sahabatinisia.com |
Kota
Malang yang dingin kini menjadi bukti, bahwa manusia tak mungkin tahu sebab
kecuali itu rasa.
Ada
yang berkata bahwa hari ini sangat dingin, bahkan suhu sudah memberi bukti
menunjukkan 14celsius.
Ada
yang berkata dengan bahasa Kota Malang tak seperti biasanya, hanya rasa yang
ada selalu sama ketika rasa cinta berbicara kepada apa yang ada dalam lubuk
hatinya.
Dingin
kudrot dari angin ketika kita masih ada rasa sebagai manusia. Rasa dingin kota
ini menyelimuti naluri, dan berkata rindu.
Di
mana, keduanya tak berbentuk, lantaran rindu dan dingin metafisik yang mengusik
kadang mengerikan, kadang menjadikan. Bahwa aku masih saja tak bermakna dari
apa yang ada pada manusia.
Angin
mengutuk, bahwa dingin menitip salam dari pencipta agar dirasa ciptaannya
Salam
itu aku terjemahkan sepatah kata bahasa kita Indonesia “rindu”. Mengapa rindu?,
rasa itu aku nukil dari rasa bahwa setiap pencipta mampu mambaca dan memahami
bahwa setiap hembusan nafas bukan saja sekedar malam dan siang, ada gelap dan
terang dipahami, namun ada dingin yang memiliki makna jika diterjemahkan
melalui naluri.
Dingin
pun bagian dari-Nya yang dirindu saat ku rindu dan benci, dingin pun masih saja
berada pada dada penciptaNya berbahagia jika tak dirasa, akan bangga ketika ada
manusia mampu membahasakan dingin berkeliaran.
Mungkin
saja itu bahasa Tuhan, bahwa dingin 14celsius, kita merasa bahwa itu bukan
apa-apa dari pencipta.
Muskil
Tuhan mencipta tan sebab.
Rindu
mungkin saja bahasa bahasa, yang lahir dari kata menjadi frasa, bahkan kalimat.
Dan bertkata. Bahwa..
Rindu
hanya cerita dari diri sendiri, yang dimengerti oleh hati bahwa..
Rindu,
rasa yang pernah tahu namun lama tak bertemu, mungkin saja, itulah kata rindu.
Apakah
Tuhan salah menciptakan rindu itu sendiri agar rasa manusia yang tak pernah
bertemu menemukan substansi dari rindu yang lagi pilu.
Menerjemahkan
bahwa kata dingin itu bagian dari rasa ingin yang dicipta dari angan, bahwa
manusia menjadi terlahir dari apa yang menjadikan.
Sungguh
aku sangat dusta merindukan apa yang tak pernah kau pahami dari sebuah salam
itu.
Dingin
14 celsius, aku patenkan bahwa aku masih saja tidak tahu bahasa itu, hanya aku
hakimkan itu adalah salam rindu bukan hanya untuk aku, namun mereka yang ada di
bangunan tinggi, dalam roda dua dan empat, sampai mereka yang berada di kolong
jembatan, atau mereka yang tidur pulas di atas becak di pinggir jalan dekat
basar besar kota Malang.
Rasa
dan kata lebih dulu rasa
Sebab
dan akibat lebih dulu akibat
Dingin
dan angin lebih dulu dingin.
Malang, 07, Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar