Rabu, 16 Januari 2019

Teriakan Dalam Masjid dan Gereja Agni

Sumber: PPMI kota Malang


Aku pergi ke Masjid bukan kiayi dan para cendikia muslim yang bijaksana yang menemuiku
Aku pergi ke gereja tak dimui oleh pastur yang bijaksana 
Aku seorang perempuan yang suci dianggap paling namun dibenci: membela apa yang menjadi hakku, namun instansiku pada mencibirku dengan bahasa "Tidak akan jadi kalau tidak sama-sama mau". Otak dan naluriku pecah dengan bahasa penghakiman tak memikirkan aku adalah perempuan, dilahirkan dari perempuan: bukan untuk dijadikan kedua dalam dunia tak dianggap sempurna bahkan dianggap setiap gerik mataku kejahatan laki-laki menjadi aku paling salah. 

Aku hari ini tak akan pergi ke masjid dan gereja lagi, tapi ku lebih percaya pada Tuhanku, sebab di dalam masjidnya hanya membuat otak dan naluriku pecah memerah. 
Apa aku harus pergi ke bawah terowongan mengadu pada mereka yang lebih tidak punya posisi tentang apa yang terjadi pada kesucianku, menceritakan secara vulgar agar mereka iba atas kesucianku. 
Aku pergi ke orang-orang kuli tinta di kampus Pers Balairung, ia menuliskan semua kisah sedihku disebarkan bukan balasan baik dalam sedihku yang dijadikan penenang dalam keadaanku paling dalam, malah lebih kejam dari mereka yang ada di dalam masjid dan gereja mencibirku dan berkata kalau "Kau itu akan menciderai nama masjid dan gerejaku", urus kekeluargaan saja. 
Sangat licin bahasa mereka yang merasa paling bijaksana, namun tidak ingat bahwa ku ini bagiannya kenapa hakimnya tidak menjadi bijaksana dalam apa yang menjadi bencanaku. 

Balairung dan aku Agni mengapa hanya menjadi pembaasan anak-anak kampus lain, sedangkan masjidku dan gerejaku sendiri orang-orangnya, tidak peduli untuk segera mengadili apa yang terjadi pada diriku: setidaknya membahasnya, semua media hanya pada merasa lebih sempurna dari mereka yang hanya menjadi tanda dalam derita manusia dan kabar dari manusia lainnya. 

Kabar dari media cetak dan daring, yang ku tunggu tak sesuai dengan apa yang aku rindu; sebagaimana aku bisa merasakan keramaian bukan hanya bertumpuk yang ada di Jakarta, Surabaya dan tempat-tempat potensi membahas pemilu nanti, serta di hebohkan kasus artis prostetusi, di sini ada hal yang perlu dikaji sebagaimana bisa menjadi keadilan yan merata seperti halnya jalan aspal di jalan-jalan kota, pemerataannya sama, minimal ada wacana yang dapat mengobati hati. 

Mengaduh kepada siapa lagi, jika masjid dan gereja sendiri tak menindakki semua adem ayem; bersiul membuatku tambah sakit. Malah memojokkan aku yang nafsunya tidak bisa dijaga hingga menimpa padaku, aku dianggap kambing hitamya. Aku korban butuh penyelesaian agar jiwaku menjadi tenang dan bisa tetap percaya padamu yang ada di atas sana penghuni masjid dan gereja, menganggap mereka juga manusia punya rasa tatkala apa yang menimpa padaku.

 #SaveAgniBalairung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar