Kamis, 28 Februari 2019

Ulasan buku Sepontong Senja untuk Pacarku



Buku Sepontong Senja Untuk Pacarku
Karya: Seno Gumira Ajidarma 

Dalam buku ini menceritakan dua insan yang memliki sebuah prinsip besar. Tokoh yang bernama Alena dan Sukab. Kebesaran seorang pria (Sukab) memiliki perasaan yang begitu besar terhadap orang yang dicintai. Dalam potongan cerpennya mengatakan "Aku Memberikan Sepontong Senja ini untuk Alena, sebagai kebesaran cintaku padamu, aku memberi bukti tidak hanya memberikan kata-kata atau bahasa, aku menganggap semua kata-kata tidak ada gunanya lagi sekarang semua orang bisa berkata-kata dan berbahasa, tanpa mendengarkan kata-kata orang lain, maka aku persembahan sepotong senja ini untukmu Alena sebagai bukti", pembuktian dari seorang laki-laki kepada pasangannya begitu besar namun kefatalan kala hal itu berlebihan, apapun yang berlebihan tidak baik. Kebesaran berlebihan kadang menutupi kekurangan diri bahkan membutakan hati seorang untuk persembahan seorang yang diyakini bahwa Alenalah membuat hidupnya berwarna.

Seorang Alena dengan komitmen tinggi tidak menerima apa yang diberikan kepadanya, sebab cinta tidak harus memberikan sebuah persembahan yang istimewa kepada seorang, cukup apa adanya untuk bisa membuat bahagia walau besar persembahan, namun belum tentu menjadi keinginan hati. Dan ketika tidak diharapkan maka bukan kebahagiaan didapatkan namun kesengsaraan bagi orang banyak terhadap apa yang dilakukannya. Membutakan hati manusia jangan terlalu berlebihan dalam mencintai. Dengan seperti itu akan ada kerugian besar atas cinta yang harus dibagikan ke manusia, alam, dan hewan maka di dunia ini manusia harus bisa memiliki rasa kasih sayang yang sama untuk diberikan kepadanya membagi atas ketika yang disebutkan itu. Sebab manusia memiliki hak membagi karena manusia yang sempurna mampu mencipta dunia dan membawa dunia.

Kekuatan rasa yang ditunaikan oleh Sukab terbentuk karena dipengarui latar kehidupan Sukab yang ada di pesisir, yang setiap sore melihat keindahan senja berwarna kemerah-merahan. Sehingga terbentuk keinganan besarnya, dengan jiwa zaman dirinya memiliki kekuatan atas segala yang ada pada jiwanya yang terus hidup. Sebuah perjalanan untuk mencapai sebuah tujuan utama Sukab mempersembahkan cintanya pada Alena dengan memberikan persembahan yang berbeda dengan manusia lainnya, ketika semua orang mempersembahan cinta dengan cara berbahasa Sukab menghindari hal itu, dengan tujuan membawa dirinya mencapai kebahagiaan walau semua orang mencari apa yang dicuri kala sore itu.

Beberapa lama Senja berada ditangan tukang post, dan semua manusia mencarinya senja tersebut. Ketika itu menjadi idaman semua manusia keindahannya, dan semua orang mencarinya ketika senja itu hilang. Seluruh manusia di dunia merindukan dan semua ingin merasakan senja tu.Ketika senja itu hanya diberikan kepada satu orang, manusia yang lain akan merasakan estetika apa ketika itu dipersembahkan pada orang yang special, tentunya seorang Sukab sangat egois. 

Dalam artian sederhana dalam karya Seno Gumera Ajidarma itu Sepotng Senja untuk Pacarku bahwa jangan terlalu berlebiha dalam mencintai. Namun interpretasi lain dari Sepotong Senja ini, bisa dikatakan ini memberikan sebuah tafsir lebih dari sebuah pengorbanan dan senja sebagai alat merayu. Bisa pula senja yang dimaksud oleh penulis berbeda makna. 

Beberapa kali melakukan diskusi mengenai karya SGA yang Sepotiong Senja untuk Pacarku. Senja yang diberikan kepada Alena, itu bukan alat merayu dan bukti memberitahukan rasa. Melainkan senja itu ialah sebuah keadilan yang harus bisa dinikmati oleh banyak orang dan semua orang banyak yang menginginkannya dan semua orang harus merasakannya. Jadi, Sukab tidak boleh memberikan keadalilan tersebut pada satu orang saja, karena keadilan ialah tujuan semua manusia bisa rata. 

Dalam potongan cerpen lain, Alena menanggapi pengorbanan Sukab sesuatu yang tidak baik "tolol" ucapnya. Yang dilakukan kepadanya bukan sebuah peruangan yang konyol, persembahan senja itu tidak hanya harus dimiliki seorang saja, semua orang harus memiliki. Pengorbanan yang seperti itu bukan membuat saya suka kepada Sukab kata Alena malah menganggap Sukab tidak memiliki sikap yang apa adanya, dan tidak memahami perasaan Alena, kalau pengorbanan besar merugika orang lain tidak pantas dilakukannya. Karena jelas Alena tidak menerima pemberian itu dan pada potongan cerpennya mengatakan bahwa "Aku tidak mencintaimu Sukab". Cara itu malah membuat tambah marah besar, kebahagian bukan diukur dari ukuran yang besar namun dilihat dari ketulusan, Sukab mencoba menutupi diri bahwa pengorbanan luar biasa menganggap hal itu sempurna. Semua itu salah dan Alena membenci lantaran ketidak jujuran dan pengorbanan cintanya merugikan orang. 

Terima kasih ini ulasan buku sederhana mengenai apa yang saya baca. 

Sabtu, 16 Februari 2019

Catatan Kecil



[17:49, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Ia yang menolak bukan karena hatinya mungkin karena keadaanya.
Kegelisahanmu membuatku berpikir, berpikir tentang cinta yang belum bisa ditentukan pada objeknya, lantaran masih saja dalam kerumitan hati yang berdamai dengan diri. Untuk hari ini yang lagi patah hati bahasa romatisnya. Namun itu bukam keseriusan dalam hidup bahkan bukan ke fatalan dalam hidupnya. Cinta masih saja berada dalam sela di mana kita masih bernyawa dan akan selalu memberikan kesempatan tatkala kita masih berada dalam paling sunyi dan sepi.
Jangan jadikan hari ini terakhir dari sebuah persoalanya apalagi mengenai cinta. Jika Buya Hamka pernah menuliskan hanya orang-orang besar yang mengalah dalam percintaan, dan orang itu akan lari ke politik, menulis sair, dan mengarang buku. Apakah kita akan berada dalam keadaan paling kejam menganggap semua ialah akhir.
[17:50, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Dek nitip tulisan hp ini mau dikembalikan ke orangnya. Jangan dihapus ya.
[17:50, 1/18/2019] Komariyah: Ok ok kak
[17:50, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Yang telah pecah mencoba merampungkan kembali, tapi tak mungkin kembali sempurna:apalagi harus mengembalikan kesucian diri yang telah dicemari kebejatan mereka yang ganasan nafsu tak beradap dan bersahadat.
Paling panas dan ganas pada mereka yang punya hak memecahkan deritaku, tapi narasiku dipenggal tanpa berpikir pangkal cikal bakal masalah, ditanyakan.
Aku pergi mencari jaksa bijaksana tak memukan, padahal di rumah sendiri: hanya pandai membuat sistem bagi pelanggar kesalahan, namun enggan mau tau persoalan yang akan diselsaikan.
Bahkan ada yang berkata akan menjadi citra rumah kita.
Aku merasa harus Membenci, mencaci yang tau tapi membisu. Dan aku coba cari pensuci diri, dari mereka kuli tinta pers mahasiswa.
Dengan kata yang tak mampu menyelesaikan, namun membuka mata hati manusia tentang fenomena.
Hingga pada akhirnya semua berdiskusi berpuisi, sebagai bukti, bahwa dirimu masih suci pada haknya sebagaimana manusia, kata-kata tenaga akan selalu berpihak padamu yang disandra biang pendosa.
[17:50, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Kesempurnaan sejati bukan ada dalam bentuk diri. Banyak dari diri sempurna masih merasa jauh dari kata paling bahagia dengan apa yang dimilikinya. Tapi, semua manusia bisa melihat apa yang dimiliki dan dipunya secara material.
Ril bukan tentang akan dirinya yang menganggap begitu ada pada manusia.
Kesempurnaan hidup ada dalam setiap rasa paling sederhana memaknai sebuah perjuangan. Perjalanan ialah cara terbaik setelah hasil yang dianggap paling baik, pertanyaannya akan ada diantara mereka hasil sebuah perjalannya.
Bukan Stefen Hawking, keadaan nyaris sama dan kesempurnaannya ada pada dirinya yang semangat ketika menjalani hidup. Ketika membayar kopi dengan saku yang terbuka dan dompet miliki sendiri, diriku merasa bahwa aku masih jauh dari sempurna dalam bentuk, namun semangat dan pikirannya jauh sepertinya ia lebih sempurna.
Lebih baik belajar dari orang-orang yang sepertinya kekurang kaki, serta fisik, dan cara berbicara. Karena mereka yang begitu bebih sempurna dari pada kehidupan manusia normal.
Anggapan dan cara pandangnya sangat tajam merasuk dalam relung palling dalam, bagi manusia yang begitu menggap tidak seperti manusia lainnya.
[17:51, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Saat jalan sudah ditemukan dikala telah melewati rimba, lahirlah bayi baru dalam rasa paling dalam. Kekejaman mereka sebagai manusia merasa bahwa tersial berumur tua.
Hari dianggap paling keji, aliran air telah tak dianggap lagi kehabsahan arti.
[17:51, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Akhir-akhir ini saya Milankolis dan sejenak berpikir tentang fenomena yang dibuat manusia, Ada artis yang terkena kasus porstitusi, ada pula pilpres tahun ini tidak kalah hebohnya. Ada pula yang paling menyedihkan, pembantaian atas buku-buku yang dianggap bahaya.

Ada daerah ingin cerdas anak mudanya, namun cara menghormati sumber tak bijak: buku baru disita, apakah ada rasa phobia pada buku, kwatiranku belum membaca satu pun dan tidak tau isinya, menghakimi bahwa sumber buku itu adalah aliran keras dan bahaya, membahayakan pikiran dan negara.

Bahaya?, yang tak tau arti dari bahaya buku, bahaya tidak baca, apakah bahaya dalam ketakutan berpikir, apakah tidak suka membaca sehingga menyandra. Milan Kundera seorang novelis Rusia pernah menuliskan "Mudah ketika menghancurkan negara, cukup hancurkan buku-bukunya, maka negara tersebut perlahan akan hancur"

Bahaya ada dalam diri terbentuk dari dalam, ketika buku dibaca akan tidak menjadi bahaya, sebab manusia akan membawa dirinya pada taraf IQ yang tinggi menyaring setiap yang dibaca: bukan dihanguskan bukunya dan mempersempit baca, lebih kejam ketakutan manusia yang belum baca.

Selamat kepada pecinta buku, mungkin akan tidak pernah mati muda dikala buku yang dibaca nilai guna dirasa manusia dan membangkitkan rasa cinta lebih tajam terhadap pencipta, manusia, dan lingkungan sekitar kita.
[17:51, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Tetangga pulang dari Jakarta tatkala bertemu berkata yang pernah menyusuimu sudah tiada, kau tak perlu menuliskan puisi padanya tiada dan berharga, kau di sini aja bersama yang membesarkanmu.

Otak dan Naluriku pecah bukan hanya puisi yang ku tulis menjadi sakti dalam karya tulis: azimat dalam kata suci yang menembus langit tujuh merayu Tuhan itu membuatku tak tahu arah.

Perasaan cinta dikala seorang laki-laki hebat tiada kalah, namun kata-katanya yang mampu menembus langit tujuh arsy dalam jiwa dipertanyaan menuntut. Masih bisakah tanpanya berjaya dan bagaimana membalasnya.
Bukan tentang cinta tapi mengenai jasa
[17:51, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Anak kecil berkerudung pink, lucu
Berbahasa Inggris dengan ibunya: membauat ketinggian diri dan iri anak muda yang menggenggam buku Ziarah Karya Iwan Simatupang terbakar ketinggianya, terlalu kerdil menganggap dirinya.

Perpustakaan 12/01/2019

Menunggu cara terbaik, menguji kesabaran dan menjadikan kita belajar kesukarelaan: tersial yang ditunggu hilang dan tak ada kabar yang datang, Yang paling menyakitkan berjanji tuk datang setelah dzuhur malah hilang. Perpustakaan obat paling mujarab saat berharap menunggu janji.

Dari lamanya menunggu banyak pengetahuan baru, pengetahuan karakter yang ditunggu dan berartinya waktu.
Menunggu ialah pilihan bagi yang selalu toleran, meminta maaf dengan mudah sebenarnya membuat dirinya celakah.

Lama-lama akan menyesal dan akan melahirkan pilihan.
[17:52, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Diskusi banser di pinggir jalan pecah lantaran otak dan jalannya itu satu arah.
Dedaduanan hijau tak berbunga, air mengalir bersinyalir dengan perjalanan anak muda yang berjuang bagaimana, belajar di kelasnya segera berakhir.

Kucing menatap tajam, pikiran mulai suram jalan aspal berwarna pelangi bukan estetika terpancar melainkan percikan nostalgia bunyi kucing merengek "Kau manusia tak pantas putus asa"
[17:52, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Berlari alang kepalang bagaikan dikejar-kerja anjing dikala sakit, tapi akan lebih kencang berlari, walau rasa sakit serasa mati rasa lupa akan semua: pada akhirnya umurnya luka dikala tanpa tanda tanya, dan sementara akan sia-sia dengan dusta berdamai dengan suasana.

Teman-teman masih berkata dengan bahasa kau masih muda tertawamu lebih banyak dari deritamu, dan tidurmu masih lebih banyak dari kerjanya.

Siang lupakan umurnya ingatlah kerjanya
Malam lupakan tidurnya ingatlah kekejaman malam sebab bukan dalam mata gelap saja malam bisa dirasa: tatkala masa muda kita banyak mencerna buku sebagai sumber pendewasaan akan tua lebih awal kita, dikala berlari walau masih penuh tanda tanya tapi rasa akan selalu ditagih pada ia yang menunggu.
[17:52, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Lari-lari dikira ada yang mengejar, bunga-bunga di pinggir jalan banyak. Namun tak ada yang seharum di otak manusia.
Jalan Dinoyo macet jarum jam tangan menunjukkan pukul 14:35 mahasiswa semuanya masih harum,

Ada janji di perpustakaan hari ini, sepertinya tak ada usaha karena dianggap tak penting, jalan terlalu ramai dan semua budek. Mending ku lari pergi ke danau menyelamkan diri agar tidak tau ombak di atas sana dengan keramaian tanpa arahnya.

Bukan ku apatis atau egois tapi hanya dengan seperti ini umurku terasa
[17:53, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Aku menyapa alam dengan kata
Aku menyapa laut dengan kata
Aku menyapa bumi dengan puisi
Menyapamu dengan isi hati yang dikemas dengan puisi
[17:53, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Bung Hatta pernah berkata merdeka itu tengang rasa ketika sudah merasa dengan rasa paling nyata maka itulah merdeka
[17:54, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Bahagia tidak sederhana karena tidak ada parameternya
Yang paling sederhana suasana dan rasanya
Saat getaran hati merasa tenang itu puncak manusia menemukan arti dan makna dalam hidup
Bukannya yang redup selalu tak pernah diaanggap
Yang tanggap itu sesuatu
[17:54, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Membaca teks memperluas pengetahuan
Membaca konteks mempertajam perasaan
Membaca persoalan memperdalam pengalaman
Membaca kebijaksanaan mempertajam perasaan.
[17:54, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Sepi adalah kebahagiaan bagi yang mencinatai kemerdekaan
[17:54, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Pada pelajaran memahaki warna hanya biru yang aku tau. Jika hijau menjadi menjadi biru daun sedangkan hijau berapa lama kala menghijau?, berapa lama kau bertahan diinjak tetap menghijau, warnamu akan memudar saat keadaan yang dipandang. burung pipit menyapa dengan bahasa dingin dikala matahari menutnjukkan kudrot dirinya: dengan rasa sempurnanya. berapa lama rasa cinta bertahan dengan warnanya  yang penuh tanda tanya.

Mengahdapi kriput yang tak istimewa lagi
Mengahdapi keramaian anak yang ramai merisaukan lantaran bapak belum bekerja yang cukup
Menghadapi, Menghadapi, Menghadapi. yang menyedihkan
Ada yang berutung saat menghadapi.

Kala itu pula warna hanya menjadi pelengkap nama yang utama seberapa warna itu berada
[17:55, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Saat aku bersabda melalui puisi; akan menanti sebuah arti yang lahir dari puisi
Kata dan diksi yang dibacakan dengan rima yang diterima pembaca,  memanjakan aku yang menulisnya.

Saat aku bersaksi Allah Tuhanku; akan menanti anugerah apa yang Tuhan beri.
Saat aku bersaksi Nabi Muhammad nabiku sebagai panutanku; akan menerima kelembutanmu, namun tak sama dengan kelembutanku.

Saat sabda-sabda nabi dibaca aku hanya mampu menerima bahwa kata indah itu mampu membawa pada suasana tenang.
Layaknya embun pagi yang menanti kami masih sibuk dengan menunggunya estetika

Sedangkan pagi masih saja belum dinikmati, telat dalam menyambut surga di saat pagi.
Menanti itu hal yang dengki bagi yang membenci, mempermainkan sepi dengan kerja tak berarti
Ibu; masih saja ada dalam sanubari bekerja dengan doa berkasih dengan kisah berbuah dengan tumbuh
[17:55, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Mendidik generasi dengan literasi
Maka negeri tidak akan mudah mencacimaki
[17:55, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Saat pagi datang seperti ada yang kurang bahwa matahari belum tepat waktu datang.
Saat koran datang tak ada kabar ada yang kurang dalam pagiku
Kala pagi telah dapat dinikmati maka akan ada pelengkap yang ddiharap: mengenai kopi yang mampu aku nikmati.

Dengan kata saat pagi berharap akan ada kata yang estetika dari yang paling ditunggu disaat pagi bahwa yang paling di nanti dalam hati ia yang selalu menyimpan rindu padanya.

Zikirku terganggu oleh namamu
Tuhanku terganggu oleh serpihan tatapan matamu
Nabiku aku saksikan ada dalam etikamu padaku

Namun tiada Cinta selain Engkau
Tiada yang menggantikan Engkau
Sebab Cintaku melampaui batas manusia yang bukan hanya pagi yang bisa dirasa; namun sore dan petang dirasa Cinta karena substansi dari Cinta.
[17:55, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Kau masih saja seperti halnya puisi:
Setiap yang aku tulis berbunyi tentang hati
Bersedu mengadu pada kertas kosong bagaikan ayah darinya
Seandai manusia paling bisa adil cinta akan menjadi bijaksana

Kau masih saja seperti hati yang suci membahasuhi kekurangan diri memiliki rasa saling melengkapi
Untuk bersikap lembut dengan objek

Setiap pagi kau masih saja bersigema dengan angan bersama secangkir kopi
Dan berharap kau: akan seperti cangkir kopi tanpa disadari akan selalu menerima pahit, manisnya kopi yang  murni

Kombinasi kopi dan gula sudah hal biasa yang luar biasa kopi tanpa gula kau masih seperti halnya cangkir menampung setiap ampas sisa kopi yang rasanya tanda tanya; namun masih saja ada dari makna ampas kopi
[17:56, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Sore ini menggoreskan hati
Detik akan menyambut mega setelah fajar
Badai akan berlalu berdamai dengan persoalan
Mengenai rasa dan suasana
[17:56, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Sunyi itu perlu terkadang buntu
Sunyi itu sama halnya rindu kadang kelabu
Sunyi itu keadaan cinta harus memaksa
Sunyi itu rasa harus menerima
Ketika sunyi dipahami hati yang ada bahagia.
[17:56, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Bahagia itu sederhana memaknaimu dalam rasa dan cipta dalam cara itu luar biasa
Bahasa sederhana paling bahagia mengetahui keadaanmu keabrabanku seperti hujan dan airnya
Seperti cinta dan caranya

Berbeda menjadi sama
Bersama menjadi lama
Jauh tersingkuh
Kau datang dalam keringat cinta yang dibanggakan saat usahaku kau akui
Atas dasar cinta
[17:56, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Ketika aku cinta denganmu aku menitip rasa padamu
Ketika aku titipkan rasa padamu aku mengutip cita namamu dalam puisiku
Ketika aku melingkarimu dengan rantai cinta aku menitip ketidak bebasan atas cintaku lagi kecuali sang ilahi.
[17:57, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Ada di antara kita ingin hidup berapa lama dengan cita-cita bahagia
Ada di antara kita ingin berharga dengan cara beragama
Ada di antara kita bernostalgia dengan cinta hingga lupa esensi bahagia
Pertama yang berharga, kedua berestetika, ketika beretika
[17:57, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Aliran air dalam tubuh saksi dalam langkah
Mengalah untuk melawan keadaan
Memperjuangkan tanpa mempersoalkan
Langkah kaki yang berbeda akan selalu kedapan dalam kepastian.
Keringat makna dari semangat
[17:57, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Hidup bukan tentang bagaimana tapi bisa merasa: cinta adalah cara yang paling mulia.
Diriku lemah dan sombong atas bahasa itu.
Semoga Tuhan akan menghapus rasa itu padaku: apa memang itu dicipta untukku
[17:57, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Tempat yang nyaman yang mampu memberi kenangan
Ketenangan pucak tawa manusia bersama dengan goyangan rumput serta desir angin yang berangkat dari ingin lahir dari angan.

Suasana adalah cara belajar: belajar mencintai dan dicintai
Keadaan adalah perjalanan yang selalu hadir dalam waktu yang terkadang tidak setuju bahwa masa lalu keadaan tentang masa lalu yang menjadikan aku tanpa menjadi kau:
Kini hanya kenyaataan yang selalu ada bersama cinta tanpa derita atas nama cinta yang selalu bernostalgia dengan elegi bersamamu
[17:58, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Butuh satu malam untuk jatuh cinta
Butuh sepertiga malam untuk memahami cinta
Memahami sunyi malam yang berarti
Perlu pengasingan dari orang-orang: meleebur dengan yang dicinta pencapaian terakhir: setelah cara
[17:58, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Kau datang tanpa kabar
Kau mengisi tanpa arti
Kau ada tanpa sebab
Dirimu berarti aku disini menyendiri
Mendekte hati telah berapa banyak kau telah kusebut "nyaris" setiap aku lihat wanita aku baca wajahmu.
[17:58, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Saat ku mesra dengan alam
Aku lupa dengan hilir air mengalir

Keindahan alam menjadi seram
Keindahan perjalanan terobsesi pada kekejaman Tuhan

Aku yang harus disalahkan
Apa aku yang harus membelah hati: memeriksa jiwa memaknai arti menjiwai apa yang dicari

Apa lantaran hati terlalu busuk hingga sayang, cinta dan nikmat tak terjawa jawab oleh hati
[18:00, 1/18/2019] Kak Ahmad Feno: Wajahmu masih suci untuk menyerap ilmu yang pasti
Rengean kesahmu membuka tabir kecemasan dalam jalan hidupku
Ku masih beruntung bersyukrlur atas yang dimiliki
Pendidikanku masih kah dibutuhkan saat keadaan ia sangat memiriskan
Dengan keadaan: sekolah seolah hanya mengisi kekosongan

Wonokoyo 2018

Kamis, 14 Februari 2019

Ulasan Buku Semangat Muda




Pengulas: Akhmad
Penulis buku: Tan Malaka

Sebuah pemikiran yang dibangun akan sesuai dengan jiwa zaman atau zeitgaist dalam bahasa Jerman. Di mana karya tercipta dari suasana sosial. Sehingga Tan Malaka terbentur dengan sebuah realitas sehingga terbentuklah konsep untuk mengantarkan kita pada tujuan utama manusia. Namun masih saja ada yang membuat keos pada perspektifnya oleh oknum manusia. Karena arah pemikiran yang ditunaikan dalam kehidupannya memiliki tujuan suci tapi memang dianggap terlalu radikal dalam praktiknya. 

Ketika berbicara mengenai perubahan, beliau ingin melakukan sebuah revolusi bersama dengan penderitaan rakyat. Bukan dengan secara ber-evolusi, dengan menyadarkan bahwa ada kaum bangsawan dan hartwan menyita kemerdekaan diri. Sehingga rakyat dengan sendirinya sadar akan tndakan manusia baik dan benar. Namun mengapa seorang bapak republik tidak terlalu banyak mengenal. Apalagi dalam runah akademik jarang tergubris, juga tidak dijelaskan secara detail di dalam buku-buku akademik. Apakah memang negeri tidak pernah menghargai sejarah. 

Dalam salah satu statmentnya dalam buku yang ditulis. Tan Malaka menuliskan bahwa negeri ini harus merdeka 100%.
            
Buku yang tulis berjudul “Semangat Muda” memiliki tebal 115 lembar ini. yang ditulis pada saat berada di Tokyo, pada tahun 1926 diterbitkan oleh penerbt Sega Arsy Cisaranten Kulon No. 01, Griya Arsi. Cetak pertama pada tahun, Maret 2015 yang diedit; Kholid O. Santosa, penyunting M. Orsan , desain sampul Sekar Langit, tata letak T. Sedringo. Buku ini sangat memberikan nilai-nilai edukasi dalam jiwa manusia yang bergelut dalam pengetahuan politik, sosial, sejarah atau ilmu humanoira lainya, yang sangat detail dalam menyusun serta menuju taraf manusia yang berbudi serta biajaksana untuk mengasah dan mempertajam cara pandang manusia dalam menemukan solusi yang terlahir dari dalam diri dan diri-Nya.

Bercerita tentang banyak hal yang ada dalam kehidupan pada masa 1926, sebelum Indonesia mengalami kemerdekaan. Maka perlu waktu panjang. Menyadarkan rakyat menjadi tujuan utama, mencapai cita-cita merdeka 100%. Kita sadar bahwa pada tahun itu Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Usaha para pendiri bangsa dengan adanya kongkres ke-2 sumpah pemuda belum ada yang menyepakati secara luas.

Secara garis besar buku ini adalah bentuk strategi pembentukan sebuah organisasi bagaimana bisa membengun dan menciptakan perlawanan terhadap kolonialisme, kapitalisme, dan imperalisme sebuah prinsip perjuangan Tan Malaka. Dengan langkah pembentukan organisasi revolusioner sesuai dengan kondisi Indonesia saat itu. Karena tanpa menjalankan organisasi revolusioner melalui perjuangan politik nasional dan perjuangan kelas, atau menyatukan perjuangan pembebasan nasional dengan perjuangan pembebasan kelas buruh.

Pada zaman tertentu akan dijelaskan dalam buku ini, di mana manusia bisa perkembangan serta dasar-dasar pemikiran Tan Malaka. Sebagai berikut;
Zaman Komunisme
Di mana kehidupan masa itu adalah pertarungan kelas (Klassen kasta). Maka lahirnya kasta  Dalam bukunya Marx mengatakan bahwa dalam kelas itu ada dua kelas atas kelas bawah, kelas atas akan menghisap kelas bawah akan terhisap.  Kelas kasta akan melahirkan sebuah paham Agama, Politik,

Adat dalam pergaulan hidup itu bersifat kekastaan dan bertinggi rendah. Seingga dalam sebuah sejarah pertarungan kasta itu hal yang wajar yang akan menimbulkan pertandingan kasta. Kasta atas dan bawah akan memiliki perbedaan atas perkakas yang dimilikinya perkakas cangku, pahat, dan mesin akan dimiliki oleh kasta berbeda. Pertarungan kasta rendah dan tinggi lahir ada yang terhempit dan yang mengempit. Demikian pada zaman feodalisme atau bisa disebut dengan zaman bangsawan, kaum hartawan yang terhempit akan bertandingn kaum bangsawan dan raja yang menghempitnya. Di Eropa pada tahun 1789 kaum hartawan di Perancis mengalah kaum bangsawan dan mendirikan peraturan kemodalan seperti macam sekarang.
Pertandingn semakin tajam buruh semakin tetindas oleh kaum hartawan. Namun ketika buruh sudah merasakan kekecewaan besar atas tindakan kaum hartwan maka ia akan lari dan akan memerdekakan seluruh pergulan hidup. Maka kaum buruh akan menghancurkan musuhnya.

Watak Zaman Bangsawan
Tujuan perkakas yang dimiliki oleh family sesuai dengan kebutuhan masing-masing ruang lingkup kecil. Ketika kebutuhan sudah terpenuhi akan membeli kain cangkul atau bajak dan menciptakan perniagaan yang akan timbul kelemahan dalam perniagaan. Sehingga akan melakukan sebuah konsolidasi bangsawan, beberapa petani, tukang pada zaman bangsawan ini akan mebangun sebuah desa atau kota. Setelah koda dan desa terbentuk maka mebangun pertahanan untuk menjamin keamanaan. Sehingga hal itu terbentuklah pemerintah desa, anggotanya terdiri dari yang tua ada di desa, tentunya akan memilih yang cerdik, pandai, berani dan dapat dipercayai orang banyak. Setelah semua perangkat sudah jadi maka akan lahirlah perpecahan atas kasta terjadi. Lahirlah seorang petani, tukang, saudagar dan kasta bangsawan.

Desa terbangun oleh kaum bangsawan dan akan menguasai kebangsaan. Membentuk pemerintahan pertahanan dari luar antisipasi serangan dari luar.setelah melakukan sebuah kekuasaan bangsawan akan memiliki pangkat raja akan berkuasa lebih dari bangsawaan dari kebangsaan. Negeri bertambah besar kekuasaan akan betumpuk kepada bangsawan dan raja kekayaan akan semakin bagus kekayaan semakin bertambah pada keum hartwan serta kaum buruh akan semakin terhisap dan tertindas.
Raja dan bangsawaan akan membuat rakyat tunduk. Maka terciptalah agama,  didikan dan adat istiadat bersifat kekastaan atau kebudakan. Sehingga kaum bangswan dan raja membangun masjid, gereja oleh dan pendidikan anaknya diajarkan jongkok, sedangkan anak raja dan bangsawan diajarkan memukul dan menunjuk.
  
Lebih detailnya akan saya lanjutkan di ulasan selanjutnya. Bagi yang pernah mengulas ayo kita ngobrol bareng karena saya masih perlu orang-orang yang lebih bisa.

Selasa, 12 Februari 2019

Ulasan Buku Corat-Coret di Toilet



Pengulas buku: Akhmad
Karya: Eka Kurniawan

Buku ini secara garis besar enak dibaca, bahasa yang digunakan sangat ringan penuturan dan narasi sangat mudah dipahami. Bahasa serta isi sangat renyah dikunyah dalam kumpulan cerita ini memliki keterkaitan dengan sebuah sejarah. Maka pembaca harus mengaitkan dengan konteks sejarah pada masa tetentu. Penulisan sangat cerdas oleh Eka Kurniawan narasi serta deskripsi dalam menemukan makna dalam isi kumpulan cerpen, yang terdiri dari 12 judul cerpen. Namun dalam buku ini memiliki cerita yang berbeda tentunya, sehingga pada latar setting  perlu ekstra dalam mengulas memahami  dengan sebuah sejarah, inilah kedangkalan pada pengulas.

Kalau dilihat dari segi cover buku ini sangat bagus dengan warna cerah dan ini termasuk cover cetakan ke-3. Namun tidak harus lepas dari tujuan penulis bahwa isinya memiliki representasi yang menggugah hati, isi buku ini hasil bacaan pengulas menceritakan tentang kritik sosial,rasa kemanusiaan,dan potret jiwa zaman penulis mencoba memasukkan dalam karyanya tersebut. Walau tidak terlalu detail membahas sejarah namun bagian dari itu pembaca akan sedikit masuk pada ruang-ruang sejarah Indonesia pada masa-masa tertentu. Sehingga kecerdasan seorang Eka selalu menggambarkn suasana itu dalam potret sangat dalam melakukan pebandingan dalam mencari dibalik cerita tersebut, namun tidak memberikan penghakiman terhadap pembaca, karena kesadaran karya tersebut bukanlah buku sejarah yang ditulis para arkelog, melainkan buku karya sastra yang tidak keseluruhannya adalah fakta.

Pengulas kali ini akan masuk pada isi buku ini. Namun pada awal yang dibahas sesuaikan dengan cerpen di dalamyan yang dijadikan judul bukunya “Corat-coret di Toilet”, cerpen ini menceritakan mengenai kritik social dan kritik terhadap manusia itu sendiri yang telah menjadi pejabat atau menjadi manusia biasa tanpa mau menerima kritikan. Maka dalam cerpen ini menggambarkan kemerdekaan orang Indonesia yang sudah didapatkan, namun pada masa Orba mendapatkan ketidak puasaan dalam kemerdekaan diri, setiap pendapat dan Tembok sebagai Negara Indonesia pada masa itu. Semua pendapat masih dalam cengkraman orang-orang yang berkuasa. 
Seharusnya semua coretan di tembok sebuah kepuasan kita sebagai warga negara, karena kejayaan Negara ini pada awalnya sangat enak bisa dikatakan Orla bisa menerima secara umum dengan menikmati kemerdekaan masih menerima segala kritikan. Sehingga kepuasan berwarga Negara masih terasa.

Toilet yang dimaksud adalah tempat memberikan menampung aspirasi masyarakat, agar masyarakat merasakan kepuasaan hidup berwarganegara. Bahwa keluh kesah warga itu adalah cara terbaik menemukan kelamahan pemimpin bahwa kritikkan adalah bentuk kebebasan manusia, jika diartikan dalam cerita coret-coret di toilet bisa kita analogikan bahwa mencoret toilet itu sebuah kreativitas manusia dengan sangat bebas mencoret dengan keadaan lagi pup keadaan paling tenang. Sehingga kesadaran pada saat seperti itulah seorang aparatur Negara mendengar kata rakyat.Sudut pandang lain juga bahwa manusia yang mengalami degradasi berpikir tidak mau dikiritik mendingan menjadi tembok saja karena benda diam bisa menerima masukan, manusia masih lebih baik daripada tembok daripada manusia yang tidak mau merima masukan apalagi masukan mengenai kesalahannya. 

Selain itu pula banyak cerita-cerita yang Eka Kurniwan tulis, masih ada Sembilan lagi cerita yang belum bisa diuala secara detail karena setiap cerita memiliki periode tersendiri. Potret kehidupan pada masa tersebut lah mempu menemukan sebuah isi dari tulisan Eka secara detail. 

Setelah itu pengulas mengambil satu cerpen lagi, tepatnya cerpen yang dipilih diulas, dengan judul Peterpan. Cerpen tersebut ada di posisi awal dalam bukunya, judul Peterpan dalam cerita tersebut menggambarkan pada salah satu tokoh sastrawan Indonesia Wiji Tukul yang memberikan gambaran bawa setiap karya sastranya dikawatirkan memberikan ancaman terhadap Negara. Ketika pada masanya mereka sangat sering menrima represivitas. Sehingga cerita kecil yang membuar masyarakat akan sebuah tindakannya menjadi ancaman akan menjadi pertimbangan para aparatur negara dan menjadi ancaman pada masa itu.  Dalam kutipan percakapan seorang presiden dalam cerpen tersbut berkata;

“Tuan penyair, aku membenci puisi-puisimu. Ia begitu menusuk dan melukai hatiku. Berhentilah membacaya dan terutama menulisnya”.

Potongan pecakapan di atas tmenunjukkan bahwa auto kritik terhadap pemerintah apa yang rakyat keluh kesahkan tidak diterima. Dengan seperti itu ada larangan membaca dan berpikir, bahwakan dalam bentuk tulisan yang mengancam tidak boleh, beleh kita katakan rezim seperti itu masuk pada masa Orba. Bahwa dengan dasar pemikiran dengan hasil membaca dan menulis dikawatirkan akan menjadi cambuk baginya sehingga tidak mau menerima akan kritikan orang lain.

Namun semua yang baik dalam sebuah karya tidak lepas pula tidak baiknya. Bisa kita kritisi pula kelemahan pengulas dan karya ini, pertama dari keterbatasan sebuah pengetahuan pembaca,  mengenai karya tersebut setiap apa yang diterima dalam buku ini. Pengulas bisa memberikan asumsi jika karya ini bagus dari segi penuturan dan isinya khususnya bahasa penggunaannya, namun penggunaan analogi ketika mengaitkan dengan sejarah itu, dalam karya ini sastra ini tidak menemukan sebuah patokan, bahwa setiap fenomena pada masanya mana yang difiksikan dan fakta yang difiksikan hal ini sulit ditemukan. Mungkin saja keterbatasan pengulas sebagai pembaca kesulitan menemukan settingnya. Bisa saja dikatakan karya yang mengangkat setting dan kejadian di masa lalu untuk dipopulerkan di masa penulisan karya tersebut, memiliki patokan satu yang memiliki acuan yang jelas sehingga sebagai pembaca akan selalu berusaha menemukan dengan patokan tersebut. Sehingga sejarah autentik tidak ditemukan secara konkrit, patokannya hanya ada pada tahun penulisannya. Hal itu menjadi kesulitan pengulas.

Terima kasih akan ketemu kembali di lain waktu dengan ulasan selanjutnya sisa ke sepuluh judul cerpen karya Eka Kurniawan judul Coret-coret di Toilet dalam kumpulan ceritanya ini akan saya ulas diselanjutnya. Ulasan sederhana ini semoga menjadikan saya bisa belajar lebih baik.


Senin, 11 Februari 2019

Catatan Kecil




[17:23, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Mendekte Sekte Kala Sore
Aku tak mengenal dirimu secara detail dan hafal, namun darimu kala sore itu melebur pada cita kasih menjadi satu di antara senja bermega jingga.
Di atas rajut senja aku dekte kelopak matamu, hidungmu, dan aroma harummu.
Dalam ruas kata-kata agar ku bisa merasakan makna dari apa yang tlah dicerna oleh kehidupan
Rasa itu ada sejak sajakku lahir dan namaku mampu kupahami, walau di tempat aku pulang tak menemukan jejak yang ku jadikan prasasti dalam relung jiwa, sebab sejak aku mengenal dunia ku tak kenal dia.
Sore itu aku mendekte segala sekte cinta yang tulus.
[17:23, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Musnahkan
Kau tak akan merasa jika tak memusnahkan diri pada kesadaran kita: jati diri adalah cara menemukan cinta, memaksa=menderita
Bersyukurlah kau yang tak mati muda karen cinta
[17:23, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Jadi Piring
Siang itu terang
Malam itu petang
Jadilah piring dikala siangan dan malam: setiap malam piring itu digunakan buat tempat makan, hidangkanlah sesuai apa yang diinginkan, dikala piring pecah arahkanlah peristiwa itu ke yang bermasalah.
Jadilah piring yang kan selalu menmnerima apapun di atasnya tak akan berubah bentuknya. Beruntunglah piring itu
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Penyihir Kehilangan Mantra
Arjuna kehilangan anak panahnya
Drona kehilangan busurnya
Ekalaya kehilangan jarinya
Doa kehilangan keyakinannya
Musa kehilangan tongkatnya
Angin kehilangan geraknya
Ibu kehilangan ibanya
Iba kehilangan rasnya
Rasa kehilangan kecintaannya
Cinta kehilangan mantranya
Dicuri apa memang sudah ditemukan yang mencari, atau masih mengungsi pada tempat yang paling teduh.
Linglung kemana harus mencari, pergi ke Wihara, ke Gereja, ke Masjid, tuk menemui para manusia yang dimuliakan, tak memberi jawaban.
Mantra itu berharga bagi kehidupan, makanya penyihir tak akan pernah mahir dikala mantranya tak ditemukan.
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perempuan Wangi
Sekilas sorot mata terpacu pada kelopak mata dan merona pipinya.
Tidak ada bedanya
 Dirasa semua manusia tercipta dari tanah liat yang sama.
Setelah ku dekati dan aku melihat cahaya matanya kosong, hanya semerbak harum wangi itu berbau bunga cempaka putih serta betisnya yang bercahaya apakah itu wanita jawa.
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Ramai yang Sama
Aku melihat mata yang terisi
Ada yang berisi harga, ada yang berisi cara, ada cinta, ada derita, ada bahagia.
Semua lengkap dengan sebuah tujuan tak sama akan pulang pada akhir yang sama, kecuali muksa kepulangan manusia paling berharga.
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Menang
Menang bukan kemenangan yang berlarut larut tuk ditertwakan
Melawan keresahan dengan tenang akan dikenang dalam kemengan manusia
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pengemis dan Hujan
Rintahan hujan bagaikan taburan bunga
Uforia manusia pencari receh gak akan merengek ini mengocek untung apalagi yang buntung
Apakah aku harus seperti air yang mengenang setelah hujan aja terombang ambil oleh siapa pun yang melintas
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Tembok
Diammu adalah puisi
Yang mengisi dalam sunyi.
Memahami arti dan duniawi
Kau dibilang tak berfungsi
Padahal kau dibangun dengan rasa
Rasa yang menciptakan cinta
Diammu adalah zikirmu dikala mamusia merasa
Bahwa setiap bangunan kau memiliki guna: kecuali bangunan gubuk yang tak didasari oleh rasa.
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Aku Mencintai Puisi
Aku menulis puisi kwatir tak bisa dipahami
Sebab dikala saya kelilipan aku tak bisa menyembuhkan sendiri: untuk meniup sendiri
Aku tulis puisi sebagaimana ilham ini menjadikan kata itu berkuasa di dalam diri-Nya
Maka itulah puisi, seperti halnya mata yang sedang kelilipan.
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Manusia
Semua akan menyalahkanMu dikala matahari tlah terbit dari barat
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Purnama yang Hilang
Dalam tahun ini purnama tak ada maka sirna matahari dan bulan
[17:26, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Hujan
Desir angin berhenti
Hati ingin dimengerti
Jiwa menyatu dengan raga
Di luar hujan deras
Di dalam kamar dingin
Otakku pecah, ingin sekali ku jadi pohon besar di jalan besar
Agar dikala hujan ku bisa menunaikan ibadah guna pada manusia yang berteduh ditubuh besar yang sedikit manusia buat teduh.
Daripada aku ambil sarung memulai tuk murung mengamankan diri dari fungsi.
Karena murung cara paling
[17:26, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pertemuan dengan Dosen
Semua ku serap bahasanya kalamu, diawali dengan membuka tabir masa lalunya tuk didengarkan, aku dan mas Aan salah satu mahasiswa yang selalu disebutkan namanya "mungkin saja doanya".
Berawal dari perbincangan masa lalu yang perlu ku cerna dalam masa mudaku, selimir menjadi sumber pengetahuan persiapan dimasa tuaku.
Aku dan mas Aan mendengarkan, tertawa suka dikala maskumambang menumbangkan perempuan melintas zaman dalam dirinya dan salah satu puisi buat dirinya hidup.
Kritikan puisi yang deberian pada kedua anak yang haus akan pengetahuan: mengenai dunia kesusastraan yang paling digemari, tak ada diantara kita memaksakan malainkan selalu menyajikan perbedaan sebagai anugerah yang sebentar lagi akan menurunkan hujan.
Bahasa dan kata kucerna sebagai senjataku dalam hati paling sepi dikala menuliskan sebuah puisi.
Bahasa panjangmu mampu membukakan ruang dalam hati tuk menulis puisi.
Walau kritikan padaku yang masih belum bisa nulis puisi, namun mendengar mistik dan sufistik menggugahkan ke kosonngan jiwa akan pengetahuan.
Hingga pada akhirnya puisiku tulis sesuai narasi yang bisa kutanggap dari apa yang kucerna.
BahasaMu akan ku terima, ketika semua manusia menjadi objek makna dalam puisiku.
Dalam sunyi aku berjanji bahwa setiap puisi adalah transenden rasa yang lahir dari gumpalan darah kecil dalam diri, yang selalu berdialog kau masih kosong mengapa kau selalu menulis puisi.
Kekosongan itu perlu ditulis dalam puisi, khususnya puisiku yang sengaja tak beri nama dan maknanya ku persembahkan padanyA.
Cita-cita, cinta ialah kekuatakan dalam puisi, tanpa cinta puisi tak akan bermakna, bahasa hanya menjadi pemahaman dan akan menjadi unsur berita bukan tuk memahami jiwa.
[17:26, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Duskusi bersama Iqbal
Sepertiga malam tidak dipungkiri kalau mata tertutup rapat ditemani mimpi tak ada kegelisahan
Aku dan teman saya Iqbal berada dalam taraf paling nyaman bertemu dengan tulisan Mahbub Djunaidi, dan Majalah Tempo.
Ayam tlah bersuara dengan dzikkirnya kukkurunuk...
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Malam
Gelap kenikmatan yang terselamatkan sisa dari jiwa yang tak tergapai oleh mata manusia berada dalam mimpinya.
Mata dalam melihat bayangan tanpa lelah mengikutiku, yang selalu memancarkan kedamaian dikala pikiran masih dalam taraf paling suci.
Gemerlap lampu di pinggir jalan bersiulan dikala aspal sangat sepi, bayanganku kucurigai kalau itulah cinta yang sejati mengikuti ikrar hati dan perjalananku.
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Menulis
Ada fakta yang ditulis tuk jadi berita
Ada fiksi yang ditulis menguji intusi diri
Namun semua bukan hanya semua itu, melainkan persembahan diri pada hati yang selalu mengharap isi menjadi bukti memahami jati diri.
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Cemburu
Dikala rasa cemburu menimpa
Dan tidak bisa berkata apa-apa akan ada nostalgia dalam rasa paling diderita entah berkesudahan samapai kapan membaw pada waktu yang pas bagi yang digelora dalam rindu.
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perbincangan Terakhir
Siang akan direnggut senja yang bermega ke merahan
Yang segejab akan menggap
Pengakuan adalah keangkuhan
Aku cinta akan keadaan ini
Aku merasa akan kedekatan ini
Aku satu akan diriku padamu lebih dekat dari nadiku
Terlalu mashur ku berkaca merasa nyata bersama.
Aku berakhir dengan sebuah bahasa "Aku ada karena kau ada"
Cinta yang selalu ku punya lupa dikala ku merasa: sebab bahasa ialah eksistensi jiwa dari nostalgia cerita jiwa yang dirasa dan yang dicipta.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Obat lelah
Tiada obat paling mujarab dalam masa lelah kecuali rindu yang ditunggu akan selalu membukakan hatiku yang beku, berkerapat pilu, bersahabat pekat, yang sekian lama aku merindu.
Dalam tidurku sering kau datang dalam bentuk senyum, setelah bangun kau hilang menyisakan lara yang sangat sempurna.
Waktu menunjuk pada jarum yang nyaris waktu kerjaku, aku ingin menikmati ngantuk sepertinya terkutuk oleh pekerjaan.
Aku pergi ke pasar aku menemui bunga hanya ibdah ada dalam jiwa tak merasa bahwa deritaku masih bisa diobatkan oleh harum bunga yang pertama memberi.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Masa Leleh
Tuk merasa dan mengeluh sebanrnya bukan terbaik
Serasa paling susah bukan asumsi Ilahi
Membentangkan kaki lantaran panas masih mengarang esensi dari arti masih saja berada dalam suasana paling ceria.
Obat mengarang puisi saat lelah adalah memahami lelah dari sebuah puisi yang berusaha mencari diksi paling suci.
Dilipatan kecil buku berserakan ku seorang diri menampakkan kecintaan pada dunia literer.
Dengan rasa ku menemukan asa
Dengan duka ku menemukan cara
Lelahku adalah cara terbaik dikala menikmati tidur, yang kuundur dikala masa libur masih ada dalam subur yang dikubur sabar, menebar harapan dikala lelah mencipta karya tercipta dari rasa.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Lampu merah
Lampu merah tanda tuk berhenti
Menepi dikala hujan tak mungkin berlama
Hijau tanda melaju, lampu merah yang lama ditunggu dikala macet masih memiliki pertanyaan atas pernyataan rindu.
Lampu merah tandaku padamu yang menjadi perjalananku sesuatu paling ditunggu dan dinanti bagi para antrian penyebranangan.
Agar dalam penantian bisa dikenang perjalanan perlu lukisan
Coretlah kertas kosong dengan susuka lantaran yang disuka dan menduka lahir dari rasa.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Yang Beku
Yang beku karena rindu dan hancur menjadi abu melabu belum tertuju pada siapa aku mengadu tentang rindu yang masih bertanya
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Sungai
Sungai hanya nama yang beredar dalam kenang, tak berfungsi tak bersumber tatkala tak ada air.
Dada serasa sesak lantaran hati butuh bicara. Namun tak tau bicara apa, semua serasa tak perlu dengan kata atau bahasa, namun dengan rasa yang dibicarakan oleh hati para pemerhati puisi.
Sebab isi hati ini bentuk puisi yang berharap ada yang mampu memahami puisi ini.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Payung
Manusia akan merasa dikala sudah waktunya
Dikala hujan yang paling berguna payung selain payung mantel
Dikala berjalan aku ingin menjadi bagianmu melindungi dari derasnya hujan dan terang
Cinta ialah payung yang selalu anggun disaat persetujuan antara kita jadi satu di bawah payung, menghidari panas dan dingin.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Definisi Sepi
Sepi yang sejati tak berarti
Sunyi tak berbunyi hanya raga
Jiwa yang sejati tak sendiri karena ada hati yang tak pernah mati
: berwarna dikala paham suasana
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Di Tengah Kota
Ada hal paling berkesan tuk dikubur dengan kenangan.
Setiap perjuanan yang dilalui dengan perang akan mebgasilkan damai.
Di tengah kota ini menyimpan sisa tulang belulang yang dilelang dengan kenangan dalam dunia pendidikan yang diperjuangkan.
Di arah kota ini ditemukan banyak sember penhetahuan, alam yang dianghap kejam padahal itu pendewasaan. Dikala kita masih bersaja dengan kata yang dapat ditulis sempurna aku masih saja berkata kita manusia sempurna bermafas sesuai jiwa memiliki aroma kata yang menjadikan senjata kita untuk berkarya.
Malam dan malam silih berganti malam menawarkan kenikamatan bukan hanya pada tidur, namun juga dalam kesadaran jiwa atas sember pengetahuan adalah perjuangan.
Dikala semua masih berada dalam bacaan puisi, bacaan novel, dan bacaan buku pemikiran Tan Malaka otak kita masih berada dalam dalam yang menjadikan kita menerima akan semua itu dan membenturkan dengan kesadarannya.
Dikala aku menulis disitu menabur doa-doa pada pembaca dan manusia akan sama merasa, bahkan berbeda pada caranya namun bisa mencipta dengan kata yang kutulis.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perempuan Malam
Aku terlelap kau datang dalam ilusiku
Bukan harapan atau juga kenangan
Saat ku terlelap di kursi warung, dalam naluri cemburu dikala terlelap itu kau datang mebawa senyum yang berat dan kosong seprti ada yang menyembunyikan senyuman cemburu.
Bukan aku membenci malam yang menyitamu kala itu, atau laki-laki yang baik padamu: tapi aku cemburu pada kebiasaan dan diammu pada malammu.
Aku terdadar sakit hati kesadaran dalam jiwa ada dalam lelapku yang sebelum tertidur menulis puisi.
Dan cahaya itu sudah tak sadar kembali tapi wajahmu masih memukul hati dan menghantui asmara yang lagi sepi kecuali desir angin setia memuja dan kupuja.
Salamat malam mimpi dalam kalam puisi yang aku tulis sebelum tidur tadi.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Metamorfosis
24 jam dalam waktu amat singkat, tuk mengingat kenangan dan merajut imaji pekerjaan penulis.
Merangkai kata demi kata tuk memilih diksi memetamorfosiskan ciptanya puisi.
Puisi, akan selalu mewakili kata hati dikala masyarakat, alam, dan Tuhan bahkan puisi menjadi alat tuk merayu dan menghibur dari ketiganya.
Tujuan utamanya ialah mencipta estetika yang lahir dari sebuah pengetahauan yang bisa dituliskan.

Wajahmu begitu singkat memikat
Melihat serasa tak ada sekat
Apakah itu cinta
Berevolusi tatkala imajinasi sepi mempersiapkan diri
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perbincangan yang Pecah

Matahari tak bermarwah cahaya kala siang diselimuti mendung taburan air laksana bunga lantaran buku lama dapatkan dengan menukar beras.

Perbincangan kata demi kata di Lingkar tempat menemukan inspirasi katanya: menelisik sambil berbisik bukan mengusik, membincang-bincang puisi dosen.

Dikala suara adzan magrib berkumandang kabar duka berkamdang di hamphone Mas Aan, kabar duka pamannya mendahuli kita yang muda.
Perbinbincangan yang pecah tlah tak terarah puisi dilupakan KKBI sudah tak dijadikan dasar, melainkan suara duka innallihiweinna ilaihirojiun.
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Tukar Beras dengan Buku
Hari ini sebenarnya bisa dikatakan hari beruntung bagi saya, lantaran dari beberapa hari ini saya diamanahkan tuk pegang uang, walau uang itu bukan untuk saya tapi uang untuk penerbitan buku. Penerbitan buku yang belum lunas. Teman saya namanya mas Fajar karena dia lebih tua dan saya anggap guru nulis saya, di status WA-nya menawarkan buku Dari Hari Kehari karya Mahbub Djunaidi, untuk ditukar dengan beras hanya sekedar buat makan katanya. Beruntung bagiku, namun saya juga tidak tau apa beruntung bagi mas Fajar. Yang jelas mereka anak kos dan ngontrak bersama, kepekaan dan saling memahami akan berbeda, mungkin saja ada yang individualis dan bahkan ada yang tidak ingin rugi, itulah kehidupan bersama apalagi kita tau mereka memeliki latar belakang berbeda dan pasti ada yang lebih paham ada yang juga tidak. Saya juga berpikir kalau hal ini hal aneh mereka ada dunia literer kemampuan secara individual memiliki keliebihan baik. Namun mereka masih berdmai dengan keadaannya, mungkin saja bisa dikatakan terlalu idealis.
Semoga saya bisa belajar dari sisi baik dan buruknya menjadi pelajaran tebaik saya sebagai acuan dalam menata hidup.
Tukaran buku itu saya segera bergegas kepadanya untuk mengantarkan beras, mungkin bukan hanya beras tapi saya usahakan dengan mie-nya.
Cerita ini mengingatkan saya pada diri saya dikala ada di posisi mereka, walau bukan saya yang harus bersuara namun itu menjadi rasa utama saya.
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Bersama
Masih saja dengan waktu, waktu yang begitu berharga dikala kita masih merasa.
Bersama ialah cara terbaik tatkala membawa, membawa kita pada taraf yang lebih baik atau lebih buruk.
Semua masih dalam keadaan paling sulit dalam menjadikan sebuah kisah menjadi kasih yang terbaik, semua serasa berbiak, berbiak karena sebuah ingin walau terkadang tidak direncanakan.
Keadaan adalah cara terbaik dalam memperlajari hati yang paling keras, tidak menerima persoalan secara apa adanya, seperti halnya matahari dan senja setiap tepat waktu menghiasi bumi.
Semuanya bukan sekedar memahami dan mengerti namun bisa menyadari, memahami diri, mengertikan diri, dan menyadari tentang diri.
Terlalu sempit dan sangat pendek berpikir ketika mengambil, memaknai, dan mengamini.
Pada dasarnya manusia itu sama bisa bersama dengan cara paling bahagia bisa sama dengan cara paling derita, kuncinya bagaimana kita menyikapinya.
Banyak di antara kita fokus dengan sebuah keinginannya sendiri, sangat ambisi dan lupa akan esensi dirinya, bahkan ada yang menulis puisi dengan paling berharga tapi belum memiliki dahaga dalam mencerna suasana yang membesarkan kita tuk melahirkan pengetahuan dari apa yang dirasa dan diterima.
Sebagai manusia paling nyata, dari apa yang kita lakukan sehari-hari, membaca buku, berpikir dikala bersama bagaimana otak dan hati bisa menerima isi dari buku tersebut, untuk bisa membenturkan hati dengan isi buku itu, tepatnya bagaimana bisa mencerna isi buku, langkah itu paling senderhana dan paling bisa dilakukan bagi yang suka baca buku, bagi yang tidak mungkin belum kebuka hatinya "doakan saja".
Akhir-akhir ini serasa Tuhan memberikan kesempatan saya tuk membaca buku yang ditulis orang-orang lauar negeri, ada Peru Seorang Mario Vargas Illosa, Argentina seorang Carlos Maria Domigoez, Amirika Serikat seorang Ernest Hemingway, dan Jerman seorang Franz Kafka, buku itu terjemahan semua dan saya mencoba mempelajari karya besar mereka dan merasa paling berharga dikala bisa mememahami dengan baik, walau terkadang susah. Namun akhir-alhir ini saya sendiri kepikiran dengan keadaan saudara-saudara kita, yang masih awam dengan menyikapi dengan fenomena alam dan dunia politik di negeri kita sendiri. Bayangkan saja sendiri respon dan menurut kita mari renungkan sebagaimana kita bisa memahamimya tuk bisa lebih memperluas pengetahauan dan mempertajam perasaan, saya tidak akan menghakimi pikiranmu dan teman-teman di tahun 2018 dan kini 2019 awal sepertinya media sedikit yang memberikan nilai dedikasi pada diri ini. Diri ini masih bersyukur mungkin sedikit banyak orang merasa tapi ini penting pula bagi yang merasa, khususnya teman-teman kita dikala menerima semua hal masih saja mealakukan verifikasi.
Namun yang paling kwatir saya bagi orang-orang yang masih jaug dari akses buku bacaan yang lengkap, masyarakat non-akademik dan masyarakat di mana ia sudah sibuk dengan problematika keluarganya dan lupa akan mencerna informasi secara lebgkap, pada akhirnya akan mudah menerima apa adanya segala bentuk informasi, berita. Sehingga ssmua han…
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Membaca
Membaca mencoba memahami, mengerti, dan menyadari:
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Kenangan
Keabadian akan ada pada sebuah perjalanan: keinginan menjadikan kita mencipta kenangan, masa lalu sebuah keadaan paling mengagumkan dikala pandangan perjalanan menjadi kesenangan.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Serius
Dikala mau menjadi kita harus bisa mengabdi
Dikala hujan lebat kita harus hebat: hebat menahan dingin dan besarnya air.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Surat kepada Ibu
Dengan hormat: Saya selalu bersyukur dan telah dibesarkan oleh seorang yang sayangi, walau terkadang saya masih merasa yang dimenyayangiku bukan orang diinginkan. Kepada ibu yang selalu ku rindu, saya tuliskan surat ini, berharap bahwa suatu saat atau dalam waktu singkat bisa memarahiku, mencaciku, dan bahkan meyiapkan makan di meja makan, bersama mungkin saja akan tercipta surga sederhana dikala ada dari mereka yang tidak akan pernah menerima, disebabkan yang membesarkan adalah mereka ketika ia memiliki ego bahwa tak akan pantas dirinya merenggut dan mengambil salah satu dari yang dibesarkan olehnya.
Dalam batin kau tidak pernah memdidikku, makanya saya akan menuntutmu agar kau selalu mencaciku dan memarahiku dikala masa sekarang ini tidak dapat dirasakan apa yang menjadi dibangga. Derita adalah caraku dan pendewasaan paling sempurna. Dikala rasahasia yang tidak pernah dibuka ditutup rapat oleh seorang lelaki dan seorang perempuan tua. Sebagaimana saya harus membesarkan diri dengan mencari apa yang menjadikan bertahan.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Bongkahan Kayu

Kalau tidak memberikan nilai guna jadilah bongkahan kayu yang tua berdekatlah dengan tungku
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Bersua Malam
Di malam yang selalu ingin dikenang sebuah persoalan akan didewasakan dengan keadaan, dengan cara paling sederhana membenturkan keadaan dengan sebuah pengetahuan.
Kemalangan keadaan,  bukan sebagai manusia yang hanya meresapi meratapi keadaan malainkan mampu menjejaki setiap apa yang tidak pernah dicari dan yang sejenak pernah terlintas untuk dicari. Pada akhirnya akan mampu apa yang terjadi dengan puisi, mengapa aku harus mengabdi.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Peristiwa
Aku belajar rasa dari peristiwa
Aku belajar peristiwa dari cara
Aku belajar cara dari cerita
Aku belajar cerita dari masa
Aku belajar masa dari saya
Aku belajar saya dari lara
Aku belajar lara dari duka
Aku belajar duka dari nuansa
Aku belajar nuansa dari aksara
Aku belajar aksara dari bahasa
Aku belakar bahasa dari kata
Aku belajar kata dari frasa
Aku belajar frasa dari klausa
Aku belajar klausa dari makna
Aku belajar makna dari suasana
Aku belajar suasana dari aksara Alif yang tak pernah ada tapi nyata, tak mati cipta dan mencinta
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: # Berlabu
Saat kau berlaju pasti memiliki apa yang dituju, dikala lelah berlaju akan tiba masa berlabu sebagai akhir dari yang dituju, terkadang terbesit rindu menjadi kuat
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pendewasaan
Meracik kopi salah satu cara meditasi seorang Barista. Menyajikan dengan harapan setiap seduhan memiliki aroma senyum bagi para penyeduhnya, entah pahit di awal, pahit di belakang: bahkan terkadang terlalu manis.
Perbincangan pendewasaan dimualai, mulai dari kata dan frasa hingga kaliamat, bahkan isi dari karya dipecahkan dengan otak dan rasa paling sunyi dikala jarum jam diding menunjukkan pada jarum pada angka 00:45 ayam bersuara mamusia ada yang masih bersua ada pula yang menikmati malam dengan pejaman mata.
Perbinjangan kedewasaan memberikan pelajaran, ada yang memuji dengan rasa yang akan jujur dengan nyata. Si Iqbal berkata aku suka dengan tulisanku dengan karya-karyaku.
Mas Aan dengan bahasa vulgarnya kritis dengan pengetahuannya, aku terima manis pahit pembicaraannya.
Dewasaku dibesarkan oleh kata dan bahasa, dibesarkan oleh bahasa Indonesia dengan bercerita dan diajarkan berkarya oleh dunia sastra.
Setelah aku menerima, aku mencerna dan semua serasa masih jauh dari kata sempurna, bahasa-bahasanya menunjukkan ke saya dengan tujuan agar aku lebih dewasa dalam berkarya.
Selamat malam bagi yang mendewasakan dengan bahasanya, aku merasa kau sempurna.
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Menepati
Seminggu yang lalu, Roni dan Mas Alif membicarakan tentang waktu yang kosong terlantang dengan rutinitas tak berkualitas: aku harus ambil libur kerja, untuk ikut rencana mereka, pergi ke Bedengan arah Malang ke barat di hutan di mana saya kata bisa belajar di sana tentang sunyi yang berarti.
Tepat tanggal 19 kita bertiga berangkat dengan desir angin dan hujan, yang tidak setuju dengan dengan perjalanan kami, kecuali Allah dan niat kita yang memberikan jalan di mana kita bisa tiba di hutan yang lepas, walau tidak terlalu lepas, tapi kita tau inilah hutan dan akan bertemu dengan hal yang tidak bisa kita lihat dan bisa kita lihat. Semua serasa akan menjadi hal baru dalam pikiran dan pengalaman kita dikala harus merasakannya.
Aktivitas yang tidak sama dengan hari biasanya di hutan kita mencoba membuka tenda dan membakar kayu untuk bisa merasakan dunia berbeda dan memiliki kesan.
Jika ingin membahas tentang keinginan mengapa kita pergi ke tempat ini, berangkat dari hati, karena terlalu jenuh dengan kehidupan normal di keadaan dan suasana kota penuh tanda tanya, mengapa kita bisa sekarang bertahan dan Mas Alif sudah sidang beberapa hari lalu. Pergi bertiga memiliki tujuan berbeda ada yang ingin mengisi kekosongan waktunya, ada pula yang ingin menenangkan pikirannya. Yang paling berkesan mencoba menemukan hal baru dikehidupan luar sana di hutan bebas, menata akal dan pikiran sebagaimana kita bisa belajar menenangkan pikiran, melatih kepekaan dan bisa meruntutkan cara berpikir manusia.
Aku ingin sekali menuliskan sebuah puisi yang mampu menusuk ke hati ketika nanti manusia tidur, bisa merasakan apa yang menjadi tujuan terakhir para nabi hidup, inilah puisiku.

Dikala desir angin yang kuhidurp berbeda dan dingin malam jauh dari biasanya: kini aku menghirup aroma baru yang tak pernah berainggah di dalam rasaku, "Asing".
Aku merasa paham dengan pohon pinus dengan buahnya, fungsinya masih ditanyakan manusia tak dipungkiri ada fungsi dari hal itu.
Bunyi hewan masa kecil dulu pernah bersinggah, beberapa tahun kurindu bunyinya itu, ku menemukan namanya "Trewet" dalam bahasa temanku mas Alif.
Merasa ada yang hilang namun ada dalam kenang
Pohon Pinus yang menjulang berharap jiwa mandiri manusia bisa sepertinya dibesarkan oleh keadaanya
Air sungai yang mengalir setia berbunyi tak berubah bunyi walau tak tau kemana mengalir, manusia mampu meniru air yang di tepi sungai, jangan seperti di laut, besarnya mengkwatirkan.
Selamat pagi Bedengan di luar tenda aku keluar dari area perpolitikan yang begitu heboh tapi tetap tak mengubah, aku kwatir cinta anak Indonesia luntur hingga apatis terhadap negara, bukan perpolitikan.
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #UAS
Ujian sudah usai semua mahasiswa sudah memiliki pandangan akan ke mana kita bergegas mengisi kekosongan selama liburan.
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Fungsi
Dalam bebatuan yang bertumpuhan ada yang hilang dari seorang pejuang memerdekakan pikirannya mengundulkan nalurinya dengan berpikir dan merasalah bahwa yang berfungsi dari manusia pikirannya, yang berguna praktiknya, aku masih saja bersama dengan kuli bangunan itu, melebur dalam pikirannya bertenaga dengan semangatnya.
Kelembutannya ada pada segala jiwa yang memperhatikan keluarga dan kematiaanya. Bekerja dengan tujuan menggugurkan tanggungjawab atas segala fungsi manusia dan cara manusia.
"Semoga cita-cita cara akan selalu berada dalam diri manusia yang tulus tertulis pada garis kepekaan atas mehidupan yang kekal".
Teman-temanku banyak yang mengetuk naluriku, bahwa kesadaran ketidak tahuan ada dalam diriku paling dalam, bukan sekedar mempersoalkan namun itu bentuk kasih sayang. Apakah akan ada yang datang dari setiap kenangan yang senantiasa berjasa atas segala perjuangan, di sini saya berpikir bahwa kehidupan ketika menjalankan pada pengabdian diri, perlu juga pengakuan agar segala perjuangan mampu dirasakan.
Saya bersyukur setiap tulisanku selalu dikoreksi oleh temanku, mas Aan yang kritis dan Iqbal yang frontal dan pedas ketika memberi masukan, dan anak semester satu selalu baca tulisanku namnya Khomariyah dalam menulis premis sepertinya harus banyak belajar padanya.
Namun tidak lepas juga seorang dosen saya namanya pak Tabrani, memberika pukulan keras padaku ketika ia membaca karya cerpenku hingga selsai dan banyak berkata mengenai semua karya mulai dari isi dan tata cara menulis. Pada akhirnya ia memberikan saya buku untuk dibaca, mungkin saja ia merasa bahwa saya harus banyak baca lagi.
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Azimatku Perjuanganku

Aku angkat keberanian lebih awal tuk menentukan tujuan, aku tata niatku masuk pada zona keras, namun ku lembut dengan apa yang disebut perjuangan sebuah tujuan.
Alif tegakku berdiri dalam hati menguatkanku pada diriku yang hina tak memiliki makna.

Aku berdiri sendiri, tak meyakini bahwa setiap krikil-krikil saat melalui mampu ku jejaki, kecuali ada azimatku, "Ibu", Ibu yang mampu merayu Tuhan dengan bahasanya, tangisnya membuat terlena hingga yang tak bisa menjadi nyata dalam laku dan caraku melangkah.

Azimatku kekuatan dalam perjuanganku, aku melihat setiap pagi deraian keringat mengalir pipinya yang merona dikala menyiapkan sarapan pagi tak ada rintihan tampak, senyumnya semangatku.

Di meja makan, aku dimanja, ia membenahi letak kancing seragam sekolahku, melatakan susu, dan  makanan di depanku, lalu berkata "Kau harus rapi karena pejuang harus rapi, rapi berpikir dan rapi dalam memetakan permasalahan",
Kau Azimatku mengalir dalam perjuanganku.

22, January 2019
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Ngaji
Aku pernah mengaji tengang arti
Aku pernah menagih arti tentang janji
Aku pernah lalai tentang janji aku rugi hati
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perasaan
Yang kejam bukan keadaan namun perasaan
Yang mempeasalahkan bukan persoalan malinkan perasaan
Jika tuhan mengutukku pada satu bunga yang mudah dipetik manusia: biarkan aku hapus kutukan itu dengan persembahanku pada bunga ciptaanmu yang sengadah menerjemahkan keadaan dengan perasaan yang bisa menerima tanpa harga.
[17:34, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pelantikan 2019
Saat ku lewati lantai dua, aku melihat wajah-wajah baru dari mereka yang tak hanya mengabdi pada kelas.
Wajah-wajah itu membukakan ruang dalam perjuangan di luar kelas dinamakan proses.
Bergerombol memuja rasa menjadi asa sebagaimana pena, cita-cita, tatkala berkumpul bukan hanya sekedar berkumpul akan jadi dipikul bersama satu tahun ke depan.
Kegiatan saskral itu tak tentu mempersatu kan otak dan naluri  secara sama. Gerombolan itu cita-cita para pejuang 1928.
Selamat menempuh hidup baru bagi yang lagi penuh membara bercita-cita yang sama disebuah orgamisasi yang mengemban fungsi.