Jumat, 11 Januari 2019

Menulis Tugas Mulia "Tuhan Menitip Kata dalam Buku"

Akhir-akhir ini musim tidak bijak. Keadaan badan menjadi tidak baik. Terkadang membuat orang sakit. Begitupun dengan proses tulisanku, akhir-akhir saya menemukan kebingungan dalam menulis, terkadang saya harus menulis cerpen, kadang menulis opini dan bahkan  ingin sekali menulis puisi yang akan panjang. Buku catatan harian masih saja dalam bentuk tulisan yang tidak tertib, isinya bercampur terlalu mendominasi puisi, krangka cerpen dan bahkan  ada opini, esay. 

Saya menulis terlalu banyak yang belum ku tau dari teori, dan teknik menulis. Dari dorongan menulis saya hanya mencoba bagaimana dalam keseharianku, bisa menuliskan beberapa kata yang bisa menjadi kalimat bahkan menjadi beberapa paragraf. Dalam buku-buku fiksi saya tulis ada yang memuji ada pula yang mencaci.Semua saya terima dan memang merasa masih jauh dari kata sempurna, maka perlu jalan keras dalam dunia literer ini. 

Terkadang keadaan sosial membuatku tergugah menuliskan mengenai dunia politik. Akhir-akhir mulai dari 2018 yang panggung politik menjadi tontonan yang kurang mendidik, sehingga saya memutuskan untuk keluar dari hidangan media massa itu, beritanya terlalu vulgar nilai edukasinya lebih sedikit. Saya hanya ingat dengan perkataan sala satu dosen, bahwa tahun 2018 ini harus puasa puisi politik, dan menulis puisi harus meditasi karena ketika menulis dalam keadaan yang kurang dengan membawa amarah tidak akan memiliki nilai tulisan kita, ujar salah satu dosen, tidak bisa disebutkan. 

Manusia ialah memiliki kudroti dari Ilahi. Dianugrahi rasa yang sangat komplek ada malas ada semangat dan banyak lainnya rasa senan dan tidak senang. Apa yang menjadi sala satu teman saya mengatakan tetaplah semangat mas. Ketika dibicarakan seperti naluri mengalami delima besar persoalan dengan diri sendiri masih dalam keadaan tenang.Menulis pula sangat membosankan terkadang kehilangan ide, ketika ide menemukan mengembangkannya isi ide akan dibawa sudut pandang kemana. 

Ketika sudah tidak menemukan arah semangat maka saya ambil buku Bung Hatta, Tan Malaka dan Soe Hok Gie, terdakang juga saya mendengar dan membaca karya Buya Hamka. Rasa-rasa ketika saya telah membaca karya dari mereka ada semangat menulis lagi, dan kadang ingat karena saya dari orang kecil. Al Ghazali mengatakan, "Jika kau bukan anak seorang raja maka kau menulislah maka akan dikenali oleh dunia". Maka stimulus dalam menulis juga perlu hidup mungkin juga seperti halnya menulis memiliki keinginan besar maka manusia mampu melangkah dalam menentukan tujuan akan bisa sampai. 

Ketika memulai nulis, mungkin perlu banyak baca pula, diskusi dengan sederahana maka harus ekstra, naluri dalam keadaan harus suci agar hasill tulisannya bukan hanya sekedar dibaca namun bisa menemukan makna yang tersirat dan yang tersurat. 

Membaca dan menulis dicoba eksistensi dalam menulis agar membentuk esensi dari tulisan.Menulis adalah cara mengarsipkan, tatkala tidak suci maka buku hasil tulis yang suci menjadikan kita akan lebih baik bagi yang menulis dan yang membaca. Dunia liter penuh dengan kebosanan perlu dengan kedaran mempertajam perasaan adalah cara terbaik ketika menuliskan dan menangkap hal yang penting dalam fiksi dan non-fiksi. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar