Kamis, 17 November 2022

BUKU, ROUSSEAU, DAN CINTA


Mula-mula mengenal tokoh bernama Rousseau, ketika mendengar obrolan Maudy Ayunda, artis sekaligus perempuan multitalenta, berbincang di podcast Gita Wirjawan di akun spotify End Game.  Dibuka dengan ketertarikan Maudy terhadap adagium tokoh dunia bernama Jeans Jacques Rousseau. Saat itu pula, saya ingin tahu tokoh tersebut, lalu berselancar di laman google mencarinya. Di pencarian tersebut, muncul foto serta keterangan tokoh dikatakan pemikir, akademisi, dan filsuf. Selain itu, menulis karya sastra walaupun terdapat keterangan lain belum begitu banyak karya sastranya. 

Jeans Jacques Rousseau menulis cerita dalam bukunya dengan begitu memukau gaya pemberitaannya. Meletakkan karakter tidak hanya menjadikan seorang boneka yang tak dapat dinalar, tapi bisa ditemukan bukti di kehidupan nyata. Tentu, tanpa memunculkan karakter sikap dan sifat unik yang dimiliki akan menjadikan tokoh buatan tidak berdaya. Keunikan salah satu yang dimilikinya yaitu kehidupan yang dirasakan oleh Edward, terkhusus dalam asmara.


Segala gejolak ini membuntutinya di sepanjang perjalanan pulang. Luapan cinta yang baru saja bertunas selalu terasa lembut. Dorongan pertama yang muncul dalam dirinya adalah pesona baru ini; yang kedua membuka matanya terhadap dirinya sendiri (Rousseau: 2022.43). 


Tidak mudah menjelaskan segala perasaan kepada orang lain jika tidak membiasakan setiap apapun yang terjadi. Membiasakan diri untuk tetap menjadi diri sendiri tanpa gagah memang sulit, tapi paling sulit gagah terhadap perasaan yang merasa akan lebih dari sekitar, itu susah. Sedangkan akan mudah jika setiap kejadian diiris-iris benang merahnya lalu dijadikan jalan baik, jalan baik versi diri sendiri tanpa menyakiti orang lain. Walaupun pada akhirnya kehati-hatian selalu tergelincir di jurang tidak benar. 


Rousseau menulis cerita cinta Milord Edward begitu jeli menyampaikan secara lamban. Gaya penceritaan membuat pembaca membuat berjalan-jalan memahami sebuah rute jauh, tapi tak masalah karena menikmati ceritanya. Twntu, akan berbanding kebalik saat tak mampu merasakan nikmat membaca. 


Tokoh yang dibangun oleh penulis begitu miris karena tokoh menjadi other atau liyan dari manusia lain. Ia ternyata berhubungan asmara ganda dengan seorang. Hubungan yang membuat bahaya di Italia, lantaran banyak tekanan dari perempuan-perempuan yang mencibir dan akan disalahkan. Bahkan kelompok tokoh perempuan berpengaruh akan tak menerima, bisa-bisa akan mengancamnya. Budaya tersebut akan sama dengan di Indonesia. Sebab menjadi tabu serta tidak biasa akan jadi terasa aneh dan baru, yang kadang sangat sukar diterimanya. Kegelisahan tokoh yang wajar menjadi normal dapat perlakuan kurang pantas sebab manusia akan tidak mudah menerima hal baru dan pola konservatif masih kuat. Karena cara berpikirnya masih menggunakan pandangan kurva normal: "bahwa setiap pasangan hanya memiliki satu pasangan, tidak boleh lebih."


Saya menganggap kejadian tersebut seperti seorang yang jatuh cinta pada seorang teman. Mungkin ada yang menganggap kurang baik dan gak pantas. Ada pula yang tanpa berpikir panjang itu sangat baik bagus karena sudah sama-sama tahu, tak perlu kamu merasa kurang baik. Teruslah lakukan selagi mampu menjaga harga dirinya dan menjaga sebagaimana mestinya seorang pasangan. Paling penting tidak merugikan diantaranya. Walaupun kata tersebut tetap menjadi klise, akan tetapi, tetap saja ada yang merasa dirugikan dari satu sisi dan sisi yang lain. Hal ini akan dikembalikan ke agama; "tak mungkin Tuhan menyatukan sama persepsi pikiran manusia mirip atau sama, pasti ada yang perbedaan."


Untuk memahami perasaan, kita perlu mengiris-iris beberapa hal itu mengenai rasa. Atau menambang diri, lalu pada siapa perasaan diprioritaskan. Paling utama tidak lain yaitu kepada diri sendiri, kedua keluarga, dan ketiga pada pasangan (kalau yang kedua kalau sudah berkeluarga), serta yang ketiga pada guru, empat pada orang terdekat, dan kelima pada orang-orang yang semestinya dapat yaitu yang telah mempengaruhi hidupku--yang sangat perlu dapat rasa prioritas perasaan pada objek yang tepat. Sisanya adalah mereka bisa diberikan semestinya saja. Karena hanya Tuhan yang mampu mencintai semua dengan rata dan tak ada yang dibenci siapapun yang berdusta. 


Sebagai manusia yang kadang masih lapar hari ini perlu pergi ke warteg. Jangan merasa mampu dan bisa hidup sendiri atau dengan banyak orang di sekitar, paling penting bisa berbuat dan berbagi maksimal, bukan adil. Bisa saja itu menjadi resiko buruk yang terjadi pada diri sendiri dan berdampak pada orang banyak. Hal tersebut seperti memaknai cinta ganda tak semestinya buruk. Karena perihal ini salah satu perspektif saja, yang berbeda kepada akan beda pula menyerap makna. Bisa saja dianggap karunia Tuhan dianggap kelebihan. Hal ini subjektif. 


Pandangan tersebut perlu adanya dua sisi untuk melepas kesangsian berpikir berulang-ulang. Untuk mengambil contoh yang salah yaitu; ketika ada seorang mengatakan: "membaca buku banyak percuma, tapi tidak memahami perasaan perempuan." Penalaran yang tidak begitu membuat berat berpikir, tapi bagi yang gemar  baca, dikatakan seperti itu akan sakit hati, serta terus terekam di sanubarinya.


Pada inti mengambil makna dari setiap kejadian letak kebenaran tak hanya diletakkan pada kebenaran subjektif, melainkan perlu tandingan lain yaitu kebenaran secara objektif. Bagaimana seseorang dapat berpikir jernih dan mengambil jalan baik atas dirinya jika tak melibatkan unsur lain. Salah satu terus hadapi. Sebab siklus manusia di bumi masih sama, hanya beda pola. 


Hidup di dunia yang kompleks perlu memiliki prinsip pribadi yang kuat serta tahan banting. Karena jika tidak, akan terperangkap pada hidup personal yang hanya bisa menjadi penghambat perkembangan. 


Meminjam perkataan tokoh Edward; "benar demikian walaupun dia menolak perempuan yang dia puja-puji; segalanya selalu atas nama kebajikan, benar demikian, tapi dia juga percaya bahwa dia berlaku bijaksana apabila dia mengikuti jalan hasratnya sendiri" (2022:52). 


Rousseau, secara sadar menghadirkan kisah seorang di kehidupan sehari-hari dengan kepribadian tidak normal. Dalam hal ini menampilkan sebuah ketidaksesuaian di dalam kacamata umum, tapi itu ada. Namun secara sederhana tersampaikan secara tersirat maupun tersurat di buku "Cerita Cinta Milord Edward Boston, terbit di penerbit Mooi (2022), dialih bahasa oleh Rio Johan dari Bahasa Prancis ke dalam Bahasa Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar