Minggu, 13 November 2022

SAVOIR FAIRE

To be is to do Albert Camus, dan to do is to be Jeans Paul Sastre, dan do be do be do Sinatra. Saat membaca adagium beberapa tokoh di atas sambil tersenyum. Tulisan tersebut dikutip oleh penulis Bondan Winarno--yang menemukan di media New York Times. Dianggap tulisan lucu, tapi juga membuat kita memilih pedoman hidup. 

Jika kita memang bukan siapa-siapa (belum banyak simpanan uang/Atm sering kosong), maka memilih kedua yang disampaikan Jeans Paul Sartre dan Albert Camus, yang Sartre berkata "melakukan pekerjaan itulah yang memberi arti hidup," sedangkan Camus "hidup itu adalah melakukan sesuatu." Kalau Sinarta dilakukan oleh orang-orang yang bernasib baik dalam hidupnya. 

Kualitas hidup manusia ditentukan dari bagaimana kita menghasilkan sesuatu atau bekerja, begitupun sebaliknya. Seorang belajar dan bekerja di setiap hari 8-10 jam dan sisanya hidup dengan keluarga. Sedangkan bagi yang bernasib baik tidak sampai kerja segitu sudah menikmati. Akan tetapi kalau kita merasa tidak butuh orang lain terhadap meniru konsep berpikir tinggalkan saja. 

Ketiga pandangan tentang hidup punya dasar kebenarannya--kita memang bekerja keras. Pagi-pagi bangun baca buku ke kampus kadang juga ke sekolah untuk mengajar. Tidak sempat sarapan pagi. Kadang tidak sempat pulang ke rumah selama enam bulan ini. Di Malang bisa hidup lebih bisa melakukan sesuatu lebih banyak. Bekerja di penerbitan di sekolah, sambil kuliah juga agar selesaikan. 

Saat di Malang banyak yang butuh kepadaku. Kalau pagi kadang perlu ke kampus bimbingan kalau senin dan selasa. Rabu dan kamis di sekolah mengajar Bahasa Indonesia dan Prakarya dan Wirausaha. Lepas dari itu kadang singgah ke tempat-tempat komunitas literasi, sastra, filsafat, dan kadang menonton teater. Selain belajar juga membangun relasi. 

Kalau malam banyak waktu diam dan kadang telpon keluarga di rumah yang terdiri dari nenek, bapak, dan ibu (bukan kandung), tapi tetap mereka perlu kuberikan waktu dan cari waktu untuk tetap berkomunikasi. Walaupun tak semeriah bangun relasi baik, tapi saya setiap pagi mengirim pesan kepada bapak yang berpesan; "Pak doakan Akhmad Mustaqim, sampaikan ke nenek dan ibu." Pesan tersebut selalu kusampaikan kirim setiap pagi walaupun sekedar menyalin ((pesan yang sama dikirim setiap pagi)), tak mengurangi rasa sayang kepada mereka. Walaupun kadang memang tidak dibaca. 

Saya kalau malam menelpon untuk menanyakan kabar. Bersama adik-adikku yang memang jauh dengan keluarga di rumah. Kadang nenek kangen dengan kita, dan kita melakukan video call bersama berbicara banyak hal. Mulai pertanyaan random sampai yang serius perihal pekerjaan atau paling berat menanyakan keuangan dan pernikahaan, ini mengarah kepadaku. 

Lepas telponan. Bersih-bersih dan mengecek email dan pesan dan mencatat hal-hal yang dilakukan untuk besok. 

Pukul 21 ke atas kalau di kos diriku menguap berulang-ulang. Kalau tidak ada pertandingan sepak bola, mencoba membangun kebiasaan membaca buku motivasi. Karena memang butuh akhir-akhir dorongan dari luar diri. Setelah itu tidur pulas. Dalam cita-cita sebentar, mungkin kita berharap dalam mimpi ada orang bertanya, untuk apa dirimu melakukan sesuatu selama 10 tahun terakhir? Saya akan menjawab: untuk diriku sendiri, keluarga, family, pasangan (nanti kalau sudah tiba) sahabat, murid, agama, dan orang-orang yang berpengaruh di dalam hidup, serta bagi nusa dan bangsa. 

Jawaban yang dianggap benar, tapi curiga tidak jujur itu. Sukses demi sukses yang Anda raih bukanlah hal yang disebut, tetapi untuk memuaskan ego diri sendiri. Kalau ditanya kepada keluarga memang ada jawaban tidak jujur, mungkin. Walaupun keluarga selalu dukung apa yang telah diambil oleh keputusan diri sendiri. Kata yang sering kali muncul; "terus berjuang dulu apa-apa yang kamu harapkan nak, kalau merasa sudah pas silahkan putuskan cita-citanya di mana kamu akan melangkah." Jawaban itu mungkin agar diriku mikir positif saja padahal tidak jujur. Kalau jujur mungkin kamu ini egois kepada dirimu. Kapan diriku ini bisa menemani hari-hari bersama dan bisa membantu ekonomi keluarga secara maksimal. Walaupun diriku dianggap baik karena berjuang sendiri selama kuliah tujuh tahun terakhir. 

Melakukan sesuatu yang memang bersifat sendiri. Melakukan sesuatu itu termasuk melakukan peran sebagai keluarga. Kalau diriku mengalokasikan waktu sebagai anak pertama tetap memikirkan adik-adik mengenai merencanakan kegiatan kuliah serta di perantau yang punya pilihan. Jangan lupa, komitmen sebagai perantau menimba belajar dan bekerja dan meninggalkan sekaligus terus berjuang untuk tetap menjalin relasi komunikasi dengan keluarga. 

Terlambat atau tidak. Belum. Sekarang butuh lebih memahami prioritas serta kesadaran penuh terhadap pilihan. Mungkin ini bebas atas diriku sendiri memilih, akan tetapi tetap bertanggung jawab atas pilihan.  Tanggung jawab itu kesadaran penuh untuk terus melakukan. Dan kalau nanti pulang bawalah kabar baik dan sampaikan ini yang telah kucari sesuai harapan dulu. Agar mereka senang dengan cara sendiri. Dan bisa saja nanti pulang membawa bunga sambil meniru menyanyi do be do be do.

*terinspirasi tulisan Bondan Winarno 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar