|
Okezone news. |
Kearifan
Lokal Melawan Lupa Yang Nyata
Kerinduan masa-masa yang
mengingatkan pada lamunan saya saat sendiri sunyi dalam gelapnya malam, masa
yang terlewati sangat saya rindukan terasa hilang semua dibenak akal pikiran
dibawah kesadaran teringat saat sunyi menghampiri merenungi masa yang terlewati
hanya dengan seperti itu saya dapat menikmati apa yang terlupakan sangat
berkesan dalam hidup yang tak pernah terhapus dengan lengkangnya waktu panjang.
Jalan hidup yang pernah saya lalui jejak
langkah tidak akan terhapus tak mungkin yang telah terjadi membohongi, untuk
menjadikan renungan yang nyata pada saat saya merindukan, masa sekarang
membuktikan kalau sesuatu yang terlewati paling berharga karena sesuatu yang
indah akan terasa jika sudah tiada. Sekarang saya putuskan untuk mengukir
sejarah baru karena setiap perjalanan tidak akan melewati sejarah yang telah
terjadi, saya ingat dan ingin belajar dari kearifan lokal untuk masa yang akan
datang yang lebih panjang dengan menciptakan sesuatu yang lebih indah untuk
saya sendiri dan bagi nusa dan bangsa. Teringat dengan apa yang pernah
dipesankan oleh Cak Nun, waktu serasehan di Polinema Negeri Malang, hidup ini sangat luas dan demensi-dimensi
persoalanya tak terhingga, untk itu diperlukan bukan sekedar wawasan yang luas
dan pengetahuan yang terus dicari melainkan juga kearifan dan sikap leluhur yang
konsisten dari hari kehari.
Bahwa jangan sekali-kali kepada anak
muda terutama sebagai penerus bangsa untuk melupakan ke arifan lokal kita
karena sudah menjadi bukti dan mendarah daging kepada diri kita, bahwa yang
sudah terjadi itu cerminan sudah membuktikan yang nyata tidak pernah berbohong.
Saya mengingat apa yang menjadi pesan karena setiap kata yang menjadi nasehat
saya selalu mencoba renungi dari hari-kehari bahwa apa yang sampaikan oleh Cak
Nun itu hal yang baik untuk saya sendiri dan kebaikan bangsa ini. Setelah itu
saya putuskan bertanya kepada orang yang lebih tua yaitu orang tua saya
sendiri.
“
Pak, kearifan lokal yang seperti apa yang harus dipertahankan. ?
“
Kearifan lokal itu pemahaman yang telah terjadi dimasa lampau terjadi, dan
sampai sekarang itu harus masih harus dipertahankan. !
“
Seperti apa pak kearifan itu, “ Apa salah satunya kebudayaan adat masuk. ?
“
Iya itu masuk. “ Namun itu masih dalam ranah umum belum bisa kita tangisi, Bapak
tangisi itu budaya perimbon.
“
Perimbon pak. ?”
Kebudayaan
adat istiadat itu masih umum, membudaya tentang peringatan tahun baru ini,
setiap tahun kita dapat menontonnya apalagi di Malang ini satu tahun sudah dua
kali sehingga membuat jalan macet. Kearifan bukan hanya seperti itu saja, cinta
terhadap budaya, primbon jawa tidak akan merubah pendirian Agama kita, dalam
agama tidak ada penjelasan tentang primbon jawa, namun nenek moyang melakukan
hal itu untuk pedoman lalu mengamalkan, namun itu semua pedoman nenek moyang
kita yang nyata dari itu kearifan lokal yang terbukti jangan pernah ditenggelam
oleh sisanya waktu ini.
***
Saya
merasakan apa yang telah terjadi dengan apa yang diucapkan oleh Cak Nun dan
Orang tua saya sendiri, keadaan akan terlupakan akan tenggelam oleh
perkembangan zaman akan merasakan tanpa arah untuk melangkah untuk lebih maju
ketika kearifan lokal terlupakan dan tidak di amalkan. Sesuatu akan terbukti
jika itu sudah mengalami sendiri, bicara orang akan menjadi bicara yang tak
nyata, jika itu hanya indah di dengar saja. setelah apa yang saya dapatkan itu
ialah pengetahuan yang dapat saya dengar dari orang-orang hebat menurutku,
hari-hari demi hari renungan sering saya lakukan, karena dengan merenung saya
mendapatkan jawaban yang menjadi pertanyaan dalam hati, walaupun itu tidak puas
dengan hasil yang pasti ketika pikiran sejenak dengan menggukan naluri.
Sarasehan Cak Nun sudah beberapa bulan ini berlalu kini saatnya lagi bertemu
dengan beliau hati senang, walaupun beliaunya tidak senang dengan keberadaanku,
senang bisa mengikuti dan mendengarkan setiap kata yang terangkai indah beliau
utarakan keapada kita yang ada terutama kepada saya sendiri meninspirasi,
keinginan banyak berbicara kepadanya namun rasa malu mengalahkan semua
keinginanku, karena saya memang orang kurang percayaan diri untuk bersuara.
Lagi-lagi yang belum tuntas menjadi pembahasaan kearifan lokal yang belum
tertuntaskan beberapa bulan lalu, saya berbaharap apa yang ada dipikiran ini
beliau tanpa menyuruh audien bertanya
akan menjelaskan apa yang menjanggal dipikiran saya apa kearifan lokal yang
bapak sampaikan persis dengan apa yang dijelaskan nanti oleh Cak Nun, beberapa
menit saya sudah menunggu beliau datang keruangan kantin yang sederhana menjadi
tempat beliau bersinggah di Polinema Negeri Malang, walaupun beliau sering di
malang saya tidak pernah punya kesempatan mengundang beliau ke kampus saya
Universitas Islam Malang. Semoga seuatu saat keinginan ini tercapai amien.
Pembicaraan sudah dimulai panjang lebar oleh beliau belum ada titik jawaban
yang menjadi harapan saya, ternyata selang beberapa menit kemudian ketika sudah
satu jam lebih tiga menit beliau mengingat tentang pembahasan yang bulan lalu
sehingga kearifan lokal yang harus dipertahankan bukan hanya budaya yang
bertajub hiburan pulau jawa banyak mempunyai ke arifan lokal lainnya yang lebih
penting yaitu yang membetuk karakter anak muda semua bangsa ini tidak mengalami
kebingungan, dalam melangkah ke dapan kearifan itu perimbon jawa jangan sampai
dilupakan, melainkan harus mengamalakan. Serentak beliau menanyakan apakah
kalian tahu perimbon jawa itu. ?
”
Tidak cak” serentak secara bersama menjawabnya
“
Waduh yang jawa tidak kenal dengan kearifan lokalnya” payah kalian Nak,
menangis Nenek moyangmu sekarang ketika kalian menjawab “TIDAK”. Payah-payah ini.
Senyum
dan malu saat dikatakan namun saya tidak begitu malu karena saya bukan orang
jawa hehe dalam hati berkata. Setelah ada pertanyaan siapa yang mengetahui
hitung naptunya hari dan naptu pasaran lima, saya syukur masih dapat menjawab
apa yang beliau katakan walaupun semuanya itu seperti katak kesiram air, tidak
ada yang paham apa yang di katakan Cak Nun, mungkin baginya asing apa yang
beliau tanyakan.
***
Setelah
saya menjawab bahwa hari dan pasaran itu bisa juga di sebut Perhitungan Weton,
kalau Senin Kliwon, Selasa Manis, Rabu Pahing, Kamis Pon, Jum’at Wage dan
seterunya kembali ke perhitungan awal setiap weton itu kita hitung lagi
naptunya hari Senin naptunya 4, selasa 3, rabu 7, kamis 8, jum’at 6, sabtu 9,
minggu 5, dan sedangkan pasaran Jawa, Manis 5, pahing 9, pon 7, wage 4, kliwon 8, setelah saya
menyebutnya dengan ragu-ragu tapi kata beliau benar setelah itu beliau menyuruh
saya mengamalkan, kamu Mahasiswa yang penuh perhitungan kalau di amalkan kamu
tidak akan kebingungan dalam menjalankan hidup, saya masih bingung jawaban
beliau dan teruslah saya penasaran karena yang penasaran membuatku lebih paham
jika saya menemukan penasaran tersebut.
Setelah
beberapa waktu saya ada tugas dari kampus kebelulan perbitan majalah sudah
mendekati waktu singkat, terutama saya dibutuhkan oleh UKM kampus untuk
mengambil data dari desa ke desa yang ada di pelosok desa untuk mengambil foto
dan cerita jawa yang sudah tenggelam dalam persimpangan arus. Beberapa budaya
yang terlupakan dari itu karena saya lebih memilih sejarah dan juga bagian dari
penikmat sejati sejarah, teman-teman percaya pada saya kalau saya bisa mengisi
majalah yang akan di terbitkan bulan depan yang bertema Di Persimpangan Arus.
Agar dapat memberikan inspirasi yang
kuat kepada semua pembaca sehingga budaya kearifan lokal bukan hanya bahasa dan
tradisi saja yang masih kita kenang, masih banyak pula budaya lokal seperti
perimbon yang masih dibutuhkan di zaman modern ini, sehingga tidak seakan-akan
Tuhan mati di zaman modern, sehingga kearifan lokal yang pada dasarnya semua
dari tuhan, sehingga manusia mampu mengplikasikan dalam kehidupannya, sehingga
memberikan maanfaat pada pembaca majalah yang nantinya terbit.
Pagi
ini saya bergegas berangkat ke desa Alasrajah, Bangkalan yang terletak di
pelosok dan desa ini penuh menyimpan mistik yang kuat, dalam hal yang Negativ membahayakan mulai dari hipnotis dsb, namun selalu ingat dengan
pesan Cak Nun selain berdoa menita kepada Tuhan, perhitungan yang kamu pahami
kamu itu gunakan manfaatkan (Perimbon Nak) hitung pembrangkatan pertamamu
dengan cara menghitung dan berankatlah sebelum hari pas kelahiran, keluarlah
dari rumah kalian semua sebelum mentari terbit, sehingga hindari dua hari dari
kelahirannya kalian, ketika berhadapan dengan orang diantaranya harus ada
menghadapi bicara empat mata, jika kamu lahir hari sabtu pahing, kamu tempati harus
dari arah utara menghadap ke arah barat, maka apapun urusan kamu diluar dengan
apapun akan berjalan dengan lancar, tak gentar dengan apa yang terjadi nanti
yang penting saya dapatkan data untuk Majalah.
Yakin saja setiap jalan yang penuh
perhitungan tidak akan tuhan membiarkan. setelah perjalanan
sudah panjang jauh dari kota waktu adzan Dzuhur berkumandang, saya belum
menemukan Masjid atau tempat shalat lainya. Saya dengan kamera tas yang di
ransel yang saya kalung kamera untuk pengambilan gambar, setiap berbicara
dengan orang lain saya berbalik posisi ke arah barat untuk berhadapan dengan
orang tersebut, karena memang orang desa sini menyimpan banyak mistik, teringat
dengan orang yang berpesan desa sebelah hati-hati setiap berhadapan dengan
orang mengajak bicara ketika menatap mata lawan bicaranya akan hilang ingatkan
(hipnotis) otomatis barang berharga yang
dibawa harus saya jaga dengan teman-teman, namun saya percaya kepada Allah SWT,
dan perimbon yang tuhan berikan kepada manusia agar mempelajari dan diamalkan
hingga perjalanan ini penuh perhitungan, saya anggap rintangan pertama sudah
saya anggap lewati. Perjalanan sudah larut malam dan berada di hutan desa
Alasrajah yang terletak di pulau Madura Bangkalan mendengar nama desa saja
sudah mengerikan, waktu sudah mengalir desir angin menusuk kulit yang berlapis
kain tak setebal kulit kijang menghangatkan, saatnya beristirahat untuk
menunggu senja di ufuk timur teman-teman sudah merasakan lelahnya perjalanan
perbedaan cuaca dingin ke cuaca yang lebih panas dari Malang-Madura, adapun
teman diatara kami mengalami meriang yang mengakibatkan kurang sehat setelah
sampai di tengah alas hutan Alasrajah
saya dan yang lain mencoba memberikan obat agar cepat sembuh.
Mengambil
data untuk memberikan fakta dalam memberikan berita pada pembaca sebuah
tanggung jawab seorang jurnalis tanggung jawab dalam berita yang nyata dalam
kehidupan dan lingkungan yang dekat dengan kita, teringat dengan kepercayaan
saya Agama Islam dalam konteks seorang
jurnalis menginformasikan suatu kebenaran dan membela serta menegakkan
kebenaran itu. (Al-Qur’an dan As-sunnah). Mengingat kata yang ada di dalam
pedoman kita saya memberanikan terjun di bidang menjadi seorang jurnalis (pemberi berita kebenaran, dan hak setiap
manusia mempunyai hak mengetahui kepentingan publik) karena kebenaran yang
nyata harus dipertahankan untuk umat yang harus mengetahui. Senja sudah
menghiasi gelapnya malam jarum jam menunjukkan pukul 3:56 WIB, sudah memasuki
Shubuh teman-teman yang lain pada pergi ke kali dekat hutan dan teman mahasiswa
yang sudah pernah mengetahui tempat ini sebelumnya mengarahkan mereka, saya
sebagai penanggung jawab mendapatkan tugas harus menjaga mereka semaleman rela
mata tidak memejamkan mata, ayam sudah berkokok bersamaan dengan terbitnya
matahari yang indah dari arah timur, jarang-jarang dapat menyambut pagi yang
indah, baru kali ini tidak telat menyambut keindahan di pagi hari. Setalah
pukul 7:15 WIB, warga sekitar sini banyak sudah beraktivitas mulai dari
membajak, menam padi, serta suasana yang sangat asing di mata saya dan teman
yang lain, ibarat sekarang saya hidup di zaman 80an, sapi yang masih akrab
dengan sipengembalanya membajak masih menggunakan sapi, Saya berkata pada teman
saya.
“Lutfie
di malang pernah menemukan orang membajak tah. ?”
“Nemu
sihh tapi gak pake sapi. “ di sana sudah modern, pake mesin kale hehe.
“Sama
lut, di kampung aku itu bajak dan yang nanam padi sudah mesin yang kerja, ini
kampunya siapa Maja. ?” hehe
“Lut
dan Mai, kalian itu jangan keras-keras kalau bicara, kedengaran para petani itu
bisa di bacok kamu hehe, kita orang baru di sini. Ini kampungnya samsul hehe”
Kami
berempat sedikit bergurau tentang perkembangan teknologi yang sangat masih jauh
dengan di Malang, namun kerukunan dalam berkerja sama mereka tanpak jelas untuk
di contoh kepada kita, setelah tertawa kita bersama-sama sudah kita tiba ke
tujuan kita Bapak Maulana yang banyak dengan pengetahuan jawanya (Primbon jawa)
objek penelitian untuk membuktikan semua itu bahwa kearifan lokal sangat relevan jikalau kita gunakan dalam
kehidupan yang sudah modern ini. Setelah sampai disinilah saya dan teman-teman
yang lain mengajak berbicara dengan Bapak Maulana yang sudah berumur 67
tahunan, menanyakan dan kearifan lokal yang harus kita unjung tinggi di negeri
ini. Teringat dengan Cak Nun yang beliau katakan, kearifan lokal yang
benar-benar kita perlukan dalam hidup kita untuk membangun bangsa kita ini agar
kekuatan negara tidak hanya memiliki SDA yang diandalkan yang menurut kita SDA
sangat masih jauh dari negara-negara lain, dengan kearifan lokal ini kita
punyai kekuatan, negara lain yakin tidak mempunyai kearifan lokal Weton Perimbon
peluang besar dengan ini yakin membangun negara dengan penuh perhitungan akan
menciptakan hasil akhir yang baik pula. Pak Maulana berkata,
“Perembun (perimbon) ini ada buku (kitab
kuno wali sembilan) bapak pesan kalian semua amalkan ini. kalian penerus bangsa
kalau tidak mempunyai dasar hidup yang kuat kalian belajar pada sejarah yang sudah terjadi karena sejarah yang tidak
pernah bohong nak.!” “Wejangan Weton ini kalau bukan kalian siapa yang akan
mengamalkan karena kalian semua orang jawa semua nenek moyangmu percaya dengan
Weton ini dan kepada Alloh SWT.!”
“Enggeh
pak, serentak menjawab bersama. !”
“Kalian
akan dapat membuktikan kearifan lokal ini Perimbon Weton ini mulai dari zaman
Wali Songo sudah menggukan perimbon ini.!”
Data
sudah saya dapatkan untuk majalah yang akan siap kami terbitkan, kamipun
berepat begegas kembali ke malang dengan rasa senang banyak hal baru yang di
dapatkan, bukan hanya data kita dapatkan, tapi mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman hidup yang akan sulit saya lupakan. mereka membangun Indonesia
dengan besar dengan penuh perhitungan Perimbon karena jikalau tidak menggukan
hidup ini serasa mengalami kebingungan, namun perimbon ini sebuah keyakinan
namun saya yakin karena sejarah telah membuktikan.
***
Catatan:
·
Perembun dalam bahasa madura, namun pada
dasarnya perimbon hanya orang jawa
yang memilikinya, satu-satunya kearifan lokal yang dimiliki indonesia terutama
di jawa, dan perimbon inilah yang sekarang kebanyakan orang jawa tidak
mengetahui apa kearifan lokal yang harus dibudayakan.
·
Weton penghitungan dalam bahasa indonesia setiap hari mempunyai naptu, dan setiap pasaran
lima punya neptu. Kearifan lokal ini yang banyak orang memiliki.
·
Tulisan ini saya terinspirasi dari
kearifan lokal satu-satunya yang hampir terlupakan, saya masih bersyukur
mempunyai orang tua yang selalu memperhitungkan saya setiap langkah saya untuk
selalu berusaha tidak melupakan kerafian lokal primbon, dengan ini langkah saya
selalu penuh dengan perhitungan dengan seperti ini Alloh selalu memberikan
cahaya setiap langkahku.