Dinamika pers
akhir-akhir ini menuai banyak perbinjangan. Mula-mula dengan kerja-kerja jurnalistik,
yang seperti sudah menjadi pekerjaan yang sangat mudah , untuk masuk. terkadang
kualitas karya jurnalistiknya tidak begitu kedibel. Apalagi semua masyarakat
melakukan praktik tersebut tanpa kita ketahui bahwa ada banyak golongan; mulai
dari masyarakat menengah ke bawah dan menengah ke atas. Dinamika ini tidak lain
dan tidak bukan tidak dapat kita
tolak,karena berkaitan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Sehingga secara signifikan Praktik jurnalistik menjadi
bagian dari kehidupan masyrakat sehari-hari. Dengan banyaknya ladang media
sehingga melahirkan banyak paktik jurnalistik dilakukan tanpa melihat dari
sumber, seperti halnya air megalir tidak ada sumbernya walaupun airnya ada dan
nyata.
Dalam sejarah
jurnalistik cikal bakal lahirnya, tidak boleh kita melupakan sejarah awal
terbentuk, fungsinya jurnalistik. Ketika ingin menelisik sejarahnya harus
menelisik ke Yunani Kuno (100-44 SM) dalam sejarah jurnalistik seperti menjadi
refrensi awal terbentuuknya. Raja Julius Cesar disebut bapak pers dunia. Kegelisahannya
itu lahir karena kebingunangan dirinya untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat dan masyarakat bisa menerima apa yang akan disampaikan dengan mudah,
berdirilah sebuah “acta durma” dalam
bahasa Indonesia “Papan pengumuman” (sejenis majalah dingdan Koran tempel
dimasa sekarang), dan pada masa itu
tempat acta durma itu diletakan di
forum umum sekarang Stadium Romawi.
Perkembangan
zaman yang kita kenal hari ini dengan sebuah revolusi industri atau revolusi
teknologi. Pertama ditandai dengan
munculnya mesin cetak pertama yang ditemukan di Germany. Sebagai dobrakan baru
dalam perkembangan dunia yang baru. Hingga sampai hari ini terciptalah
perkembangan industri yang dikenal dengan era 4.0. hal itu akan menjadi salah
satu faktor perkembangan zaman hal itu tidak lepas pers juga dipengaruhi. Khususnya di Negeri
Indonesia.
Perkembangan
pers di Indonesia sejak Belanda masuk ke Indonesia sudah ada. Namun tidak
mungkin mereka seorang penjajah tidak memiliki kepentingan membangun lembaga
pemberitaan. Singkat cerita bapak pers pertama di Indonesia Tirto Adi Suryo
yang menderikan pers pertama bernama Medan Priyai, tidak lain memiliki tujuan
positif terhadap warga Negara Indonesia untuk menyadarkan bahwa pentingnya
merdeka, dan bisa dikatakan isi dalam berita berupa propaganda untuk
menyadarkan masyarakat. Dan hari ini pers di Indonesia menjadi pilar ke-empat
demokrasi, jika tidak ada pers Indonesia tidak bisa menyiarkan kemerdekaan.
Sebuah kebenaran
sepertinya sudah tidak dapat dibendung lagi. Masyrakat sudah bisa menerima
kehidupan dengan suguhan yang begitu gambalang. Tidak lain dan tidak bukan
bahwa hal itu mendapat kecenderungan membendungnya dengan banyaknya informasi.
Indikasi penyebaran hoax dan orang
yang sering menerima hal tersebut bisa kita temukan dalam kalangan-kalangan
terpejalar,akademisi, dan orang-orang melek media, dan bagi yang gagap media
bisa dikatakan hal yang beruntung karena tidak terlalu terkntaminasi dengan
banyaknya informasi.
Jika berbicara
kebenaran teringat dengan sosok semangat yang tekun menulis masih belum
tertandingi sampai hari ini, tulisan maestro dikenal di Kompas sebagai pendekar
pena Mahbub Djunaidi mengatakan, jika kebenaran dunia ini ditulis secara
gamblang maka akan mudah dunia ini hancur
Dari perkataan
itu bagaiamana bisa memberikan makna yang tepat. Kita sadari ketika seorang
jurnalis selalu berusaha nangkap momentum yang tepat sebagaimana bisa
mendapatkan berita yang memiliki fungsional, dan berdampak hal itu akan menjadi
pertarungan sebuah idealis kita dalam mempertahankan dan bisa menyikapi hal
itu. Dinamika akan selalu menjadi kejutan dalam realitas sosial. Bisa
menguntungkan dan bisa juga merugikan itu seperti menjadi rumus dalam hidup
tidak dapat dihapuskan namun bisa diimbangi dengan kesadaran manusia.
Berbicara dengan
banyak informasi banyaknya hoax. Hoax ketika analisa secara harfiah sebuah
berita keboongan. Jika berbicara kebohongan kita tahu jenis-jenis kebonhongan
terdiri dari fitnah, kebohongan, dan hasutan serta banyak jenisnya. Kita sadar
dengan hal itu, namun yang menjadi masalah besar dengan seperti apa kita bisa
membuka ruang dengan meghindari atau tidak terjebak pada lingkaran itu, dan
lebih baiknya lagi memberikan sebuah fungsi baik terhadap kehidupan sosial
(bermanfaat dengan sesama) dalam mencerdaskan masyarakat untuk bisa memilah dan
milih mana berita yang baik dan benar mana yang buruk tidak baik, untuk
dikomsumsi.
Kata kunci
mengatasi dari hal di atas kita akan menelisik dari kegemaran masyarakat kita.
Pertama kita masih dalam tatanan masyarakat standart yang pernah di riwayatkan
Alm. Gus Dur. Tingkatan manusia sosial
itu ada tiga tingkatan; Oral, Mendengar, dan Menulis. Tingkatan ini menjadi
dasar arah pemikiran kita bahwa ketika berbicara ketiga perkataan tersebut
salah dua masuk pada ranah praktik-praktik dunia literasi yang terdiri dari “baca dan tulis”, kedua ini
berkaitan dengan masyarakat yang tidak kuat di negeri ini. Dengan hal ini akan
mudah termakan hoax dan menyebarkan hoax, bagaimana mungkin ketika semua sudah
menggerogoti kita tanpa sadar bahwa kita tidak sadar dengan membaca lemah.
Terkadang Negara
mudah keos, dan sepertinya mudah terprofokasi kita bisa kaitkan dengan tingkat
baca warga Negara kita. Dari 62 negara yang diteliti oleh Unisco pada tahun
2016 Indonesia nomer 2 di atas Thailand dan kalau di bwahnya ada Boswatna,
nomor dua dari bawah.. hal itu bisa menjadi salah satu indikatornya. Namun hal
itu, bukan hanya berhenti ketika kita tahu. Ketika kesadaran kita sudah
menyentuh naluri maka kita perlu sebuah reaksi (tindakan) yang konkrit minimal
tidak membuat Negara kita tidak tambah terpuruk dengan tindakan paling sederhan
kita lakukan, sekiranya tidak merugikan orang lain dan hal itu menjadi peluang
besar, pada masyrakat dengan cara mendekatkan diri dengan bergerak sesuai
dengan apa yang kita mampu. Sesuai dengan kemampuan setiap individual namun
tetap berada dalam tatanan menjalin kerjasama dengan masyarakat baik untuk
melakukan sesuatu hal secara komunal dalam kebaikan.
Trah masyarakat
akan tetap berada dalam koridor yang mesih relevansi tidak konservatif namun selalu
solutif. Masyarakat dengan trah baik akan memberikan kebaikan pula terhadap
kepentingan Negara, agama, dan kebudayaan. Jika Gaptek belajar untuk melek
teknologi yang bisa menunjang kehidupan masa kini bukan hanya sekedar sadar
namun juga harus memberikan edaran sebuah kebaikan sebaimana fungsi
manusia.
Pesan terakhir
hati-hati dengan Yallow Jurnalisme
karena itu akan menjadikan kita berubah, karena sebuah kajian psikologi
memberikan sebuah istilah bahwa berita yang dikomsumsi dibaca, ketika konsumsi bacaan tidak sehat
akan mempengaruhi psikologi kita, untuk tidak sehat pula. Dalam psikologi Freud
yang terdiri dari ID, Ego, dan Superego ketika itu bejalan normal maka
semestinya akan menjadi makhluk hidup yang ideal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar