Minggu, 27 Oktober 2019

Mitos Dibuat untuk Mengatasi Budaya Nilai Moral

Mitos dibuat untuk mengatasi budaya saja. Agar Ada hukuman yang dianggap nilai moral.

Tubuhnya yang kering krongkang. Ketika tidur lekuk bentuhnya lebih indah dari bantal guling. Tubuhnya serasa kebal kala terik matahari menyentuh kulit begitu sering namun tidak pernah peduli karena keelokan  sudah tidak bisa berpihak lagi pada dirinya. Ia perempuan hebat ketika surga bisa ditentukan manusia, aku bersaksi pada tangga surga biarkan ia bisa menaiki tangga lalu bisa mencicipi atau bisa menikmatinya.

Dia manusia juga, lebih tepatnya ia Perempuan paling sabar, suami tak memberi uang belanja ia menyadari dan berdoa.

Masa muda tidak bisa apa-apa apalagi membaca. Tahunya hanya berdoa. Ketika ada peristiwa menimpa ia hanya membawa dan usaha tersenyum bersama. Dengan bersama luka tidak akan terasa walau bukan ada rasa cinta.

Masa muda yang begitu elok tanpa konde, krudung, dan budaya jawa. Hidup di pulau jawa tidak lupa budaya taoi mungkin saja karena kudrot sebagai manusia, selalu bisa beradaptasi dengan budaya lain. Serta agama bisa menyempurnakan agama.  Di bawah terik matahari tidak ada sedikit celah cahaya dan panasnya tak menyinari bumi kesepian yang setia pada bumi bukan berbicara memberi tapi mengabdi.

Mempelajari hidup tidak redup. Kecerahan dalam memancarkan tata cara manusia membawa hidup, bukan hanya sekedar sadar namun membangun sebuah piramida yang bukan hanya dinaungi sendiri. Di bawah matahari ini di negeri ini tugas kita bukan hanya diam namun ada pengabdian terhadap realitas yang beradap.

Dalam perjalanan manusia dituntut memiliki pedomana. Pedoman yang secara esensial terpatri dalam naluri dan memiliki janji-janji melahirkan sebuah abdi, yang ditemui dalam sunyi begitu dalam dan bukan sekedar perubahan dalam bentuk revolusi melainkan sebuah evolusi dewasa dan tua ditemukan dalam masa muda. Persoalan dalam tesisnya ditemukan dalam sintesis, dan antitesis lahir pada sebuah peradapan. Dan di amini oleh setiap kehidupan dalam memahami apa yang dicari manusia.

Melakukan sebuah pilihan manusia. Menentukan apa yang akan dijalaninya, peristiwa bukan sekedar memperindah, namun mempermudah perjalanan hidup pada orang lain dalam berpikir bebas yang kreatif dan bereksekusi didalam kelahiran ide dari akal budi manusia.

Banyak cara dalam mencipta dan mencintai apa yang ingin dijadikan sebuah perjalanan yang abadi, salah satu dengan menuliskan sebuah perjalanan, kisah, dan apa yang menjadi pilihan hati ketika hal itu diberikan dampak pada yang tepat berjabat dalam menyusun pola pikir yang lahit dari kehidupan manusia lain, menkontruksi sebuah hal baru dalam kehidupan manusia dalam membuka jiwa-jiwa kemanusian, ketuhanan, dan alam. Hal ini bisa dikatakan masuk pada dasar ideologi ahlussunnah waljamaah. Di luar dasar itu sebenarnya telah ada dalam perseptif dalam menganggapi hidup dalam beradapan.

Hal di atas bentuk menjaga moralitas diri mengabdi atau membuia diri dalam budaya sebuah elaborasi sebuah dinamika kehidupan hari ini dengan sebuah budaya. Yang dilahirkan telah lama sebelum agama. Lantas bagaimana setiap manusia menemukan dan menunda semua itu menjadi satu. Tentunya tidak hanya menjadi narasi tunggal bahwa sebuah moralitas ditentukan oleh stigma masa lalu yang tidak tahu begitu detail mengenai narasi tersebut.

Contoh dalam narasi tinggal terjadi sebuah kebiasaan orang-orang jawa perempuan, yang dulu hingga hari ini selalu menjadi orang kedua dari laki-laki. Sebab laki-laki dalam agama identik lebih bisa memimpin, padahal dalam pencopaannya Manusia bukan dihakimi dengan bijaksana kalau laki,-laki akan senantiasa membagi pengalamannya dan ilmunya.




  • Akhmad 2019


Tidak ada komentar:

Posting Komentar