Jumat, 01 Juli 2022

MELIHAT PENULIS MUDA KOTA MALANG

 Pergilah ke dalam dirimu sendiri. Temukan alasan yang mendorongmu untuk menulis; lihatlah apakah alasanmu itu telah mengembangkan akar-akarnya ke dalam dirimu sendiri.

Kutipan di atas merupakan surat yang ditulis Rainer Maria Rilke, lokasi di Paris, pada 17 Februari 1903. Surat tersebut berisi kritikan terhadap puisi berjudul “My Soul” dan “To Leopardi”—yang dianggap karya tersebut tidak memiliki bentuk terhadap diri penulis. Selain itu, memberi komentar terhadap proses menjadi penulis.

“Pengarang sebagai sosok agung.” Rainer  Maria Rilke menuliskan. Agung disini  memiliki orientasi kehidupan kompleks memandang dunia, sehingga penulis punya rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri. Kritikan terhadap kota merupakan pertanggungjawaban atas dirinya.

Tulisan ini tentu ingin merespon tulisan yang berjudul “Melihat Malang yang Tidak Ramah Sastrawan” ditulis Dani Alfian, di omongomong dimuat 25 June 2022. Bahwa ‘tidak ramah’ di sini merupakan pandangan subjektif. Sangat banyak penulis muda di Malang, entah pendatang atau memang asli Malang tak mempermasalahkan, itulah identitas sebuah kota. Dari itu semua bisa terus belajar dengan giat dengan getir menjadi penulis.

Tulisan ini sebenarnya tidak ingin membeda-bedakan antar kota. Di mana kita perlu bersyukur karena masih diberi kesempatan belajar. Akan tetapi, lebih ingin merespon pandangan lain bagi seorang yang berproses di Malang. bahwa iklim belajar di sini berbeda dengan lain pada ranah kesenian khususnya.

Saya rasa ada perbedaan sangat signifikan secara kultur dan sturuktur iklim kota dengan sistem yang berlaku. Ada yang memang memiliki kultur kreativitas yang didukung oleh lingkungan, sehingga ruang diskusi dapat menemukan dengan mudah (kota tersebut berinisial J).

Padangan Dea Anugrah terhadap Kota J, pada saat diwawancarai oleh “Main Mata” diawal menulis, saat tiba di Kota J, iklim di sana sangat punya support terhadap keinginan menulis terhadap dunia menulis. Sangat diuntungkan saat senior di kota tersebut membimbing, mau membaca karya anak yang mau belajar, bahkan tidak segan-segan ingin memberi komentar serta rekomendasi buku bacaan.

Dani Alifian, pada tulisannya menarasikan kalau Kota Malang ada senioritas dalam berkarya. Tapi, pada konteks apa memunculkan senioritas; berproses, kritik, atau mengatur-ngatur atau menjegal untuk tidak masuk ke komunitas lain selain miliknya. Pada kondisi seperti ini pasti membingungkan tuk menyikapi, tapi perlu disyukuri karena berada di ruang lingkup sehat, yaitu tradisi saling kritis.

Pada tulisan Dani Alfian, menarasikan esainya kurang lebih ‘kalau kota Malang gagal menciptakan iklim orang-orang berproses di Malang seperti Felix K Nezi, Dwi Ratih, dan Royyan Julian, dikenal ketika masih di Malang’. Pada konteks ini kerangka berpikir seperti apa pijakan bahwa Malang gagal membangun iklim sehat. Padahal pada sisi lain Malang hanya menjadi tempat penggodokan.

Berproses bukan ditentukan dari dikenalnya karya-karyanya. Malang seperti tempat penggodokan atau tempat berproses. Entah itu pada proses menulis atau proses yang lainnya.

Kawah candradimuka. Pantasnya Malang meminang sebutan seperti itu. Karena, selaras dengan para pendatang ke kota ini bertujuan untuk belajar. Tidak lain belajar dengan tujuan menimba ilmu sekaligus bisa hidup, serta menghidupi atau bisa saja dengan berkarya bisa hidup.

Senada dengan perspektif di atas, Malang seperti kawah candradimuka. Tempat penggodokan memenangkan sesuatu keahlian diri atau ada harapan besar diinginkan yang dicari. Sehingga pada saat di Malang. Kata ‘Malang’ dengan menggunakan awalan huruf kapital, tidak harus disedihkan menjadi diri sendiri, sedangkan malang dengan menggunakan awalan huruf kecil.

“Malang tetap menjadi tempat belajar yang sehat,  jika mau mencarinya!”

Tulisan ini berpijak pada surat-surat Rainer Maria Rilke yang berjudul “Surat-Surat Kepada Penyair Muda dan Sejumlah Sajak”, diterjemahkan Tia Setiadi (2020), terbitkan, penerbit JBS. Buku tersebut tidak membicarakan letak geografis yang strategis. Sedangkan ada sisi lain dari melainkan memberikan pesan dalam dunia kreatif khusus dalam menulis. Mengarah pada pesan-pesan secara personal dengan tawaran persoalan-persoalan di dalam diri seorang penulis, pengarang, dan penyair.

“Penulis muda perlu berpikir pesimistis. Pesimistis tersebut memiliki kesadaran akan dirinya merasa kalau hidup menjadi penulis itu hidupnya tidak baik-baik saja, maka perlu melakukan pekerjaan yang lain untuk menjadi penulis bagus. Di Indonesia penulis yang bagus karya-karyanya reratanya mereka bekerja di profesi lain, seperti; seorang guru, peneliti, dosen, dan penerbit….! Ujar Mahfud Ikhwan dengan Bahasa Indonesia yang baik, saat membincangkan bukunya “Melihat Pengarang Tidak Bekerja”.

PESAN CARLOS FUENTES PADA PENULIS MUDA

Sepuluh “Perintah Kepada Penulis Muda” ditulis oleh Carlos Fuentes (2000). Tulisan tersebut merupakan presentasi di El Colegio Nasional, dalam seminar "Literatura: Creaciòn y tradiciòn?". Presentasi tersebut menjadi jalan baik dan refrensi bagi setiap penulis, untuk memotivasi diri sebagai seorang penulis. Tak pernah berpikir penulis itu baik atau buruk, bahkan ada kegetiran saat menjalani proses belajar.

Tulisan ini ingin merespon tulisan Dani Alifian dengan judul "Melihat Malang yang Tak Ramah Sastrawan". Mungkin respon ini agak sedikit bersikap intelektual, bukan hanya menghujat atau ramai-ramai bergumam tanpa dasar. Sebab ada kegelisahan tersendiri akan tulisan berjudul tersebut.

Narasi tulisan Dani, memposisikan diri sebagai orang diaspora di Kota Malang. Dia sebagai mahasiswa memiliki proses belajar gigih selain di kampus. Tapi semangat untuk menjadi penulis, sastrawan, dan sebutan lainnya lagi tak tahu. Intinya berkecimpung bersilat tangan mencipta sesuatu gagasan melalui tulisan.

Sebagai orang yang senantiasa berproses. Tidak menutup kemungkinan membutuhkan seorang mentor atau teman belajar—yang sekiranya menjadi pembaca sekaligus pengkritik terhadap karyanya. Alih-alih agar mengetahui letak salah serta baiknya karya tersebut bisa dibaca serta diterima oleh pembaca, sebelum dilemparkan kepada dunia bebas, pembaca.

“Seperti orang belajar pada umumnya, butuh seorang guru agar ada mentor terhadap prosesnya.”

Adapun hal tersebut telah menjadi pilihannya. Sudah semestinya Dani dalam proses melakukan pencarian kepada siapapun. Menemui atau ditemui untuk bisa diajak teman belajar atau sekaligus mentor dalam proses belajar.

Tulisan Dani, secara garis besar mencoba ingin menyampaikan kalau para kaum muda perlu diperhatikan oleh para kaum tua. Bukan sekedar diperhatikan, melainkan butuh dibimbing agar terdapat  iklim kota yang sehat. Ketidakramahan terhadap dunia sastrawan perlu dihapuskan. Sekurang-kurangnya begitu. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar