Kamis, 27 Oktober 2016

Kearifan Lokal Melawan Lupa Yang Nyata
Kerinduan masa-masa yang mengingatkan pada lamunan saya saat sendiri sunyi dalam gelapnya malam, masa yang terlewati sangat saya rindukan terasa hilang semua dibenak akal pikiran dibawah kesadaran teringat saat sunyi menghampiri merenungi masa yang terlewati hanya dengan seperti itu saya dapat menikmati apa yang terlupakan sangat berkesan dalam hidup yang tak pernah terhapus dengan lengkangnya waktu panjang.
Jalan hidup yang pernah saya lalui jejak langkah tidak akan terhapus tak mungkin yang telah terjadi membohongi, untuk menjadikan renungan yang nyata pada saat saya merindukan, masa sekarang membuktikan kalau sesuatu yang terlewati paling berharga karena sesuatu yang indah akan terasa jika sudah tiada. Sekarang saya putuskan untuk mengukir sejarah baru karena setiap perjalanan tidak akan melewati sejarah yang telah terjadi, saya ingat dan ingin belajar dari kearifan lokal untuk masa yang akan datang yang lebih panjang dengan menciptakan sesuatu yang lebih indah untuk saya sendiri dan bagi nusa dan bangsa. Teringat dengan apa yang pernah dipesankan oleh Cak Nun, waktu serasehan di Polinema Negeri Malang, hidup ini sangat luas dan demensi-dimensi persoalanya tak terhingga, untk itu diperlukan bukan sekedar wawasan yang luas dan pengetahuan yang terus dicari melainkan juga kearifan dan sikap leluhur yang konsisten dari hari kehari.
Bahwa jangan sekali-kali kepada anak muda terutama sebagai penerus bangsa untuk melupakan ke arifan lokal kita karena sudah menjadi bukti dan mendarah daging kepada diri kita, bahwa yang sudah terjadi itu cerminan sudah membuktikan yang nyata tidak pernah berbohong. Saya mengingat apa yang menjadi pesan karena setiap kata yang menjadi nasehat saya selalu mencoba renungi dari hari-kehari bahwa apa yang sampaikan oleh Cak Nun itu hal yang baik untuk saya sendiri dan kebaikan bangsa ini. Setelah itu saya putuskan bertanya kepada orang yang lebih tua yaitu orang tua saya sendiri.
“ Pak, kearifan lokal yang seperti apa yang harus dipertahankan. ?
“ Kearifan lokal itu pemahaman yang telah terjadi dimasa lampau terjadi, dan sampai sekarang itu harus masih harus dipertahankan. !
“ Seperti apa pak kearifan itu, “ Apa salah satunya kebudayaan adat masuk. ?
“ Iya itu masuk. “ Namun itu masih dalam ranah umum belum bisa kita tangisi, Bapak tangisi itu budaya perimbon.
“ Perimbon pak. ?”
Kebudayaan adat istiadat itu masih umum, membudaya tentang peringatan tahun baru ini, setiap tahun kita dapat menontonnya apalagi di Malang ini satu tahun sudah dua kali sehingga membuat jalan macet. Kearifan bukan hanya seperti itu saja, cinta terhadap budaya, primbon jawa tidak akan merubah pendirian Agama kita, dalam agama tidak ada penjelasan tentang primbon jawa, namun nenek moyang melakukan hal itu untuk pedoman lalu mengamalkan, namun itu semua pedoman nenek moyang kita yang nyata dari itu kearifan lokal yang terbukti jangan pernah ditenggelam oleh sisanya waktu ini.

***
Saya merasakan apa yang telah terjadi dengan apa yang diucapkan oleh Cak Nun dan Orang tua saya sendiri, keadaan akan terlupakan akan tenggelam oleh perkembangan zaman akan merasakan tanpa arah untuk melangkah untuk lebih maju ketika kearifan lokal terlupakan dan tidak di amalkan. Sesuatu akan terbukti jika itu sudah mengalami sendiri, bicara orang akan menjadi bicara yang tak nyata, jika itu hanya indah di dengar saja. setelah apa yang saya dapatkan itu ialah pengetahuan yang dapat saya dengar dari orang-orang hebat menurutku, hari-hari demi hari renungan sering saya lakukan, karena dengan merenung saya mendapatkan jawaban yang menjadi pertanyaan dalam hati, walaupun itu tidak puas dengan hasil yang pasti ketika pikiran sejenak dengan menggukan naluri. Sarasehan Cak Nun sudah beberapa bulan ini berlalu kini saatnya lagi bertemu dengan beliau hati senang, walaupun beliaunya tidak senang dengan keberadaanku, senang bisa mengikuti dan mendengarkan setiap kata yang terangkai indah beliau utarakan keapada kita yang ada terutama kepada saya sendiri meninspirasi, keinginan banyak berbicara kepadanya namun rasa malu mengalahkan semua keinginanku, karena saya memang orang kurang percayaan diri untuk bersuara. Lagi-lagi yang belum tuntas menjadi pembahasaan kearifan lokal yang belum tertuntaskan beberapa bulan lalu, saya berbaharap apa yang ada dipikiran ini beliau tanpa menyuruh audien bertanya akan menjelaskan apa yang menjanggal dipikiran saya apa kearifan lokal yang bapak sampaikan persis dengan apa yang dijelaskan nanti oleh Cak Nun, beberapa menit saya sudah menunggu beliau datang keruangan kantin yang sederhana menjadi tempat beliau bersinggah di Polinema Negeri Malang, walaupun beliau sering di malang saya tidak pernah punya kesempatan mengundang beliau ke kampus saya Universitas Islam Malang. Semoga seuatu saat keinginan ini tercapai amien. Pembicaraan sudah dimulai panjang lebar oleh beliau belum ada titik jawaban yang menjadi harapan saya, ternyata selang beberapa menit kemudian ketika sudah satu jam lebih tiga menit beliau mengingat tentang pembahasan yang bulan lalu sehingga kearifan lokal yang harus dipertahankan bukan hanya budaya yang bertajub hiburan pulau jawa banyak mempunyai ke arifan lokal lainnya yang lebih penting yaitu yang membetuk karakter anak muda semua bangsa ini tidak mengalami kebingungan, dalam melangkah ke dapan kearifan itu perimbon jawa jangan sampai dilupakan, melainkan harus mengamalakan. Serentak beliau menanyakan apakah kalian tahu perimbon jawa itu. ?
” Tidak cak” serentak secara bersama menjawabnya
“ Waduh yang jawa tidak kenal dengan kearifan lokalnya” payah kalian Nak, menangis Nenek moyangmu sekarang ketika kalian menjawab “TIDAK”. Payah-payah ini.
Senyum dan malu saat dikatakan namun saya tidak begitu malu karena saya bukan orang jawa hehe dalam hati berkata. Setelah ada pertanyaan siapa yang mengetahui hitung naptunya hari dan naptu pasaran lima, saya syukur masih dapat menjawab apa yang beliau katakan walaupun semuanya itu seperti katak kesiram air, tidak ada yang paham apa yang di katakan Cak Nun, mungkin baginya asing apa yang beliau tanyakan.
***
Setelah saya menjawab bahwa hari dan pasaran itu bisa juga di sebut Perhitungan Weton, kalau Senin Kliwon, Selasa Manis, Rabu Pahing, Kamis Pon, Jum’at Wage dan seterunya kembali ke perhitungan awal setiap weton itu kita hitung lagi naptunya hari Senin naptunya 4, selasa 3, rabu 7, kamis 8, jum’at 6, sabtu 9, minggu 5, dan sedangkan pasaran Jawa, Manis 5, pahing 9,  pon 7, wage 4, kliwon 8, setelah saya menyebutnya dengan ragu-ragu tapi kata beliau benar setelah itu beliau menyuruh saya mengamalkan, kamu Mahasiswa yang penuh perhitungan kalau di amalkan kamu tidak akan kebingungan dalam menjalankan hidup, saya masih bingung jawaban beliau dan teruslah saya penasaran karena yang penasaran membuatku lebih paham jika saya menemukan penasaran tersebut.
Setelah beberapa waktu saya ada tugas dari kampus kebelulan perbitan majalah sudah mendekati waktu singkat, terutama saya dibutuhkan oleh UKM kampus untuk mengambil data dari desa ke desa yang ada di pelosok desa untuk mengambil foto dan cerita jawa yang sudah tenggelam dalam persimpangan arus. Beberapa budaya yang terlupakan dari itu karena saya lebih memilih sejarah dan juga bagian dari penikmat sejati sejarah, teman-teman percaya pada saya kalau saya bisa mengisi majalah yang akan di terbitkan bulan depan yang bertema Di Persimpangan Arus. Agar  dapat memberikan inspirasi yang kuat kepada semua pembaca sehingga budaya kearifan lokal bukan hanya bahasa dan tradisi saja yang masih kita kenang, masih banyak pula budaya lokal seperti perimbon yang masih dibutuhkan di zaman modern ini, sehingga tidak seakan-akan Tuhan mati di zaman modern, sehingga kearifan lokal yang pada dasarnya semua dari tuhan, sehingga manusia mampu mengplikasikan dalam kehidupannya, sehingga memberikan maanfaat pada pembaca majalah yang nantinya terbit.
Pagi ini saya bergegas berangkat ke desa Alasrajah, Bangkalan yang terletak di pelosok dan desa ini penuh menyimpan mistik yang kuat, dalam hal yang Negativ membahayakan mulai dari hipnotis dsb, namun selalu ingat dengan pesan Cak Nun selain berdoa menita kepada Tuhan, perhitungan yang kamu pahami kamu itu gunakan manfaatkan (Perimbon Nak) hitung pembrangkatan pertamamu dengan cara menghitung dan berankatlah sebelum hari pas kelahiran, keluarlah dari rumah kalian semua sebelum mentari terbit, sehingga hindari dua hari dari kelahirannya kalian, ketika berhadapan dengan orang diantaranya harus ada menghadapi bicara empat mata, jika kamu lahir hari sabtu pahing, kamu tempati harus dari arah utara menghadap ke arah barat, maka apapun urusan kamu diluar dengan apapun akan berjalan dengan lancar, tak gentar dengan apa yang terjadi nanti yang penting saya dapatkan data untuk Majalah.
Yakin saja setiap jalan yang penuh perhitungan tidak akan tuhan membiarkan. setelah perjalanan sudah panjang jauh dari kota waktu adzan Dzuhur berkumandang, saya belum menemukan Masjid atau tempat shalat lainya. Saya dengan kamera tas yang di ransel yang saya kalung kamera untuk pengambilan gambar, setiap berbicara dengan orang lain saya berbalik posisi ke arah barat untuk berhadapan dengan orang tersebut, karena memang orang desa sini menyimpan banyak mistik, teringat dengan orang yang berpesan desa sebelah hati-hati setiap berhadapan dengan orang mengajak bicara ketika menatap mata lawan bicaranya akan hilang ingatkan (hipnotis) otomatis barang berharga yang dibawa harus saya jaga dengan teman-teman, namun saya percaya kepada Allah SWT, dan perimbon yang tuhan berikan kepada manusia agar mempelajari dan diamalkan hingga perjalanan ini penuh perhitungan, saya anggap rintangan pertama sudah saya anggap lewati. Perjalanan sudah larut malam dan berada di hutan desa Alasrajah yang terletak di pulau Madura Bangkalan mendengar nama desa saja sudah mengerikan, waktu sudah mengalir desir angin menusuk kulit yang berlapis kain tak setebal kulit kijang menghangatkan, saatnya beristirahat untuk menunggu senja di ufuk timur teman-teman sudah merasakan lelahnya perjalanan perbedaan cuaca dingin ke cuaca yang lebih panas dari Malang-Madura, adapun teman diatara kami mengalami meriang yang mengakibatkan kurang sehat setelah sampai di tengah alas hutan Alasrajah saya dan yang lain mencoba memberikan obat agar cepat sembuh.
Mengambil data untuk memberikan fakta dalam memberikan berita pada pembaca sebuah tanggung jawab seorang jurnalis tanggung jawab dalam berita yang nyata dalam kehidupan dan lingkungan yang dekat dengan kita, teringat dengan kepercayaan saya Agama Islam dalam konteks seorang jurnalis menginformasikan suatu kebenaran dan membela serta menegakkan kebenaran itu. (Al-Qur’an dan As-sunnah). Mengingat kata yang ada di dalam pedoman kita saya memberanikan terjun di bidang menjadi seorang jurnalis (pemberi berita kebenaran, dan hak setiap manusia mempunyai hak mengetahui kepentingan publik) karena kebenaran yang nyata harus dipertahankan untuk umat yang harus mengetahui. Senja sudah menghiasi gelapnya malam jarum jam menunjukkan pukul 3:56 WIB, sudah memasuki Shubuh teman-teman yang lain pada pergi ke kali dekat hutan dan teman mahasiswa yang sudah pernah mengetahui tempat ini sebelumnya mengarahkan mereka, saya sebagai penanggung jawab mendapatkan tugas harus menjaga mereka semaleman rela mata tidak memejamkan mata, ayam sudah berkokok bersamaan dengan terbitnya matahari yang indah dari arah timur, jarang-jarang dapat menyambut pagi yang indah, baru kali ini tidak telat menyambut keindahan di pagi hari. Setalah pukul 7:15 WIB, warga sekitar sini banyak sudah beraktivitas mulai dari membajak, menam padi, serta suasana yang sangat asing di mata saya dan teman yang lain, ibarat sekarang saya hidup di zaman 80an, sapi yang masih akrab dengan sipengembalanya membajak masih menggunakan sapi, Saya berkata pada teman saya.
“Lutfie di malang pernah menemukan orang membajak tah. ?”
“Nemu sihh tapi gak pake sapi. “ di sana sudah modern, pake mesin kale hehe.
“Sama lut, di kampung aku itu bajak dan yang nanam padi sudah mesin yang kerja, ini kampunya siapa Maja. ?” hehe
“Lut dan Mai, kalian itu jangan keras-keras kalau bicara, kedengaran para petani itu bisa di bacok kamu hehe, kita orang baru di sini. Ini kampungnya samsul hehe”
Kami berempat sedikit bergurau tentang perkembangan teknologi yang sangat masih jauh dengan di Malang, namun kerukunan dalam berkerja sama mereka tanpak jelas untuk di contoh kepada kita, setelah tertawa kita bersama-sama sudah kita tiba ke tujuan kita Bapak Maulana yang banyak dengan pengetahuan jawanya (Primbon jawa) objek penelitian untuk membuktikan semua itu bahwa kearifan lokal sangat relevan jikalau kita gunakan dalam kehidupan yang sudah modern ini. Setelah sampai disinilah saya dan teman-teman yang lain mengajak berbicara dengan Bapak Maulana yang sudah berumur 67 tahunan, menanyakan dan kearifan lokal yang harus kita unjung tinggi di negeri ini. Teringat dengan Cak Nun yang beliau katakan, kearifan lokal yang benar-benar kita perlukan dalam hidup kita untuk membangun bangsa kita ini agar kekuatan negara tidak hanya memiliki SDA yang diandalkan yang menurut kita SDA sangat masih jauh dari negara-negara lain, dengan kearifan lokal ini kita punyai kekuatan, negara lain yakin tidak mempunyai kearifan lokal Weton Perimbon peluang besar dengan ini yakin membangun negara dengan penuh perhitungan akan menciptakan hasil akhir yang baik pula. Pak Maulana berkata,
Perembun (perimbon) ini ada buku (kitab kuno wali sembilan) bapak pesan kalian semua amalkan ini. kalian penerus bangsa kalau tidak mempunyai dasar hidup yang kuat kalian belajar pada sejarah  yang sudah terjadi karena sejarah yang tidak pernah bohong nak.!” “Wejangan Weton ini kalau bukan kalian siapa yang akan mengamalkan karena kalian semua orang jawa semua nenek moyangmu percaya dengan Weton ini dan kepada Alloh SWT.!”
“Enggeh pak, serentak menjawab bersama. !”
“Kalian akan dapat membuktikan kearifan lokal ini Perimbon Weton ini mulai dari zaman Wali Songo sudah menggukan perimbon ini.!”
Data sudah saya dapatkan untuk majalah yang akan siap kami terbitkan, kamipun berepat begegas kembali ke malang dengan rasa senang banyak hal baru yang di dapatkan, bukan hanya data kita dapatkan, tapi mendapatkan pengetahuan dan pengalaman hidup yang akan sulit saya lupakan. mereka membangun Indonesia dengan besar dengan penuh perhitungan Perimbon karena jikalau tidak menggukan hidup ini serasa mengalami kebingungan, namun perimbon ini sebuah keyakinan namun saya yakin karena sejarah telah membuktikan.



***
Catatan:
·         Perembun dalam bahasa madura, namun pada dasarnya perimbon hanya orang jawa yang memilikinya, satu-satunya kearifan lokal yang dimiliki indonesia terutama di jawa, dan perimbon inilah yang sekarang kebanyakan orang jawa tidak mengetahui apa kearifan lokal yang harus dibudayakan.
·         Weton penghitungan dalam bahasa indonesia setiap hari mempunyai naptu, dan setiap pasaran lima punya neptu. Kearifan lokal ini yang banyak orang memiliki.
·         Tulisan ini saya terinspirasi dari kearifan lokal satu-satunya yang hampir terlupakan, saya masih bersyukur mempunyai orang tua yang selalu memperhitungkan saya setiap langkah saya untuk selalu berusaha tidak melupakan kerafian lokal primbon, dengan ini langkah saya selalu penuh dengan perhitungan dengan seperti ini Alloh selalu memberikan cahaya setiap langkahku.

Biografi Penulis

1.      Nama                                                  : Akhmad
2.      Nama Pena                                         : AH
3.      Status                                                 : Mahasiswa Semester III jurusan Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Islam Malang
4.      Organisasi kampus Internal                : LPM-Fenomena
5.      Moto                                      : jagalah apa yang harus dijaga, maka jangan pernah takut untuk tidak terjaga.
6.      Alamat: JL. MT. Haryono gang VIII-C No Kost (Rumah) 994 masuk gang depan RSI-Unisma.  
7.      Email, Fb, blogspot                : akhmadmus16@gmail.com / Akhmad.mustaqim77@yahoo.com /blogspotperantautanahgaram.
8.      No hp                                     : 087750942014
9.      Karya                                     : Cerita perjalanan Terjebak di kota penuh cerita (lomba UKMP UM).
Cerpen Bunda Maryam (lomba toleransi agama Pasca-Unisma).

Puisi Ibu Hanya Sebuah Nama (lomba lustrum ke VII UNISMA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar