Senin, 20 Juni 2022

EKONOMI KERAKYATAN DAN TURBA

Mula-mula saat itu, saya mendengar obrolan Faisal Basri, salah satu menteri, kalau tidak salah intelijen zaman presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sekarang pengamat ekonomi. Membicarakan ekonomi di Indonesia yang begitu chaos secara sistem. Entah itu terkontaminasi dari sistem produk kolonialis-imperialis atau hanya kolonialis--yang menciptakan sistem ekonomi di negeri ini dengan produk niat baik atau buruknya. 

"...Ekonomi di Indonesia yang sepertinya perlu adanya sebuah evolusi dari setiap daerah. Khususnya sektor-sektor kecil dilakukan dengan penerapan sistem menyesuaikan dengan pemasukan pemasukan daerah dan sesuai dengan letak geografi serta sumber daya alamnya. Tidak berpatokan sistem dibuat oleh pemerintah dan ditentukan dari atas. Hal ini menimbulkan ketimpangan dan sentimentil." Ujarnya sekurang-kurangnya dan lebihnya begitu dibicarakan mengenai ekonomi kerakyatan konsep idealnya. 

Faisal Basri, membicarakan itu semua memposisikan sebagai seorang ekonom dan negarawan, bahkan secara peneliti dengan pisau analisis fenomenologi Edmund Husserl 'kesadaran dan pengalaman. 

Kurang lebih dalam hemat saya, paling sederhana.  Pandangan paragraf dicetak miring tersebut memang reduksi dari konsep pandangan Moh. Hatta dengan konsep ekonomi kerakyatannya. Dengan pada saat itu, kondisi negara yang begitu kompleks permasalahannya. Dan sektor ekonomi paling sentral, itu perlu diatasi terdahulu. Dalilnya 'ekonomi sebagai masalah negeri ini perlu dituntaskan lebih dulu...' narasi tersebut seolah-olah kita menyoroti Indonesia bermasalah sangat tragis. Sehingga sudut pandang kita selalu materialistik. 

Pisau analisis sederhana menggunakan analisis subjektif. Mungkin memang kurang pantas dan tepat, bahkan mengarah pada sebuah pandangan utopis serta normatif saja. Tapi perlu disadari jika masyarakat kita memiliki kesadaran urusan ekonomi urusan paling sentral dulu iya benar. Di era sekarang mungkin kurang tepat di era sekarang. Kita amini di Orde Baru kalau ekonomi perlu disadari. Saat itu, terpenting ada konsep yang begitu kental akan kemajuan akan selalu jadi pilihan ideal pada saat itu, jalani: entah baik ataupun buruk, karena kondisinya. 

Adapun era sekarang ekonomi kita sebenarnya atau mungkin sudah sedikit membaik. Walaupun pemerintahan sekarang sedang banyak hutang. Namun jangan sinis kalau tidak dapat diselesaikan, cukup psimis saja 'tetap melakukan usaha baik yang tak berhenti-henti'. Sehingga paling baik yang perlu kita tangani dari problem kita yaitu SDM (Sumber Daya Manusia). Agar kita bisa melakukan dengan seksama dengan kesadaran yang sama kalau keadaan kita tidak baik-baik saja. Pertanyaan dengan apa? Salah satunya yaitu dengan membuat kualitas pendidikan--yang memang perlu diperhatikan untuk dedikasi dan membangun kesadaran masyarakat yang kritis secara kolektif dan kreatif. Hanya dengan itulah ekonomi akan berkembang sesuai dengan harapan negara. 

Perspektif lain perlu kita reduksi pandangan Aidit

Konsep ini yang ingin ditawarkan kepada kita sebenarnya pandangan seorang tokoh Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) D.N Aidit mengatakan yang jelaskan dalam wawancara Hersri Setiawan sekretaris  Lekra Jawa Tengah di Majalah Tempo bahwa Lekra pada tahun 1959, telah melakukan kampanye  konsep Metode Turba secara perspektif berkarya sastra mengikuti prinsip 1-5-1--yang diartikan; 1. Asas politik adalah panglima; 5. Pedoman penciptaan yaitu meluas dan meninggi, tinggi tentu ideologi dan tinggi mutu artistik, memadukan tradisi dengan keyakinan revolusioner, kreativitas individu dan kearifan massa, memadukan realisme revolusioner dengan romantisme revolusioner, dan 1. Cara kerja yaitu turun ke bawah (Turba) (Aidit, 1965:53 dalam Fikri, 2022: 73-74). 

Pandangan di atas lebih berfokus pada bagaimana kesadaran kritis kita yaitu (Turba). Konsep tersebut perlu dilakukan secara pelan-pelan sebab perlu adanya kesadaran kolektif yang bahu membahu memulai dari bawah. Masyarakat perlu adanya kesadaran kolektif yang sekurang-kurangnya analisis kritis terhadap ekonomi kita. 

Sehingga dapat disimpulkan sistem yang lahir dari Eropa, Latin, dan Nusantara. Atau dilahirkan dari kolonialis-imperialis perlu adanya analisis kritis bagi kita dengan menawarkan sebuah pandangan sekaligus tawaran lebih baik. Paling idealnya para intelektual dunia pendidikan membuka gerbang dan kecerdasan para politisi kita. Tentu politis yang menganggap bahwa politik sebagai panglima (Aidit, 1964:54). 

Bisa saja masyarakat kita menganggap kita baik-baik saja dari banyak sektor; ekonomi, politik, dan pendidikan. Jika tidak memiliki kesadaran dibangun dari dalam diri. Atau tidak bisa membuat para generasi menutup mata terhadap masalah di sekitar kita. Point pentingnya kesadaran kritis dilahirkan dari pengalaman. 

Selain itu, juga menyadari praktik-praktik kurang sehat yang disadari terhadap sistem atau aturan lahir dari kolonialis-imperialis. Bahwa kesadaran kalau kolonialis ada yang memberikan sistem baik terhadap negeri ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh seorang Douwes Dekker (Multatuli nama samaran) dalam novel berjudul 'Max Havelaar' memberikan kritikan terhadap orang pribumi yang termakan dengan janji manis kolonialis akan jabatan strategis dengan disetir dari belakang layar. Selain itu, imperialis penjajah yang lebih kejam menghisap darah pribumi tanpa memikirkan kemanusiaan dan untung kepada pribumi. Sangat kejam dan keji, kalau imperialis. Mungkin.


Selasa, 14 Juni 2022

MEMAHAMI PROSES DAN TANDA BACA


Mula-mula tulisan ini terinspirasi dari kegetiran  seorang berproses untuk menjadi penulis. Banyak kegiatan yang telah dilakukan sebagaimana seorang ingin menggapai sesuatu untuk mencapai hal diharapkan. Seperti seorang ingin menggapai sesuatu, seperti seseorang ingin sampai ke puncak gunung, sudah semestinya melakukan perjalanan jauh serta menemukan, merasakan, dan berat melangkah. Banyak rintangan di bawah untuk menuju ke puncak.

Seorang yang bermimpi menjadi penulis akan selalu melakukan latihan setiap hari menulis. Namun paling penting yaitu membaca dalam proses menulis perlu membaca dan terus haus membaca banyak hal khususnya buku-buku yang berkualitas. Tentu yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, bergumul dengan orang-orang yang se-frekuensi, yang bersemangat belajar menulis. Biasanya di dalam akademik sering berkumpul dengan orang-orang pegiat literasi berdiskusi. Paling beruntung dapat mengikuti diskusi secara gratis, paling beruntung seminar dengan pemateri penulis keren dan hebat—yang sudah diakui karyanya, sangat senang mengikuti.

Seumuran 20—30 masa-masa yang kita saat bertemu dengan teman-teman seperjuangan akan memunculkan obrolan berbeda. Tentu banyak hal yang dibicarakan mulai; proses yang dilakukan, konsep ke depan, dan hal-hal yang telah menimpa menjadi pelajaran atau sekedar dianggap sia-sia. Seperti muncul kegetiran hidup muncul seketika dengan mengevaluasi hal-hal yang telah terjadi. Ini ada yang mengatakan quarter life crisis.

Proses panjang yang diberi kesempatan dalam belajar perlu disyukuri. Karena diluar sana masih banyak orang-orang memimpikan  seperti kita berada di ruang diuntung yaitu kuliah di perguruan tinggi—yang mungkin kalau tidak dapat memanfaatkan secara baik akan memunculkan kegetiran di masa depan—yang tak menjanjikan. Paling tragisnya  masih bingung akan masa depan setelah lulus.

Memang benar dengan apa yang telah disampaikan oleh salah satu seorang mentor dadakan. Mentor dadakan tersebut memberikan pandangan begitu kompleks pada saat saya awal mula tiba di kota perantauan Kota Malang. merasa diuntung pada saat datang ke Malang di Bus pada tahun 2016 bertemu dengan seorang mahasiswa angkatan 1993 di UMM-Malang. beliau berbicara banyak tentang itu, selain merekomendasikan bacaan buku kepadaku sebagai mahasiswa baru.

Pesan tersebut masih membekas “hanya ada dua mas yang akan ditemukan pasca lulus nanti; kamu dibutuhkan atau membutuhkan!” pernyataan itu terngiang-ngiang selama kuliah. Namun ada lanjutan setelah berbicara seperti itu, “setelah sadar itu dek,,, kamu harus berproses dengan siapapun selama kuliah; organisasi, komunitas, dan ruang belajar manfaatkan sebaik mungkin. Minimal kalau kamu tidak dibutuhkan, tapi temanmu kamu butuhkan… terus berproses!.” Ujarnya tiga tahun lalu, yang diingat.

Dalam proses. Sebagai seorang yang belajar di perantauan. Mungkin akan berbeda dengan seorang mahasiswa lainnya yang hanya menunggu (menerima) setiap pelajaran. Namun sebagai yang tidak hanya menerima—kita kadang harus merelakan di kota perantauan menunda urusan romantisme untuk tetap fokus dengan tujuan menjadi dasar, mengubah segala hal di rumah dengan cara-cara sendiri.

Mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia tidak pernah sengaja secara sistematis. Apalagi ada embel-embel akan jadi apa dan sudah diarahkan oleh lingkungan, jika ambil jurusan ini akan menjadi seorang pendidik, sastrawan, wartawan, ahli bahasa, dan editor. Tidak pernah ada dalam konsep hidup saya—yang memang secara latar bukan dari dunia pendidikan. Seorang anak yang tubuh besar serta berekembang dengan keadaan getir menjadi semangat mendalami suatu bidang disenangi “Pendidikan dan Sastra”.

Pada saat belajar di jurusan yang telah dipilih. Tanpa ada penyesalan. Mengambil awal mula tidak tahu akan menjadi apa, hanya berkuliah saja. Saat belajar linguistik umum dan Bahasa Indonesia. Pada saat pelajaran konstruksi sintaksis ada yang berkesan, saat belajar tanda baca dalam bahasa.

Memahami Tanda Baca

Kalau ditanya mengenai tanda baca yang paling disukai. Dari sekian banyak tanda baca, saya lebih memilih tanda baca 'tanda tanya' (?). Karena bentuknya yang paling aneh melengkung seperti celurit. Mengapa suka bentuk seperti itu. Sangat sederhana, mungkin salah satunya karena masa kecil saya begitu dekat dengan orang-orang yang pencari rumput. Detailnya tak mungkin seorang pencari rumput tak bawa clurit. Analoginya sederhana seperti seorang belajar alatnya; buku dan bolpoin.

Secara esensi, tanda baca (?) ini bermakna tanda tanya. Sebagaimana konsep hidup. Kalau orang selalu merasa perlu banyak hal dipertanyakan, kita merasa kalau perlu merendah hati tidak tahu apa-apa. Maka selalu bertanya akan hal. Konsep sederhananya belajar terus jadi penting. Mungkin makna ini bersifat subjektif atau secara pribadi. Bahwa selalu merasa tidak tahu apa-apa, itu lebih baik. Daripada sok. Dan merasa kalau semua dipenuhi tanya karena tidak tahu apa-apa, bentuk bijaksana kalau dalam filsafat.

Sebenarnya secara bentuk saya merasa lebih bagus tanda baca 'tanda seru' (!)—yang bentuknya seperti pentungan. Seperti alat yang penuh dengan simbol kekerasan. Bahkan asumsi sederhana, sering terjadi ditemukan para pihak-pihak pekerja berseragam pegang pentungan. Seringkali dibuat untuk melakukan kekerasan tanpa ada melakukan perundingan.  Secara esensi tanda seru diletakkan diakhir ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah menggambarkan kesungguhan, kepercayaan, atau emosi yang kuat.

 Dari konsep seseorang memilih hidup tentu memiliki cara berbeda-beda. Ada pula seorang bisa memilih selalu menanyakan apa yang terjadi dengan pertanyaan-pertanyaan –yang ada ada, bahkan menimpa. Jika disadari bahwa pelajaran seumur hidup terdapat konsep mencari, bukan menerima. Mungkin. 


Kamis, 02 Juni 2022

PANDAI MENDENGAR PANDAI BELAJAR HIDUP

"Kepada masa lalu yang tak menjanjikan apa-apa, tapi menawarkan kisah-kisah panjang melatih hidup masa depan, masih absurd..." 

Masa silam yang terjadi akan memiliki sebuah keunikan hidup di masa akan datang atau sekarang yang terjadi. Saat dulu kita terus ditawarkan dengan konsep baru akan kehidupan yang ideal, sesuai dengan kehidupan manusia bijaksana. Hal itu tak akan menghilangkan sebuah keadaan kesadaran manusia akan dirinya. Bahwa suatu sederhana yang luar biasa mampu diterima oleh indera pendengar. Tentu menyimpan kejelasan pembicaraan mengenai nilai. 


Saya yang memang ngantukkan dari kecil. Sehingga teman-teman tidak suka bersamaku kalau melihat pengajian-pengajian di kampung. Karena mereka tak ingin disusahkan lantaran harus menggendong bawa pulang. Apalagi bagi teman yang biasanya tak hanya datang ke pengajian untuk mengambil berkah kyai, melainkan mereka salah satunya juga ingin bertemu si doi, yang telah dikabari melalui sms atau facebook kepadanya. Sangat tidak akan mau kalau denganku kemana-mana. 


Daerah terkecil itu membuat hidupku kini yang memiliki pandangan atau kekuatan akan terus melakukan perjalanan jauh hingga kini. Walaupun orang-orang menganggap selalu buruk masalah masa lalu seorang. Sehingga apa-apa yang terjadi selalu dianggap buruk. Dalam hal kecil ini, saat di perantau sangat membantu dari dalam berupa dorongan seperti motivasi diri, karena ada kecintaan atas proses. 


Di perantau, ternyata tak pernah jauh dari kehidupan masa lalu di latar belakang keluarga, lingkungan teman, dan lingkungan kampung kecil, itu terjadi. Hal paling sederhana terjadi yaitu dari cara bertahan hidup, yang bagaimanapun terjadi bisa tetap hidup, tanpa meminta-minta atau berbagi nasib kepada orang lain. Paling sederhana pada saat memakan dengan memakan yang ada, makan nasi hanya dengan kerupuk serta ditambah royco. 


Cerita saat itu, seperti menjadi nikmat tersendiri jika diceritakan pada diri sendiri. Atau memang mau bercanda dengan seorang teman. Berharapnya, bisa menghibur mereka. Karena saat bercerita awal kuliah belum ada teman. Saat bercerita sendiri juga tertawa, terbahak-bahak bersama teman di kopian. 


Ceritanya saat memakan nasi dengan royco. Jika ingin makan nasi+ayam, cukup membeli royco rasa ayam. Jika ingin rasa sapi, juga beli royco rasa sapi. Saat bercerita dengan narasi dan wajah tertawa, mereka senang. Saya merasa secara pribadi kalau tak ada penderitaan terus-menerus terjadi. 


Kejadian tersebut tak lepas dengan apa yang telah terjadi di kampung kecilku di masa lalu. Karena sejak Sekolah Dasar (SD), saya sudah mencari uang dengan menjual es lilin keliling. Saat itu sederhananya ingin punya sangu dan bisa beli mainan sendiri, tak perlu minta ke nenek. Walaupun ada pula yang menganggap kalau hidup itu buruk. Karena jika dilakukan secara bersamaan belajar dan juga bekerja. Namun bukan itu yang kini bisa dirayakan, tapi bagaimana pelajaran hidup di masa lalu dengan banyak mendengar dan berbicara akan tetap terus hidup secara baik. 


Kejadian masa lalu itu terjadi bukan karena hanya karena kondisi. Akan tetapi, karena mendengar apa yang disampaikan nenek, paman, dan tetangga kalau hidup tak begitu diuntungkan bagi saya dan nenek, yang saat itu menjual krupuk hasil racikan  sendiri. Saat dijual tidak terlalu banyak peminatnya. Pesan saat mau subuh itu masih terngiang-ngiang di kepala hingga sekarang dan sangat relevan dikehidupan di perantau. Pesannya, "kalau hidup itu terus sadar akan diri, dan jangan hanya menyisakan uang untuk disimpan, tapi memang harus ambil khusus disimpan untuk masa lebih lama dan jangka panjang... jangan terlalu banyak makan di luar, makan di rumah dan jangan sering keluar 'keluyuran' sebab sekecil apapun nominal akan keluar!" Mungkin.