Sabtu, 29 Desember 2018

Debur Ombak di Tepi Jalan

Ombak akan selau menawarkan kabar suka dan duka masyaraat yang ada di pinggir laut tepatnya pesisir yang hanya bisa menyisir rambutnya sendiri lebih rapi dan merapikan diri dari tanpa simpati laparnya Sari yang berada di pinggir jalan. 

Kapal yang melaju akan selalu menjadi acuan manusia lain. Bisa saja kampul itu akan menjadi kapal paling pelan namun pasti, ada yang cepat tidak memperhatikan kepastian dalam melaju.Menuju adalah cara terbaik manusia melalui samudera luas dengan desir ombak yang ditemukan, namun bagaimana kita bersikap tenang dan menjadikan kegentingan menghadapi ombak.

Ombak yang dihadapi dengan sendirinya akan lebih keras sebab kapal harus berayung tenang agar seimbang, serta bagaimana bisa menatap arah ke dapan. Melalui sebuah persoalan baru ketika arif dalam menyikapi persoalan maka akan melahirkan sebuah pengalaman, dan sebuah penderitaan akan menjadi pengetahuan, kita berbahasa bercerita membawa manusia berharga dengan caranya pemikiran sebagaimana bisa menyikapi ombak. 

"Debur Ombak di Tepi Jalan" 

Tepi jalan menjadi amalan terakhir 
Rasa akan menjadi persoalan baru 
Menyikapi menjadi cara penyelesaian 

Ketenangan menghadapi ombak sumber pengetahuan 
Di tepi jalan sebagaimana bisa merasa 
Bahasa sebagai cara manusia memberikan pengetahuannya 
Yang menerima cerita akan membenturkan pengalamannya

Angin sebagai arah penentu kapal, bukan ombak yang akan menentukan arah kapal, dayung akan membantu arah kapal akan dibawa ke mana, mencerna kecemasan begitu besar akan lebih tenang ketika akan banyak ikan-ikan di sekeliling kita sangat banyak. Bertahan dengan yang bisa dilihat atau melaju dengan hal yang tidak kita lihat oleh pancaindera. Banyak yang berharga tidak berbentuk, ikan-ikan di bawah kapal hanya bagian dari salah satu bergoyanngnya kapal.

Kapal hanya menjadi kendaran, bagaimana melalui samudera, sendiri pada dasarnya tidak sendiri, ada dalam diri paling berarti dalam melakukan keputusan, keberanian adalah teman terbaik, tanpa keberanian apa arti dari sebuah cita-cita, tiada harga paling luar biasa kecuali rasa itu sendiri. Membawa adalah cara terbaik manusia dalam melantunkan kata dan bernostalgia dengan langkah jauh. Apakah laut akan tetap seperti halnya dalam kudrotnya luas bersamaa dengan ombak dibantu angin yang menjadikan angan menjadi kenang. 

Ketenangan adalah cara bahagia, bergoyangnya kapal dengan ombak menjadikan persoalan dalam jiwa manusia. Cinta menjadi dasar kekuatan dalam berkarya, besama sendiri dan memposisikan diri pada paragraf teramat panjang sebagai penunjang manusia berjaya dengan caranya dan menikmati dengan kebersamaan dengan ikan-ikan di laut dan desir angin kapal yang menjadi tunggangan kita akan menikmati bahagia kita dalam pancaindera manusia. 

"Kapal tua akan selalu berusaha dengan cara melalui ombak berbahaya saat mbak, namun kepercayaan pada ombak yang sangat dalam akan menjadikan pengalaman"

Berjalan dengan iman akan selalu merasa aman. Persoalan hanya menjadi perkembangan kebaruan kapal yang ditunggangi. Tidak masalah dengan kapal yang ditunggangi, hingga ombak menjadi keindahan dalam menunggu senja. Di Telaga samudera berjaya dengan warna warni begitu indah, dinikmati oleh banyak orang ketika mampu melui desir ombak di tepi jalan, jalan hanya menjadi jalan sunyi dengan pengetahuan baru terharu dengan banyaknya buku dibawa yang dapat dipersembahkan nanti menjadi hal yang antik baginya. 

Melebur dalam debur ombak adalah cara terbaik manusia dalam memperjtajam perasaan dalam menjadikan manusia lebih manusia (humanis) dengan cara dan tindakan melahirkan sebuah nilai estetika bagi manusia: yang mengerti cinta, dan tidak mengerti cinta bahkan hanya memahami rasa dari cara-cara sebagaimana manusia menyatu dengan alam yang dianggap paling kejam, namun senja menjadikan kekejaman alam menjadi obatnya.

Jumat, 28 Desember 2018

Natal Tahun 2018

Puisi Kerinduanku Padamu M

Terlalu ramai manusia mengharamkan dan menghalkan
Kata Selamat Natal menjadi kata menyeramkan dan menyenangkan
Perbedaan manusia hanya dibedakan dengan kata 
Manusia pandai menghakimi, tapi mengapa tak pelak meng-lhami

Gus Mus, Kh. Aqil Sirot, dan Cak Nun tak pernah mempermasalahkan mengenai kata "Selamat"
Bahwa selamat akan menjadi kata paling keramat bagi yang amat mengimani kelahiran Isa Almasi 
Dual Lima sebagai tanggal didamba, berharap akan ada makna bagi yang mengimaninya
Seperti saya hanya menerima dan meberi dan menyikapi sebagai rasa paling dalam membawa kita sebagaimana selamat natal sebagai cakrawala seperitualitasku. 

Saya rindu Muhammad dan pada hari lalu sepertinya masa muda tak terlalu banyak tahu tentang tanggal 12 sebagai kelahrannya.
Kesaktian itu menjadikan aku lebih Iba atas diri sendiri mengapa hal itu lebih menjadikan aku tidak begitu banyak tahu dan kehebohan hanya oknum yang tahu tentang lahirnya Kau yang sepurna disempurnakan Tuhan dikita sebagai manusia. Aku hanya mengatakan kalimat selamat pada suatu haru dan hari ini menjadi kalimat sempurna paling sakral dalam jiwa dengan kata "Selamat hari lahir Nabi Muhammad Saw. 




Diskusi Kesusastraan "Objek Kreativitas Novel Tiba Sebelum Berangkat"

Ada waktu di mana kita diasumsikan luar biasa; hal itu menjadikan manusia menjauhkan dari kata sempurna. Lahir hal-hal baru dalam diri manusia yang jumawa. Jumawa atas dirinya dan terfatal merasakan dirinya lebih sempurna dari yang lain. Rasa-rasa semuanya pada memikirkan bagaimana hal itu bisa tercipta dengan cara apa kita menjelajahi, dalam keberadaan kosong, kerus teronta tanpa haus pengetahun, itu permasalahan manusia paling fatal. 

Diskusi kali ini membahas tentang sastra. Untuk menggap bahwa karya sastra perlu dijadikan sebuah objek kajian sebagaimana manusia bisa belajar dari orang-orang besar. Bedah buku yang dijadikan objek sebagai sumber buku dari salah satu penulis muda dari Makasar dengan judul buku "Tiba Sebelum Berangkat". Buku yang dikategorikan sebuah karya sastra yang berbasis sejarah.

Dalam buku tersebut menceritakan tentang budaya di Bugis Makasar, di Makasar memiliki sebuah keunikan dalam gender dalam kehidupan manusia, bisa melihat dari tokoh seorang Bisu ialah seorang yang memiliki kepribdian ganda. Kesukaan atau ketertarikannya bukan hanya kepada seorang lawan jenis namun ke semasa jenisnya. Namun orang tersebut di Makasar menjadi tokoh atau ditokohkan. Seorang yang berbeda dengan manusia lain bisa dikatakan sebagai karunia Tuhan. Perspektif novel tersebut lahir dari interpretasi secara individu sebagai hakim karya sastra yang tercipta dalam bentuk sains sastra. Maka pada tahun 1950 para DII/TII merasa bahwa bagaimana mungkin manusia bisa hidup yang tidak selaras dengan budaya serta ada penyimpangan yang dilarang oleh agama yaitu Islam, sehingga DII/TII merasa akan menjadi orang paling benar sehingga harus bisa memberantas orang-orang seperti Bisu yang dianggap akan menjadi biang malapetaka. Sehingga pengajakan untuk masuk agama Islam dipaksa untuk membaca sahadat, dan jika menolaknya akan diasingkan ke hutan berbulan-bulan untuk bisa meninggalkan budaya tersebut, dengan tujuan budaya itu harus dibinasakan, karena hidup tersebut menjadi larangan keras terhadap menyukai sesama jenis. Itu gambaran sekilas dalam buku "Tiba Sebelum Berangkat karya Faisal Oddang". 

Salah satu peserta mengatakan dengan tegas walau tidak pernah baca tersebut. Ia mengatakan "Buku yang dibahas kali ini bisa dikatakan karya sastra yang kontemporer, sebuah proses penulisan di mana penulis hidup dimasa sekarang namun tetap mengangkat hal yang ada di masa lalu, tidak menutup kemungkinan memberikan kontribusi di masa akan datang". Mahasiswa tersebut masih semester satuu, namun dalam menggiati sastra selalu ingin tau dan merasa terus lema perlu belajar, nama mahasiswa tersebut Dani. 

Tatkala detik demi detik telah berlandas dan tanpa terasa tidak sadar perbincangan tentang sastra menarik. Dibuka dengan sebuah pemahaman itu, akan membuka cakrawala manusia dalam hidup sebagaimana keragaman hidup di Indonesia sangat beragam, yang menjadikan kita sebagai warga negara Indonesia bersyukur memiliki keberagaman dari budaya, gaya hidup dan bahkan cara memanusiakan manusia. Sastra akan membuka manusia ketika senantiasa membaca hasil karya-karya sastra, khususnya dalam sasatra yang berbasis sejarah. 

Kegelisahan seorang arkiolog akan menjadi dilema, ketika menulis karya sastra bukan hanya bertujuan untuk berjaya dan merdeka dengan karyanya, namun bagaimana budaya dan sejarah akan menjadi nilai edukasi yang dapat disampaikan dengan cara sederhana. Bahkan sastra sebagai dasar manusia berjaya dengan dirinya berdasarkan dengan perjalanan manusia mempu membenturkan dengan dirinya, menciptakan khasanah baru dalam kesusastraan.

Dalam Diskusi tersbut, membahas dengan luas adanya problematika kesusastraan di Indonesia. Khususnya dalam karya-karya sastra yang sudah tidak menjadi kegemaran para generasi bangsa, bisa dilihat dari hobi gemaran generasi bangsa Indonesia. Hoby bermain tersebut bisa dikatakan sebuah hobi terakhir, tanpa disadari dampak postif dan negativnya. Sehingga karya sastra hanya menjadi sebuah kajian yang dirasakan sesama pegiat sastra. Keberhasilan dalam memahami sastra bukan hanya pada taraf manusia memahami dunia fiktif namun bisa menjadi fakta dalam membangun realitas membuka cakrawala baru ketika kata, bahasa, dan cita-cita kesusastraan menjadi cita-cita besar dalam membangun cita rasa manusia berharga atas dirinya tercipta dari nalurinya. 

Pemberontakan manusia dalam mebangun fakta menjadi fiktif sebuah kreatifitas luar biasa dalam berkarya, sebab realita manusia akan menjadi hal luar biasa namun akan menjadi lebih berharga ketika sebuah realita menjadi rasa berharga ketika sastra menjadi sandaran manusia dalam berkarya. Cita-cita akan menjadikan kata bermakna atas segala rasa cita-cita penulis dalam kesusastraan menjadi lapangan atau panggung dalam memahami dunia dan penciptanya. Serta manusia bisa memahami fungsi dan posisi manusia.


Minggu, 23 Desember 2018

Kado Kepada Dosen



"Berkarya adalah cara kita dalam jurusan bahasa dan sastra Indonesia, karena bahasa adalah alat kita dalam bercerita dan sastra sebagai wadah kita dalam berkarya, jika ada seorang dosen dengan teori dan  cara dipaparkan dan dirinya belum bisa memberikan bukti: dosen tersebut akan memberikan sebuah dedikasi klise tanpa disadari"

Ada dosen selalu menjabarkan kepada saya sebagai mahasiswa dan menyuruh mahasiswa dalam berkarya, sedangkan dirinya masih berada dalam taraf pengalaman bukan pengenalan dalam karya dalam bentuk cetak (menjadi buku). Semua serasa menjadi cara terbaik ketika menyuruh ke mahasiswanya. Sedangkan psikologis mahasiswa pandai dalam berpikir mereka akan berkarya ketika seorang dosen tersebut memiliki karya juga, dorongan psikologis mahasiswa tidak perlu diucapkan kepada mahasiswa tanpa disadari mahasiswa yang serius dalam berkuliah akan menemukan dorongan tanpa disuruhnya, dengan melihat hasil kerja dan bukti auntentik seorang dosen dalam berkarya.

Seorang dosen tidak akan dilawan intruksinya oleh mahasiswa karena masih menganggap kalau dirinya masih muridnya sebagai abdi kepada seorang gurunya. Karena masih mengharap barokah kepadanya, sebab guru yang bisa memberikan dan menjabarkan sebauah pemahaman agar muridnya bisa mengetahuai apa yang belum dipahami, guru jasa paing besar dalam pengetahuan kita. Pada saat berada di perantauan seorang guru mewakili orang tua kita sebagai mahasiswa. Apalagi dosen crewet kepada mahasiswa bukti dosen tersebut peduli kepada kita, serius dalam mendidik. 

Beberapa hari lalu pada saat semester II kuliah saya melakukan diskusi dengan beberapa mahasiswa. Khususnya mahasiswa yang satu jurusan yaitu jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Ada salah satu mahasiswa bertanya: "ketika kita diajar oleh seorang dosen yang sudah memilki karya, bagaimana perasaan kita sebagai mahasiswa?", dengan cengengesan salah satu teman namanya Rahmat menjawab "tidak ada pengaruhnya hehe". Namun salah satu teman mahasiswa yang anaknya sangat pintar dalam kelas namun motivasi belajarnya kurang, serta dukungan dari lingkungan tidak ada, larinya menjadi orang yang jarang masuk dan menghitung jatah masuk dalam perteuan dalam setiap mata kuliah yang ditempuhnya. Ia menjawab dengan baik "Saya lebih senang diajar oleh seorang dosen yang telah memiliki buku (karya sendiri), lantaran dengans seperti itu meyakinkan dan memantapkan kita dalam belajar dalam kelas, tanpa ada bahasa untuk memberikan intruksi saya akan ternspirasu dengan pembelajarannya, karena sudah yakn dosen tersebut berkompetn!" ujarnya mahasiswa tersebut. 

Saya sebagai mahasiswa yang selalu ingin tahu, lantaran memang tidak tau apa-apa mengenai hal bahasa dan sastra Indonesia. Ada benarnya apa yang dikatakan mahasiswa yang kedua tersebut, ketika saya membaca buku dalam hati ketika menemukan hal yang berarti dan pengetahuan baru dalam harti berkata mengapa sangat bagus si penulis buku ini. Jawaban itu setelah saya membaca buku salah satu karya dari dosen fakultas hukum, saya selalu baca karyanya di kooran-koran sangat tidak diragukan kopentensi dosen tersebut, menurut saya ia telah memberikan dedikasi tanpa disadari kepada mahasiswa lantaran karya-karyanya. 

Namun semua itu bertolak belakang dengan apa yang ada jurusan saya. Dosen semuanya memberikan pelajaran teori dan praktik namun mengapa tidak pernah ada sebuah bukti karya yang ditemukan dalam perpustakaan pusat dan perpustakaan setiap fakultas, khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikn (FKIP), padahal seorang dosen dan mahasiswa seharusnya produkttif dalam berkarya, mengapa belum ditemukan buku-bukunya. Kalau dilihat dari mata kuliah kita kita belajar bahasa dan kesustraan di mana kita mampu menuliskan dan dituntut berkarya sebagai mahasiwa disetiap tahun satu karya dalam kelompok atau individu, sebagai bukti dan cara mengarsipkan sebuah aset negara dan mencatat setiap kebudayaan setiap wilayah. 

"Karena dengan karya manusia bisa berjaya, jika tidak hari ini maka hari akan datang, hal tersebut menjadi bukti bahwa sastra dan bahasa bukan sebagai jurusan yang mampu mendidik (menjadi guru), namun akan menjadi seorang pendidik melalui dunia literasi yaitu berkarya: mengapa berkarya bisa dikatakan pendidik karena sebuah karya akan memberikan pelajaran kepada pembaca secara berevolusi, akan membentuk manusia dari dalam secara bertahap". 

Saya beberapa hari lalu melakukan observasi ke beberapa dosen, yang suka menulis dan berkaraya, banyak yang telah memiliki buku dalam proses dan buku nonfiksi tepatnya dan memang tidak terlalu dipahami oleh mahasiswa dan tidak terlalu digemarinya. Saya hanya fokuskan pada karya sastra (fiksi), yang suka menulis puisi dan cerpen dan mereka menulis hanya ada dalam Sosemed-nya saja dari itu dalam hati terketuk sebagai abdi kalau saya harus mengumpulkan karya-karya dosen tersebut sebagai bukti dan bagaimana saya bissa belajar kepada karyanya. Dengan sengaja dan tanpa sepengetahuan dosen tersebut, saya menuliskan karya-karyanya yang ada di facebooknya. Saya jadikan jadikan antologi puisi.

Dalam benak saya akan menghadap ketika nanti sudah rampung kumplan puisi tersebut. Karena kegelisahan saya atas dasar apa yang pernah dirasakan oleh mahasiswa yang nercerita ke saya pada saat semester II, setelah saya analisis ada benarnya secara defakto mahasiswa akan lebih terdorong dengan sorang dosen yang memiliki sebuah karya. Apalagi dalam memberikan atau menyampaikan pada saat belajar akan berbeda ketika memnggunakan buku orang lain. 

"Kartini tidak mengajarkan apa-apa secara langsung, namun dengan pemikirannya yang ditunaikan dalam sebuah karya ia menjadi seorang perempuan hebat dan pemikirannya menjadi acauan para perempuan di Indonesia, maka Soekarno menjadikan ia sebagai tokoh dan pahlawan di Indonesia lantaran sebuah pemikirannya yang hebat" 


Pikiran lebih mahal daripada sebuah tindakan, namun pemikiran dan tindakan akan lebih muliah tatkala kedua bisa dirasakan manusia.
sebuah pikiran akan mempengaruhi manusia lain ketika sudah dalam bentuk karya,sehingga tindakan akan menjadi pilihan manusia dalam menyesuaikan apa yang terjadi dalam zaman dan waktunya, jika pemikiran akan dibenturkan dengan sebuah keadaan manusia lain apa yang terjadi pada dirnya sebaimana manusia bisa membuka dengan cara-caranya sendiri dan pemikiran orang lain sebagai refrensi. 

Kabar Buruk

Dalam hidup manusia hanya ingin memiliki takdir yang baik. Semua kehidupan selalu memiliki konsep bagaimana manusia bisa mencipta apa yang dapat ia terima dalam dirinya, yang mampu berdamai dengan keadaan di mana ia bisa menjadikan dirinya lebih berarti dari yang dicari. Bukan hanya sekedar mencari namun bagaimana dirinaya bisa merasakan apa yang bisa dinikmati oleh manusia lainnya.

Lapu-lampu kota gemerlap terlihat terang. Di sini masih saja dalam keadaan yang tenang, menerima serta masih saja seperti manusia biasa, keluarga yang seharusnya bahagia dengan cara-cara perjuanganku, sudah tiga tahun ini aku masih dalam keadaan yang teramat sepi, tanpa arti baginya, Matahari tetap memberikan sebuah fungsi namun diri ini masih saja dalam keadaan yang masih jauh kata berarti, dari diri ini dan orang lain.

Kabar itu membuat hari semakin redup
Senin tak terasa
Selasa tak memiliki masa
Rabu hanya mebuat kita semakin rindu
Kamis hanya mengemis cintanya
Jumaat hanya seasaat mengungat
Sabtu hanya menunggu kapan ibu iba
Minggu hanya tempat mengadu tatkala libur sekolah kepada bapak

Tetangga itu mengirimkan salam kepadaku dan kepada adek-adekku, kalau ada kabar dari Bandung tentang seorang Ibu kalau ibumu sudah tiada, reaksiku bukan ada dalam mataku yang harus mengalirrkan air mata namun pukulan hati paling dalam. Diam merenungkan apa yang telah menjadikan misi saya dalam menulis serta membanggakan dengan caraku tambah semangat.

Menulis tentang semua apa yang pernah dijalani sebagai cara bagaimana, nanti akan menjadi cerita dalam mengenang sejarah. Sejarah yang mampu membuka segala hal belum diketahui mengenai setiap langkah ketika arah tidak menemukan arahnya, serta cara mampu dibenturkan dengan cara-cara sendiri sebagai refrensi dirinya dalam memperjuangkan, mengapai kemerdekaan dengan mendasari sebuah kedekatan speritual sebagai tujuan akhir manusia yang nantinya bisa menjadi manusia berharga atas dirinya dan orang lain.

Kabar buruk "Ketika kematian seorang yang dirindukan belum pernah ditemukan dalam hidupnya dan hanya hidup rasa paling dalam, akan menjadi kesengsaraan dalam kenangan, akan bahagia dalam doa yang paling klise".




Kamis, 20 Desember 2018

Serasa Semua Asing tapi Mengagumkan

Tatkala hari ini tiada paling berarti dalam langkah, semua serasa asing keadaan kadang menjerumuskan saya pada sebuah cara tidak selaras dengan jiwa. Keadaan yang ingin selalu berdamai dengan keadaan sepertinya saya harus melawan semua itu untuk bisa berkata dan menuliskan tentang itu semua. Berkata bukan untuk mengggurui atau sekedar bercara semua serasa asing dan bisa saja dalam setiap bahasa itu belum bernah terjadi pada dalam diri sehingga hanya menjadi bahasa dan kata yang muskil dalam diri, menulispun seperti itu terkadang kehilangan inspirasi serta tidak menemukan alur bagaimana menulis dan apa yang harus saya tulis, menulis kehidupan dan mencatat setiap hari-hariku tidak menarik, terlalu indah hidup Hellen Killer dalam kesehariannya penuh dengan ketidak selarasan dengan keadaan namun ia tidak pernah berdamai dengan diirnya: andai itu bisa menjadikan hidup yang dituliskan akan menjadi hal menarik. 

Hari ini tepatnya saya dan teman-teman kelas VB di jurusan saya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), melakukan aktivitas mata kuliah pratik drama teater, tepatnya hari ini sangat melelahkan lantaran sudah dua hari ada di dalam kampus untuk mempersiapkan pementasan drama teater. Saya mahasiswa yang bisa dikatakan numpang, saya bergabung dengannya karena mata kuliah tersebut sesungguhnya sudah saya tempuh berhubung dengan keadaan pada semester lalu saya melakukan sejarah paling saya kenang dalam kehidupan selama perjungan di dunia pendidikan. Saya harus cuti kuliah, lantaran keputusan ini menjadi keputusan terberat ketika saya harus menjalani dengan tanpa beban dengan rasa senyum bisa dikatakan bisa meringankan. 

Teman-teman pada banyak meninggalkan sastra, mulai dari diskusi di dalam kampus semangat merekan teaah diragukan: seharusnya dedikasi dalam kesusastaraan terus berkembang dan menjadikan kesusastraan dalam menemukan jati diri ketika ettika manusia masih dalam berada dalam tanda tanya. Saya tidak tau teman-teman kaliah banyak pada awal kuliah menggemari menulis karya sastra sebagai kompetensi dalam berkarya katanya setelah ini sudah tidak aktif' maka perlu dobrakan varu membuat nyaman dan mampu membuka dirinya lebih giat dalam langkah hidupnya.

Ketika saya harus menuliskan sebuah puisi dalam sekala malam alam menjamin tidak akan ada rasa paling dalam kecuali lahir setelah melakukan, 
Hidup ketika dipikirkan akan membosankan
Sebab pikiran hanya bagian dari mimpi 
Menulis puisi dalantaran ada kekosongan jiwa selalu menemukan diksi dalam menyusun puisi
Lahir dari makna yang ditukil dalam gemari para nabi dan bidadari.
Puisi yang jadi akan dibacakan tatkala ingin menemukan estetika sebuah karya sastra. 

Rabu, 19 Desember 2018

Melawan Kreativitas yang Berdamai Dengan Keadaan

Akhir-akhir ini saya selalu berpikir bahwa sebuah penulisan dalam apa yang saya jalani ini tidak hanya menjadi hal yang menarik. Semua itu lahir dari sebuah kritikan atas tulisan-tulisanku mulai dari tulisan opini yang dimuat di Times Indonesia dan tulisan di Majalah, semua itu membuat saya berpikir tentang bagaimana arah dan langkah saya dalam menulis, terkadang saya harus berhenti menulis untuk lebih memperbanyak baca, kadang pula harus berpuasa dalam mengiisi jurnal hasian saya karan ada salah satu teman namanya Mas Fajar, berhentilah dulu dalam mengisi catatan hariannya, untuk bisa menjadikan struktur tulisannya lebih baik lag. Salah satu dosen juga menyarankan dan memberikan tulisan-tulisan saya, hal tersebut terasa membuat bangga lantaran masih saja yang ingin memberikan masukan, agar saya bisa memiliki rasa pintar dalam setiap belajar. 

Semua setelah saya lakukan, mencoba mengisi kekosongan dengan hal positif dan melatih berpikir struktur yang baik, belajar menulis dan membaca lebih giat. Sebuah proses kreatifitas dalam diri masih saja belum terbukti, saya bealajar menulis puisi ada yang panjang ada pula yang pendek, semua masih dalam kategori roman yang dipuisikan. Mata mulai sadar, keadaan sangat mengungkung untuk bercadar untuk bisa membawa bukan hanya sekedar, namun bisa sadar dengan semua bacaanku, menghantui setiap gerakku, semua sserasa mencoba mendewasakan semua itu dengan kata-kata dan bahasa, dilahirkan dari sebuah proses berpikir serta membentuk kreatifitas diri. 

Kekerasan dalam keinginan terkadang memiliki kelemahan ketika harus mengorbankan kepentingan primer, sedangkan sekunder menjadi hal utama, semua membuat saya lebih tidak bisa apa-apa, apa karena saya terlalu serius atau memang ada kesalahan dalam proses belajar, namun semua saya mencoba memaksimalkan itu semua, menuliskan sebuah karya orang lain dan akhir-akhir ini saya menggarap puisi dosen saya, ketika ditanya mengapa harus dikerjakan puisinya, sempat berpikir dan apakah itu akan menjadi penghambat dalam proses belajar. Semua dilakukan tanpa melakukab berpikir panjang, saya lakukan dengan caraku dan bagaimana hal tersebut memberikan dampak baik dalam diri saya dan orang lain. 

Setelah saya  lakukan itu semua, serasa masih penuh renungan panjang dan langkah apa lagi harus dilakukan, menulis adalah cara bagaimana menemukan hal baru dan bisa menjadikan saya senang, semua itu lahir ketika awal kuliah, kalau bisa diakatakan latar belakang menulis tidak ada semua lahir karena dengan sendirinya tanpa disadari namun menyadari. Semua perlu proses panjang saya harus banyak belajar baca serta bisa meminta masukan ke teman-teman kampus teman diskusi di PPMI Kota Malang, semua serasa cepat namun belum bisa apa-apa atas proses itu ecara signifikan dirasa dan mampu mencipta secara sempurna. 

Beberapa hari ini batin dihadiri rasa dilema menulis serasa kehilangan gairah apa yang harus saya tuliskan. Semua keadaan tidak ada yang menarik, saya juga menulis keadaan sebagai cara bagaimana saya bisa menemukan hal yang baru dan mampu membuka cara, mungkin saja dengan sedikit aktivitas kerja saya lakukan untuk bisa mengembangkan segala hal untuk bisa lakukan dengan menulis, dengan proses menulis saya melakukan membca banyak buku, mulai dari Ernest Hemingway, Iwan Simatupang, Usman Arrumy, Faisal Oddang. serta buku sastra lainya sebagai bentuk kebutuhanku dalam kesearian yang menjadi pilihan dan banyak lagi belum banyak pula saya selelsaikan dengan tuntas. 

Teman-temanku pada menanyakan tentang buku-buku yang saya tulis, menggap saya sudah pintar, saya hanya menjawab menulis bukan karena pintar namun karena memang saya tidak tau apa-apa makanya menulis dengan seperti itu ketika menulis saya selalu mencoba mencari tau yang bisa saya lakkan dan menemukan refrensi dalam kepnulisan sehingga bisa menjadi pengethaun yang bisa membawa pada saya untuk bisa lebih baik dalam memiliki pengetuan yang memberikan nilai estetika pada kehidupan agama, negara serta kepada apa yang menjadi kebutuhan manusia. 

Akhir-akhir ini saya berpikir kemana arah tulisan ini saya berikan, mau fokus disastra atau mau fokus pada ilmiah seperti opini dan menulis puisi. Akhir-akhir ini saya menulis puisi dan mencoba menulis opini namun semua yang saya tulis akan menjadi hal pertanyaan apakah saya terlalu menggap hidup menjadi hal keharusan dalam mimpi sehingga apa yang saya tuliskan ini menjadi hal menarik namun jauh dalam realita harus dalam melakukan tindakan. Jika dipikirkan saya sangat jauh namun semua hari ini melakukan sesuai sesuai saya lakukan. 


Sabtu, 08 Desember 2018

Tiba Sebelum Berangkat

Hamba yang menghamba pada masa: dimana ia akan senantiasa memuja dirinya
Aku di sini masih saja dengan pagi bertanya tentang mankna memuja
Suasana kita berbeda: ada yang menjauh dari kata dan bahasa 
Apa yang paling dekat dari kata dan bahasa yaitu rasa

Teman-temanku hari ini mengajakku meminum kopi; memakan, makanan yang tak pernah aku rasakan selama hidup, sedangkang ada di Somalia dan Papua merasakan rasa manis yang beda dari kita: bukannya tidak ingin berkata dan berjuang namun makhluk kecil akan senantiasa membaca dan mecari berguna dalam guna bila doa akan ditunaikan padanya.

Mereka yang bersua dengan asupan makan pikirannya kesetaraan serta Marx, Pram, dan Tirto selalu menjadi pesan terakhir dalam perbincangan: sehingga persoalan hanya menjadi pembahasan kompleks namun sebagai kaum muda hanya bisa berencana tanpa memaksa dalam lapar mampu bertahan, jika bertahan mungkin saja akan takut mati dalam laparnya. 

Aku mencoba menghatamkan sebuah buku "Tiba Sebelum Berangkat" Karya Faisal Oddang, buku tersebut menceritakan tentang budaya Makasar ditulis dengan kemasan novel bisa dikatakan sebuah karya fiksi namun tidak menetup kemungkinan melakukans sebuah riset dari beberapa buku dan literature: menceritakan tetang pebantaian DII/TII di Makasar, serta menceritakan bahwa di sana ada seorang yang memiliki kepribadian ganda bukan pria ataupun bukan wanita, dan di sana itu menjadi orang dihormati karena termasuk manusia pilihan. Yang paling berkesan bahwa di Makasar sebelum berangkat menjadi sebuah ritual setiap melakukan sebuah perjalanan. 

Semua yang menjadikan bisa bukan karena sudah kodrot manusia namun apa yang menjadi kebiasaan, serta bagaimana kita mampu meneladani serta memanfaatkan waktu mampu mempersembahkan, dunia bukan hanya sekedar berada dalam mimpi memberi sebuah nilai estetika. Manusia akan senantiasa berkata bahwa segala yang berharga memberikan cara manusia pada apa yang ada di dalam mimpinya. 

"Tiba Sebelum Berangkat"

Jumat, 07 Desember 2018

Belajarlah Pada Anak Panah

Jangan kau pernah hidup dalam karangan yang merangkai fas bunga denga estetika
Dunia sebuah pertarungan antara keberanian dan kesadaran akan segala hal
Pelajaran yang sebenarnya tidak pernah ada di dalam ruangan: bahwa kehidupan paling nyata dalam perasaan manusia dalam perjuangan hidup, di dalam bangku-bangku kuliah dan dalam ruang-ruang ber-ac mereka hanya menyontek dari hasil tulisan seorang yang besar dengan sebuah karyanya.
Sedaangkan di dalam kehidupan manusia berharga ketika manusia sudah mampu menemukan hal baru dalam kehidupannya serta mampu meluaskan pola pikirnya dalam sebuah tindakan tanpa ada sebuah ikatan dengan sebuah sistem.

Ketika saya pernah melakukan sebuah tindakan yang sangat besar dengan cara harus ke luar dari kota Malang, di mana tempat saya belajar banyak hal mulai dari kelas dan di luar menemukan hal-hal yang belum saya temukan dalam pelajaran yang paling berharga mampu menyelesaikan di dalam dirinya. Saya harus mengambil keputusan sangat besar dan berat lantaran harus cuti kuliah.
"Anak panah lebih melesat kencang lantaran ditarik kebelakang"

Dalam pabrik di situ saya belekerja di PT. Siantar Top daerah Sidoarjo tepatnya di Geddangan. Bekerja di bagian posisi yang menurut saya sangat beruntung karena posisi ini sangat diharapkan banyak rang. Posisi sebagai penghitung barang finis good setiap hari menghitungnya, ketika berjalannya waktu saya menemukan banyak hal dari kehidupan saya yang berada di dalam kelas: teman-teman kerja banyak bertanya tentang pendidikan saya tidak pernah bilang kalau saya lagi berkuliah, dan hari ini kerja bikan untuk bertujuan sementara, secara maksimal saya mencoba memaksimalkan dengan baik.

Kamis, 06 Desember 2018

Pikiran Lebih Mulia Daripada Tindakan

Pikiran lebih mulia daripada tindakan namun ketika pikiran itu mampu diterima dan diamalkan oleh orang banyak. 

Desember 2018 tidak terasa sudah beberapa saya di Malang ini. 
Musim yang tetap dengan hujan setiap bulan desember: entah apa bedanya dengan tahun-tahun sebelumnya, mungkin langit-langit dan awan tetap berada di atas kita. Namun semua akan berbeda dengan sebuah suasananya. Bulan ini sangat banyak hal dalam keadaan sosial yang menjadikan saya untuk berpikir mengenai segala terlahir dengan sebuah pengetahuan. Walau kadang diriku tidak tau bagaimana menyelesaikan adanya perpolitikan di negeri ini, bukan apatis dengan itu semua, namun diri ini belum selesai dengan diri ini, namun perpolitikan semuanya tidak memiliki nalar baik semuanya membela dengan dasar fanatik bukan sebuah prinsip. 

Desember ini hujan semakin deras, kalangan mahasiswa yang seharusnya menjadi kalangan yang berssih dalam perpolitikan yang tidak sehat, kadang hal itu masuk pada ranah-ranah kampus, sebab dasar membangun sesuatu bukan sebuah proses berda di dalam kampus. Ada beberapa yang bisa menetrallisir semua itu, kadang akademisi nalarnya mempertahankan dirinya untuk mencapai apa yang menjadi mimpinya. 

Teman-teman Pers Mahasiswa menurutku masih berada dalam koridornya menjaga idealismenya namun  terkadang masih belum memberikan sebuah dampak yang positif dalam mengubah, namun dalam inisiatif semuanya saya masih nyaman dengan mereka. Namun yang sayangkan bagaimana nanti Pers Mahasiswa menjadi wadah edukasi yang bisa di komsumsi masyarakat bukan hanya pers kampus saja. Jalan yang baik dalam sebuah arah luas dan mampu mendedukasi. 

Semakin banyak yang bisa dilakukan hari ini semakin sempat dalam memperluas segala tujuan, terkadang segala hal akan memberikan sebuah tawaran baru, entah kapan bisa memaksimalkan semua itu tidak akan pernah terjadi ketika semua mausia hanya bisa merencanakan, ketika saya mencoba menuliskan namun kadang berpikir kapan saya akan bisa mengimplemintasikan apa yang telah menjadi konsep. Rencana itu lebih mulia daripada tidak memiliki cita-cita, namun cita-cita lebih berharga tindakan; bisalah kita belajar pada Kartini ia tidak pernah melakukan perang melawan Belanda namun sebuah pemikirannya yang sangat pas dengan masyarakat dan masyarakat mampu meerima apa yang ia pikirkan sehingga dapat diamalkan olehnya. 

Rabu, 05 Desember 2018

Sebuah Pemikiran Harus diasah agar Terarah


Hari ini ada yang menawarkan kepada saya dan menanyakan mengenai demokrasi yang cacat di kampus: mahasiswa yang adek tingkat dari saya itu, baagaimana kak dengan demokrasi di kampus kita tidak sesuai dengan azas-azas demokrasi kita. Dia menceritakan kronologi dengan apa yang pernah dialami dalam dirinya, pada awal maba dan pada semester dua ia tidak tau mengenai sebuah organisasi, namun lambat laun ditawari dengan seorang teman perempuan, yang mengajaknya untuk beroraganisasi, kebetulan organisasi itu adalah OMEK (Organisasi Ektra). Tawaran tersebut membuatnya untuk mencobanya masuk ke Omek tersebut, berjalannya waktu semuanya terjawab dengan sendirinya dengan baik dan buruknya. Setelah semua bisa dijawab dengan sendirnya dihadapi sebuah pilihan di mana diri ini harus memilih, setelah memilih memutuskan untuk tidak ikut serta dengan Omek yang dikikutinya. Karena sadar dengan jurusan Bahasa dan Sastra seharusnya suci dari berpolitik, kalau bisa dalam jurusan sastra lebih mengkritisi perpolittikan bukan malah-malah ikut-ikutan. 

Dalam sebuah permasalahan itu mengambil kesimpulan mengapa kampus yang seharusnya menjalani sitem demokrasi suci, kita seharusnya lebih bijak bukan lebih memperkeruh kebajikan sistem di kampus. Kampus selalu memberikan ruang baik dalam mendedikasi, bukan malah mendedikasi namun hanya memberi polusi tidak baik, mengenai sistem dalam tata kampus, sehingga dalam pemilihan  presiden mahasiswa (PRESMA) tidak murni, lantaran tatanan di kampus senada dan seirama dalam latar belakang bendera. Sehingga lahirlah sebuah asumsi negativ. 

Ketimpangan dalam sebuah sistem menjadikan kita semua memiliki asumsi negativ, sehingga akan terjadi sebuah distras ke birokrasi kampus dan berkata "Mendingan jangan diberikan sebuah pemilihan jika masih saja didominasi oleh pasukan bendera", demokrasi menjadi hal yang mudah basi ketika tidak terjadi hal yang mendominasi. Akal sehat tidak disehatkan bahkan tidak dilibatkan dalam praktik-prakti yang hanya menjadi perbinjangan oleh segelintir orang-orang yang membicarakan kepentingan tanpa memperhatikan hatinya.


Selasa, 04 Desember 2018

Catatan Masa Sulit yang Tiba Setelah Berangkat

Sudah beberapa hari, akhir-akhir ini saya tidak mengisi  tulisan di blg ini: buukan karena malas atau bagaimana saya menulisnya, namun terlalu banyakhal yang harus saya tuliskan namun semua itu tidak bisa saya temukan dalam waktu yang tepat. Karena dalam keseharian saya merasakan waktu 24 jam itu kurang, entah mangapa saya merasa seperti itu, apa lantaran kesibukan terlalu menyita dalam menulis, saya masih bertanya-tanya tentang hidup ini, bagaimana saya bisa memanfaatkan waktu dengan sebuah rasa cinta yang paling dalam tanpa ada sebuah waktu yang buang sia-sia. 

Kesibukan dalam akhir-akhir sangat hingga lupa kadang baca buu, walau dalam tas selalu ada tawaran baca buku ada tiga dan empat yang bisa saya bawa dalam setiap saat, namaun kadanga tidak sampai selesai harus saya akhiri. Menulis adalah cara paling tepat dalam mengisi kekosongan, apalagi dalam menuliskan sebuah puisi, walau terkadang hanya menjadi sebuah uraian kata membentuk sebuah prosa. Menulis hanya butuh waktu paling sedikit dalam menuaikan segala apa yang ditangkap oleh naluri. 

Terkadang yang menjadi probllematika tidak selesai-selesai adalah masalah tentang diri: bagaimana bisa semua bisa dilakukan maksimal serta bisa membagi setiap waktu menemukan kreatifitas diri yang menjadi potensi diri sehingga yang kita lakukan lahir dari jiwa yang aling dalam menemukan semua hari ini hanya menjadi cara bagaimana melakukan aktivitas tidak berpacu pada tekanan, walau pada akhir-akhir ini banyak yang dilakuakn secara tekanan tidak lahir dari diri. 

Namun semua yang terjadi bukanlah hal yang amat sulit dan rumit, sebuah perjalanan adalah langkah yang pada akhrnya akan tiba suatu masa di mana semua ini akan tiba. Masa-masa paling berharga akan selalu menyelimutiku dalam nostalgia yang berharga, membahagaiakan apa yang direncakan dengan sebuah pengetahuan yang didapat bukan hanya sekedar bisa namun mampu membuka ruang baru dalam memberikan sebuah sublim-sublim mengenai hidup. 

Ada banyak hal yang saya temukan dalam masa-masa yang amat beruntung, melihat teman-teman saya yang semuanya sudah fokus pada satu kehidupannya saya disini masih diberi kesempatan bisa melang-lang buana dalam suana paling damai. Walau kadang rumit tidak dapat saya terjemahkan dalam sebuah tulisan namun semua itu dapat saya rasakan dalam nikmatnya cinta daam melakukan sebuah proses di dunia pendidikan. Teman-teman sudah pada merasakan nikmatnya hidup bersama dengan dunianya, di sini masih saja berjuang dalam sebuah keadaan yang paling dalam walau kadang kejam namun semua teratasi lantran masih saja ada suasan yang damai dalam jiwa, keos dalam keadaan. 

Terkadang ada banyak hal yang membuat kita dewasa, pernah keluar dari sebuah persoalan namun menemukan sebuah permaslahan baru; tidak akan menjadi dewasa ketika manusia hanya bisa membawa namun tidak dapat mencerna.Ada yang besar dari sebuah keadaan, ada  yang kecil dari sebuah keadaan namun semua itu terbentuk dari segala apa yang akan mampu menyikapi, semua memiliki masalah namun semua orang tidak akan mengetahui masalah yang mana akan melahirkan sebuah pengtehuan baru dalam hidup manusia.

Yang lahir dengan  keadaan kosong akan merongrong dalam kesetiaan manusia melakukan sesuatu seharusnya cara tidak baik memiliki implikasi dalam menjadikan diri pada suatu yang baru dalam menemukan hal yang menjadi berkesan dalam hidup; ilmu sebagai dasar buku dan kitab sebagai landasan dalam mendapatkan sumber pengetahuan semua akan bisa membawa pada paragraf paling sederhana dan bisa mencerna apa yang diterima dalam bentuk lakon dan laku sebagai objek akhir.

"Masa sulit tiba setelah berangkat hal yang sudah biasa dan wajar dalam hidup"