Sabtu, 31 Maret 2018

JASMERAH

pixabay.orang-orang


Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengolahan pemahaman. Sejarah adalah silsilah, asal-usul, riwayat, sejarah ibarat kaca yang tidak pernah untuk dijaikan refleksi.
            Menoleh kebelakang sejenak kerena pelajaran terbaik adalah belajar pada yang telah terjadi, mengingat apa yang pernah dilontarkan secara tegas oleh pidato terakhir putra sang fajar proklamotor kita Bung Karno, dengan pidatonya yang dikenal pidato JASMERAH, pada Hari Ulang Tahun (HUT) tanggal 17 Agustus 1966,  bahwa banyak kesan dan pesan dalam pidatonya, yang ditekankan olehnya bahwa pentingnya sejarah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Setiap kehidupan yang ada di dunia ini mempunyai sejarah yang nyata, entah itu sejarah buruk dan sejarah yang baik, mengacu pada paradigma hidup, yang termasuk dalam sejarah pelajaran yang terarah ialah sejarah (reflection history).
            Semua yang terjadi dalam dunia ini pasti ada disejarah, bahwa dalam hal ini sebagai insani (manusia), merenungkan betul-betul perkara-perkara yang ada di dunia ini, bahwa sebab dan akibat adalah tidak akan dipisahkan dari Undang-undang Dunia, kita hidup di dunia Tuhan memiliki tujuan hendak menjadikan Khalifah di Bumi,(Al-baqaah,28) itu sebab Tuhan menciptakan dunia dan seisinya tidak semerta-merta, namun semua yang terjadi pada sejarah ini ada sebab dan akibatnya. Belajar terbaik bukan dari guru yang terbaik, numun dari pegalaman sejarah yang terbaik, maka kesempurnan belajar, belajar pada sesuatu yang telah terjadi karena yang terjadi tidak pernah membohongi, masa yang akan datang hanya cita-cita angan-angan semata masih belum memberikan bukti. Menginagat pada saat era orde lama Indonesia mengalami sejarah yang kelam buruk tahun 1965 yang di kenal G30S, yang sangat menjadi mimpi buruk negeri ini, di mana bangsa kita memiliki kenangan sejarah yang tidak akan terlupakan semasa hidup bangsa kita, itulah sejarah bangsa ini, apa tidak ada sebab dan akibatnya hal ini seperti ini, dalam menanggapi setiap kejadian harus menganalisa dengan beberapa pandangan agar tidak mudah untuk mengkafirkan orang lain, dan setiap kejadian itu Tuhan pasti memiliki rencana yang indah, akan ada hikmah dibalik kejadian, ketika memiliki banyak refrensi paradigma.
            Dalam hal ini banyak hal yang patut dielajari secara seksama dari sejarah, belajar sejarah yang terarah, bukan hanya akan mengetahui apa yang telah terjadi dimasa lampau, banyak pelajaran hidup yang dapat direnungkan dan di implemintasikan dalam kehidupan yang sekarang, akan balance (seimbang), ketika membentuk negara yang sejahtera ini maka tidak menutup mata kita untuk belajar pada sejarah, Sultan Hamid Khan II Turki hal ini berkaca kepada sejarah, masyarakat yang memang mampu menikmati hasil kerja pemerintah bahwa hak-hak yang memang betul-betul dapat menikmati rakyat, refleksi pada masa yang terjadi, rakyat merasakan apa nikmat negera ini yang ada pada rakyat, dan rakyat dapat menerima semua yang dilakukan orang atasan-atasan yang menjadi wakil rakyat, melakukan hal yang pasti kebenaranya untuk rakyat, maka hal ini kita semua patut belajar pada sejarah yang mana sejarah yang telah membuktikan kalau negara kita pernah mengalami kesejahteraan, dan rakyat pada masa itu tidak pernah menuntut ketidak adilan tentang hak-hak kewajibannya, karena sudah merasa terpenuhi. Pada era orde lama pemerintahan Soekarno-Hatta dianggap sukses, karena rakyat sudah memenuhi hak-haknya dan kewajibanya yang selaras untuknya, walaupun semua itu tidak dapat menerima, tapi sudah berjuang untuk rakyat.
            Dalam belajar yang terbaik, bahkan butuh pembelajaran yang telah terjadi dalam hal-hal yang baik pula, dan dipelajari dengan baik oleh sejarah, apa yang telah menjadi jalan hidup yang lurus pasti, karena sejarah tidak pernah berbohong, ketika sejarah tidak dibohongkan. Menurut bukunya dalam buku Demokrasi Kita Wakil Presiden pertama kita Muhammad Hatta, Demokrasi kita, Demokrasi Politik dan Ekonomi. Dalam hal ini yang akrab dengan sebutan Bung Hatta, menganjurkan belajarlah dari pengalaman dan pengalaman itu bagian dari sejarah, beliau menulis dalam bukunya Demokrasi Kita. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari Benua Barat, dan bersendi pula kepada susunan masyarakat desa di Indonesia yang asli, kita tidak dapat mengemukakan kedaulatan rakyat yang lebih sempurna sebagai dasar pemerintahan Republik Indonesia, kepada rakyatlah kita kembalikan semua untuk mencapai sebuah impian negara ini, sehingga yang pandai merenungkan semua yang ada di rakyat implemintasikan dalam kenyataan ini, dengan refleksi sejarah.
            Dalam hal ini dapat mengambil setiap pembelajaran dari masa yang telah terjadi untuk dijadikan acuan dalam menjalani hidup, yang merdeka bagaimana sejarah telah membuktikan jika hidup itu memiliki cermin, dan cerminan hidup ada di sejarah, karena cermin itu tidak pernah berbohong. Menciptakan sesuatu yang menjadi langkah lebih baik, maka kmbalikanlah semuanya pada alur sejarah kita, dan renungkan setiap kejadian untuk dijadikan refleksi dan implemintasikan dalam hidup. Sehingga tercipta sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah terjadi, tidak mengulangi sejarah yang telah terjadi, sehingga mengukir sejarah baru dalam hidupnya, ketika melakukan sesuatu untuk orang lain akan berkaca pada sejarah yang mempunyai education (pendidikan) yang terarah untuk semua yang merasakan dan menikmati sejarah dengan paradigma yang luas untuk menerapkan dalam hidupnya.
            Hidup itu belajar, kita hidup ini memiliki sejarah setiap individu, yang akan dapat diceritakan kepada orang lain terutama anaknya, agar anak tersbut kelak memiliki komitmen paradigma yang telah dialami oleh orang lain terutamana keluarganya, sehingga paradigma seorang anak itu tidak memiliki ruang untuk mengulangi kejadian-kejadian yang telah dialami oleh keluarganya, sehingga seorang anak memiliki paradigma yang lebih luas untuk tidak pernah mengulangi sejarah, maka dengan itu terciptalah ukiran sejarah baru dari seorang yang mampu mempelajari sejarah, dan sehingga selalu berusaha untuk tidak akan pernah mengulangi sejarah yang menurutnya kelam. Belajar bukan hanya yang ada di dalam kelas belajar yang baik itu dari pengalaman yang terbaik, sejarah yang terbaik bukan hanya memahami kejadian di masa lampau, setiap kejadian itu harus bisa menganalisa sebab dan akibat setiap sejarah tersebut, dan memahami bagaimana cara mendekati sejarah yang baik, untuk menerapkan dalam masa yang akan datang.
            Menjadi refleksi mengapa keluarga kita tetap seperti ini, tidak ada perubahan Bapak saya petani, yang tidak berkembang hanya cukup untuk dimakan, karena Bapak tidak sekolah dan tidak memahami bagaimana bercocok dengan baik, bagaimna merawatnya tanamannya, itulah sejarah bagaimana untuk belajar untuk mengubah jalan hidup berkaca pada sejarah yang nyata.
            Dengan hal ini semua harus mampu merennungkan setiap apa yang terjadi banyak pelajaran hidup yang terarah, dari sejarah untuk menjadikan sebuah refleksi melakukan tindakan yang positiv untuk selalu berusaha mengukir kembali sejarah yang telah terjadi, dengan memahami sebab dan akibat yang pernah dilakukan oleh sejarah, pelajaran dalam sejarah yang terbaik, memberikan sebuah paradigma baru ketika semua yang telah dipelajari sebab dan akibatnya dipahami, dengan refleksi sejarah yang telah terjadi sehigga dapat memilah dan memilih setiap cara untuk mencapai sebuah tujuan yang mengaca pada sejarah.(*)

Senin, 26 Maret 2018

Ngaji Ringan Fungsi Mahasiswa



Setiap kejadian hari ini akan menjadi sejarah dan akan menjadi peradapan, peradapan tercipta dari sebuah realita yang melahirkan sejarah oleh para pengarah dan penikmat sejarah. Pengethauan akan bisa dirasakan melalui dengan ilmu. Untuk tidak sesat dalam menkaji sejarah maka dasar penghakiman ada pada ilmu. Pengetahuan belum tentu ilmu, ilmu sudah tentu adalah pengetahuan itulah kehidupan menemukan, merealisasikan, maka peradapan akan selalu berjalan hidup dalam diri manusia mengikuti siklus keadaan dunia.
Diskusi yang dilaksanakan oleh mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang (FKIP-UNISMA). Meberikan edukasi baru untuk memahami apa arti dari ideal sebagai mahasiswa, serta bagaimana cara mahasiswa bisa berpikir untuk memperluas bisa menyampaikan sebuah gagasan yang bisa diterima oleh orang lain. Akan tetapi berbicara, memiliki gagasan, bukan menjadi tolok ukur mahasiswa sebagai mahasiswa sudah memberi sebuah fungsinya.
Banyak hal yang tidak dipahami dari arah Tri Dharma pendidikan, ada yang sadar akan Tri Dharma namun belum bisa melakukannya, serta ambiguitas langkah tanpa mengetahui elmen. Salah satu mahasisa semester VI tidak tahu menahu apa itu Tri Dharma, “aku tidak pernah tahu tentang itu, apalagi berbicara fungsi mahasiswa”. Semua itu sebagai bukti bahwa ketidak berhasilan sebuah perguruan pendidikan dalam menerapkan dasar-dasar dan pendidikan karakter, sehingga sikap kritis dewasanya tidak ada dalam masa mahasiswanya.
Keberanian dalam menuangkan gagasannya itu tidak memiliki mental, dikarenakan memang sangat rentan dengan tidak membaca, sehingga kecerdasaan dalam menumbuhkan keberanian dalam menuangkan gagasanya sama halnya tidak memiliki landasan dalam dasar-dasar sehingga sangat dangkal tidak memberikan pengetahuan secara konsetual. Revolusi mental yang terbangun harus dari dalam, untuk bisa menumbuhkan keberanian butuh proses membenturkan hati lebih intens dan perjalanan panjang.
Cara yang sudah dipersembahkan oleh pemerintah itu, senantiasa sudah dianggap sempurna, sehingga sebuah aturan yang telah dipastikan sudah memuakan kebijakan pada kebijaksanaan. Segala keadalian kadang semua itu bersifat apriori dari sebuah realita, hanya bahasa dari sekelompok manusia yang berusaha untuk bisa akan menciptkan bahasa dari sebuah cara yang berorientasi pada realita manusia. Sehingga sebuah cara manusia selalu hidup dan menghidupi manusia lain.
Siklus hanya berputar dengan hittah dan manusia bergerak dengan fitrahnya, sehingga manusia senantiasa menjadikan sebuah bahasa dari lahir dari realita.

Diskusi Membuat Mahasiswa Berisi





Unisma Malang, Mahasiswa bukan sekedar bisa kuliah masuk kelas dan keluar kelas. Mahasiswa juga harus mampu membagi waktunya untuk bisa berkumpul dengan teman-teman sejawatnya, bukan hanya berkumpul tetapi dalam berkumpulnya bisa membuat mahasiswa berisi. Pada Jum’at 23/03/18 pukul 15:15 WIB, di ruangan kuliah C202A. Himpunan Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia (H-PBSI) Universitas Islam Malang (UNISMA), mengadakan diskusi dengan judul diskusi budaya atau yang dikenal “DISHUB”, kegiatan diskusi yang pertama itu mengangkat tema” Bangun Jiwa Tri Dharma, Pada Pendidik Era Milenial”. Dengan harapan mahasiswa bisa lebih kreatif dan kritis dalam membangun, bukan lebih diam dengan kemampuan yang dimilkii, ujar salah satu panitia “Dishub” mahasiswa semester VI Maimuna pada saat diwancarai.
Kegitan diskusi bertujuan untuk lebih mendalami apa arti dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta mendalami dan menyelami arti dengan cara mengimplemintasikan dikehidupan mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan pendidikan. Kegiatan diskusi itu juga dibuka oleh Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Moh. Badrih M,Pd, membuka dan sekaligus menjadi pemantik dalam diskusi tersebut, serta banyak harapan-harapan yang diharapkan kepada mahasiswa Prodi PBSI, kegiatan belajar tidak hanya memperbagus nilai yang ada dalam kelas, di luar kelas pun juga banyak yang perlu didiskusikan untuk memperluas peradapan dan mempererat peradapan, ujar bapak doktor muda itu pada saat menyampaikan dan memotivasi pada saat diskusi berlangsung.
Pada saat diskusi berlangsung banyak mahasiswa yang datang, pada awalnya diskusi hanya ada 10 mahasiswa PBSI, pada pertengahan diskusi berjalan 30menit Ketua Badan Ekesekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (BEM-FKIP), yang bernama Faruk datang untuk mengikuti diskusi dengan semangat. Kegiatan diskusi berlanjut itu banyak hal yang dibahas pada pembahasan diskusi, mulai dari sejarah pendidikan, terlahirnya pendidikan di Indonesia serta melahirkan sistem-sistem yang ada di Indonesia dalam dunia pendidikan. Sehingga mahasiswa diajak untuk lebih dalam memahami tentang pendidikan dan menggali tentang asal-usul pendidikan.
Term Of Refrence (TOR) yang dibegikan pada peserta yang mengikuti diskusi mengajak mahasiwa akan aktif dalam diskusi uktuk menjadikan refrensi ketikda diskusi berlangsung. Dengan adanya TOR maka diskusi akan mengarah pada sebuah fokus pembahasan, karena keterbatasan pemahaman tentang Tri Dharma serta bagaimana mahasiswa bisa melakukan tugas sebagai mahasiswa. Sebagai mahasiswa yang memiliki sebutan agent of change dan social control. Jalannya diskusi terlanjut ada beberapa argumen-argumen mahasiswa dengan pandangan-pandangan tentang mahasiswa di era milenial.


Jumat, 23 Maret 2018

Membangun Jiwa Tri Dharma, Pada Pendidikan Era Milenial



TOR
Term Of Reference
A.    Latar Belakang
Dunia tidak akan pernah menghapus sejarah dari peradapan manusia yang terjadi pada tanggal 06 Agustus 1945, tepatnya pukul 09.15 pagi waktu Tokyo. pesawat pengebom B-29 Enola Gay, yang dikemudikan oleh Paul W. Tibbets, terbang di langit Hiroshima Negara Jepang. Tragedi pengeboman oleh tentara Amerika pada kota besar Horishima dan Nagasaki, mungkin masih menyisakan luka sejarah bagi warga Negara Jepang. Berikisar dari 220.000 rakyat meninggal akibat meletusnya bom berkuatan 15.000-20.000 ton TNT dan radiasi yang diperkirakan akan membutuhkan 50 tahun. Sehingga pada perang dunia II, Jepang terpaksa menyerah.
Warga Jepang terluka dengan tragedi 06, Agustus 1945. Terselamatnya Caisar Hirohito pasukan perang, memiliki inisiasi untuk memerintahkan semua jajaran pemerintah Jepang yang tersisa. Insiatif ini bertujuan untuk mendata beberapa sisa tenaga pendidik “Guru” yang masih hidup. Dari sisa tenaga pendidik itu, Caesar Hirohito dan pemerintah Jepang menyimpan harapan besar untuk bangkit, dengan bertumpu harapan pada guru yang selamat. Sehingga pada akhirnya Negara Jepang berhasil dan terbangun dari keterpurukan. Keluar dari keterpurukan pada akhirnya hari ini bisa dirasakan sendiri oleh dunia, bahwa Negara Jepang menjadi raksasa industri. Artikel sejarah diambil dari naskah yang dituliskan Chun, Clayton K S. 2008. Japan 1945: From Operation Downfall to Hiroshima and Nagasaki. Oxford: Osprey Publishing.
Semangat, dan betapa pentingnya pendidikan, memberikan bukti bahwa perkembangan sebuah negara, serta perkembangan manusia itu sendiri bersentral pada dunia pendidikan. Akan tetapi bukan hanya pada atribut pendidikan namun tenaga pendidik memiliki peran aktif. Sehingga dalam dunia pendidikan akan membuka ruang untuk memberikan kebebasan pada manusia, untuk memilih. Sehingga manusia sadar serta dewasa akan terbentuk kesadaran dari dalam. Menemukan kerangka berpikir yang visioner dengan dasar-dasar yang didapatkan di dunia pendidikan. Maka semangat seorang pendidik seharusnya terbangun dari kesadaran sangat tinggi yang dewasa. Dengan sadar kedewasaan manusia untuk merumuskan tata cara dengan cita-cita diri yang dibawa, tidak hanya bisa merayakan secara individu, namun senantiasa memperhatikan lingkungan dan bagi nusa dan bangsa.
Revolusi Mental Hari ini
Pemerintah sangat gencar dan menekan bahwa dunia pendidikan harus mengubah kerangka berpikir rakyat Indonesia dari dalam. Sehingga terlahirlah “Revolusi Mental” yang diharapkan oleh bangsa hari ini, khususnya dipemerintahan Pak Jokowi ini. Untuk menjaga dan memperkuat dimensi sosial yang menjadi ancaman ketika karakter mental tidak dipondasikan dengan kuat. Hubungan ini ada kaitan dengan apa yang dirumuskan oleh Bapak Pendidikan kita.
Refleksi filsafah pendidikan di Indonesia yang terlahir dari tingkat kesadaran tinggi. Semenjak bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro dengan semangat membawa kemerdekaan pendidikan pribumi berobjek membuka paradigma masyarakat Indonesia. Untuk menjadikan manusia sebagai subjek akan sadar dengan dirinya sendiri. Kesadaran tertinggi ialah kemerdekaan diri, kemerdekaan yang mutlak dinikmati oleh setiap manusia. Sehingga dengan kemerdekaan pendidikan rakyat Indonesia sadar serta dewasa untuk bisa menikmati kebebasan yang sejati dari Sang Ilahi. Sehingga lahirlah filsafah fundemental yang relevansi dengan dengan kehidupan manusia dari masa-kemasa.
“Ing Ngarso Suntolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan. Semboyannya yang paling terkenal yaitu “tut wuri handayani”.
Sehingga pada akhirnya perguruan tinggi diciptakanlah sebuah dasar-dasar yang menjadi pedoman disetiap instansi kampus yang ada di Indonesia, yang dikenal dengan elmen “Tri Dharma Perguruan Tinggi”. Sehingga dasar-dasar yang ada dalam perguruan tinggi tenaga pendidik (dosen) dan peserta didik (mahasiswa), keduanya seharusnya mampu menciptakan simbiosis mutualisme dalam edukasi kesadaran tertinggi dan dewasa. Serta menjadi acuan bagi manusia yang bergerak untuk membangun. Karena samudera luas keindahan sinar matahari dari timur sudah menyingsing cerah, jadi, sudah saatnya dan waktunya bukan diam menikmati siklus nuansa alam yang kadang tidak menjanjikan akan arti dan makna hidup yang berarti berarti. Jadikan pendidikan sebagai ranah membenahi cangkul-cangkul dan arit-arti yang ada di luar, dan di dunia pendidikan jadikan cangkul dan arit sesuatu yang bernilai bagi kehidupan individu dan orang lain.
Kesadaran tertinggi yang dewasa akan senantiasa membuka ruang untuk selalu berusaha bisa membangun, mengembangkan, potensi-potensi diri, untuk menjadi mandiri yang suci. Serta menjadi manusia yang berarti bagi kemerdekaan sejatinya. Serta membenturkan dirinya pada manusia yang ada di luar dirinya, menyisakan sisa tenaganya untuk bisa memberikan fungsi dirinya melalui kedewasaan yang berpendidikan. Karena sesuai dengan butir-butir Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu: 1). Pendidikan dan Pengajaran. 2). Pendidikan dan Pengembangan. 3). Pengabdian kepada Masyrakat.
1). Pendidikan dan Pengajar
Korelasi dari keduanya saling mendukung untuk bisa menciptakan dunia pendidikan dan pendidik dengan kesadaran tinggi akan pentingnya hidup, untuk bisa belajar menggali pengetahuan dan menemukan kemerdekaan sejati sehingga akan lahir dari sebuah pengetahuan. Dengan pengetahuan akan bisa menikmati hidup yang menghidupi manusia.
Undang – undang tentang pendidikan tinggi menyatakan bahwapendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2). Pendidikan dan Pengembangan
Dalam pendidikan dituntut pendidik mampu mengembangkan, mengembangkan potensi dirinya, serta mengembangkan apa yang ada di sekitarnya. Dengan dasar sebuah pengetahuan, karena hanya dengan pengetahuan manusia bisa membuka ruang diri bisa menjadi dan merebut hak-hak yang seharusnya dinikmati.
Penelitian dan pengembangan juga sangatlah penting bagi kemajuan perguruan tinggi,kesejahteraan masyarakat serta kemajuan bangsa dan negara. Dari penelitian dan pengembangan maka mahasiswa mampu mengembangkan ilmu dan teknologi. pada penelitian dan pengembangan mahasiswa harus lebih cerdas, kritis dan kreatif dalam mejalankan perannya sebagai agent of change. Mahasiswa harus mampu memanfaatkan penelitian dan pengembangan ini dalam suatu proses pembelajaran untuk memporoleh suatu perubahan – perubahan yang akan membawa Indonesia kearah yang lebih maju dan terdepan.
3). Pengabdian Kepada Masyrakat
Jika dari kedua butir mahasiswa telah melakukan pada setiap aktif kuliah, sehingga pengabdian kepada masyarakat itu yang akan dipertanyakan. Sehingga untuk bisa melakukan pada hal tersebut, mahasiswa mampu mempercerdas dirinya sehingga manusia mampu memberikan fungsi pada masyrakaat.
Menurut undang–undang tentang pendidikan tinggi, pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kontemplasi Evolusi Paulo Freire
Kebudayaan “bisu”. Kesadaran refleksi kritis dalam budaya seperti ini tetap tidur dan tidak tergugah. Akibatnya waktu lalu hanya dilihat sebagai sekat hari ini yang menghimpit. Manusia tenggelam dalam “hari ini” yang panjang, monoton dan membosankan sedangkan eksistensi masa lalu dan masa akan datang belum disadari. Dalam kebudayaan bisu yang demikian itu kaum tertindas hanya menerima begitu saja segala perlakuan dari kaum penindas. Bahkan, ada ketakutan pada kaum tertindas akan adanya kesadaran tentang ketertindasan mereka.
Itulah dehumanisasi karena bahasa sebagai prakondisi untuk menguasai realitas hidup telah menjadi kebisuan. Diam atau bisu dalam konteks yang dimaksud Freire bukan karena protes atas perlakuan yang tidak adil. Itu juga bukan strategi untuk menahan intervensi penguasa dari luar. Tetapi, budaya bisu yang terjadi adalah karena bisu dan bukan membisu. Mereka dalam budaya bisu memang tidak tahu apa-apa. Mereka tidak memiliki kesadaran bahwa mereka bisu dan dibisukan.
Karena itu, menurut Freire untuk menguasai realitas hidup ini termasuk menyadari kebisuan itu, “maka bahasa harus dikuasai”. Menguasai bahasa berarti mempunyai kesadaran kritis dalam mengungkapkan realitas. Untuk itu, pendidikan yang dapat membebaskan dan memberdayakan adalah pendidikan yang melaluinya nara didik dapat mendengar suaranya yang asli.
Pendidikan yang relevan dalam masyarakat berbudaya bisu adalah mengajar untuk memampukan mereka mendengarkan suaranya sendiri dan bukan suara dari luar termasuk suara sang pendidik. Dalam konteks yang demikian itulah Freire bergumul.  Ia terpanggil untuk membebaskan masyarakatnya yang tertindas dan yang telah “dibisukan”. Pendidikan “gaya bank” dilihatnya sebagai salah satu sumber yang mengokohkan penindasan dan kebisuan itu. Karena itulah, ia menawarkan pendidikan “hadapmasalah” sebagai jalan membangkitkan kesadaran masyarakat bisu. (Paulo Freire dalam Buku Pendidikan Kaum Tertindas).
B. Tujuan
1.      Untuk mendiskusikan arah pendidikan kita hari ini dan pentingnya
2.      Untuk menemukan relevansi fungsi Tri Dharma yang sadar pada diri mahasiswa
3.      Untuk membangun rasa jiwa revolusi mental harapan pemerintahan hari ini
4.      Untuk menciptakan sebuah rasa yang dari dalam diri anak muda hari ini
5.      Untuk membuka ruang menyadarkan masyarakat/mahasiswa “dibisukan, membisu, dan bisu”.
C. Hasil yang Di Harapkan
1.      Terciptanya kesadaran bahwa inilah hakikat pendidikan
2.      Bisa memahami fungsi mahasiswa dalam Tri Dharma untuk diimplementasikan pada kehidupan
3.      Membangun jiwa yang konservatif yang relevan dengan hari ini
4.      Peran apa yang diberikan kepada masyrakat dari hasil dunia pendidikan
5.      Kesadaran kerangka berpikir akan “kebisuan, membisu, dibisukan”.
D. Kegiatan Dilaksanakan
Pembukaan dan sekaligus memimpin DISBUD (Diskusi Budaya) “Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia” HMJ-PBSI.
Hari/Tanggal: Jum’at 23, Maret 2018
Tempat: Gedung C, FKIP Lt.2, R.C202A Unisma
Waktu: 15:15 WIB-Selesai

Terima kasih Hormat kami HMJ-PBSI Unisma

Minggu, 18 Maret 2018

Kau Lari Dari Hari ke Hari, Dari Hari Ini




Alam telah mendung, telah menghilang dari gelapnya malam, mencari terang di luar alam, di mana pun berada akan menemukan kegelapan dalam rasa yang sama. Jikalau hanya mengharap dan berbahagia dengan cahaya bintang-bintang yang menghiasi langit, serta keindahan malam. Ketika manusia sudah enggan bermalam untuk merenungkan mana yang kau bahagiakan, dari jalan yang kau amalkan, kau lari dari hari-hari yang menjenuhkan, tambah jauh akan menemukan hari yang pasti dengan apa yang diharapkan, jika hanya terus mencari, tanpa kau cakari buku dan bumi untuk kau tanami dengan benih-benih hafalan untuk mencerdaskan dan memperhaluskan perasaan, serta teman dan kerabat seperjuangan bisa ditenam-tanamkan benih-benih kecerdasaan untuk menemukan kemerdekaan naluri.

Manusia ketika mencari selalu ingin menemukan kenyamanan dengan apa yang dicari, kebosanan yang mereka benci tiada syukur yang diberi, kepada apa yang telah ada kebutuhan dalam diri, sesuatu yang telah dipilih itu kadang dijadikan masalah yang berdalih. Sudah banyak manusia belum mengenali siapa dirinya, sesuai kebutuhan dirinya sehingga lari dari dirinya apa yang dirinya harus banggakan. Bahkan kadang tak merasakan potensi dirinya, mencari meninggalkan apa yang menjadi dirinya berbeda dengan manusia lain, padahal itu sebuah kelebihan dirinya.

Lari dari zona yang pada awalnya penuh keindahan saat tak menemukan keindahan itu menganggap perbedaan itu bukan ciptaan Allah Swt yang indah. Cara menyikapi yang salah bahwa tidak ada yang lebih indah dari apa yang diperbuat untuk bisa lebih bermakna dengan apa yang dipilihnya.”Mungkin saja itu kudrotnya manusia”.

Jika ada di antara mereka mahasiswa yang dipandang hanya ketenaran dan kenyamanan dari organisasi yang digeluti, tanpa ada apa yang ingin mereka perbuat, entah itu karena tugas kuliah yang sangat banyak apa karena faktor diri yang kurang minat gara-gara sudah menjadi mahasiswa yang sudah banyak mengetahui tentang antropologi kampus, atau pun juga sudah mempunyai banyak baca buku sehingga ingin sekali lari dari kebosanan dalam organisasi yang dipilih. Mereka hanya lari dari apa yang belum mereka geluti secara serius, sehingga mereka hanya memikirkan apa yang didapatkan dari apa yang telah dijalani disebuah oraganisasi dalam kampus.

Sesungguhnya kita beruntung dalam mimbar akademik diajarakan bagaimana kita mempelajari hal yang belum terjadi pada yang akan terjadi nanti. Mahasiswa bukan hanya sekedar dirinya dapat belajar menemukan sesuatau pelajaran dalam kelas, harus memberanikan diri untuk keluar kelas. Karena sebuah cita-cita dan kebutuhan hidup kita sebagai manusia bukan hanya ada pada satu arah (kelas).

“jika mau menjadi Idealis jadilah idealis yang memperahlus diri untuk kepentingan keluarga, kerabat, serta manusia yang membutuhkan diri kita sebagai manusia, bukan hanya bisa menuikmati dirinya sendiri dengan menemukan apa yang dicari”.

Rasa-rasanya sesuatu hal yang dicari tidak akan lebih puas dengan kita hasrat manusia, hukum alam banyak membuktikan hal itu, maka lari dari zona nyaman teman-teman seperjuangan itu salah ketika mereka hanya bisa berdalih dengan ketenangan, hanya merasakan ketidak nyamanan karena tidak merasakan apa yang didapatkan. Bahwa dalam oraganisasi itu mahasiswa bukan hanya menjadi taming pada oraganisasi yang digeluti. Jika bisa menggeluti dan menjadi taming oraganisasi sehingga apresiasi bukan hanya dibicarakan oleh kelompok diri kita sendiri, terutama bukan hanya diri kita sendiri merasakan berbangga. Dengan perjuangan yang nyata ada (materialisme).

Maka solusi dari kita sebagai mahasiswa di civitas akademika dan fasilitas yang ada dengan sederhana di kampus-kampus dapat dimanfaatkan dengan baik untuk bisa menjadi sebuah lumbung yang akan menghasilkan madu yang manis dan murni, melalui sebuah proses, bukan hanya mengeluh dan mersakan apa yang dirasakan dengan sebuah keadaan dan mendapatkan apa yang diharapkan. Padahal dalam melakukan banyak hal manusia harus bisa membedakan mana yang memperjuangkan dengan sebuah niat, sehingga keseriusan akan membawa keharusan dirinya. Apakah eksistensi yang menganggap dirinya ada akan menjadi seorang idealis yang tak egosi?. Menurut saya mereka egois dalam melepaskan tanggungjawab, sebagai tanggungjawab terkecil, salah satu dari melalaikan fasilitas kampus.

Jika kalian merasakan ketidak nyamanan apa yang ada dalam kepemimpinan seseorang yang ada dalam diri seorang pemimpin, merasakan bahasa yang tidak tenang bahwa seorang pimpinan, sebagai pimpinan kurang bertanggungjawab, kesadaran dalam kedewasaan pada orang yang melakukan kesalahan. Maka dalam merasakan segala perjalanan memiliki problematika yang sama.

Entah itu karena kita hanya menggap beruntung akan tetapi ketika mengambil sebuah keputusan untuk cuti kuliah pada waktu yang tidak direncakan, sesuatu yang tidak direncanakan (tidak disengaja), bahwa segala keadaan yang memaksa untuk berhenti balajar di mimbar akademik dalam kampus, untuk jauh dari kelas. Sehingga harus mencekoki kehidupan yang ralistis dalam dunia di mana dunia pendidikan hanya sedikit diimplementasikan dalam dunia karja, ruang kelas yang kita belajar bersama dengan dosen yang harum dan mahaiswa yang wangi bagaikan bunga yang berseri-seri, tak memberi banyak hal yang baik ketika keuletan manusia tidak ditenamkan. Sehingga keseriusan dalam dunia pekerjaan itu menjadi tolok ukur manusia, dari apa yang dirasa sebagai mahaiswa.

Lepas dengan cara-cara di dalam kelas hanya 25% pembelajaran dalam kelas hanya kepintaran manusia dicita-citakan, kecerdasan kita difungsikan, ketika manusia itu bisa memikirkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, manusia visioner akan ada pada cara-cara realis di dunia setelah selesai belajar dalam kelas, maka proses apa yang dilakukan hari, menjadi cara suci manusia pada kehidupan akan nanti dialami oleh para kesetian pengabdian cara-cara hidup yang dipahami dalam realita melahirkan sebuah teori dari sebuah realita sesuai dengan apa yang dipetuahkan Albert Eistine.

Bahwa belajar dalam bangku kuliah itu dikarenakan dirinya merasakan ketidak merdekaan dalam dirinya sehingga masih membuhkan memperkaya untuk bisa menemukan apa yang nantinya bisa dinikmati dalam merayakan hidup, “hidup untuk kehidupan”,  mempelajari kehidupan di luar kehidupan yang hari ini dialami, sehingga mempelajari apa yang akan terjadi dihari nanti. Ini sekedar pembahasan yang diberikan untuk kalian yang hanya mampu menyalahkan seorang yang memiliki kehidupan berbeda keberuntungan daripada kalian. Bahwa ada yang menganggap egois dan tidak bertanggungjawab.

Bahwa belajar dengan memikirkan sesuatu hal yang semua terjadi hari ini dan nanti, sebuah beban hidup sangat berat, jika hanya dimerdekakan dalam pikiran. Adalagi bagaimana pembayaran menjadi ancaman kegelisahan terbesar dari masa-kemasa, untuk bisa bersama dengan yang lain belajar. Mundur sejenak untuk maju bukan sebuah kemunafikan, namun sebuah kemuliaan karena ada cara suci dari naluri.

Jikalau dapat memahami silahkan kalian interpretasikan sendiri dan mengambil sikap untuk menjustifikasi, pada semester IV, sebuah kegagalan terfatal sebuah misi yang hanya suci pada wacana, sebagai manusia yang datang ke-Malang bertujuan belajar malah keluar sebentar untuk melakukan langkah lebih jauh, namun tidak lari dari apa yang terjadi.

Maka masa itu dirasa tidak sempurna, jikalau ingin menyalahkan pemimpin bolehlah hak manusia dengan sebuah rasanya. Serta kalian yang sangat bebas dalam memberikan presepsi tentang keadaan yang ada. Akan tetapi korelasi dari apa yang harus kita koreksi ketika wadah kita dan kita sudah kembali menjadi mahasiswa, kesalahan dan apa yang telah terjadi/bolong itu ditambal kembali serta isi kembali, untuk membenahi apa yang telah terjadi.

Hingga nanti tidak hanya menjadi manusia yang hanya mampu memberikan distorsi diri dalam sebuah kebenaran subjektf, untuk melepaskan dari tidak mau membenahi kembali apa yang terjadi. Rasa-rasanya segala yang terjadi ketika manusia masih bisa kembali pada masa dimana yang terjadi itu dapat dibenahi kemabali, untuk bisa membenahi diri.

Maka bersyukurlah karena itu manusia yang beruntung ketika kita masih bisa kembali menjejaki arah kaki yang dijalani pada di mana masa itu terjadi ketidak jelasan dalam perjalanan khususnya dalam wadah belajarnya (organisasi), pernah ditinggali, di luar itu manusia atau mahasisawa, atau kita hal yang beruntung mengembalikan apa yang telah terjadi untuk dibenahi, bukan yang terjadi kita kembali apatis dengan apa yang terjadi.

Karena segala kejadian dalam hidup menganggap bahwa yang terjadi biarlah tanpa gagasan untuk membenahi kembali. Mengaharap sudah terjadi dan yang peduli agar nanti genarasi yang akan membenahi bolong-bolong yang menjadikan kita sukar dalam wadah itu. Manusia yang tersial yang masih ada dalam lumbung akan tetapi mereka tidak dapat menyikapi apa yang terjadi malah mejahui jangan sampai energi baru ini dapat mempengaruhi yang akan terjadi nanti, tidak memahami apa yang harus dilakukan nanti, sehingga kematian dirinya dinikmati tanpa disadari dalam kesadaran dirinya hidup dalam kematian.

Ketika datang kembali bukan membicarakan posisi (jabatan) sebagai Pimpinan Umum telah tidak ada,akan tetapi kembali dengan fungsi yang dibawa sebagai fungsi mahasiswa yang memiliki tujuan belajar, dan kita tidak menutup kemungkinan semuanya datang karena “fungsi” yang tidak disadari bahwa fungsi itu untuk belajar. Namun yang salah ketika mahasiswa itu tidak bisa memperhitungkan dan memanfaatkan fungsi sebagai diri awak mahasiswa belajar di perguruan tinggi, sebuah kebobrokan niat mahasiswa yang tak ingin mereka menemukan fungsi dan esensi memposisikan dirinya.

Jika masih ada kesempatan (waktu) maka dengan bersama-sama berjalan membawa misi yang sama, belajar bersama-sama. Maka agendakan kegiatan kita kembali yang pernah disusun dalam struktural rapat kerja, untuk bisa memanfaatkan wadah belajar kita di Lembaga Pers Mahasiswa. Dengan mengadakan pelatihan, diskusi, serta kegiatan kunjungan.

Sehingga kegiatan yang akan dilakukan adalah cita-cita ketiga kita semua yang ada di kampus kita Unisma, untuk melakukan pelatihan bersama, dengan tujuan memberikan stimulus serta membangun rasa keharmonisan antara mahasiswa di Lpm yang ada di Perguruan Tinggi di Unisma dan khusus di Lpm Malang Raya. Serta bisa berjejaring dengan PPMI-Kota Malang mencari yang tidak ada dalam kelas, serta yang belum ditemukan dalam Universitas kita semua. “Keharmonisan Untuk Merajut Lembaga Pers Mahasiswa Dengan Kemerdekaan Menulis”.  Tujuan utama kita sebagai mahasiswa bisa memiliki skill dalam keterampilan menulis terutama dalam bidang jurnalistik.

Namun hal yang diambil dalam apa yang terjadi di masa 2017, telah berlalu, maka pada generasi yang akan datang mampu mebenahi apa yang telah buruk terjadi, untuk kita benahi bersama, sehingga bagi mahasiswa yang ada di luar oraganisasi ini, bisa beroraganisasi dalam kampus dengan proses bisa serius bukan hanya ambisus.

“Jangan hanya lari dari apa yang telah terjadi jika kau ingin menjadi apa yang dihati untuk menjadi sesuatu yang berarti”

Sehingga oraganisasi yang pilih memberikan apa yang diharapkan dengan serius menjalankan, bukan berharap apa yang terjadi, untuk bisa terjadi kembali dengan ambisius yang dibawanya, mereka bisa karena mereka terbiasa dengan keadaan yang tidak menyenagkan tanpa kenyamanan, namun bertahan dengan meraskaan kemerdekaan dalam memberikan tindakan secara signifikan. Jangan hanya lari untuk dapat menemukan, seharusnya manusia mampu mengambil hikmah dari keadaan yang terjadi untuk menyikapi dan tidak berhenti menjalani.

Kamis, 15 Maret 2018

Mahasiswa Posisi Istimewa, Namun Fungsi Dipertanyakan




andreasdemani.com


Mahasiswa, ialah manusia yang belajar di pergurun tinggi, mendengar nama maha maka teringat kepada yang Mahakuasa (Tuhan), maha di dalam KBBI artinya paling  mahakuasa (paling berkuasa di alam semesta) dan mahasiswa (insani yang belajar di perguruan yang paling tinggi), hanya mahasiswa yang namanya menyerupai sebutan “Tuhan” Mahakuasa, perspektif mahasiswa ada di jajaran paling tinggi di antara yang pendidikan-pendidikan yang lainnya, bahkan dianggap yang paling tinggi kompentesi intelktualnya, setelah semua  itu ada, di sebelah mana mahasiswa dan untuk siapa mahasiswa berada.

        Mahasiswa ada di tengah-tengah masyarakat dan negara, dan mahasiswa ada untuk masyrakat dan negara, mengingat pertama masuk kuliah ingat dengan prakata penyambutan kepada mahasiswa baru, kata-kata yang sangat membanggakan ketika sebutan mahasiswa.

 Selamat datang di kampus tercintai ini, kalian semua mahasiswa yang ada di pendidikan paling tinggi, yang akan diajarkan sebagai human intelektual (agen of change) sebagai perubahan”.

      Fatwa yang diingat selalu, sampai ingin mencoba membuka naluri untuk menganalisis apa maksud (agen of change), dengan sebutan kepada M-A-H-A-S-I-S-W-A, merasa bangga karena dianggap paling tinggi, jika teringat maha mengingat yang maha kuasa (paling tinggi), dari nama mahasiswa semua kesempurnaan ada di mahasiswa, apakah hanya berbangga sebagai sebutan mahasiswa saja, bukan itu hakikatnya mahasiswa, bahwa mahasiswa ada ditengah tulang tungku dari masyarakat, karena mahasiswalah yang mampu mengubah masyrakat untuk menjadikan masyrakat yang dapat menikmati hidup yang selayaknya, dengan cara memberikan penyuluhan-penyuluhan dan pelatihan-pelatihan yang dapat mengubah nasib mereka, yang telat dalam belajar menjalani hidup yang lebih baik, sehingga dapat pula keluh kesah masyrakat yang belum mendapatkan hak-haknya pemerintah, karena mahasiswa yang lebih mampu dan akan didengar oleh pemerintah ketika berbicara kepada mereka, maka mahasiswa juga meyalurkan keluh, kesahnya masyarakat kecil yang hanya mampu mengeluh, karena untuk berbicara sendiri tidak akan ada yang menghiaraukan, itulah tugas mahasiswa yang berada di tengah-tengah masyrakat dan negara.
         
   Kontribusi apakah yang mempengaruhi negara ketika mahasiswa sangat berperan kepada negara, mahasiswa agen of change, jika mahasiswa belajar untuk menunt ilmu dengan serius maka negara kita akan bersyukur akan melahirkan generasi yang memiliki intelektual yang luas, sehingga tidak menjadi generasi bangsa yang kerdil akan pengetahuan, sehingga pengetahuan yang didapat dimanfaatkan disalurkan ke negara untuk menjadikan negara yang maju dan bermartabat, maka hal ini mahasiswa yang disebut agen perubahan jangan hanya berbangga hati lebih dulu ketika masih belum bisa memanfaatkan keberadaan yang ada di tengah-tengahnya, bukan mimpi yang besar, tapi aksi yang besar yang akan bernilai, maka sebaik-baiknya manusia maka dapat bermanfaat bagi manusia yang lain dan bagi nusa dan bangsa.
  Sehingga mahasiswa dianggap yang paling tinggi, ketinggihan yang seperti apa yang dimaksud, bahwa tiada lagi pendidikan tertinggi selain Kampus, pertanyaan terbesar peran apa yang harus dilakukan, senyampang menjadi mahasiswa, apakah harus pintar (Idealis) yang bertumpu kepada nilai IPK 3,98, untuk menjamin masa depan lebih baik, saya rasa tidak, apakah harus menuntut ilmu mati-matian untuk menggapai sebuah cita-cita yang ingin digapainya, apakah kampus tuhan dan memiliki ketika memiliki ilmu dimanfatkan untuk kekayaan, dan bisa menentukan atau menjamin sebuah impian yang akan menjadi nyata, saya rasa tidak, apakah harus menjadi seorang yang ingin mengubah serata sosialnya, agar memiliki sebutan sarjana sebagai orang yang paling tinggi, saya rasa tidak, semua itu paradigma yang sesat, bahkan lebih umum lagi ketika kuliah yang ingin menjadi mahasiswa yang hanya bercita-cita ingin mengubah jalan hidupnya lebih baik (jadi orang sukses), degan berkuliah, sebuah paradigma yang salah namun sedikit benar, namun diantara paradigma yang di atas pasti lebih banyak lagi setiap individu yang memiliki sebuah pandangan terhadab mahasiswa, apa peran mahasiswa, dan bagaimana, sebenarnya hakikat mahasiswa yang absolute hakikat dasar mahasiswa mari kita cermati lagu yang tidak asing lagi didengar kita terutama mahasiswa Indonesia.


andreasdemani.com

“Buruh tani mahasiswa rakayat miskin kota bersatu padu merebut demokrasi gegap gempita dalam satu suara demi tugas suci yang mulia,
Hari-hari esok adalah milik kita terciptalah masyrakat sejahtera terbentuknya tatanan masyrakat indonesia baru tanpa orba,
Marilah kawan mari kita kabarkan di tangan kita tergengam arah bangsa marilah kawan mari kita nyanyikan sebuah lagu tentang “kebebasan”.
Di bawah kuasa tirani kususuri garis jalan ini berjuta kali turun aksi bagiku satu langkah pasti Berjuta kali turun aksi bagiku satu langkah pasti, bagiku satu langkah pasti”.
     Lagu mahasiswa di Indonesia yang sangat familiar ditelinga mahasiswa, ketika merenungi makna dari lagu tersebut, kesadaran  bahwa ediologi mahasiswa terbuka, hal yang fatal ketika mengatakan tanpa memahami untuk menganalisa setiap makna yang ada dilagu “Buruh Tani”, maka implemintasi yang konkrit, bahwa inilah mahasiswa yang sesungguhnya, ketika mahasiswa sudah berada di dalam Perguruan Tinggi maka akan menghadapi yang namnya organisasi yang terdiri dari organisasi internal dan juga ekternal yang  ada di setiap kampus manapun, selain hanya menerima matakuliah akan tetapi ada wadah untuk belajar di luar kelas, agar dapat mengembangkan potensi dan kemampuannya di luar kampus dan dapat mencari relasi untuk menggali kompetenis yang belum ada di dalam kelas, dalam kampus tidak ada perbedeaan setiap mahasiswa  tidak pandang bulu, rakyat miskin, petani, orang kaya, dsb, dan munkin hanya berbedaan culture saja, tidak ada perbedaan sebuah ediologi Kampus di manapun sama terutamanya di Indonesia tidak akan luput dari kata mahasiswa, yang akan menjadi kebanggan sebagai agent of change, pertanyaannya adalah perubahan yang seperti apa.
   Perbedaan itu akan ada disetiap individu maukan mahasiswa untuk aksi (bertindak), untuk melakukan sebuah perubahan terutamanya perubahan dirinya sendiri, sehingga membuka hati untuk memikirkan orang lain untuk merubah dan memberikan sinergi antara mahasiswa, masyarakat dan negara tidak melepas tangan sehingga terciptalah mahasiswa yang betul-betul memberikan manfaat kepada masyrakat dan negara.
      Namun hal ini sebuah tindakan yang sangat sulit, karena komitmen dengan naluri relasi yang kuat sajauh mana naluri mahasiswa untuk berubah untuk bertindak, maka disitu kuwalitas mahasiswa yang sejati akan terbaca sehingga kesadaran dalam menggapai pengetahuan walaupun pendidikan tidak akan di bawa mati, namun pendidikan akan mengantarkan mahasiwa untuk memberikan pengetahuan pada orang lain, itulah kesadaran mahasiswa dalam semangat dalam belajar untuk memikirkan akan dekatnya kematian dengan kehidupan, Ketika mahasiswa telah sadar ketika posisinya di tengah-tengah sebagai tungku dari keduanya, maka di perguruan tinggilah jati diri sebagai insani dapat terbuka.
     Sehingga peran apa yang harus di lakukan oleh mahasiswa, dan adanya mahasiswa memberikan dorongan segar kepada masyarakat sehingga posisi mahasiswa memberikan saling sinerginitas antara masyarakat dan negara, maka mahasiswa yang betul-betul berperan sebagai mahasiswa yang peduli terhadap masyarakat dan negara, maka bukalah mata dari sekarang sebagai mahasiswa yang memiliki jiwa sosialistis, jangan hanya idealis tanpa peduli keadaan lingkungan, bergunalah bagi nusa dan bangsa, maka mulailah dari sekarang jika masih ada kesempatan jadikanlah kesempatan ini yang terakhir, untuk menjadi mahasiswa aktif dan sosialistis. (*)

Selasa, 13 Maret 2018

Ancaman Ajaran Feminisme Pada Budaya Di Jawa




ceska.justice.com

Adat jawa sangatlah islami, walalupun lahir dari jawa, tidak lahir dari islam. Jika kaum perempuan itu hanya hidup dalam kehidupan yang menjadikan nomor dua dalam kehidupan masyrakat dan kudrot kaum perempuan memiliki perbedaan yang sangat menjol dari biologis, perempuan termasuk ciptaan Tuhan yang paling indah, yang sangat jelas keindahannya menurut Sujiwo Tejo. Jika berbicara fenimisme di Indonesia tentunya akan ingat dengan sosok yang terkenal dengan surat-suratnya yang dikumpulkan dijadikan kumpulan surat-surat R.A Kartini, judul bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang, bahwa di Indonesia Kartini telah memperkenalkan tentang edukasi Fenimisme, yang diaggap diadopsi dari barat. Dikarenakan kaum hawa (wanita), pada masa itu hampir tidak memiliki harga diri serta dipandangan nomor dua setelah laki-laki, dalam kontruksi sosial masyrakat, perempuan itu sebagai kaum pemuasan saja bagi kaum adam (pria).
Hal itu dapat ditentang oleh ajaran jawa bahwa perempuan tidak perlu memiliki kesamaan dalam segi apapun pada kaum lak-laki, karena pada kutdrotnya kaum perempuan diciptakan dari tulang rusuk kaum laki-laki, analoginya bahwa dalam kehidupan di dunia perempuan hanya menjadi pelengkap, sehingga tidak perlu memiliki kesamaan dalam hak gender, bahwa perempuan itu tetap dibawah kaum laki-laki dipandang oleh masyrakat pada umumnya.
Dalam kajian kesetaraan gender dalam ajaran jawa tidak tidak ada, karena akan menjadikan ancaman dalam kebudayaan orsinalitas Jawa, bahwa pada hakikatnya Jawa memiliki ajaran dan adat tatakromo yang sangat sangat islmi, walaupun tidak terlahir dari agama islam sebelumnya. Pertentangan dalam ajaran fenimisme yang dibawa oleh sosok R.A Kartini tidak memiliki relevansi dengan ajaran Jawa, dalam cerita flim RA Kartini, dikecam oleh ayahnya. Dikawatirkan, ajaran barat itu akan melahirkan sebuah herarki yang segnifikan, serta bisa melahirkan pola hidup negatif yang sangat mempengaruhi. Serta memicu bahwa ajaran fenimisme memiliki pemberontakan kaum perempuan menuntut segala hak kesewenangan dirinya, terhadap lak-laki.
Sehingga dikawatirkan perempuan akan menjadi sewang-wenang pada kehidupan jika sudah ber-rumah tangga. Sehingga di dalam dirinya merasa bahwa kesetaraan itu sama dengan kaum laki-laki dalam hak-haknya dan poksi kehidupanya, pada hakikatnya dan kudrotnya perempuan lebih domestik dalam urusan rumah tangga khususnya, lebih lemah dalam psikologinya, sehingga ajaran fenimesme adalah sebuah ajaran yang tidak relevan untuk kehidupan di Jawa ini.
Namun segala kejadian harus dikaji dalam konteks serta sebab akibatnya lahirnya ajaran fenimesme, jikalau kita refleksikan dalam kehidupan kita yang seharusnya diperjuangkan dalam ajaran fenimisme oleh R.A Kartini adalah tentang kesetaraan  pendidikan, bahkan Kartini menuntut dalam pendidikan harus lebih tinggi daripada kaum laki-laki (kaum adam), dikarenakan kaum perempuan (Hawa), lebih dekat dengan keluarga dan menjadikan dirinya seorang perempuan yang lebih dekat dengan anak-anaknnya. Sehingga yang akan memiliki peran lebih banyak dalam kehidupan itu kaum perempuan (ibu), untuk menjadikan seorang anak tersebut menjadi seorang yang baik. Karena lingkungan dan siapa orang pertama yang bisa menjaga kertas putih yang masih suci dengan baik, maka ketika besarpun anak itu akan menjadi seorang anak yang berbeda dengan anak-anak yang lain, yang hanya didik oleh seorang yang tidak memiliki pengetahuan yang tinggi, karena lingkungan sengat memberikan pengaruh sangat sentral, pada pertumbuhan seorang anak, untuk menjadi anak yang hebat dan bermartabat, karena latar belakang seorang pendidik juga.
ceska.justice.com

Sejak lahir manusia sudah diberikan kelebihan, tetapi dalam pertumbuhan manusia harus juga di dukung dengan cara, dan menjadikan dirinya seorang yang lebih baik, sehingga istilah dalam pribahasa, jika dari kecil bagaikan mengukir batu dalam daratan, ketika sudah besar mengukir batu bagaikan dalam air. Sehingga seorang pendidik akan memiliki peran sangat sentral pada perkembangan seorang anaknya nanti, karena seorang perempuan bukan hanya menjaga anaknya dari segi fisiknya, namun jiwa juga harus dibentuk, untuk menjadi anaknya nanti menjadi manusia yang berkarakter tangguh dalam menghadapi problematika hidup. Sehingga yang memiliki potensi tinggi akan senantiasa percaya diri untuk bisa menyelesaikan fenomena dirinya.
Ajaran-ajaran Jawa khususnya tatak romo dalam berbicara (bahasa), menghadap pada orang tua, dan ajara-ajaran tentang hidup bersosial, sangatlah islami walaupun tidak lahir dari islam, walapun pada dasarnya di Jawa Agama pertama yang paling banyak diketahui Agama Hindu, tetapi dalam ajaran berakhlak mulia sangatlah tinggi dan bahkan lebih islami. Akan tetapi yang menjadikan ketidak relevansi, dikehidupan itu dalam tatanan sosial dalam ajaran Hindu memberikan sebuah ajaran ketidak bebesan dalam masyrakat dan tidak memberikan sebuah tindakan yang menonjol dalam masyrakat proletar khususnya. Mengapa demikian, Agama Hindu menciptakan kelas-kelas Barhma, dan Sudra dalam hal ini kesalah pahaman dalam kehidupan manusia itu hahwa pada hakikatnya manusia hanya di bedakan dari segi ketkwaannya oleh Allah Swt. Bukan manusia yang memberikan stigma jika herarkis itu ditentukan sesama manusia.