Kamis, 31 Mei 2018

Peran Kaum Inteletual Islam di Industri 4.0


gambar:liputan6.com

Manusia akan terus berkembang, dengan dukungan modernisasi hari ini kita nikmati. Perkembangan industri ke-4.0, mambuat kehidupan manusia lebih instan dalam melakukan aktifitas, serta kecepatan manusia serasa kalah dengan mesin. Ketidak sadaran manusia akan acaman terbesar itu, kekawatiran manusia dalam dunia kerja pada masa akan datang menjadi pilihan kedua setelah mesin. Ancaman terbesar selain itu yaitu ediologi, serta agama persaingan apakah yang akan menjadi ancaman dalam modernisasi Islam?.
            Sangat besar pengaruh adanya internet serta kecanggihan modernisasi yang lain. Maka untuk mengubah cara pandang manusia serta cara manusia bisa menguasai segala hal yang berkaitan dengan kehidupan. Apapun yang terjadi hari ini sebagai bukti kekreatifan manusia hidup di era sekrang. Entah akan datang dunia dan kehidupan seperti apa akan datang namun tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan zaman akan terus berjalan, kehidupan manusia pun akan terus berkembang, sehingga manusia akan bisa menghasilkan sesuai apa yang diharapkan.
            Namun yang harus menjadi pembahasan kali ini hal, penting dalam kehidupan, terasa perlu pembahasan yang lebih luas yaitu agama. Sebab agama sebagai kontrol manusia hidup, ketika agama kuat maka kehidupan dunia akan menjadi orang hebat, begitupun sebaliknya. Dalam tanda kutip, orang yang beragama seperti apa dan bagaimana menyikapi kehidupan itu. Menteri Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, “Peran agama perlu ditingkatkan karena setiap agama memiliki nilai-nilai leluhur, seperti kebajikan, keutamaan, kesempurnaan, dan kedamaian. Dengan semua nilai-nilai leluhur itu, agama akan mendorong, menciptakan karakter bangsa Indonesia yang beragama, dengan kehidupan lebih damai dan harmonis”. Disampaikan pada saat sambutan perayaan Trisuci Waisak 2562/2018 di Candi Borobudur, kabupaten Magelang Jawa Tengah, selasa (Kompas 29/5/2018).
            Modernisasi di Indonesia, agama khususnya agama Islam menjadi taming bagi manusia kreatif dalam hidupnya. Banyak oknum yang mengetasnamakan segala hal dengan mengahalkan cara dengan agama, ada yang berlabel agama tersebut untuk bisa melancarkan tujuannya, adapun yang mengatasnamakan agama dengan merugikan kehidupan orang banyak. Jalan suci dari orang-orang seperti itu tidak perlu diikutkan, karena bukan lagi mereka hidup dengan agama yang membawa hidup, namun membawa agama dalam hidup.
Masyrakat resah akan segala yang terjadi hari ini dan akhir-akhir ini khususnya agama Islam. Bahwa bagaimana jadinya jika suatu hari bukan agama Islam saja yang diatas namakan untuk mencapai sebuah tujuan ataupun kepentingan, negara Indonesia akan menjadi apa ketika hal itu terjadi. Prof. Azyurmadi Azra mengatakan, “Padahal konflik negara kita akan dirasakan oleh negara lain ketika ada hal yang menghebohkan negara kita”, disamapaikan pada saat Internasional Confreence di Diesnatalis Unisma.
 Ketika mengingat apa yang sering disamapaikan oleh Presiden RI. Joko Widodo dalam setiap sambutan salalu menghimbau bagaimana kehidupan sekarang ini media sosial menjadi media praktik sebagai alat propaganda untuk memecahkan negara kita. Sehingga pada akhirnya NKRI akan menjadi terancam perpecahan belah.
            Tugas apakah yang harus dilakukan oleh kaum intelektual (manusia yang berpendidikan), mangenai segala modernisasi yang mengancam agama Islam. Secara bersama mungkin saja mahasiswa, dosen serta kaum intelektual lainnya, bisa menjadi kontrol bagi manusia awam yang ada di masyarakat, sebgaimana masyrakat kecil yang hanya memikirkan akibat yang terjadi hari ini, tanpa memikirkan sebab, hal itu bisa dilakukan dengan mengubah cara pandangan masyrakat atas fenomena hari ini.
            Cara yang harus dilakukan, ummat muslin serta kaum intelektual. Tidak hanya menjadi manusia yang hanya bisa menerima apa adanya, sedangkan kebaikan dan sabar pun manusia tidak cukup. Ketika kita dihadapkan oleh sebuah fenomena hari ini, akhir-akhir ini aksi teror bahkan ancaman bom, menjadi kegelisahan seluruh rakyat Indonesia. Bagi manusia yang sadar akan itu semua akan merasa miris dan ingin menangis, dengan sebuah doktrinisasi sangat hebat, dengan iming-iming surga pada keluarga bom bunuh diri Gereja Surabaya (11/05). Tindakan tersebut melampaui batas manusia sadar apa yang dilakukan oleh orang yang mengaku agama Islam, akan tetapi sikap dari esensi manusia tersbut tidak mencerminkan dari syariat-syariat yang ada di Islam.
Untuk menjadi penyeimbang serta sebagai manusia yang memiliki peran, kaum intelektual serta semua elmen yang hidup di Indonesa, kita semua harus memberikan nilai-nilai edukasi kepada masyarakat terpencil, serta yang ada di daerah kota. Dengan memberikan pemahaman dengan bersosialisasi, serta memperbanyak tulisan-tulisan yang bisa membuka cara pandang masyrakat Indonesia. Dengan tujuan bersama akan pentingnya beragama yang toleransi. Dengan media sosial sebagai sarana serta setiap elemen agama khususnya agama Islam yang tidak apatis akan kebaruan dunia digital.
Karena penyebaran paham-paham radikal dikuasai oleh orang-orang yang lihai menguasai modernisasi dunia digital. Salah satunya sosial media youtube, instagram, serta lainnya. Seharusnya ulama Islam yang sangat menjunjung tinggi perdamaian mampu mengimbangi pula dengan pemahaman-pemahaman Islam Nusantara. Hal itu bisa dimanfaatkan, dengan tujuan mencerdaskan masyarakat akan paham hakikat Islam rahmatan lil alamin, sehingga  pemahan Islam yang tidak radikal masyrakat di kampung-kampung tidak dangkal.


Senin, 28 Mei 2018

Tidur Cepat Malam

gambar:cloteh4ati.com


Senyum dalam malamku menenggelamkan ku
Menertawakan ku padahal kau membisu lantaran tak tahu ke mana mataku memandang
Keindahan adalah surga
Aku mulai tak ingin tidur cepat malam ini
Namun mata tak mengerti istirarat lah esok kan terjadi
Biarkan malam ini dipahami oleh sendirinya.

Malang, 29 Mei 2018

Jumat, 25 Mei 2018

RASA KAPITALIS SEDERHANA



gambar:News-art.blogspot

Jangan membicarakan kekejaman jika belum pernah merasakan kekejaman itu. Ketika membicarakan “kekejaman” apa hanya bisa menembulkan sebuah “konsep”, ketika berbicara konsep maka manusia hanya bisa memperluas sebuah “pengetahuan” serta perluasan “wawasan”, refrensi dari sebuah wawasan akan ada pada “kenyataan” wawasan sebuah kapitalis (pemilik modal), dalam hal yang sederhana rasa itu bisa saja bahagia bisa pula menderita bagi yang merasakan.
Semua dalam langkah manusia terkadang berangkat dari apa yang dirasa, untuk bisa merasa apa yang bisa mencipta, menciptakan apa sebuah langkah (tindakan) yang terlahir dari cinta. Manusia terlahir dari esensi untuk menjadi, dan mengerti mengabdikan dirinya pada apa yang menjadi kebahagian dengan bekerja bersama majikannya, apa yang dilakukan akan selaras dengan yang dikerjakan, apa yang dikerjakan melahirkan kebahagian?, itu sebuah pertanyaan.
Kebahagian manusia memiliki aneka ragam, terasa bahagia akan bersama dengan kebutuhan, keadaan, bahkan tuntutan. Sehingga terkadang manusia harus mengabdikan dirinya kepada pemilik modal (kaum apitalis). Terkadang pula manusia tidak akan pernah merasakan sebuah tekanan dalam melakukan sebuah pekerjaan yang dirasa dirinya itu sebuah sumber dari penyambung kehidupan, akan tetapi manusia akan tetap melakukan sesuai dengan koridornya, sebagaimana manusia itu hanya bisa mengganggap biasa walaupun dirinya dikuasai oleh manusia lain, yang menggap dirinya diberikan jalan kehidupan, pasrah akan keadaanya.
Rasa-rasanya semua akan terasa jika sebuah konsep terlahir dari sebuah perjalanan (apriori). Bukan sebuah konsep tercipta dari banyaknya analisis, membca, bahkan berasumsi. Mungkin pernah Marx menuliskan manusia seharusnya, tercipta manusia tanpa kelas semuanya sama rasa sama rata, tidak ada yang menjadikan dirinya sebuah dewa di bumi sehingga yang menguasai diri manusia tanpa disadari orang yang memiliki modal (kapitalis), sehingga Marx membenci sesorang yang bermodal dengan beberapa konsep yang dituliskan dalam sebuah karyanya yang terkenal “Das kapilis”. Dihisap, dikuras, serta diperbudak sesuai apa yang akan dikehendaki olehnya (si pemilik modal), sehingga tidak ingin tahu apa yang diharapkan dirinya (si pengabdi).
Dalam refleksi ini, kita bisa mendengarkan cerita dari seorang pembantu rumah tangga, seseorang akan selalu mengikuti apa yang diperintahkan olehnya. Tidak bisa memberikan sebuah ruang kebebasan. Sebuah kebebasan yang semua diberikan akan masih sennatiasa berada dalam kontroling, kontroling akan memberikan sebuah cara bagaimana bisa seseorang bisa digerakkan dengan sebuah keinganan, keinginan yang dicita-citakan akan kepuasaan dirinya tidak memperhatikan sebuah kebuasaan dirinya kepada si pembantu.
Jiwa-jiwa yang dirasakan akan memiliki tekanan secara batin. Tekanan batin yang dirasakan itu berupa pengekangan, yang bertolak belakang dengan sebuah sebuah kenginan, tanpa tidak disadari, kemerdekaan tidak berada dalam kesat mata manusia, selagi manusia bisa mengkreasikan sebuah keinginannya menjadi mungkin maka kemerdekaan itu akan terjadi pada naluri. Sehingga tidak mungkin sebuah pekerjaan itu mampu memberikan kepuasaan atas apa yang dilakukan, selagi keinganan masih saja dalam pengekangannya.
Sebenarnya bukan hanya tentang kemerdekaan diri, akan tetapi bagaimana manusia (pembantu rumah tangga itu), belum bisa menemukan cara dalam kehidupannya, cara bagaimana kehidupan yang sepantasnya sesuai dengan keadaanya. Jika keadaan hanya akan bisa dinikmati, yang terjadi itu, apapun, berat bagi orang lain, akan ringan baginya, sesuai dengan sebuah kebutuhan yang akan dilakukan dengan sebuah cita-cita yang dikerjakan, akan tetapi cara yang dilakukan belum bisa menjadi kenyamanan dalam mempraktikan, sehingga hasil dari sebuah caranya.
Masalah yang akan menjadikan sebuah sumber solusi terkadang dicita-citakan akan tetapi untuk menemukan penyelesaian atas segala perbuatan. Seharusnya sudah bisa merasakan apa yang dituliskan oleh Ir. Soekarno dalam bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi”, pada paragraf kedua halaman satu yang berbunyi:
Zaman “senang apa adaja”, sudahlah berlalu.
Zaman baru: saman muda, sudahlah datang sebagai fadjar jang terang tjuatja.
Zaman teori kaum kuno, jang mengatakan, bahwa “siapa jang ada dibawah, harus terima-senang, jang ia anggap tjukup-harga duduk dalam perbendaharaan riwajat, jang berani kemas-emasja berguna untuk memelihara siapa lagi berdiri dalam hidup”1.
1.        Tulisan diambil dari tulisan Ir. Soekarno dengan buku berjudul Di Bawah Bendera Revolusi. Pada pargraf kedua dihalaman pertama.
2.        Ejaan lama ini masih digunakan kurang lebih pada tahun 1901 masih zaman, Ejaan Van Ophuijsen.
 
           


Tulisan di atas jika diarkitakan pada sebuah konsep cara kemerdekaan diri manusia akan terlihat jelas pada paragraf pertama. Mungkin akan kesulitan dalam menemukan makna dari susunan diksi, karena bahasa yang digunakan masih menggunakan ejaan van ophuijsen2, tidak terlalu sulit dalam menerjemahkan, bahwa semuanya dengan keadaan yang sudah menjamin kita hari ini tidak terlalu vulgar penenidasaan manusia. Akan tetapi semua masih saja dirasakan manusia yang masih belum bisa memerdekakan dirinya atas pekerjaannya. Ketakutan dalam mengambil keputusan dalam kehidupan masih saja meragukan akan mengambil keputusan yang penuh dengan kegelisaan terus menerus jika tidak mau berhijrah.
            Kendala dalam kehidupan tersebut tidak menutup kemungkinan karena masih lemah dalam literasi baca, kelemahan membaca akan senantiasa selalu membuat sinis dalam melakukan tindakan, pada dasarnya keberanian itu terbentuk dari sebuah cara yang telah ditemukan dalam kehidupannya, akan tetapi keberanian masih saja ada dalam ambang ketidak percaya diri akan sebuah keputusan. Membaca adalah jalan Allah Swt sudah menjalaskan dalam surat Iqrok (bacalah).
Pengetauan manusia akan bisa mengubah sebuah cara-cara yang tercipta dari hasil apa yang akan dibaca, membaca apa?, membaca bagaimana dirinya lepas dari sebuah penindasan batin. Penindasan akan terus terjadi pada diri jika manusia membaca hanya memperkaya diri dari sebuah pengetahuan yang dimiliki, membaca untuk bisa lepas dari apa yang menjadikan dirinya tidak terlepas dari pengekangan atas pekerjaan yang menyiksanya.
Karena dengan membaca manusia bisa merdeka, merdeka berpikir, berpikir bagaimana lepas sehingga membaca belajar untuk keluar dari keterpurukan menerima apa adanya apa yang telah dikaruniakan, lupa akan sebuah kutdrot yang telah diberikan manusia bisa menciptkan dengan sebuah tindakan. Bukan merasakan kemerdekaan dengan sesuai dengan menerima apa adanya, apa fungsinya otak manusia diciptakan sempurna dengan diberikan kitab-kitab-Nya, berisi cara-cara bagaimana manusia bisa lepas dari penjara ketakutan atas pekerjaannya, cara dari kibat itu sebagai cara paling berharga.
Cerita dari pembantu rumah tangga merasakan bahwa apa yang dilakukan itu, memberikan ruang luas untuk selalu menindas dirinya, untuk si juragan (bos tempat bekerja). Dengan kesadaraan itulah, ingin lepas dari kemerdekaan sudah nyaris terjadi, hanya bagaimana nanti lepas dari sebuah perjalanan yang sesuai dengan kenyamanan hidupnya, merasakan sebuah lepasnya hidup dalam tindakan dirinya. Cara yang didapatkan akan melepaskan dirinya sehingga juga tidak memberikan kesempatan pada kaum kapitalis untuk berpikir menggunakan naluri, sehingga tindakan untuk tidak selalu mengabdi atas dirinya selalu memberikan kesempatan akan dirnya menjadi manusia yang berkembang.
Seorang manusia ketika ia selalu beranjak dari zona nyaman menciptakan sebuah keadaan baru, maka bersiaplah manusia itu akan selalu berkembang, hijrah dari keadaan nyaman atau pun buruk sebuah cara manusia menunjukan kualitas hidupnya. Berada dalam kehidupan yang sewajarnya akan senantiasa berada pada kebosanan tanpa ada perubahan, atau merubah sebuah keadaan baru, yang istilah peribahasa saya “rimba kosong menjadi berisi dan memperindah rimba-rimba itu”. Rasa-rasanya kapitalis sederhana pada manusia yang selalu bekerja di bawah tekanan, sehingga manusia bagaimana mengambil keputusan, menyikapi keadaan tersebut, diam dalam keadaan yang diderita samalnya menyiksa diri, tidak mensyukuri dari apa yang diberi Ilahi.


Tulisan ini Penah dipublikasikan Lembaga Pers Mei-Unisma
Malang, 23 Mei 2018

Senin, 21 Mei 2018

Senja Disembunyikan Tuhan

Gambar:pixyabay.com


Saat sepi kadang Tuhan menyembunyikan arti kenyaman dan ketenangan.
Namun kadang itu ku benci dari rindu yang ingin sekali dimanja,
Saat sore sudah mau malam, di pinggir Kota Malang alang kepalang saat berjuang
Saat malam mulai tiba mencoba berdialog dengan gelap
Kadang ada nostalgia dari arti wanita yang berarti namun tak pasti.
Kecuali malam yang berganti siang tak terjadi, gelap itu terasa mati.
Namun tak ingin membenci, lantaran Kau Wanita yang mengisi disetiap tinta hitamku habis
Benalu tak berbentuk amplak telah rusak, tapi naluri masih memimpikan bahwa Kau masih berarti.

Sebuah suara puisi yang indah menguatkan aku pada setiap rindu, aku selalu tuliskan rangkaikan kata demi kata untuk menjadikan sebuah frasa dan klausa bahkan kalimat, walaupun abu-abu tak berwarna jelas.
Bahwa kau ada namun tiada dalam keberadaanya,
Ku rangkai sebagai obat kegelisahan dan rinduku.

Walaupun Kau ku benci, namun itu tak selamanya.  
Hingga pada suatu masa di mana nanti setiap rangkaian perjalanan tinta yang tercipta akan bercerita di meja makan ataupun di depan batu nisan-Mu.



Malang, 25 April 2018
01:32 Wib

Majikan Tanpa Di Samping Kariyawan

foto: Tribun.news


Pada beberapa tahun seorang mandor bisa mengerjakan sesuatu pekerjaan hanya satu proyek, jika ia hanya membangun jembatan hanya itu saja. Kini sudah saatnya semua itu nyaris terkikis akan adanya perkembangan, sehingga manusia tidak seharusnya menolaknya karena ini kehidupan. Seorang mandor hanya bisa memantau perkerjanya dari jauh, sehingga akan lebih mudah untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan lain. Di modernisasi serasa semuanya dapat dikerjakan bersamaan, semua manusia bisa saja mengendalikan menggunakan cara paling sederhana manusia, entah manusia seperti apalagi nanti manusia melampaui batas-batas manusia di luar logika akan tetapi tetap menjadi nyata, ancaman manusia akan menjadi terancam akan dirinya sendiri ketika manusia mampu dikendalikan oleh pencipta manusia sendiri.
Ancaman berupa kemapuannya terkadang tidak mempercayai sendiri akan gagasan dirinya lantaran manusia hanya bisa mengandalkan pencipatanya, bukannya logika akan kalah dengan rasa, rasa bagaimana manusia mampu mengendalikan sebuah ciptaannya dengan cinta, sehingga logika tidak dikendilakan oleh alat pembuat manusia. Contoh senderhana manusia dalam menciptakan sebuah cara namun cara itu difungsikan sebagai andalan manusia untuk melupakan rasa yang dimilikinya. Dalam pertanyaan-pertanyaan yang mampu dijawab oleh logika manusia masih saja membuka geogle, sehingga dalam kejadian ini didapatkan pada mahasiswa hari ini yang melakukan presentasi pelajaran agama. Semua mempercayai geogle dengan jawabannya.
Bukannya bisa memfungsikan kebebasan itu, dengan cara yang lebih bermakna akan tetapi hal itu tetap saja menjadi sumber pengambilan, sebuah pemikiran logika dari refrensi pencipta manusia. Seharusnya manusia bisa mencipta akan tetapi rasa itu lupa akan dimiliki manusia kurang sadar, untuk bisa menjadi orang berharga dari sebuah pengetahuan yang terlahir dari gagasan manusia itu. Menginat apa yang dikatakan oleh dosen bernama Ali Azhar, “manusia memberikan pesan karena manusia tersebuat memiliki pesan”. Gagasan itu dimiliki oleh manusia karena manusia itu memiliki gagasan, akan tetapi segala pencapaian dirinya untuk memberikan harga karena manusia sudah menyimpan sesuatu dalam dirinya berharga, bukan tidak mengetahui apa yang tersimpan dalam sesuatu yang berharga akan datang ketika hal itu dibutuhkan.
Di samping kita manusia terkadang sudah lupa akan segala apa yang ada dikarenakan, manusia sudah bisa melogikakan segala dengan baik, akan tetapi kebaikan tidak didasari dengan rasa, sehingga proses kariyawan bekerja akan dinilai dari sebuah hasil, hasil bisa saja terlahir sempurna, serta bisa saja tercipta tidak sempurna lantaran manusia tidak lagi bersahaja dengan keadaanya, baik karena sebuah keadaan, buruk karena stuasinya, manusia bukan hanya memperhitungkan yang di dalam kesat mata akan tetapi manusia senantiasa bersuara, berjalan, melakukan dengan sebuah rasa yang cinta dan pengetahuan.
Manusia bisa merekam semua apa yang dirasa, karena kesejahteraan dhohir bisa dirayu dengan kata-kata manja serta materi, namun kesejahteraan batin tidak bisa ditawar lagi untuk bisa mengobati, serta dirasa oleh logika. Ketika semua itu hanya dilakukan dengan menggunakan logika akan tetapi rasa itu tidak dirasa oleh manusia maka bersiaplah akan menjadi manusia berharga dalam logika manusia, namun dalam diri manusia akan tidak ada sedikit tersirat dari panji-panji manusia mewarisi sesuatu yang pasti dari kehidupan akan datang.
Maka modernisasi harus diimbangi dengan aspek-aspek kehidupan masa kuno, untuk memperkaya karakter dalam menemukan, serta merasakan sebuah pengetahuan baru. Baru dalam menciptakan sebuah pandangan serta gagasan yang dua-duanya mampu diterapkan serta dikembangkan, sehingga manusia tersebut tidak akan menjadi manusia untuk hari ini saja akan tetapi akan menjadi nanti.
Bersiaplah jika manusia hanya mampu dikuasai bukan menguasai, maka manusia akan menjadi hal tidak berharga, manusia akan menggukana mesin, jangan sampai kalah dengan mesin, sehingga ancaman manusia di indutri ke 0.4 ini, tidak difungsikan oleh manusia, karena manusia lebih memiliki robot dalam bekerja.

Minggu, 20 Mei 2018

Mengaji Fenomena Islam

Foto: Abdisr Blogger


Akhir-akhir ini keadaan manusia diuji akan keberadaanya, keadaan manusia ujian dari segi ideologinya, iming-iming surga serta posisi manusia nanti akan membawa dirinya atas pilihan dan keputusan seorang penggilan surga “katanya”. Bukankah kehidupan tidak ditentukan sesuai dengan kenyataan, jika surga yang diharapkan terlalu mulia hidupnya, pertanyaanya tindakan mulia apa dalam hidup manusia itu, sehingga kepercayaanya berharap dengan mudah surga dimimpikan dengan caranya, “bukannya anak kecil yang selalu diimingkan surga dengan cara seperti itu”, semoga saja masih dilindungi kita semua manusia dengan sehat. Dalam pandangan disiplin ilmu filsafat bahasa, surga sebuah metafisika, bisa dirasa tapi tidak berbentuk karena kita masih “apriori”, Danarto juga pernah menuliskan bahwa surga dan neraka hanya sebuah nama, jika belum pernah merasakan, jadi tidak perlu mati-matian manusia untuk bisa menggapainya karena semua yang ada akan nanti terasa pada manusia yang merasakan.
            Pengeboman tiga gereja yang tenpo hari Minggu 13/05/2018, mengejutkan mata hati semua umat beragama, khususnya bagi kaum umat muslim. Karena pengeboman tersebut dilakukan oleh satu keluarga yang beragama islam, enam dari satu keluarga tersebut memiliki sebuah keinginan surga yang akan digapainya “bukannya itu bernafsu”, ketika semua berdasarkan nafsu bersiaplah kesadaran manusia luntur dari nalurinya.
Bukankah hal itu hanya dimiliki oleh orang dewasa yang sudah memiliki pemikiran sempurna akan dirinya dan kehidupannya. Manusia sadar akan segala perjalananya tidak akan senantiasa memperhitungkan sebuah hasilnya, jika manusia selalu memikirkan sebuah hasil dari perbuatannya, sesungguhnya manusia tersebut “fatal dalam proses pengetahuannya”, tidak melakukan sesuatu dari hatinya, masih memiliki keinginan, ketika keinginan akan gagal digapainya maka hanya penyesalan akan didapatkan dari manusia itu. Sungguh malang anak-anak itu yang ikut dari sebuah nafsu yang fatal dari naluri manusia sadar yang dewasa.
            Bukannya manusia hanya bisa memperhitungkan, mengerjakan semua yang dilakukan akan ditemukan, ditentukan oleh prosesnya, namun manusia tidak hanya berhenti pada proses, setelah proses manusia tersebut bisa menemukan sebuah pengetahuan, maka pengetahuan manusia akan dibawakan ke mana untuk menjadikan dirinya sebagai manusia sempurna, sempurna bukan untuk bisa meninggikan akan dirinya dari rasa kesombongan melainkan dari ketidak tahuan dari banyak hal dari kehidupan, bukan hanya surga yang dicita-citakan akan tetapi rasa bagaimana nanti bisa melakukan apa yang selarasnya dikerjakan untuk kemaslahatan ummat.
            Sesungguhnya pengetahuan itu bukan untuk mencapai sebuah keinginan manusia, sebuah pengetahuan akan difungsikan akan kehidupan yang akan nantinya bisa dinikmati oleh kehidupan disekelilingnya serta kehidupan yang akan datang. Bukannya dalam agama sudah dijelaskan dalam kehidupan, sehingga tidak ada yang lebih berharga  dari kehidupan walaupun itu berdosa akan tetap bisa hidup, dalam kehidupannya menyimpan harapan untuk bisa menjadi hidup dalam kematian yang baik nantinya, namun sebaliknya dalam kehidupan yang memutuskan untuk bisa menggapai surga lebih cepat dengan sebuah tindakan yang mengakhiri dirinya bisa merasakan surga sangat jauh dari singgasana menyicipi semua itu, karena rasa cinta itu luntur dari dirinya.
            Cara pandang apakah yang didoktrinkan, sehingga mampu membuka hatinya terhadap anak-anak itu, surga apa yang diiming-imingkan pada anak usia belia itu?, jangan memikirkan kenyamanan, serta nikmat surga, untuk mengerti keindahan surga pun tidak mungkin masih terpatri, akan tetapi kekuatan apa?, sehingga surga terbentuk pada psikolgi anak-anak itu, hingga melupakan akan pentingnya dirinya untuk hidup lebih lama dan mengerti arti dari kesempurnaan hidupnya.
Kekejaman apa yang baik dalam membentuk pola pikir seorang anak mulia, harus menderita bukan tentang ketiadaannya yang akan menjadi prihatin dari yang ditinggalkan, namun segala elmen beragama yang sama tercoreng atas segala tindakan membawa atas nama Islam, tercela dengan kesalahan apa yang dibela. Untuk manusia yang masih sadar akan segala ini semua semoga saja masih dalam lindung-Nya, serta selalu membagi pengetahuan atas dasar kehidupan. Dalam Cerita Mahabrata Krisna menyampaikan kepada Drupadi mengenai pertanyaan “jati diri manusia hidup”, untuk menemukan itu Krisna menjawab, manusia untuk mencapai itu semua harus bisa melampaui dalam dasar-dasar kebenaran, di dalam kehidupan, ada lima dasar kebenaran yang berbunyi: 1. Pengetahuan, 2. Cinta, 3. Keadilan, 4. Pengabdian, 5. Kesabaran. Dengan itu manusia bisa merenungkan akan segala tindakan-Nya.


Rabu, 16 Mei 2018

BUKU DI PERSIMPANGAN JALAN

foto:rudiharikusuma_ 


Kontemplasi Ber-refleksi
Ada di sebelah mana posisi buku di tangan kita-kita yang katanya adalah regenerasi bangsa khsusnya sebagai agent perubahan. Bukannya kaum intelektual mampu mengawal, ketika mengawal dasar apa yang dapat diberikan, ketika buku tidak bicarakan, teringat dengan perkataan salah satu dosen bahwa bahasa itu, yang memiliki selogan dalam menyinggung literasi baca, memiliki makna apriori yang berbunyi “Semakin banyak baca semakin banyak pula diam, semakin kurang baca akan semakin banyak berbicara”, penulis menyimpulkan diamnya orang banyak baca buku akan menimbulkan sebuah kerangka berpikir, semakin banyak berbicara semakin banyak manusia lain diajak untuk berpikir, berada diposisi mana kita renungkan sebelum tidur nanti mungkin akan menemukan arti.
Membicarakan buku terasa berat di era industri 0.4 ini, buku serasa sudah merindukan teman bicaranya, buku sudah bosan di rak-nya, mungkin juga sudah tidak memiliki tempat di tangan-tangan manusia, khususnya di era modernisasi semunya tergilaskan oleh teknologi semua buku dengan mudah ditemukan di genggaman manusia, namun kembali apakah akan membacanya, manusia suka literasi dirasa dibagi dua, ada yang “suka membaca” dan “suka baca”, sebuah frasa memiliki makna berbeda. Mungkin saja buku merindukan pembacanya dan pembacanya membiarkan yang dirindukan, terkadang sampai berdebu di rak buku ataupun di persimpangan jalan, yang menjadi tumpuhan eksistensi manusia dalam hidup lupa pada esensi, terkadang game sebagai hiburan dirinya, akan tetapi leterasi jangan dirasa menjadi basi, buku-buku di tangan oknum mahasiswa apa sudah terasa asing, pendapat itu benar atau salah maka refleksikan.
Dalam membaca itu ialah mencoba mebuka dunia, membaca mencoba merawat peradapan dunia, membaca akan memperhalus perasaan, buku ialah pintu gerbang melihat dunia, otak ialah cara mengasah mengengola membawa kemana eksistensi transformasi susunan kata, klausa, frasa, serta kalimat, sehingga menjadi paragraf dalam bentuk bahasa tulis, tercipta hasil dari setiap-setiap lambang (simbol) masuk dalam konsep pikir (meta) sehingga melahirkan refrensi (objek)1 melahirkan esensi disipliner ilmu, ilmu adalah dunia yang bercahaya dengan cara, tingkah laku, tindakan secara signifikan ada dalam kehidupan.
1.        Semantik dalam menemukan makna menggukan kerangka segitiga yang dirumuskan oleh Ogdan dan Richard 1923 (dalam paresa 2004;46)
           

 Pada era modernisasi dengan kecanggihan teknologi, seharusnya menjadi kebanggaan akan tetapi terkadang menjadi ancaman, dikarenakan potensi manusia akan kritikan terhadap diri, serta orang lain mungkin sudah sedikit tumpul hal itu ada kaitannya dengan tingkat literasi baca manusia. Secara sederhana manfaat dari literasi akan mampu memiliki pengetahuan sedikit banyak tahu, serta menjadi tahu dari yang tidak tahu. Untuk menjadi tahu apa larangan dan perintahnya karena pada dasar kehidupan bukan hanya hidup dengan berdiri dan menunggu untuk menjadi arti tanpa mencari tapi enggan akan membaca, serasa berjalan dalam situasi terang tapi tetap saja kesandung.
Terkadang Karena esensi manusia tidak boleh di lepaskan oleh kegiatan keterampilan membaca, definisi membaca menurut penulis bisa diartikan membaca buku, membaca lingkungan, serta membaca budaya rang lain. Salah satu ketika ketajaman manusia tidak dirasakan dalam membaca lingkungan, sosial, serta alam satu-satunya buku menjadi alternatifnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI buku dalam arti sederhana adalah kumpulan tulisan yang berisi atau pun kosong. Maka hal itu memberikan sebuah pilihan setiap manusia dalam membaca buku, garis besarnya literasi tidak dirasa basi.
(***)
Dalam agama islam Tuhan perintahkan karena disesuaikan dengan kebutuhan manusia, mengapa Tuhan menurunkan ayat pertama di dalam Nash (Al-Qur’an) yaitu surat iqrok, surat tersebut merupakan makkiyah diawal surat itu berisi perintah berbunyi:
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).
maka itulah pentingnya membaca sampai disebutlah tiga kali baca, bacalah, membaca. Francis Bacon pernah mengatakan pengetahuan adalah kekuatan, siapapun pelakunya, berkatian dengan Futuh dalam Terakota.com menjelaskan dalam sejarah fir’un raja yang kejam anti islam, akan tetapi namanya abadi dalam sejarah, ternyata kekuasaanya dibangun tidak semata-mata dengan kekuatan militer. Seharusnya manusia arif bisa mengambil manfaat dari gaya hidup dalam mencintai pengetahuan, Fir’un terbukti kurang lebih memiliki 20.000 judul buku di perpustakaan pribadinya. Hal itu bisa mengambil semua pengetahuan bukan saja terlahir dari dalam dirinya dengan banyaknya bacaan buku, semakin banyak cara menemukan cara-cara baru yang terlahir dari manusia.
            Maka itu sebuah suntikan bagi manusia sadar, bahwa ada manusia kejam bisa melakukan apa yang menjadi utama dalam hidup yaitu “membaca”. Dalam cara skemata manusia kejaman serta dzolim bukan menjadi tolok ukur menjustifikasi itu, sisi baik dari dirinya bisa diambil, biarkan yang buruk dibairkan. Mungkin pada saat membaca tidak menata niat baik maka hasil dari apa yang dibaca melahirkan sebuah pemikiran yang kejam, dari semua itu fir’un memiliki sisi baik walau kebaikan lebih besar dari keburukannya.
Akan tetapi membaca adalah kebutuhan manusia agar menjadikan dirinya sebagai manusia merdeka menurut Ferdick Bacon. Salah satu cara manusia membuka naluri ketika manusia ingin menemukan jati diri, dengan membaca salah satu menusia bisa menemukan, dengan membca juga akan mudah membawa dunia. Seharusnya buku serta media baca manusia bukan menjadi musuh manusia atau membiarkan buku berada di persimpangan jalan, akan tetapi tetap berada di tangan kanan.
Permasalahan dalam membaca di Indonesia terkadang yang menjadi masalah yaitu dari segi fasilitas, serta ketidak terjangkauan akses buku terhadap lingkungan terdekat, kesulitan akses buku untuk dibagian polosok desa, dikarenakan salah satunya tidak memahami sebuah esensi dari pentinnya baca serta manfaat membaca. Dalam hal ini akan memperngaruhi sebuah perkembangan pendidikan yang gagal sebagai estafed generasi bangsa ketika tingkat baca lemah. Bahwa dalam kehidupan tidak akan selalu statnan tanpa ada perubahan, walaupun Ki Hajar Dewantara dan Sunan Kalijaga sudah tidak ada, akan tetapi selalu ada gagasan-gagasannya yang dalam lantaran bacaan sangat dalam. Sehingga hingga hari ini masih melikiki relevansi dalam diri manusia yang suka baca. Dengan membaca budaya kita akan terjaga, salah satu manfaat baca menjaga dan merawat peradapan.
Kedua tokoh itu memiliki gagasan tajam yang pertama Ki Hajar Dewantara dengan Tut Wuri Handayani mendidik dari belakang untuk memberikan dorongan dengan menyesuaikan dengan peradapan, jika Sunan Kalijaga Tut Wuri Hangiseni mendidik dari depan dengan memberikan stimulus sesuai dengan peradapan budaya serta kehidupan. Akan tetapi keduanya memiliki sebuah relevansi yang masih eksis dalam modernisasi. Dengan cara-cara berbeda akan tetapi tujuan sama. Membenturkan keadaan dengan memperkenalkan peradapan tugas manusia sebagai manusia memanusiakan manusia, karena dengan membaca manusia memiliki pengetahuan dengan pengetahuan manusia memiliki kemauan untuk merubah, dengan merubah manusia bisa mencipta, dengan mencipta manusia bisa memberi makna, dengan makna manusia bisa hidup selayaknya manusia akan hidup dalam setiap manusia yang masih ada.
(***)
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.  Riset berbeda bertajuk "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. 
Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa, hal ini memiriskan.
            Riset membuktikan bahwa tingkat baca orang Indonesia rendah, sehingga dalam meningkatkan minat leterasi baca Indonesia memiriskan. Karena sebab dan akibat dari rendahnya tingkat baca belum menemukan titik jelas, akan tetapi kemalasan bukan menjadi sebuah masalah yang tidak dapat ditanggulangi, akan tetapi kesalahan kita ketika diam akan adanya fenomena ini, masyarakat perlu pahaman mengengai pentinngya membaca, bahwa dalam esensi membaca memiliki nilai-nilai tinggi dari segi kerohanian speritulitas, afektif, koknitif, psikomotorik.
Maka perlu pemahaman mengenai itu, hal paling memungkin dalam hal itu akan ada sosialisasi serta pemahaman mengenai membaca serta di lengkapi dengan fasilitas. Cara serta solusi harus memberikan sinerginitas antara pentingnya serta manfaat dari sebuah tindakan manusia dalam menemukan sebuah makna dari bisanya membaca akan memberikan dampak apa pada kehidupannya. Masyrakat perlu hal itu, bisa mengangitkan dengan kehidupannya bahwa dalam bertani, serta wirausaha, serta bekerja di manapun berada, mengasah otak dengan membaca salah satu manusia bisa mencapai kemerdekaan hak dirinya serta hak orang lain. Asahlah otakmu di mana pun kalian berada karena dengan pengetahuanmulah kamu bisa merasakan dan merayakan kehidupan sesuai dengan hak-haknya (Tan Malaka dalam buku Semangat Muda).

Senin, 14 Mei 2018

Nyanyian Di Pinggir Jalan



Akan ada cerita indah setelah lepas dari sebuah perjalanan, hembusan-hembusan nafas yang tak terhenti dari nadi yang menguatkan aku pada sendi-sendi tulang rusuk ini. Irama sebuah kaki yang melangkah tak terangah dengan sebuah jalan yang dilalui dari hati. Mencari rasanya tak harus membenci dengan sebuah keadaan yang terjadi, semuanya terasa memberi sebuah arti yang berarti dihati. Rencana manusia diatas kita adalah sebuah keniscahayaan, merasakan apa yang dirindukan dari apa yang diharapkan, itu semua adalah keindahan dalam renungan.
Jalan yang terus di hembuskan tanpa ada jurus diluruskan hanya ada sebuah tekad yang tak dirindukan menjadi sebuah kenyaan dari apa yang dijalankan. Kita hanya memiliki keadaan yang sangat dirindukan dari apa yang dianugrahkan, membwa kepada mahligai perjalanan manusia dari apa yang ada dalam pengerbanan. Semua yang sangat menentukan terus memberikan sebuah kehalusan dalam menjalankan keadaan manusia dari apa yang dilakukan oleh kitra. Kekerasan hanya akan diobati oleh keindahan dalam merenungkan segala perjalanan. Menciptakan akan menjadikan manusia lebih berarti dari apa yang terjadi, percintaan dari sebuah perjalanan memberikan kita pada sebuah perjalanan yang sangat dirindukan oleh kita ketika nanti tiada.
Semua akan dinikmati dari apa yang nanti menjadikan kita sebagai orang yang mawas diri akan setiap langkah dan jalan yang dilalui. Akan merasakan indah ketika kita membawanya dalam rimba-rimba kekosongan. Menjalankan dengan kebahagian yang dibacakan oleh sejarah nanti, bahwa ada pemuda yang membuktikan ada keajaiban yang tidak hanya dicapai oleh kemudahan, membenturkan segala kehidupannya untuk menemukan sebuah arti dan keindahan dalam merasakan cinta dalam kehidupan. Kita akan merasakan keindahan alam ketika manusia mau menjalankan di atas bumi dengan menikmati angin dan hijaunya setiap tumbuhan alam kita Indonesia.
Perjalan itu tidak memiliki masa panjang dalam menerjang, segala mimpi dibungkus dari sebuah keinginan untuk bisa membawa dirinya pada suatu paragraf sederhana dari beberapa kalimat dalam langkah manusia. Bukan sebuah hal yang berharga agar manusia bisa, tetapi manusia itu tetap melangkah mengikuti arah tanpa harus statnan untuk melangkah melawan angin dan kerasnya krikil-krikil.
Dengan kebahgian bernyanyi di pinggir jalan, yang keras menjadi lembut, yang berat menjadi ringan, tercipta dari suasana jiwa yang membawa. Hari-hari itu akan menjadi lebih berarti ketika semuanya sudah diberi bukan dibenci. Semuanya akan bersuara ketika manusia bisa menemukan perayaan hidup yang sesungguhnya membuat puas akan dirinya.
Sebagai manusia bisa saja menemukan cara baru dari sebuah perjalannya. Karena dunia terkadang menjamin apa yang belum dijamin oleh manusia. Segala langkah tak pernah ada terkadang akan ada secara tiba-tiba, bahwa ada manusia di antara kita sebagai pelengkap dalam tertawa, ada pun pada saat terwata akan membela. Alam tidak hanya berputar saja alam terkadang bisa saja hujan dan panas.

Selasa, 01 Mei 2018

Diskusi Manusia Bijak dan Makhluk Taat



Angin kencang mengancam setiap bangunan, bangsa yang besar memiliki pengaruh besar pada negara-negara, manusia membaca akan sedikit berbicara akan segala yang menjatuh, sedikit baca maka akan lebih banyak mendapatkan hal tak pantas di dengar bukan membangun tapi menidurkan manusia dalam ketidak sadaran akan kesalahaan, ngorok dengan tanggungjawabnya, tersnyum dengan ketidak pahamannya. Rasa-rasanya semua akan tiba pada suatu masa hal yang tidak bisa akan dirasa.

Rasa-rasanya hari ini telah tiba pada suatu masa di mana dalam cerpen Ki Pandji Kusmin dengan judul “Langit Makin Mendung”. Di mana negara ini sudah menjadi sebuah kota kecil yang menjadi lelucon dialog nabi dan malaikat di sana. Gelisah dan tertawa dengan apa yang ada di kota terkecil itu, malaikat dan nabi melihat dari surga.

Bahwa yang tidak memiliki nafsu bisa saja marah dan berontak, si malaikat Jibril saat nabi di dzolimi oleh orang kafir akan “aku kembalikan batu itu ke orang yang menyakitimu”, ucap Jibril, “jangan Jibril, mereka seperti itu mungkin saja memang tidak tahu betapa sakitnya jika batu itu bisa mengenaiku, saya hanya berharap keturanannya dia akan tahu apa yang diperjuangkan ini adalah agama yang benar yang membawa dirinya nanti pada kehidupan yang sebenarnya”, dalam dialog nabi dan malaikat. Kau tak usah marah, Allah itu sudah menggariskan apa yang terjadi hari ini tak perlu disesali dan disegani keadaan ini harus diketahui bahwa yang terjadi itu semua karena keinginan Tuhan, agar yang sadar lebih dalam lebih dekat, bagi yang tidak agar bisa belajar.

 Bagaimana negara terkecil yang memiliki keanekaragaman sangat banyak dari budaya, etnis, suku, agama, kekayaan itu bukan menjadi sebuah kebanggan oleh kita, maka menjadi ancaman sebuah perpecahan yang kadang terlahir dari sebuah kepentingan. Banyak fenomena-fenomena di negeri ini dibilang lucu, “tidak”, namun kadang menggelitikkan membuat tersenyum. Ada yang mendoakan untuk kemaslahan ummah, ada yang mendoakan bagaimana kesalamatan akan dirinya bersalah atas apa yang dijalani.

            Hari-hari semakin hari semakin lucu dengan puisi Sukmawati serta Tsamara Amany, serta banyak lagi yang membela akan dirinya sebagai manusia  berakhlak menurut dirinya. Serta kehebohan mengundang saya harus menuliskan untuk memulai dari mana, serta bagaimana. Sedangkan banyak yang harus dituliskan namun keterbatasan pengetahuan serta dituliskan belum tentu bisa menyelesaikan. Tulisan ini hanya berharap bisa membuka pandagan baru tentang arti hidup kebhinekaan serta Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Seandainya Negara Usbekistanz di timur tengah memiliki dominasi banyak suku serta budaya, seperti Indonesia. maka dunia akan cepat musnah, bukan kiamat karena kiamat manusia kadang sudah sering menemukan dalam kehidupan jika manusia belajar tassawwuf. Namun kita akan membicarakan sebuah mayoritas dalam sebuah negara terkecil besar oleh Sumber Daya Alam SDA, serta kekayaan bahasa serta perbedaan sbg.

            Kita akan menjadi menusia yang seperti apa di dalam negara terkcil yang kaya raya dalam pandangan terkecil manusia cara berpikir dengan ketidak kepercayaan dengan apa yang dipunyainya. Banyak yang terjadi kesalah pahaman tentang kaum minoritas serta kaum mayoritas itu keniscahayaan sudah menjadi hal biasa walaupun itu tidak biasa. Namun menjadi langit mendung lagi dengan segala nuansa yang dibuat oleh keragaman manusia dengan adanya perbedaan yang selalu menjadi pertikaian padahal dalam perbedaan itu negara ini memiliki kelebihan yang sangat jauh dari kehidupan manusia di negara-negara lain. Bahwa akan ada perbedaan sangat signifikan ketika mendatangi negara Amirika, Inggris, Jepang, Brazil yang sangat Individualis dalam kehidupannya tanpa kesolidaritasan untuk menciptakan “sikap gotong royong” tidak akan di temukan oleh mereka di sana. Jane mahasiswi Amirika belajar bahasa Indonesia di Universitas Islam Malang mengatakan “sangat jauh berbeda kehidupan di Amirika dengan di Indonesia bahwa orang Indonesia sangat ramah”, pertanyaan itu menjadi pembuka pada saat pertama kali datang ke negara Indonesia yang sebelumnya pernah pergi ke Inggris dan Jepang.

            Negara sepertinya akan mengalami hujan deras yang bukan hanya hujan air namun hujan politik yang membicarakan kepentingan, bahwa dalam dinamika sosial banyak hal yang harus direnungkan serta di doakan, mungkin saja masih tidak hujan yang mengancam negara kita karena masih banyak doa-doa dari orang-orang mulia untuk masih bisa mengharapkan negara kita masih hujan air biasa, masih bisa dinikmati manusia serta merasakan ketenangan. Bukan saja akan apatis akan keadaan namun banyak cara mencintai negara. Mencintai negara dengan mendoakan agar tetap mendapat rahamat Alloh Swt. Sehingga mencintai negara bagian dari iman (Kh. Hasyim Ashary).

            Mengapa perpecahan di ancam dan manusia mudah terprofokasi karena pengetahuan manusia orang manusia rendah, sehingga kedangkalan berpikir manusia sangat pendek. Jikalau dilihat dari letak georafis Indonesia ini berada di negara katulistiwa sehingga jiwa dalam psikologisnya memiliki kekuatan hanya dua pandangan sehingga akan mudah dimasukan hal-hal baru apalagi berbaur negatif berkaitan dengan sebuah keimanan. Dengan cara apa manusia di Indonesia bisa memperluas paradigma untuk memperhalus perasaan dan pandangan hanya dengan membaca meraka akan bisa mengubah segalanya. Yang lemah menjadi lembut yang kusut merajut membenahi cangkul, arit digenggaman menjadikan sebuah permata dengan luasnya paradigma dari apa yang dibaca.