Rabu, 23 Maret 2022

PERTEMUAN KECIL KITA

Foto: Amd 


Adalah Deri, Liya, Umi, dan Mas Aan. Mereka menulis buku dengan genre yang sama yaitu puisi. Tidak muluk-muluk mereka punya cara sendiri merayakan hidup. Mungkin menghindari saja kalau hidup di perantau ini tidak hanya menghabiskan waktu di jalan dan mengisi kemacetan saja. Meminjam kalimat indah Seno Gumira Ajidarma, hidup jangan hanya dihabiskan di jalan bahkan menjadi kemacetan jalan. Kurang lebih seperti itu perkataannya. 

Buku mereka dipegang oleh beliau. Sambil bercerita satu sama lain. Perbincangan begitu kompleks dimulai. Ya, seperti biasa seorang mahasiswa (i) dan beliau dosen. Perbincangan selalu mengarah ke dedikasi kehidupan begitu kompleks lagi. Tapi obrolannya sangat nyambung dan nyaman sebab sesuai dengan apa yang begitu dekat di kehidupan sehari-hari kita. Beliau seorang penderita yang handal dalam bentuk lisan, dan pengalaman hidup banyak, dan pengetahuan. Sepertinya penilaian begitu pas diberikan kepadanya saat mendengar ceritanya. 

Pertemuan Kecil Kita (2018) merupakan judul buku sehimpun puisi dari Dr. Akhmad Tabrani, M.Pd., merupakan dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unisma. Sengaja pertemuan ini dituliskan secara singkat dan padat, sebagai bentuk rekam memori saat melakukan pertemuan dengannya. Pertemuan  yang disengaja dengan hal paling tidak diharapkan bisa menjadi hal seperti apa, tapi ya tetap ingin mendapatkan asi bermanfaat bagi kesehatan, kalau dianalogikan seorang anak kecil merengek minta asi. 

Mula-mula melalui pesan whatsapp menanyakan karya teman-teman. Selanjutnya melakukan perbincangan panjang dari hari-hari membahas karya sastra khususnya tulisan-tulisannya. Pada bersamaan pula seorang teman ingin membaca karya beliau (mau beli), namun tidak beruntung bukunya habis di tangan beliau sudah laku. Walaupun habis... sebenarnya di rak buku saya ada karya beliau--yang memang untuk koleksi pribadi, tapi dengan rasa 'kalau saya pribadi mudah dapat buku ini, toh file ada... Kalau untuk dia sepertinya ada semangat baca sangat perlu didukung...' setelah itu dia berikanlah buku tersebut ke pembaca setelah diberi tanda tangan penulisnya, yaitu Akhmad Tabrani. 

Saat bertemu. Kita masuk ke dalam ruangan lalu duduk di depannya. Dengan membaca banyak buntelan buku di tas. Pembicaraan dimulai. Saya dan Umi Latifah mengobrol dengannya. Banyak hal yang memang didapatkan dari beliau mengenai dedikasi kehidupan lebih kompleks. Tidak seperti biasa di dalam kelas ngobrol hal-hal kompleks dunia pendidikan dan pembelajarannya. Tapi beliau bercerita hasil bacaan buku, pengalaman, flim, musim, karya, dan tak lepas pula yaitu percintaan--yang tak pernah lepas dari ingatan. Dan puisi "Sungai Nill" jadi kisah panjang tak berkesudahan. 

Adapun sebuah penceritaan itu dimulai olehnya. Dibuka dengan pertanyaan "pernahkah kalian tahu lagu 'Disapih' yang merepresentasikan flim Ada Apa dengan Cinta 2?" Dengan tegas menjawab "belum Pak, masih belum." Serunya dengan senyum yang lain menjawabnya. Terus beliau memutar LCD Komputer ke arah kita, dengan mencari di youtube, ia mencarinya sampai ketemu, lalu diajak untuk mendengar. Sambil tersenyum kita hening memperhatikan lirik, nada, dan gelombang video klip yang tidak begitu menarik. Kita menyimak hingga selesai. Setelahnya pecah senyum sumringah kita bertiga. Sambil terbata-bata saat ditanya tentang kisah lagu tersebut representasikan ke "Cinta atau Rangga?".... Kita diam sambil tersenyum, ia menjawab "...inilah kondisi Rangga saat berada di New York, kuliah dan kerja serabutan untuk bisa bertahan hidup selama 9-11 tahun, kurang lebih dan telah memutuskan cinta dengan Cinta yang di Indonesia, diputuskan dengan puisi surat..." dengan bersemangat dan punya gambaran akan cerita begitu kompleks itu, ia berkata "keren dan keren... film ini, pokoknya!" 

Dalam pertemuan tersebut. Beliau juga membahas tentang karya dari teman-teman  mahasiswa (i) berproses menulis di kampus. Setelah membahas panjang lebar kita menyimak berupa; sanjungan, motivasi, dan bahkan masukan-masukan akan hal karya. Selain itu memberikan dedikasi perihal zona nyaman. Bahwa menuliskan sesuatu hal itu bentuk keluar dari zona nyaman. Ia pun memberikan persamaan dengannya dalam proses menulis semasa kecil dan hingga kini--yang ingin sekali menerbitkan kembali karya-karyanya lagi. 

Pesan moral yang tersampaikan "kalian berproses sekarang semoga jadi orang sukses, jadi orang nanti kalian bisa juga menulis dan juga bisa mengajar, atau kerja di tempat lain... tapi ya perlu punya keterampilan menulis. Dan jangan mikir ngejar dunia saja, karena dunia ini hanya seperti kertas ring buku ini, kalau di kulit akan mudah dan gak sekilas... jadi jangan berlebihan. Hidup seperti puisi saja mengalir sekaligus memberi kenyamanan dan kegilaan kepada orang lain." Kurang lebih pesan tersebut melekat. 

Bunyi detik jam dinding kencang tapi tak merasakan lama saat bicara dengannya. Kurang lebih obrolan sudah lebih dari 60 menit.  Namun tetap saja obrolan semakin menarik, sebab kita dihadapkan dengan kehidupan yang lebih kompleks di realitas sosial kita. Terlahir dengan obrolan yang selalu berharap baik, ia mendoakan segala hal lancar. Begitupun tugas akhirnya. Mungkin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar