Jumat, 16 Juni 2017

Puisi Untuk Sahabat Nadiku

Untuk Sahabat Nadiku 

Untuk Shabat hati yang ada di sini, yang paling dekat dengan nadiku, dalam hal apapun saat ku tersenyum dan menangispun kau tetap ada disini beridiri.

Keberadaanmu bukan hanya ada pada meteri namun dalam pemikiran pun selalu ada.

Saat aku berjalan ke Sawah kau melangkahkan kakinya membuntuti langkahku, menghapuskan jejak-jejak langkah kaki yang kotor kacau balau.

Sawahku mulai keruh, kau menyalurkan air ladangnya. 

Ku tertawa kau tersenyum, ku duka lara, kau tertawa dengan laraku.

Kau ku anggap malaikat namun kau tak bersayap, dan aku takut mortad menggap kau malaikat.

Aku terjatuh, kau angkat aku, ku mulai tertidur kau bangunkan ku, dan berkata kalau ini magrib janganlah tidur, saat kau terbentur kau harus atur tidurmu.

Kau datang bukan hanya dalam tidurku namun kau datang dalam dunia nyataku, hadir datang tuk menghibur, mebaur, membaca ku yang tak ada dalam buku, namun memahami setiap segelintir debu-debu jalanku.

Kalau dunia ini kosong, kau dengan sendirinya muncul tanpa siapa yang memerintah, kematianmu ku tak mengerti. 

Namun saatku berhenti berlari dan pikiranku sudah tak berfungsi, kau hilang bersama detak nadiku.


Rabu, 14 Juni 2017

Artikel Mahasiswa Sebagai Gajah Mada Bangsa




gamabar; gjm
Mahasiswa Sebagai Gajah Mada Bangsa
  
Mahasiswa perspektif secara umum ialah orang yang berada di Pendidikan paling tinggi setelah siswa, dan mengambil sebuah keputusan untuk membentuk konsep diri sebagai manusia yang lebih mandiri mempelajari ilmu sosial, dan sains secara luas, sehingga didalam diri mahasiswa terbangun pola pikir visioner, dengan sifat idealisme berbeda yang memiliki makna dan cara dalam menjalani dan bertindak melakukan hal positif mahasiswa akan beranekaragam.
Mahasiswa yang berada di perguruan tinggi akan mempunyai pilihan, dalam mengampuh yang menjadi pilhan. Memutuskan mengambil Prodi (jurusan), yang menurutnya Fakultas itu ialah pilihan naluri nuraninya, sehingga akan menjalani dengan girang menikmati pilihannya, sehingga untuk berusaha selalu berkeinginan besar memahami esensi mahasiswa, sehingga merasa mampu dengan apa yang dipilih. Sehingga untuk berproses dan mendalami apa yang mejadi pilihan. Mahasiswa sampai dimana puncak proses akan memperjuangkan dalam kehidupan Kampus, belajar yang namanya mencintai proses. Akan menemukan dan mendapatkan wadah untuk berproses lebih serius untuk mencapai suatu tujuan. Mahasiswa akan mengenal yang akan namanya esensi sebagai mahasiswa, yang ada dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Dalam istilah lain mahasiswa adalah aset suatu perubahan. Mahasiswa dituntut selalu bisa mengingat mengenal dan memahami Tri Darma, sehingga dapat mengaplikasikan sesuai apa yang menjadi tanggungjawab insan mahasiswa. Langkah dan cara untuk mencapai konsep diri, komitmen diri dengan assas yang telah ada dalam setiap perguruan tinggi.
Mahasiswa untuk menyempurnakan konsep diri, menjadikan dirinya seorang idealis, dalam memperjuangkan sesuatu, namun tidak hanya beronani dengan sikap idealismenya. Dengan apa yang dicita-citakan, idealaisme yang individualis sehingga apatisme akan menjauhkan dari mengenal dan mengekprsikan sebagaimana esensi mahasiswa, dan tidak tau apa yang terjadi disekitar. Seharusnya itu bagian dari tugas mahasiswa untuk memahami dan memprrhatikan sosial dan rakyat proletar. Kita harus kritis namun tidak hanya kritik yang dilontarkan, perlu menyertakan dengan solusi yang serasi kreatif, inovatif, komprehensip, sehingga peran mahasiswa memberikan kontribusi tindakan konkrit. Sebagai mahasiswa yang telah menyandang kehormatan sebagai agent of change (suatu generasi perubahan). Suatu impian rakyat dan harapan bangsa sebagai generasi. Pertanyaanya apakah yang akan diubah, oleh mahasiswa?”, seorang Gajah Mada bangsa, telah diberikan kesempatan oleh Tuhan menjadi insan mahasiswa, menggapai ilmu lebih luas, guna dapat memberikan kontribusi terhadap bumi dan isinya. Sehingga mahasiswa memiliki intelektual yang dapat merawat dan memelihara bumi dan seisinya dengan baik, sehingga pengetahuan itu dapat memberikan manfaat pada lingkungan hidup sekitar. Akan tercipta manusia yang berjiwa sosial kembali pada esensi manusia humanisme siciety.

Mengkaji Memahami Tri Darma Perguruan Tinggi
Intelektual yang telah dimengerti mahasiswa, apakah hanya berfungsi untuk dirinya sendiri. Kesalahan fatal mahasiswa idealisme yang individualis, saya rasakan pada awal semester tiga, saya menggap mereka hanya beronani dengan Ilmunya tanpa guna pada insan yang lain, hanya dapat berfungi untuk dirinya. tanpa memberikan hikmah pada orang lain. Mainset mempreoritaskan untuk mendapatkan suatu nilai IPK, impian untuk membanggakan orang tua dengan suatu nilai, yang mudah untuk digapai. kebanggaan yang sederhana dalam diri mahasiswa, jika hanya nilai. Dengan berjalannya waktu mahasiswa di Kampus, saya merasa kuliah ini hanya disibukan dengan pelajaran yang ada di dalam buku-buku, yang sangat mudah untuk dipelajari dan dipahami, jika mahasiswa serius untuk belajar. Dan saya juga sering melakukan penelitan untuk melengkapkan tugas yang diberikan dosen, hal ini sederhana dapat saya kerjakan dalam tiga hari dan bisa juga lebih, dan walaupun dalam penelitian keliru, saya juga diberikan teleransi untuk merevisi oleh dosen, sebuah tugas sederhana mahasiswa dan saya rasa semua mahasiswa tidak asing hal ini. Hal yang dialami selama Semester I dan II, namun ada kejanggalan dalam benak  saya, tanda tanya sederhana, pada saat awal semester III, saya merenung pada saat mendengar sumpah mahasiswa pada awal penerimaan Mahasiswa Baru (MABA), yang dipimpin oleh Ketua Presma (Presiden Mahasiswa). Dan pada saat rektor menyampaikan Tri Darma perguruan tinggi pada penerimaan mahasiswa baru, ada butir Tri Darma yang belum saya lakukan  semenjak menjadi mahasiswa, Tri Darma yang ada pada butir tiga, tentang pengabdian pada masyarakat. Apa saya dan mahasiswa yang lain sudah melakukan ini, tentunya “Tidak”. Hal ini membukakan hati saya dan merasa bahwa telah melanggar janji sebagai mahasiswa, jika orang yang melanggar janji sama halnya munafik. Karena dengan janji-janji pada awal masuk Kampus dan sudah menjadi mahasiswa, ”Sumpah Mahasiswa”, telah di denyangkan dengan keras-keras dengan hati.
Ada mahasiswa akademis menjawab pertanyaan saya saat diskusi, tentang Tri Darma perguruan tinggi, pengabdian yang berada di butir-butir Tri Darma, suatu saat nanti pada akhir kuliah, kita lakukan, sering dikenal, PKL (Praktek Kerja Lapangan) dan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Hal itu tentunya “bukan”, karena itu suatu program perguruan tinggi, suatu hukum keharusan mahasiswa untuk lulus, apakah itu suatu ketulusan mahasiswa mengabdikan pada masyarakat. Saya tegaskan “tidak”, nurani mahasiswa akan terbentuk jika mahasiswa itu selalu menyuarakan hati rakyat dengan niat positif demi kemaslahatan bangsa, selaras dengan Pancasila pada sila kelima. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Mahasiswa selalu ikut serta dalam kepentingan masyarakat dan bangsa.
 Mahasiswa masih beruntung jika sering melakukan BAKSOS (Bakti Sosial), kegiatan sosial dan rakyat proletariat. Kerugian terbesar mahasiswa jika melakukan pengabdian masyrakat, masih menunggu masa akhir kuliahnya, akan melakuka hal apa selama kuliah dalam masa yang amat panjang ini. Akan banyak waktu yang akan terbuang sia-sia dalam jiwa mahasiswa, banyak cara dalam beraksi melakukan pengabdian pada masyrakat. Manfaatkan waktu singkat ini untuk memenuhi kewajiban kita sebagai mahasiswa, yang ada dalam Tri Darma dan Sumpah Mahasiswa.  
Mahasiswa sebagai Gajah Mada bangsa, dalam negeri Indonesia yang berasas Pancasila. Mahasiswa berperan di tengah diantara negara dan masyarakat. Jika Gajah Mada dalam Kerajaan Majapahit sebagai seorang Patih. Mahasiswa di Indonesia sebagai Patih yang harus bisa memahami dalam keadaan negeri ini, akan dibawa kemana negeri ini?, maka tumpuhan sebagai “Patih”, harus bisa memberikan harapan yang visioner untuk negeri, sebagai insan yang berintelektual luas, yang memiliki idealisme yang akan menciptakan inovasi, inspiarasi cemerlang. Objek dapat memberikan kontribusi terhadapat rakyat. Kepada siapa lagi Indonesia bertumpu, jika bukan pada patih yaitu mahasiswa sebagai patih bangsa ini.
  Mahasiswa sebagai patih di negeri ini, akan senantiasa mengabdikan diri untuk masyrakat, tidak hanya apatisme dengan keadaan sosial, terutama pada masyarakat proletar, dan berperan sebagai patih yang pernah berjanji pada sumpah mahasiswa, dalam Tri Darma perguruan tinggi diamanahkan pada kita. Sebagai mahasiswa istilah yang sering disebutkan dan dibanggakan mahasiswa, sebagai social control, (pengendali sosial). Terutama pada rakyat proletar, apa eksistensi mahasiswa untuk masyarakat akan selalu menjaga kesetabilan hak-hak rakyat, selalu mengimplemintasikan tindakan yang konkrit, aksi dengan turun jalan dalam menyuarakan hati rakyat, dan menyuarakan dengan tulisan apa yang dirasakan rakyat, dan selalu mengajak masyrakat untuk sadar atas pentingnya pendidikan, dengan bersosialisasi tentang pendidikan, bahwa Perguruan Tinggi, bukan hanya meluaskan lapangan pekerjaan, namun Pendidikan akan membuka paradigma primitif dan kekerdil kita. Dalam Pendidikan akan diajarkan bagaimana rakyat dapat menikmati hak-haknya, yang seharunya untuk dimiliki dan dinikmati, Pendidikan itu bersifat visioner, mempelajari sesuatu hal yang belum pernah kita jalani, merencnakan masa yang akan datang.

Tindakan Kokrit Mahasasiswa Sebagai Gajah Mada Bangsa
 Membangun sesuatu yang nyata untuk masyrakat, dengan mengumpulkan buku-buku yang masih layak untuk dibaca, membangun perpustakan sederhana untuk memfasilitasi anak-anak desa, jika ada mahasiswa “satu” sebagai Mahasiswa berjiwa Patih Gajah Mada, maka didalamnya itu kita. Tindakan harus diapresiasi oleh saya sebagai mahasiswa yang akademis. Saya mencatat pada tgl 17, Februari, 2017 aksi  mahasiswa yang melakukan hal konkrit pada masyarakat, yang  dilakaukan di desa saya sendiri. Ternyata teman kelas PBSI-FKIP Universitas Islam Malang (UNISMA). Tindakan ini dilakukan bukan secara individu namun secara bersama dalam kelompok yang diberi nama Pemuda Visioner. Saya selalu berpikir bahwa yang idealis, kritis, sosialis, tulis, itu memberikan suatu perbedaan yang berharga dan bermaakna, senada dengan staitmen salah satu mahasiswa yang ada di kolompok tersebut. Idealisme harus, Kritis, Tulis, dengan menulis dapat menyuarakan hati rakyat, Sosialis dekat dengan mahasiswa yang satu dengan yang lain dan masyrakat. Serta mengemban dalam kepentingan orang lain, tidak hanya beronani dengan cita-citanya. Tidak apatis terhadap masyarakat, sehingga tidak buta dengan esensial mahasisiswa.
Mahasiswa sebagai patih gajah mada, akan selalu ada dibagian bangsa dan masyrakat, terutama di tanah Indonesia, karena mahasiswa adalah rakyat, jika memahimi dirinya rakyat, akan merasa bahwa suatu saat akan kembali dan hidup bermasyrakat, maka esensi sebagai mahasiswa jangan sampai luntur, dan melupakan sejarah dan latar belakang, untuk mencapai masa depan, dengan memperhitungkan manusia yang satu dengan manusia yang lain, dan tercipta mahasiswa humanisme.

Akhmad 
Penulis Buku Antologi Puisi Gerilya deraian sajak-sajak. 
Aktivitas di Lpm Fenomena Universitas Islam Malang
Semester III Tulisan ini ikutkan lomba di UGM Jogjakarta

Arikel Negeri Dibalik Tirai

Gambar situs.buntu


Negeri Dibalik Tirai

Yang jujur akan hancur, yang tidak berani jujur tambah makmur.

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, namun jadilah buah yang jatuh jauh dari pohonnya lantaran dibawa kalilawar yang membawa buah hingga jauh. Analoginya jadilah orang yang tidak selalu mengulang sejarah yang telah menjadikan negeri tidak berkembang dan maju, mengingat dengan kata-kata canda, hal ini menjadi bukti bahwa 1000 orang miskin di Indonesa  tidak akan menjatuhkan Negara Indonesia, namun 10 orang koruptor yang membuat Indonesia terjatuh.
Bagaimana cara menghindari dari apa yang menjadikan negeri ini hancur, yang paling mendasar ketika hidup hanya untuk kepentingan sendiri, tanpa memikirkan kepentingan yang lain (Rakyat), maka akan menjadi diktator yang ganas, sebab itu pejabat punya hak menjaga dan merawat anugerah Tuhan di bumi tercinta ini terutama pejabat di Indonesia jika tidak bisa, sama halnya memakan daging saudara sendiri, kesadaran adalah penting dalam membaca dan merasakan apa yang menjadi mimpi rakyat, yaitu pejabat harus berjiwa Pancasila. 
            Jiwa yang menjadikan seorang arif dan bijak akan terbentuk jika selalu memahami arti dan butir-butir Pancasila. Dengan cara seperti apakah untuk membentuk generasi muda yang tidak hanya pandai mengada-ngada, sehingga tidak menjadi pemimpin secara instan, tanpa menikmati proses belajar dan mengenal budaya, dasar dari esensi negeri sendiri, maka anak bangsa yang hanya pandai merebut kekuasaan, dan hanya melipat kekayaan-kekayaan bukan haknya, untuk kepentingan sendiri.
            Maka hal ini yang menjadikan sebuah bukti bahwa negeri ini caruk-maruk dengan sebuah sistem, bukannya sistem di negeri ini sudah terbaik, namun penerapan dari suatu sistem itulah yang sangat marak di negeri tercinta ini, yang penuh dengan kekayaan Alam namun tanpa dinikmati oleh anak bangsa sendiri. Sehingga serasa negeri ini sudah tidak memiliki Tuhan lagi, masyarakat tak menggap pejabat yang hebat, karena pejabat hanya harum saat ingin terjun, menghujat untuk mendapatkan uang yang cepat setelah dapat loncat-loncat. Sehingga kejernihan hati, kebijaksanaan (Hikmah) hilang kesadaraanya.

Cara Menciptakan Kesadaraan                                                          

Pada usia dini ajarkan anak-anak bangsa yang berpendidikan, yang berada di dalam pendidikan formal dan non-formal, atau tempat belajar untuk selalu mengingat dan menganalisis esensi negeri ini, mengenalkan dasar-dasar negeri ini Pancasila. Diusahakan setiap sekolah SD, SMP dan SMA, Diperkulihaan, pelajaran Keagamaan, Kebudayaa, Dasar Negeri ini dalam setiap waktu diawali dengan pelajaran wajib itu, semenjak usia dini, untuk menjadikan insan yang tidak hanya pintar, namun etika dan kesadaraan dalam menciptakan suatu pemimpin memiliki jiwa yang paham dengan rillnya revolusi negeri ini.
Dengan realita yang sekarang tidak wajar dalam negeri tercinta ini banyak hal yang dapat kita pikirkan dan diperhitungkan benar-benar, untuk menyumbangkan solusi, kepada meraka yang tidak mampu membaca keadaan negeri ini,  apakah kita hidup di negeri ini apatis terhadap realita, fenomena yang menjadikan energy untuk menjadikan refleksi peristiwa baru-baru ini, segar dalam ingatan kita, yaitu penyiraman wajah Novel Baswedan (11/4/17), setelah sholat shubuh yang mengunakan air keras oleh oknum orang tidak dikenal, hal ini menunjukan, yang mementingkan rakyat dan jujur harus hati-hati, berwaspada karena harus hancur, karena kita bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi pada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suatu ancaman membahayakan pada orang yang sangat progresif dalam menangani hak-hak orang banyak. Sudah sangat jelas siapa pun yang serius dalam menangani hal kepentingan yang merugikan rakyat dan negara, ibarat setangkai bunga yang tak diharapkan tumbuh, dan tak diharapakan adanya.
            Teringat dengan sejarah yang telah menjadi cerita disepanjang sejarah Indonesia mengenai ancaman bagi orang jujur, yang dihancurkan, pada Tahun 1945-1959. Indonesia memiliki Jaksa Agung pertama Gatot Tarunamihardja, yang selama kariernya dia berusaha membongkar kasus korupsi penyelundupan di Teluk Nibung, Sumatera Utara, di bawa Panglima Tetorium I Kolonel Maludin Simbolon, dan barter ke Tanjung Priok yang diduga melibatkan Kolonial Ibnu Sutowo hasil dari penyelundupan dan barter itu digunakan untuk kepentingan tentara. Melakukan tindakan untuk kemaslahatan bersama, maka untuk mencegah seorang untuk melakukan kerugian, Ia mendapatkan ancaman yang sangat mengancamkan jiwa raga  dan hidupnya, sehingga pada saat Presiden pergi keluar negeri, Gatot mendapatkan musibah ditabrak oleh orang tidak dikenal hingga kakinya buntung, sehingga menanggung hidup tanpa kaki sebelah, tindakan yang dilakukan untuk transparansi dalam kepentingan orang banyak masyarakat dan negara, karena menganggap bahwa korupsi sebuah tindakan yang sangat tidak humanisme. (Historia).
            Bukan cerita namun fakta sangatlah mengerikan negeri ini, entah Tuhan sangat elok dalam memberikan segala kekuasaanya sehingga banyak fenomena yang harus dijadikan refleksi diri, untuk regenerasi anak bangsa yang akan datang. (*)