Minggu, 27 Desember 2020

Kiat Sukses Menjadi Kritik Sastra

 


Buku berjudul Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokritik (Intrans 2020). Ketika selesai membaca, saya teringat dengan nama  H.B. Jassin. Nama yang tak asing bagi jurusan sastra Indonesia. Karya esai kesusastraan beliau selalu menjadi rekomendasi para pegiat sastra khususnya yang ingin mendalami kritik sastra. Biasanya dosen, mewajibkan baca karya-karyanya. Begitupun, dengan karya Yusri Fajar penulis Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokritik, buku tersebut sangat baik jadi pendoman memahami karya sastra lebih dalam. Karena mengkritik tujuan membangun intelektual lebih baik, tentu dengan cara sehat intelektual pula. Begitulah, yang pantas saya utarakan setelah membaca.

Yusri Fajar seroang akademisi menjadi dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di salah satu kampus terbesar di Jawa Timur yaitu Universitas Brawijaya Malang. Tulisan berjenis esai kritik terhadap karya sastra yang tertuang dalam buku, Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokrtik. Merupakan representasi dari seorang penulis akademisi sekaligus seorang sastrawan. Sehingga tulisan tersebut memberikan sebuah dedikasi secara tidak langsung, bagaimana seorang bisa mengkritik secara baik tanpa ada unsur menghujat, bahkan secara naratif disampaikan dengan teks bahasa yang baik, tepat, dan sesuai dengan logika berbahasa. Nyaris patuh dengan disiplin ilmu linguistik.

            Buku ini membuka pengalaman, pengetahuan, dan bagaimana melakukan kritik terhadap karya sastra. Jalan kritik dengan cara-cara baik dalam mengkritik sebuah karya sastra. bukan hanya mengkritik teks sastra namun non-teks pula. Dalam buku tersebut dikemas dalam bentuk esai kritik dengan judul buku Jalan Kritik Sastra Aplikasi Teori Poskolonial Ekokritik (Intrans, 2020).

1.      Kritik Karya Sastra Kumpulan Cerpen

Kritik sastra memiliki peran penting dalam dunia kesusastraan, menginterpretasikan, menilai dan mengkaji banyak karya sastra. Karena posisi penulis dan karya satra telah terpisah. Hal ini selaras dengan apa yang telah dikatakan oleh Roland Barthes (1965), dalam esai Sapardi Djoko Damono berjudul Interteks, Inter-teks. Bahwa pembaca teks akan melibatkan tiga pihak: teks, pengarang, dan pembaca. Maka pentingnya seorang kritikus teks sastra maupun non-teks, bertujuan mengungkap bahasa tekstual yang memiliki multitafsir, contoh dalam Kumpulan Cerpen berjudul Semua untuk Hindia (KPG, 2014) dengan kutipan “Hindia Belanda seperti negeri ajaib yang senantiasa menawarkan penjajahan  spiritual.” (Iska Banu, 2014:33). Makna sebenarnya dalam dialog tersebut: Kedatangan orang-orang Belanda ke Indonesia membawa dampak hibriditas dan budaya. ( Yusri Fajar, 2020:01).

2.      Kritik Karya Sastra Puisi Gastronomi

Namun, dari sisi karya sastra lain berupa puisi. Yusri Fajar memberi dedikasi perihal kritik bagaimana bisa mengkritisi sebuah puisi, tergambar jelas dalam esai kritik sastra berjudul Makanan, Relasi Sosial, dan Identitas: Menikmati puisi-puisi dalam “Dapur Ajaib” Karya Alfian Dippahatang. “Kamu adalah yang kamu makan” merupakan representasi dari apa yang ada dalam penggalan puisi yang dijadikan contoh. Sehingga karya sastra puisi tersebut masuk pada ciri puisi gastronomi, sastra berkaitan dengan makanan. “Aroma kebahagiaan itu tercium dari tumis/ bumbu  yang sedang kuhirup dari racikanmu/hawa panas dari perapian membuat wajahmu/ yang keringatan dan berminyak kian bermuar (Dppahatang, Sibuk di Dapur, 2017;57). Inilah bukti bahwa buku  ini juga memiliki sebuah kompleksitas membahas tentang puisi yang tajam dengan mengambil sisi lain dari yang umum, yaitu sastra gastronom Prancis, Jeans Anthelme Brillant-Savarin (sebagaimana dikutio Rahman, 2016:13) menganggapnya sebagai indera yang terhubung dengan sensasi kenikmatan di mana tubuh menyadari sensasi itu. Sensasi dalam puisi itulah diambil yang memiliki kaitan  dengan rasa dan tubuh.

3.      Kritik Karya Sastra Novel

Dalam hal ini Yusri Fajar memberikan  dedikasi melalui kritik karya sastra novel dengan judul Neokolonialisme dalam Novel ”The God of Small Things” Karya Arundhati Roy: Hegemoni Ekonomi, Sistem Kasta, dan Para Elit Lokal. Tergambar dalam sebuah karya sastra tersebut dengan sebuah pemasalahan kompleks di India masa setelah kemerdekaan negara tersebut. Narasi berbentuk teks yang disampaikan oleh Arundhati Roy (Fajar, 2020,18); Setelah kemerdekaan, mereka (kasta rendah yang tidak dapat disentuh) mendapati bahwa mereka tidak berhak atas tunjangan pemerintah apa pun seperti reservasi pekerjaan atau peminjaman bank dengan tingkat bunga rendah, karena secara resmi, di atas kertas, mereka adalah orang Kritsen, dan karenanya tidak memiliki hak (1997:74). Dalam hal ini jelas ada ketidak seimbangan dalam memperlakukan manusia, walau pada dasarnya sudah merdeka. Namun, kasta rendah masih belum merasakan kemerdekaan tersebut, selain itu dikarekan masih ada perbedaan dalam beribadah antara kasta rendah dan atas.

4.      Kritik Karya Sastra Teks ke Media Audio Visual

Kritik karya sastra Indonesia tentu banyak yang bertansformasi dari ke teks sastra ke bentuk Audio visual (difilimkan). Masih belum lama adaptasi karya sastra seperti; Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (diflimkan 2019), Laila S. Chudori yang Laut Bercerita (difilmkan 2018) dan Dilan 1990 (diflimkan 2019), dan Tinggalamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka (diflimkan 2013). Dari yang telah disebutkan flim di atas tidak asing di Indonesia. Jika anda berpikir bahwa adaptasi hanya berhubungan dengan novel-novel dan flim-flim, anda salah. Orang-orang era Victoria telah memiliki tradisi mengadaptasi banyak karya dengan berbagai kemungkinan arah: puisi, novel, drama, opera, lukisan, lagu-lagu , tarian, dan “Telbeux vivants” telah diadaptasi dari satu medium ke medium lainnya, dan sebaliknya. (LEnda Huetcheon, 2006:IX). Hal ini dapat memberikan sebuah pandangan bahwa relasi antar bidang seni ‘bersinergi’ secara dinamis bersama dengan teknologi. (Fajar, 2020: 66).

Dapat disimpulkan, bahwa buku ini adalah jalan mudah dalam memahami karya sastra secara luas. Kita ketahui sangat sedikit kritikus sastra di Indonesia. Namun tidak semua pembaca diajak menjadi kritikus, tapi sebagai pembaca sastra interpretasi, apresiasi, suatu karya sastra sangat penting. Dan buku ini menjadi pedoman dengan mengkritik karya sastra, ini merupakan jalan tengah paling bijak, adanya kritik sastra merupakan bentuk pertanggungjawaban diri dan masyarakat (HB. Jassin, 1956; 47).

 

Kamis, 24 Desember 2020

PERGI MISA

 

Foto: Khusnul Hanasanah

Pada saat Bunda Maryam, pergi ke Gereja saat pagi yang cerah secerah wajahnya dengan gembira dan dengan wajah yang mempesona yang menggunakan busana rapi, Bunda yang tidak pernah lupa pada teman hidupnya yang sangat disayangi ia bersama Adik Toni, dan Maja mereka setiap minggu tidak pernah telat untuk datang ke tempat mulia Gereja melakukan kewajibannya sebagai manusia untuk melakukan pemujaan kepada Tuhannya biar ada perbedaannya dengan pencipta dan yang menciptakannya, yaitu tuhan yang maha pengasih dan maha penyayang, saat sudah memasuki tempat mulia itu ia sudah bisa mencurahkan semua yang ada dalam hatinya di tempat itu Bunda dan Toni dan Maja mendekatkan dirinya pada Tuhannya, dihadapkan tuanNya yang nyata itu tidak ada rasa malu meminta apa yang ada yang ingin dipinta, bahkan tiada rasa ragu mereka yakin jika apa yang akan diminta akan dikabulkan olehnya, sebab tuhan itu maha pengasih dan maha penyayang pada umatnya yang mendekatkan dirinya padanya.

“Puji syukur Tuhan”.

Saat waktu sudah berjalan yang tak terasa matahari sudah tinggi dan panasnya sudah bukan panas sehat lagi mereka bertiga keluar dari tempat pemujaan itu, dan ia meninggalkan tempat itu, irama bunyi kaki yang seperti biola yang berdawai pelan-pelan pada saat itu pula menuju kursi yang ada di sebelah gereja yang beratap pohon beringin mereka bertiga duduk sambil menunggu taksi, pada saat itu pula Bunda bertanya pada Adek Toni yang masih kelas lima SD lebih muda daripada Maja yang sudah SMA kelas dua belas yang semuanya kuliah di sekolah katolik yang favorit.

“ Toni sayang bunda tanya, saat berdoa tadi berdoa apa dek.?”

“Doa...? Doa minta pada tuhan keluarga Toni sejahtera dan bunda sehat selalu.”

“Hmm pintar Doanya. Terus kakaknya tidak didoakan. ?”

“Hmm iya dong anaknya siapa dulu. Iya untuk kakak doanya semoga cepat lulus dan bisa kulia di luar Negri sesuai cita-citanya kakak dan tidak mengecewakan Bunda.!”

“Iya dek, terimakasih doanya semoga doanya diterima tuhan,”puji syukur.!”

“Amien-amien kakak.”

“Doanya mulia dek, terus Adik sendiri tidak berdoa untuk adik sendiri.?”

“Adek Cuma berdoa yang terbaik kepada tuhan yang diberikan pada Toni, Bunda,!”

“ Amien anak Bunda pintar. !”

“Kan, Bunda yang mengajarkan hehe.”

Dengan senyuman yang indah Bunda merangkul kedua anaknya seraya tidak terbendung tetesan air mata bahagia mengalir di pipi yang tidak sengaja terbawa haru oleh anak-anaknya bersyukur mempunyai anak yang seperti mereka dan merasa bangga dengan keduanya itu, merasakan kenyamanan dalam menjalani hidup walau hanya bertiga tiada kebahagiaan yang harus dicari lagi ketika saat mereka bertiga bersama, terasa surga yang tuhan ciptakan itu bisa merasakan di dunia, tidak harus menunggu lama, dan waktu lama itu belum tentu merasakan surga tuhan, jika matahari bersinar karena tuhan yang yang berkehendak, Toni dan Maja yang menyinari keluarga ini,taksi sudah datang dan bergegas untuk meninggalkan tempat itu, tiba di rumahnya itu yang sederhana Bunda menyiapkan makan buat mereka yang tersayang. waktu yang sudah tidak terasa minggu yang lalu UN, Maja yang sudah mendapatkan surat pengumuman dari pihak sekolahnya bahwa ia dinyatakan lulus dengan predikat yang terbaik sehingga iya mempunyai kesempatan untuk bisa melanjutkan sekolah di luar Negeri dengan beasiswa dari sekolahnya, sangat senang Maja pada saat membuka surat tanda kelulusan yang ada lampirannya berhak berkuliah di luar Negeri, dengan puji syukur dan memeluk Adeknya tidak menahan kebahagian yang tiada disangka, ia berlari ke dapur untuk menyampaikan ke Bundanya, ia langsung memeluk memegang bahu bundanya dan berkata dalam hatinya doa yang Toni doakan tompo hari itu menjadi nyata.

“Kalau doa Adik Toni didengar oleh tuhan Bun.!”

“Iya Nak, akan tetap ia, dan yang Bukan dipikirkan dan Bunda cemaskan.!”

“Apa yang Bunda cemaskan, bukan bukannya harus gembira dengan apa yang Maja dapatkan ini.!”

“Bunda sangat senang dengan apa yang kamu dapatkan itu semua dan itu mimpimu Nak.!”

“Lantas apa yang Ibu khawatirkan lagi, ?

“Itu semua memang tuhan rencanakan dan semua yang terjadi tuhan mengetahui apa yang belum kita ketahui.”

“Maksudnya Maja tidak paham Bun.?”

“Kamu akan keluar Negeri kuliah disana, perasaan Bunda itu bahkan ada cahaya yang bercahaya kelak, di dalam keluarga kita ini, entah itu cahaya kebenaran apa, kebaikannya Maja, “Bunda hanya berdoa dan meminta yang terbaik buat Maja dan keluarga ini,”

“Iya Bun dapuji Tuhan.” Jangan doakan yang buruk untuk Maja, biar hasilnya tidak buruk pula Bun, sebab dorongan doa bundalah yang bisa mengantarkanku Maja seperti apa yang Bun dan harapkan, danMaja impikan.!”

“Iya Maja sudah berterimakasih pada Toni, kan dia juga mendoakanmu.” Dan kapan itu pemberangkatannya.”?

“Iya sudahlah Bunda sudah sekalian Maja peluk tadi hehe.!” Minggu depan sudah harus siap pemberangkatan dari pihak sekolah H-2 akan ada dikabarkan Bunda katanya,!”

Waktu berjalan tidak terasa pagi, siang, sore, dan malam sudah terlewati oleh waktu yang tidak berbentuk yang tidak terasa hanya keadaan dan perasaan bisa merasakan waktu yang terlewati, angin berhembusan yang tak ber berbentuk memberikan rasa tenang tidak terasa.

Tiba sudah saatnya ke Gereja lagi dengan hari yang sama, waktu yang sama, dan suasana yang berbeda, hati yang sama, perasaan yang tidak sama, bentuk yang berbeda memiliki tujuan yang berbeda dengan cara yang berbeda.

Mereka bertiga dengan tujuan yang sama namun tidak suasananya sudah berbeda, wajah seorang Bunda yang mempesona dan ceria sudah tidak tampak untuk Minggu yang sekarang ini, keindahaan Bunda layu bagaikan bunga melati mekarnya di siang hari, dengan waktu yang sama yang ceria banyak tertawa Toni terdiam dari tiga hari sebelumnya mengiringi Bunda yang memang sudah minggu yang lalu ia terbelenggu dalam batin yang dihantui rasa cemas dan kekhawatiran yang sangat ditakutkan, wajar saja seorang Ibu akan mengalami ketidak nyamanan jikalau diantara teman hidupnya akan pergi jauh, dan harus berapa lama yang akan menunggu Maja yang hingga akhirnya surat dari sekolahnya telah sampai di rumahnya, sehingga ia sudah mengetahui kapan harus berangkat. Seorang Ibu semakin terbelenggu dengan tekanan batin yang membuatnya ia harus terdiam dan tidak bisa berbahasa terlalu banyak pada saat mendengar isi amplop yang dari sekolah itu. Maja yang senyum berbeda melihat sang Bunda yang sudah tidak tersenyum seperti biasanya ia harus menghampirinya dan membalas senyuman kuat pada sang Bundanya dan berkata lagi.

“Bunda jangan senyumnya mana hehe. ?” lusa harus berangkat Maja bun pasti akan kangen terus disini dengan senyumannya Bunda.

“Hemm iya Nak,” kamu siap-siap dan sudah Bunda masukkan semua apa yang dibawa.”

“Iya Bunda.!”

Seseorang sebenarnya tidak kuat harus jauh dengan orang yang paling disayangi apalagi seorang yang mengantarkan ia ke bumi, biasa bersama bertiga dan hidup selalu bertiga sejak umur satu tahun ditinggal seorang ayahnya dan keadaannya itu ada namun hilang dalam kebenarannya, sehingga harus berjuang untuk bertahan hidup dengan mengharapkan pemberian dari tuhannya.

Sudah saatnya dan waktu sudah sampai ia harus bergegas untuk berangkat ke Perancis untuk meneruskan perguruan tinggi disana, dengan mendapatkan beasiswa.

“Bunda bila ke Gereja doakan Maja ya.!

“Iya kamu jaga diri, dan sering-sering kabari Bunda ya.!”

“Siap Bunda, Toni jagain Bunda, dan sering-sering doakan Kakak ya. !

                “Iya kakak.!”

Sudah biasa tempat baru memberikan aroma baru dan suasana baru pula dan harus beradaptasi dengan apa yang ada di hadapannya, dengan orang-orang yang baru sehingga tercipta teman yang baru dari berbagai penjuru Dunia, Maja yang pendiam dan membawa sikap yang memang dari asal Negara-nya itu terdiam dengan murah senyum jika setiap bertemu teman barunya, Ia mempunyai banyak teman dan iya juga mempunyai teman baik dari luar kampusnya, dan ia sangat nyaman dengan orang itu walaupun iya berbeda Agama dengannya, sehingga ia lupa dengan kebiasaan yang pada ia lakukan setiap Minggu yang biasa ia lakukan bersama Bunda dan Adeknya pada saat di Negara-nya sendiri Indonesia, yang terletak di Flores kampung halamannya, dengan kebiasaan bersama dengan teman barunya yang dari Palestina yang sangat akrab Rokok satu menjadi dua, makanan satu menjadi dua, sudah tidak ada perhitungan saat ia merantau di Negaranya orang harus besar hati, dan berani berkorban yang terpenting tidak pernah sering hidup menggantungkan pada Tong sampah yang ada di pinggir jalan Kota Paris.

Awalnya beradaptasi dengan lingkungan susah namun yang terpenting dalam waktu yang sudah lumayan lama sudah hampir satu tahun Maja sudah melewati semester dua dan sudah melangkah semester ketiganya, waktu yang panjang terasa sebentar karena menjalani dengan rasa senang dengan seorang sahabatnya, yang selalu menjadi teman di setiap hari-harinya.

Dengan teman yang selalu bersama, walaupun tidak ada suatu perdebatan walaupun jelas dalam agama ia berdua sangat berbeda, sudah berjalannya waktu bersama sehingga ia lupa dengan agamanya sendiri, terhipnotis oleh sikap seorang yang tekun dan istiqomah itu dalam melakukan ibadah, sehingga hanya senyum dan keindahan yang Maja terlihat dari seorang islam yang tekun itu, namun perjalanan mereka berdua sangat memberikan pelajaran yang sangat baik saat di perancis, sahabat bagaikan saudara jika saling memahami karena saat jauh, bukan keluarga yang bertanya namun hanya Lutfi yang selalu bertanya tentang keadaanku, teman yang dari palestina yang selalu memberikan arahan yang baik tentang pahitnya hidup tanpa membedakan agama dia tulus berteman dengan seorang yang berbeda agama, yang sangat bangga ia tidak pernah menggantungkan hidup pada orang lain, yang terpenting hidup itu tidak pernah merepotkan orang lain. Sudah sampai empat tahun selama di perancis dan kuliah lulus dengan mendapatkan nilai yang bagus, sehingga ia harus kembali ke Indonesia ke tempat lahirnya di Flores dan membawa gelar S1.

“Lut, saya besok sudah boleh pulang ke Negaraku. !”

“Iya Maja semoga apa yang didapatkan disini memberikan manfaat pada dirinya sendiri dan bermanfaat bagi keluarganya, dan Nusa dan Bangsa Amien.!”

“Iya Lut Amin ya rabb.!” Semoga ridho Allah bisa bersama dengan saya.

“Iya Amin, jangan lupa selalu doa kan Bendanya dengan agamaku yang sekarang, jadilah orang yang selalu bercahaya dalam keluarganya, dan Bunda-mu pernah berkata akan ada cahaya dalam keluarganya, buktikan bahwa cahaya itu adalah kamu Maja.!”

“Iya Lut.” berkahmu saya seperti ini bisa mengerti sebuah arti kehidupan yang hakiki, dan mengerti ketenangan hidup yang lebih jauh indah dari sebelumnya.!”

“Bukan karena aku tapi berkah Hidayah dari Allah SWT, Maja. Karena tanpa Hidayah kamu tak akan seperti yang sekarang ini, dan akan menjadi sejarah untukmu dan sejarah semua ini tak akan terulang, untuk yang membaca sejarah mu. !”

“Iya saya pulang ya, suatu saat harapanku kamu bisa ke Indonesia, sehingga sejarah akan terulang kembali pada saat ku ada di Kota Paris ini. !”

“Amien Maja, sampaikan salam ku ke Toni ya. !” sejarah tak akan terulang lagi. kamu hati-hati ya, aku akan segera menyusul untuk pulang juga.!

 Pada saat sampai ke tempat ke tempat tinggal lahirnya banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan Adiknya, dan rumah halaman yang sudah berubah dengan empat tahun yang lalu, sekarang rumah yang empat tahun yang lalu hidup di rumah itu ada tiga orang sekarang berubah menjadi empat orang yang ada di rumah itu.

Namun nama yang empat tahun lalu itu yang sering diucapkan untuk meminta makanan, dan dapur itu tidak sepi saat senja mentari yang belum terbit, sehingga meja dapur setelah ayam sudah ramai berkokok sudah ada hidangan makanan di meja makan rumah, sekarang sudah berbeda tempat makan itu sudah tak bersuara, dengan nama Bunda lagi.

“Toni bagaimana dengan kuliahmu sekarang, kok sudah ada perempuan di Rumah ini, sejak kapan.?”

“Masih kuliah kak, dan itu istri saya kak, sudah dua tahun ini menikah dengan Warni itu, maaf tidak pernah menceritakan pada kakak takut terlalu ribet kalau masih bilang sama kakak, yang terpenting dia sudah Mualaf kak, dan ku menikah dengan membaca syahadat dan aku menikah di Masjid KUA kak. !” maaf kak, daripada aku berzina aku putuskan menikahi Warni itu. Karena dalam islam untuk tidak berbuat dosa itu mudah, bahkan menikah adalah sebagian dari ibadah dan mendapatkan pahala juga hehe.!”

“Ia kalau begitu syukur, kamu sudah paham tentang Agama, jaga istrimu dengan baik dan nafkah kan sehingga kamu menjadi seorang suami yang baik. !”

“Iya kak, Toni sudah punya pedoman dalam menjalani hidup ini yaitu Alquran dan Hadist sehingga ku ingin menjalani hidup ini akan perpedoman pada itu kak. !”

“Kak aku percaya bahwa Islam itu bertuhan Allah SWT, dan Muhammad SAW utusan Allah. Tapi kenapa aku belum yakin kak dengan Islam yang aku jalani ini, aku dari dulu belajar dan aku sampai aku berhasil menghafalkan tafsir Al-qur’an namun dalam hati masih belum meyakini dengan agama islam ini kak. Aku hanya melangkah dan selama ini aku kuliah di tempat kampus Islam agar aku bisa menambah ilmu pengetahuan sehingga aku bisa meyakini Islam ini adalah Agama yang benar dan yang mengantarkan ku ke surganya Allah yang diciptakan untuk orang Islam.!”

“Toni kakak paham apa yang kamu rasakan orang seperti kita ini memang susah untuk meyakini tentang islam ini, karena Allah yang kita kita sembah tidak jelas wujudnya. Namun harapan kakak kamu segera mendapatkan Hidayah dari Allah sehingga kamu bisa menjadi orang yang islam yang Hakiki, intinya kamu bisa mendapatkan Hidayah sehingga hatimu yang bimbang dengan Islam ini kamu bisa menjadi tidak ragu dengan Islam yang hakiki ini, karena islam itu gampang dek, islam itu toleransi, jalani saja sabar dan ikhlas, sehingga kamu bisa menemukan puncak yang memang kamu membuat bimbang itu sehingga mendapatkan Ridho Allah SWT.!”

“Iya kak, Amien kak. Kakak pernah ingat dengan ucapan Bunda yang diucapkan di depan meja ini empat tahun lalu bahwa akan ada cahaya dalam keluarga ini, mungkin ini yang dimaksud Bunda kak, dan cahaya itu kakak, dan Gimana dengan Bunda. ?”

“Bukan kakak saja namun adek juga tapi belum saja kamu mendapatkan Hidayah. Iya doakan saja yang terbaik buat beliau dek. Kakak ini seperti ini karena tuhan sudah membukakan pintu hidayah padaku !”

Semua manusia tujuan sama dan merasa benar, dalam agamanya masing-masing dan mempunyai tujuan hidup yang sama, namun cara  membedakan dan keyakinan itu kadang manusia tidak merasakan, kebenaran adalah sebuah nilai, dan kebaikan itu sebuah sifat dan kebenaran adalah iman. Sehingga kita itu hanya mengharapkan tuhan bersama kita ini dan menjadi satu dalam jiwaku dengan raga menjadi satu, tuhan akan lebih dekat dengan urat nadi kita, dalam islam semua mengharapkan rahmat dan Hidayah dari Allah SWT.

Diluar itu yang sangat bertoleransi dengan semua manusia yang ingin tidak memandang Agama atau suku, ras, dan suatu organisasi hanya hati yang membenarkan dan tuhan yang maha tahu.

Selasa, 22 Desember 2020

MEMBACA SENJAKALA KEBUDAYAAN


"Andai, ketika membaca di dalam buku dikagetkan dengan hantu sedang sholat, pasti saya rajin baca buku. Mungkin itulah pandangan orang agamis jika ingin menemukan sesuatu beda, berhubung saya tidak begitu punya anggapan seperti itu, ya biasa-biasa aja, dan kaget menemukan sesuatu itu harapanku" 

Tidak pernah dapat penjelasan tepat dan jelas, perihal pertanyaan seni dan sains. Apalagi ada yang anggap kedua tersebut suatu kelompok disiplin ilmu eksakta dan humaniora. Perdebatan tersebut tidak dipungkiri dari dulu hingga sekarang masih tetap jadi hal seksi, khususnya di kalangan diskusi sastra yang masih baru dan selalu bertanya manfaat perihal ilmu pengetahuan. Tidak salah, namun kurang tepat saja jika dalam belajar masih melakukan bicara nilai siapa yang bawa nilai itu sendiri. Secara, tidak perlu adanya pandangan kalau sastra dan sains setara, juga tidak perlu adanya sebuah stigma jika sastra ilmu yang teorinya masih sama saja dari hulu kehilir. Sebagian orang mempermasalahkan, padahal tidak perlu dan tidak juga harus; bertanya perihal keluar dari karya. Jika Martin Suryajaya berpendapat dalam chanel youtubenya yang bahas sains dan seni, bahwa terlalu sempit medan makna jika hanya seperti yang telah disebut di atas mengenai sains dan seni. Sains katanya sering dimaknai oleh banyak orang kerja logika (otak) untuk menghasilkan objek pengetahuan, sedangkan seni dimaknai kerja hati yang berporos pada objek tersebut mengelolahnya adalah naluri (hati). Istilah kedua tersebut tidak perlu dipermasalahkam karena dari kedua ada alasan logis dan reflektif. Namun, dalam buku Nirwan Dewanto berjudul 'Senjakala Kebudayaan' (OAK. 2017) memberi perpektif baru perihal keduanya. Hal itu tercerahkan dari hasil bacaan buku tersebut, yaitu sebagaimana seni dan sains jangan pernah disamakan dalam sebuah parameter pencapaian. Kita tahu sains akan menghasilkan teori baru dan bisa dibuktikan dengan pembangunan, dan juga sangat begitu dekat dengan realitas sosial dan sangat tampak contoh kecil mesin yang pada abad ke-16 telah menemukan mesin ketik di Jerman. Semua orang berlomba-lomba menyambutnya dan ingin memgethaui kontribusi kepada kehi , begitulah gambarnya. Tapi seni tidak pernah terlihat secara pacaindera melainkan secara pola pandang dan sikap. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari sains dan seni satu kesatuan yang ada dalam bentuk paraktik di lapangan. Mari refleksikan, bahwa setiap bangunan juga ada seninya (cara yang baik dalam membangun), memperhatikan bentuk yang ada apa objek tersebut. Contoh dalam membuat HP, jika hanya kerja sains dan tidak ada seni-nya maka tidak akan menghasilkan HP yang bagus dan enak dipandang. Maka simpulan ada pada cara membentuk suatu objek untuk menghasilkan manfaat kepada manusia. Selaras tujuan dari ilmu pengetahuan. Kan, puncak akhir dari pengetahuan itu adalah bermanfaat kepada orang lain, agama, dan peradapan dunia, (berfunsi pada kehidupan), bisa memerdekan, dan bisa memanusiakan manusia sesuai dengan rill jalan hidupnya. Sebab tidak akan ada guna memperpanjang banyak diskusi mengenai kedua Ilmu tersebut jika keduanya tidak memberi sebuah fungsi dalam kehidupan dan peradapan dunia. 

Kamis, 10 Desember 2020

Perjalanan Penulis, dan Tugas Seorang Akademis

  

  

Judul: Ibu di Wajah Purnama

Karya: Khoirul Muttaqin

Penerbit: Lakeisha

Cetakan: Pertama Juli 2020

Tebal: viii+110

ISBN: 978-623-6573-03-7

Genre: Sastra


Di tangan seorang perempuan yang rajin, ia akan melipat baju dan meletakkan di lemari dengan rapi. Begitu pula di tangan penulis akademis, akan menulis dengan menggunakan bahasa yang manis, sistematis, dan logis, tanpa ada sedikit kekacauan, kesangsian dalam mengemas sebuah kisah. Nyaris, rapi menggunakan bahasa yang baik dan benar, Barangkali itu yang tepat untuk menyimpulkan dalam kumpulan cerpen, ditulis oleh dosen Khoirul Muttaqin, berjudul “Ibu di Wajah Purnama” diterbitkan Lakeisha 2020.

Dalam kisah Narcissus, seorang pemuda yang berdiri di atas telaga salama hidup, sambil berkaca ke dalam air di telaga itu. Lalu, nasib buruk menimpanya jalan yang telah ditentukan yaitu umurnya. Ia meninggal karena  terpeleset  pada saat berkaca. Semua orang menangisi kematiannya, air telaga yang murni tawar berubah menjadi asin, lantaran banyak air mata masuk ke dalam telaga. Kisah tersebut diambil dari dalam novel Sang Alkemis ditulis oleh Paulo Celho di tahun 1984 dalam tokoh Santiago menceritakan pemuda tersebut.  begitulah yang pantas untuk mengemukakan kumpulan cerpen berjudul “Ibu di Wajah Purnama”. Sebagai bentuk lain dan  kisah lain namun tujuannya sama.

Khoirul Muttaqin sebagai penulis seperti ada ambisi menunjukkan sebuah identitas diri dalam karya ini. Identitas tersebut berupa lokalitas serta seorang akademis. Sebagai orang yang berada di tengah masyarakat urban sekarang. Namun, sebelumnya tidak. Latar belakang dirinya dibawa ke kehidupan lebih luas dengan sebuah pencapaian menuliskan dalam bentuk cerpen. Nyaris isi dalam cerpen tersebut memiliki setting sangat dekat dengan dirinya, yang sangat kental budaya dengan tradisi jawa, pola pikir jawa, dan sikap jawa. Sebagai seorang akademisi sekaligus dosen yang memberikan dedikasi kepada pembaca, apalagi seorang  dosen di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia memberikan sebuah tata cara menulis yang manis, sistematis, dan logis. Tergambar dalam cara mengisahkan cerita, narrator dalam cerpen  seperti orang terdidik yang sudah mengerti ilmu bahasa Indonesia.

Kumpulan cerpen ini memberikan tiga hal terkait isi yang akan disampaikan penulis yaitu; lokalitas, jiwa zaman (Zeitgeist), konsistensi tokoh, Ini, menurut hemat saya.  Bahwa  dalam tiga hal tersebut yang tergambar jelas pesan moral dalam latar sosial budaya bahwa moral merupakan suatu hal yang dapat dikatakan baik maupun buruknya ajaran yang dapat diterima oleh masyarakat perihal perilaku maupun tata krama yang dilakukan oleh seseorang. (Nurgiyantoro, Burhan,  429: 2015).

Terkait dengan sebuah budaya lokalitas yang ada dalam cerpen tergambar dalam judul “Menunggu Kupu-Kupu”. Dalam tradisi kampung pada umumnya, jika ada kupu-kupu masuk ke dalam rumah ada tanda baik berupa tamu datang ke rumah yang ditempati. Aku selalu sabar menunggu kupu-kupu datang ke rumahku. Aku relakan waktu bermainku yang pendek karena terpotong oleh rutinitas sekolah dan ngaji ku yang terasa amat panjang bagiku (hal.61 2020).

Jiwa zaman (Zeitgeist dalam bahasa Jerman), memberikan sebuah gambaran paling sederhana. Ketika karya sastra berupa kumpulan cerpen dibaca hingga sepuh dan dua puluh tahun akan datang, jiwa zaman yang akan dijadikan bukti kalau di masa lalu ada namanya virus corona yang  ketika merasuki ke dalam tubuh manusia, akan membahayakan bahkan hingga meninggal, bahkan jasad meninggalnya akan diperlakukan berbeda umumnya. Hal ini dibuktikan dalam cerpen berjudul “ Risalah Kematian” dengan dialog sebagai berikut; “Orang-orang sekarang pada panic” ujarnya salah satu tokoh, “Panik kenapa?”, sautnya, “Bagaimana tidak. Pak Rokam kan pasien positif corona.”. hal ini menjadi bukti bahwa suatu saat nanti, zaman akan membuktikan bahwa terdahulu masa-masa sulit telah dilalui.  

Konsistensi tokoh yang sangat jawasentris. Tergambar dalam tokoh beramana Kek Amin, representasi dari penulis. “Setiap sampai di rumah, Kakek Amin terus saja mengumpat dan mengutuk dirinya yang selalu saja tak mampu mempertahankan pendiriannya. Dalam hal ini memberikan sebuah bukti kalau konsistensi tokoh menunjukkan bahwa ada sebuah keseriusan dalam penggarapan karya sastra. Bahkan  dalam membentuk sebuah pendirian orang tua sangat wajar ketika sangat kuat tidak plin-plan sangat memberikan dedikasi yang relevansi.

Kesuksesan seorang akademis senantiasa menulis dengan begitu rapi. Tidak dipungkiri karena sesuai dengan disiplin  ilmu yang digeluti, sesuai dengan jurusan masa kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sekarang menjadi dosen di jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia Unisma.

Akhirul Kalam, tulisan ini sangat baik mengemas cerita dengan sebuah lokalitas. Terkontaminasi latar belakang sosial budaya. Namun tidak mengurangi kenikmatan membaca “Tiba Sebelum Berangkat” (Gramedia 2018) karya Faisal Oddang.