh Bob Sadino, orang desa akan lebih kuat motivasinya ingin menggapai tujuannya. Hal tersebut menjadi doa bagi orang-orang seperti saya dan lainnya juga yang sejalan.
Apa motivasi mudik? Sederhana, bisa berkumpul dengan keluarga dan bisa merayakan lebaran bersama dengan keluarga. Bagi yang belum bekerja bukan oleh-oleh dari kota yang diharapkan keluarga tapi berpulang dan berkumpul sebagaian tujuan keluarga kala lebaran. Bagi yang bekerja ya malu aja kalau pulang tidak bawa apa-apa, minimal bawa mercon atau kembang api, selain ampau yang bisa dibagikan ke ponakan dan sanak familynya, karena dalam anjuran Nabi jika berbuat baik berbuatlah baik pada yang lebih dekat yang lebih membutuhkan. dan sanak keluarga yang lebih dekat disejahterakan terlebih dahulu, setelah itu baru bersedekah pada orang jauh.
Mudik di kampung halaman itu bisa dikatakan bukan sekedar pulang dan balik lagi tempat perantau nantinya, bisa disimpulkan balik ke kampung halaman bisa membawa sesuatu; hal itu bisa berupa perubahan menimal perubahan diri yang dulu buruk menjadi lebih baik, bukan yang dulu buruk menjadi lebih buruk lagi. Bagi kau muda indie akan diasingkan ketika memiliki pedoman dan cara pandang berbeda khususnya bagi kaum terpelajar, tapi juga bisa membawa sesuatu yang bisa dirindu oleh para orang-orang di kampung halaman. Untuk menemukan hal itu perlu lagi yang namanya kedalaman data apa yang didapatkan dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di kampung halaman. Pada anak-anak mereka saja bisa dirasa apa yang dibawa dari perantauan itu misi sederhana anak kampung bisa merasakan apa yang dibawa dari kota, dan apapun bentuk yang dibawa bisa mendorong mereka atas pentingnya diri kala merantau bukan sekedar merantau tapi sambil belajar. Bagi yang berada di ranah kuliah bisa membawa tujuan dan mensosialisasikan diri bahwa pendidikan itu penting dan merupakan sebuah kewajiban.
Implemintasi yang sederhana bisa mengajak menonton film bersama warga dengan film yang bisa mendorong dan menggugah mereka atas dirinya, bahwa penting dari belajar itu seperti orang pembeda dari kehidupan manusia lainnya, dari sikap, sifat, dan tindakannya. Dengan menysosialisasikan pentingnya belajar dengan menonton film.
Film rekomendasi yang bisa dipaparkan merupakan film motivasi yaitu; Negeri 5 Menara, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Jembatan Pensil. Film tersebut memotret kehidupan di desa yang memiliki keinginan besar pada kehidupaannya, menatap ke depan lebih baik dari apa yang dirasakan oleh kehidupan sekarang dirasa bareng keluarganya, dan mendobrak kesadaran bahwa kita lahir di dunia tidak harus sama dengan apa yang ada, makanya Tuhan melahirkan kita dalam zaman, waktu berbeda,  dengan cara berbeda pula hal itu merupakan sebuah simbolisasi manusia, bahwa kita tidak harus sama dan selaras dengan apa yang ada dikehidupan karena manusia begitu relatif dan dunia akan selalu mengalami perkembangan yang tidak lain dan tidak bukan Tuhan melahirkan di zaman ini memiliki tujuan tersendiri untuk mengatasi kehidupan yang seperti ini.

Bagaimana kita bisa memahami semua paparan tentang teks itu, maka hal yang paling penting dalam hidup kita memiliki "KESADARAN". Bangkitkan dan kembangkan kesadaran yang hidup dalam diri dan asah dengan sebuah keinginan serta pahami asal usul kita, lalu apa kebutuhan manusia, serta siapa kita dan untuk apa kita hidup?, Hanya dengan itu kesadaran akan terbuka, setelah itu pasrahkan saja pada Pencipta karena upaya telah dilakukan.

Akhmad 2019

Sabtu, 01 Juni 2019

Pancasila Mati di Era Modernisasi; Sebagai Identitas Bernegara

foto; diambil.dari.lpm.fenomena

Bulan Juni tanggal 1 menjadi bulan dan tanggal yang sakral; dan dikenal dengan bulan lahirnya negara yang memiliki identitas berwarganara Indonesia. Yang mencetuskan dasar negara Indonesia dikenal dengan Pancasila. Dan apakah Pancasila mati di era modernisasi?, mari refleksi bersama.

Bulan Juni bukan sekedar peringatan lahirnya pancasila. Paling utama bagaimana mengamalkannya. Bagi yang berada dikalangan dunia sastra dikenang pula dengan puisi Sapardi Joko Damono dengan judul Hujan di Bulan Juni. Di Bulan ini juga ada peristiwa luar biasa karena akan menjadi penentu Bhinika Tunggal Ika. Dan dikenal dengan lahirnya dasar Negara Indonesia.

"Hari Lahir Pancasila jatuh pada tgl 1 Juni 1945"

Kita semua akan memahami hari ini salah satu hari berbesajarah. Ketika menginat perumusan dasar ideologi Negara. Maka harus kita sadari bahwa dari proses ini bapak pendiri bangsa terdahulu bermawas diri dan hati-hati menentukan jati diri negara karena dasar ini sebagai bentuk identitas bernegara. Dan akan menjadi amalan bagi warganegara yang hidup di Indonesia.

Bulan Hari lahirnya pancasila ditetapkam oleh Sukarno dan Hatta tahun 1945. Penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berperan merumuskan kemerdekaan, penghargaan itu  disebut dengan sebutan Piagam Jakarta. Di Dokukurutsu Junbi Cosakai Badan Penyidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pertama kali mengadakan sidang pada bulan 29, Mei 1945, hingga tgl 1 Juni 1945 ditetapkanlah dan disepakati bahwa rumusan Soekarno diterima dengan dasar yang diberi nama Pancasila.

Dalam perumusan itu tidak mudah memerlukan diskusi panjang. Perbedaan pendapat tidak akan selalu tepat, hasil duduk dan musyawarah dengan Ridho Allah terbuka dan lahir dari para pendiri bangsa pemikiran jernih. Tujuan menentukan sebagai pedoman dasar negara kita, walaupun dengan waktu begitu singkat melewati proses perbedaan pendapat oleh beberapa para tokoh. Banyak usullan yang dilontarkan pada forum tersebut. Dari beberapa tokoh mungkin yang penulis sebutkan  yaitu tokoh satu ini; Moh. Yamin dengan rumusun yang diberinama "Asas Negara ada Lima"; 1.Peri kebangsaan, 2. Peri kemusiaan, 3. Peri ke-Tuhanan, 4. Peri kerakyatan, 5. Kesejahteraan rakyat.

Namun bukan hanya M. Yamin salah satu tokoh lainnya yaitu; Supomo yang mengusulkan juga dasar itu ia memberi nama, "Dasar Negara Indonesia Merdeka" terdiri dari; 1.Persatuan, 2. Kekeluargaan, 3. Mufakat, 4. Demokrasi, 4. Musyawarah, 5. Keadilan Sosial. Namun kedua tokoh tersebut belum bisa dimufakati bersama dari rumusan yang mereka usulkan. Dengan banyaknya pertimbangan oleh beberapa orang-orang yang berada dalam forum.

Desir angin selalu ada di dalam forum pikiran manusia yang tidak sama, berinisiatif ingin menyamakan presepsi. Datanglah putra sang fajar dengan membawa dasar negara Indonesia. Orang itu bernama Soekarno diakhir ia datang dengan banyaknya perselisihan para pendiri bangsa yang belum bisa disepakati dengan beberapa usulnya. Ia membawa hasil rumusannya dan membacakan di mimpar, dasar itu telah disususn yang diberi nama "PANCASILA" yang memiliki lima butir yang akan dijadikan dasar negara, lima butir terdiri dari; 1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusian, 3. Keraykatan atau Demokrasi, 4. Kesejahteraan Sosial,5. Ketuhanan Yang Maha Esa, rumusan tersebut ketika dibacakan dengan beberapa narasi yang mampu menggugah hati pendengar Sorekarno menerima tepuk tangan luar biasa dari penyampaian itu dan dianggap bahwa dari rumusan yang paling cocok di Negara Indonesia dan bisa diamalkan oleh para generasi yaitu "PANCASILA",

Tepat dengan penerimaan itu terciptalah dasar negara dan pada saat itu pula di tetapilah bahwa pada tgl 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila.


***

Beberapa nama panitia kecil yang dibentuk BPUPKI dilansir dalam berita Detik.com.  Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Lalu dibentuklah Panitia Sembilan terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945 dan menjadikan dokumen
Hari ini tidak akan kita lupakan pula bahwa pada hari ini tepat hari mengenang para pendiri dalam menyusun dasar negara.

Hari ini banyak dalam bentuk memperingati hari lahirnya Pancasila, salah duanya yaitu dengan antusias mengucapkan hari Lahirnya Pancasila, hal tersebut anekaragam beberapa teman-teman organisasi membuat poster sebagai perayaan memperingati hari Pancasila. Hal tersebut sebagai bentuk eksistensi kita berwarga Negara namun yang paling penting bukan pada bentuk eksistensi namun harus memahami esensi dari hari perayaan Pancasila.

"Lahirnya Pancasila sebagai bentuk adanya kehidupan baru yang bisa kita amini bahwa Negara telah lepas dari jajahan, dengan menbentuk dasar negara bentuk kesadaran bahwa kita harus memiliki identitas yang sesuai dengan dasar negara, dengan cara apa mengamalkan apa yang ada dalam Pancasila"

Dalam mencapai itu semua harus bisa memahami intisari dari sebuah negeri dan dasar ini sebagai pondasi, ibarat bangunan kalau ingin kuat maka perlu kuatkan pondasinya. Maka bangunan itu akan kuat, siapa yang kuat dalam suatu negara yaitu manusia atau masyarakat warganara itu sendiri.

Selamat hari lahir Pancasila
Di bulan juni bukan hujan yang sakral
Di bulan juni hari sakral tanggal 1 yang harus kuta tahu dan amalakan

Akhmad 2019