Selasa, 30 Oktober 2018

Terompet R Sarumpaet: “Kebajikan Media”


Kopi yang pahit tak sepahit rasa yang keluar dari terompet Ratna Sarumpaet,yang tidak merasa bahwa itu adalah terompet manusia harus dijaga; terompet manusia lebih berbahaya daripada terompet Malaikat Irofil yang ditiupkan pada saat hari akhir. Rasa-rasanya hari ini terlalu banyak manusia mempermainkn terompet yang telah dikudrotkan oleh-Nya, seharusnya dijaga dan ditiup pada saat dibutuhkan saja; bahkan peniupannya juga perlu aturan, karena terompet menjadi media manusia berkomunikasi.
Malaikat Isrofil ialah malaikat yang memiliki tugas untuk meniupkan terompet: pada saat hari akhir nanti atau kiamat nanti. Peniupan terompet tersebut disebut dengan peniupan terompet sangkakala. Ketika terompet itu telahh dibunyikan manusia akan mengalami kegaduhan penyesalan tentang dosa serta penyesalan yang telah dilakukan pada masa lalunya, namun semua itu sudah terlambat dalam proses pengampunan dan pengakuan atas dosanya, di dalam pelajaran Islam masa kecil masih ingat: pada hari akhir ketika sudah tiba tidak ada pengampunan baginya.
Akhir-akhir ini sudah banyak dari manusia senantiasa sudah melakukan peniupan terompet dirinya, yang seharusnya dijaga. Jika akhir-akhir ini terjadi di negeri ini kegaduhan dengan permainan terompet manusia, dalam istilah peribahasa yang sangat  familiyar “Mulutmu adalah harimaumu” peribahasa tersebut menunjukkan bahwa bahasa itu sangat berbahaya, jika tidak perlu dikatakan alangkah baiknya diam, jika diam memberikan ketenangan alangkah baiknya diam, daripada berbicara memberikan kegaduhan, manusia dianjurkan diam: maka terompet kita perlu menjaganya.
“Diam itu emas, ketika bicara itu berharga maka berbahasalah selagi itu memberi makna”
Pada saat tanggl 03/10/2018 tidak asing di telinga kita mengenai isu tersebut: media semua memberitakan, hal terkait dengan pembohongan publik lumayan menghebohkan dan masyrakat Indonesia, terjadi karena Terompet1 Ratna Sarumpaet bahwa telah mengaku telah dipukuli oleh oknum pro kecebong (Pendukung Pak Jokowi Capres), hal tersebut mendapat respon luar biasa oleh masyarakat khususnya oleh pihak pro kampret (pendukung Pak Prabowo Capres).
Hal tersebut menjadi perseteruan antara dua belah pihak, kita semua mengetahui bahwa tahun 2018 ini adalah dikenal dengan tahun politik, tapi mari jangan menciderai kepercayaan masyarakat, khususnya para figur. Kejadian tersebut menjadi sorotan publik bahwa di antara kedua belah pihak saling melontarkan argumen bahkan ada yang tidak terima dan melaporkan kepihak berwajib.
Kronologi kasus tersebut bermula dari apa yang dilakukan oleh Ratna Saumpaet (RS), selaku tim kampanye salah satu Capres 2019, wanita yang ingin membenahi atau melakukan perawatan wajahnya: nasib baik tidak berpihak sehingga terjadi ketidak sesuaian dari harapan dan berdampak lembab pada pipi kirinya. Setelah lembab anak dari RS tersebut menanyakan mengenai lembab, dan RS mempermainkan terompet dirinya dan mengaku dipukuli orang yang tidak dikenal. Dengan permainan terompet tersebut membuat petaka seharusnya tidak meniupkan terompetnya tanpa kontek karena sangat rentan sangat berbahaya, seharusnya dijaga apalagi orang yang memiliki power figur.
“Bahasa dan kata-katanya akan dipertanggung jawabkan: apalagi kebijakan dan tindakannya”
Hal tersebut menjadi refleksi diri kita semua. Namun hal tersebut tidak perlu mempemasalahan dan membahas terlalu dalam, biarkan kita semua dan masyarakat menghakimi kejadian ini lebih arif dan bijak. Yang menjadi persoalan hari ini ada sisi lain dari apa yang harus diketahui.
Sebagai rasa kemanusia yang sangat dalam, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), saudara kita di Palu-Donggala butuh perhatian pemerintahan kita mengalami bencana, yang kedua adanya pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) di Bali yang telah dilakukan pada Senin tanggal 08/10/2018), dengan pertemuan tersebut seharus kita semua paham dan mendoakan dengana harapan tidak ada hal yang tidak diharapkan yang terjadi pada Negara Indonesia.
Kita semua seharusnya perlu merenungkan permasalahan yang dihadapi oleh negera kita, yang akhir-akhir ini menjadi kegundahan bersama pemerintah perlu dukungan lepas dari kepentingan  kelompok, individu untuk mengatasi ketiga permasalan tersebut yang lagi menimpa. Kita perlu mendukung dari beberapa elemen masyrakat yang cinta terhadap tanah air (nasionalis): jika orang kecil (rakyat) ikut serta mendoakan, jika orang besar (pemangku kebijakan) yang memiliki wewenang harus lebih memperhatikan dampak serta menyelamatkan negara kita, jangan mendahului politik, apalagi politik tidak mendidik.
Sehingga peran media hari ini harus menjadi kontol yang serius untuk memberikan nilai edukasi serta informasi sebagai asas dasar dalam praktik jurnalistik, sehingga karya dari jurnalis (berita yang ditulis) akan memberikan nilai edukasi pada masyrakat untuk bisa lebih mengetahui secara verifikasi tentang keadaan negara kita. Daripada  memberi edukasi politik tentang keadaan negara yang memiliki kecenderungan tidak memberi dampak positif. Dalam bukunya Prof. Franz Magnis Suseno berjudul pemikiran Karl Marx hal:73-73 mengatakan bahwa edukasi sosial lebih penting daripada edukasi politik. Penulis memberi asumsi pada tulisan di atas; negara kita tidak perlu memberikan pendidikan politik secara gamblang, karena politik tanpa dipelajari masyarakat dengan sendirinya kan tahu, yang paling penting pendidikan sosial: pendidikan sosial tersebut mengenai permasalahan yang mengacu pada degradasi sains, litarasi, kejadian fonomena alam bahkan yang paling penting ialah dunia pendidikan, yang menjadi cekokan pada masyarakat, sehingga pola pikir manusia akan lebih arif dengan sendirinya.
Peran tersebut bukan hanya menjadi peran salah satu pilar demokrasi nomor empat (pers), namun perlu seluruh elemen bersinergi, pemerintah serta media ikut ada di dalamnya, untuk memberikan nilai yang abadi memberikan edukasi kepada masyarakat. Sehingga yang menjadi tekanan bagi kita semua negara tetap memberikan asas keterbukaan terhadap apa yang terjadi pada negara sehingga masyarakat ikut andil setidaknya memberi dukungan doa.
Namun semua itu tidak lepas dari sistem kerja pilar ke-emapat domokrasi kita yaitu: Media daring, Koran, Telivisi dll. Dengan seperti itulah membantu masyarakat untuk memberi nilai-nilai edukasi, bertujuan mencerdaskan masyarakat serta generasi bangsa.
Peran media memberi bahkan terus menjaga kepercayaan masyarakat, ketika ada hal yang masih menjadi pertanyaan mengenai kepentingan publik. Permasalahan Ratna Sarumpaet tidak perlu diperpanjang lebarkan oleh awak media, sebab masyarakat tidak hanya perlu informasi itu saja, walaupun hal itu menjadi kebutuhan publik. Tapi masyarakat juga perlu tujuan serta hasil dari pertemuan IMF dan World Bank dan benacana yang menimpa pada saudara-saudara kita di Palu.
Semoga NKRI seantiasa ada dalam lindungan Allah SWT.  

Selasa, 16 Oktober 2018

Pertanyaan Bunga “Tak Diharapkan”





Seandainya aku bunga; kau mengira ku akan sempurna
Ketika sempurna kau mengira ku akan mencipta estetika
Ketika estetika tercipa kau tak menerima:
Lantaran akulah bunga yang kau tak harapkan tumbuh
#
Saat kau mencium harum bunga, kau bercita-cita memilikinya
Ketika sudah disertai-Nya, kau membiarkan tak mau tau keberadaannya
Aku tak  tahu harus bagaimana dan harus apa?
Apa betul harum dan bentukku tidak kau cintai.
#
Ketika ku bangun cinta padamu, kau tak memberitahu; kemana dirimu
Apakah kau lupa pada saat ada dalam dirimu bersatu dengan segumpal darah yang dingin menjadikan aku
Ku tiba, tanpa sadar kau tiada saat ku butuh bersandar.
Ketika aku antarkan
Suara tangisku kau masih hafal betul tangisan pertamaku, kau yang kurasa aroma lemak air susu itu, ketika hari ini kutemui wanita cantik dengan anaknya; kau biarkan aku tak ada di sampingnya lagi
23 purnama: aku masih sering bertanya tentang ciri dan tanda mengenai raut wajahnya
Bahwa mengenalmu adalah cita-citaku; untuk kumiiki membangun prasasti surga di meja makan.
Kau masih saja tak selembut dulu memaksaku meminum susu
Kau mewariskan tanda tanya dalam jiwaku
Keberadaanmu adalah keberadaanku
#
Katika cinta telah tiba, kau berangkat tanpa perangkat dan iktikad tanda.
Dan apa masih membuka rasa bangga “baginya” yang diharapkan
Apakah cita-cita manusia hanya ada dalam angan
Serta naluri tanpa mencari sebab:
Bahwa hilangmu adalah hadirmu yang bersanding dengan rindu:
Yang ada dalam sanubariku
Kau yang tak pernah diharapkan tapi kau yang selalu datang saat fajar dan senja tiba

Malang 2018

Minggu, 07 Oktober 2018

Senja di Saku Mandasari


  
Jika jalan sudah gelap, langkah kaki sudah tak menemukan makna, maka aku melihat yang ia di bawah ranting pohon hijau itu
Kekuatan doa hanya mereka yang tak kenal bosan, panas, bahkan sering menyapaku, di lampu merah dengan bahasa "Aku yang sudah berapa hari tidak makan".
Aku iba bukan karena rasa, namun karena keadaan.
Andai senja dalam saku mampu mambantu maka ia akan bahagia sertwa tertawa dengan suasana.
Tanpa bahasa yang aku dapat rangakai dalam hati hanya satu kalimat bahasa "Kau diciptakan bukan untuk tidak merdeka”.
Kadang kau melupakan cara yang terbaik,
Jangan berharap nasib terbaik bisa dicicipi, sangguh muskil Tuhan ciptakan pada ihwal, jika kesempurnaan “iya”. 
Nasib terbaik tidak pernah diciptakan namun cara terbaik telah Tuhan diberikan.
Hari ini telah berlalu, kau tak perlu benalu terus menjadi hantu. Jika esok bertemu di persimpangan lampu merah lagi, jangan sampai ranting-ranting jadi kenyaman yang menjerumuskan.
Semesta masih saja dalam suasana tanda tanya yang luar biasa. Langkah yang tak hanya satu jalan, satu setan pun tak tahu.
Kelemahanmu tak melatih dirimu tuk berani, Jika kau tak mengerti, maka teruslah melangkah dan berdoa, siapa tahu bumi memehami panasnya kakimu yang berbau anyer, membuahkan sebuah hasil.
Percayalah langkahmu akan membawamu.
Selamat tahun baru yang selalu kau rindu nanti ketika aku telah kembali mengenyam pendidikan, kau sumber dari caraku.

Selasa, 02 Oktober 2018

Sekali Lagi



Bukankah aku yang menanti
Bukankah aku yang memberi
Selamat pagi dirimu yang aku isi puisiku dengan raut wajahmu sebagai pelengkap kopi di sampingku
Aku tanyakan aroma kabar barumu yang pada pagi ini, yang datang kabar Koran berita
Harum aroma kamu masih saja tersimpan di dalam lantunan puisiku
Saat matahari menyinari bumi
Saat itu pula rindu mengadu tentangmu
Kau yang sekali lagi berarti saat sepi
Tak tahu kalau sepi tanpamu, akan hanya ada puisi yang sunyi tanpa arti  

Senin, 01 Oktober 2018

Aroma Buku dan Kamu




Aroma buku pertama harumnya tercerna dari sendi-sendi bahwa semesta ada di dalamnya
Menanyakan bahwa semesta perlu banyak hal yang harus dipahami
Jika kau ingin belajar dari semesta bukalah buku itu
Sebab buku buah hasil dari kehidupan manusia yang memahami semesta

Dengan proses apa kita bisa
Tanpa ada rasa hambar aku mencoba mencerna aroma
Isinya yang semua ditukil melalui rasa hingga lahirlah dirimu

Dari estetika yang metafisika
Ketika tenggelam terkadang rasa dalam jiwa datang
Menerjemahkan senja
Merasakan senja
Menikmati tanpa memiliki

Dirimu yang elok nan berseri-seri dalam negeri kecil ini
Ku rasa semesta dicipta olehnya
Lantaran lekuk alis matamu seperti hanya menatap semesta
Ada hal yang tak dapat aku cerna
Ketika diselimuti rasa semua tak senada dengan aroma buku itu
Bahkan semesta membawaku pada taraf jumawa
Sebab diriku dicipta bukan hanya dari tanah

A B C
A: adalah aku
B: adalah buku
C: adalah Cintaku
Aku tafsir dengan caraku
Aku terjemahkan dengan rumusku
Aku ialah yang angkuh hanya lima dari dua puluh empat jam bersimpuh menempuh hidup dengamu
Mungkin itulah kegagalan merebut cintamu saat sepertiga malam ku selalu merayu

Buku ialah tempatku berkelana menemukan cara terbaik untukmu
Cinta ialah rasa yang aku kukuhkan dengan “aku” yang angkuh “buku” yang ku temukan masih saja mempertanyakan rasa apa yang dipersembahkan
Kesempurnaanmu masih saja tergambar melalui estetika alam yang misterius seperti halnya rasaku padamu

Aroma buku dan kamu masih saja penuh tanda tanya
Walaupun aroma merona mempesona
Dirimu masih tak ada tara diantara sebab kuasa itu ada dalam jiwa
Yang setiap saat itu meronta bahkan berontak tidak merima

Malang, 2018