Kamis, 13 Januari 2022

TEMAN DAN KISAH-KISAH LAINNYA YANG BELUM SELESAI

Pertemuan bukan sekedar ngopi ke X, tahun 2022. Awal tahun tak perlu muluk-muluk, terpenting ada niatan lebih baik, cukup. Plan awal tahun seperti tinta masih basah, jika disentuh berantakan. Minimal tahun ini sudah tidak habis waktu kita di jalan, mengisi kemacetan jalan.

 

Sebuah adagium kuno mengatakan “jika kita ingin berkembang, maka harus keluar dari zona nyaman, keluar dari teman-teman—yang begini-begini saja dan bangun relasi sesuai dengan keinginan…”

Mula-mula kita tidak akan pernah menyadari pentingnya pertemanan satu sama lain. Bahkan ada yang sangat mudah kenal dengan orang-orang baru, lantaran komunikasi tidak mudah seperti manusia menyadari  zoon politicon kata seorang filsuf Yunani Aristoteles. Begitulah kita yang tidak begitu sadar akan hal pentingnya persahabatan, dan  nikmat bukan tentang nilai atau manfaat, tapi tentang keindahan merajut kebersamaan.

Adalah kita, katanya “Tim bukan sekedar ngopi” pertemuan ke XI, kita beri nama. Di dalamnya terdiri dari; Umi, Ayu, Liyya, Deri, dan Arif, serta saya. Tidak pernah berkonsepkan perkenalan kita bisa sejauh ini. Ya, walaupun baik buruk di antara kita sudah tampak jelas satu sama lain, di antara kita ini. Namun tidak akan mengurangi rasa kita untuk tetap bersyukur atas segala cita-cita sederhana kita. Menyelesaikan tugas-tugas kampus serta tugas hidup—yang mengganjal di antara kita—tanpa disadari tersampaikan di setiap pertemuan secara lisan maupun tulisan. Perkumpulan paling indah tidak muluk-muluk kita semua dalam keadaan sehat bisa tertawa serta bisa berbagi kisah-kisah secara bersama saling berbagi satu sama lain, sudah lebih dari cukup.

Dalam pertemanan kita ini sebenarnya mengingatkan saya dengan novel berjudul “Lima Menara” karangan A.Fuadi. Karya sastra tersebut berkisah tentang tokoh-tokoh yang sangat unik. Mereka memiliki perbedaan secara kultur serta keinginan, khususnya dalam menggapai cita-cita. Secara latar belakang mereka hidup di pesantren. Perbedaan signifikan dari kita sama-sama semangat belajar. Serta paling menonjol yaitu, mereka di dalam tokoh novel tersebut tidak ada perempuannya, sedangkan kita malah ada tiga perempuan, yang juga tidak tahu mereka akan memiliki keinginan kemana setelah lulus.

Adapun, beberapa hari lalu, saya ditanyakan oleh Ayu  “setelah lulus akan tetap di Malang apa pulang?” ujarnya. Jawabku dengan sederhana “saya masih berusaha mencari rejeki di Malang, ya walaupun tidak ada di Malang, perlu keluar dari Malang-hijrah dari kota dingin—tuk mencari pelabuhan baru serta bisa terus belajar!” dengan bahasa Indonesia yang mencoba baik, saya jawab.

Jika melihat dari setiap proses berbeda-beda, hematku. Teman baiku “bukan sekedar ngopi” memiliki tujuan setelah kuliah bisa lebih berkembang. Mendengar cerita seorang ((tidak dapat saya sebutkan)) mereka punya harapan besar untuk membina cinta serta bersama keluarganya. Entah itu bersama calon suaminya serta pacarnya. Sebagai teman—yang selalu berharap setiap kebaikan—dapat menyertai.

Arif namanya, ia sangat gopoh ketika dibuat (dicuekin/pura-pura marah), di antara teman-temannya. Saat itu mereka punya keinginan keluar—untuk makan bakso, yang dari siang janji untuk makan bersama. Tanpa berpikir lapar atau tidak, ia, iyakan!. Saya yang tidak ingin ikut lantaran banyak hal yang perlu diselesaikan di sekolah maupun di luar sekolah mengenai pekerjaan, dan hal lain dipikiran mengganjal belum berdamai. Belum bisa bergabung. Namun saat itu Arief, yang keluar ikut mengantarkan saya lalu berhenti makan di ankringan, sambil menunggu keberangkatan yang lain. Ternyata lama dan saat itu kita makan berdua. Setelah makan dan kenyang, mereka datang. Dengan wajah tidak enak dipandang, karena perkataan tidak akan ikut “saya sudah makan, kenyang nak…” langsung dengan wajah Liya dan Umi tidak dipandang langsung gas motornya berangkat ke lokasi. Bakso enak. Kata Ayu yang sudah di lokasi.

Saat itu, hematku memandang. Jika pertemanan seperti ini unik dan sedikit aneh. Uniknya kita saling menjalin pertemanan yang positif arahnya. Anehnya, mengapa masih saja ada rasa tidak enak. Padahal kita ingin sekali tidak ingin memiliki batas, kecuali batas saling memiliki dengan rasa cinta. Karena urusan hati mereka punya cara dalam mencintai dan untuk saling memiliki. Terpenting persahabatan kita tetap utuh dan bisa membuka diri lebih baik serta selalu berbiak.

Sebenarnya secara subjektif proses pertemanan yang baik dan buruk. Seorang teman itu, perlu mengetahui keburukan serta kebaikannya. Setelah tahu dapat mengmbil sikap; bertahan untuk membenahi atau membiarkan menikmati apa yang ada dalam diri teman, atau meninggalkan tanpa berkompromi dengan siapa. Kecuali dengan cinta!. Karena sudah tahu baik buruknya. Paling buruk menyebarkan aib kepada  orang sekitarnya.

 Menggali karakter teman dengan serius serta mendalami mengenali sosok teman. Wajib. Jika sudah mengetahui baik dan buruknya; baik karena pada saat susah dan tidak baik pada saat senang. Saat itu pula bosan dan benci pada satu sisi, tapi disisi lain tidak bisa. Malah ingin bertahan serta ingin memperbaiki itu lebih baiknya.

Dalam pertemanan kita perlu mengenal dengan asas; asah, asih, dan asuh. Berangkat dari seorang teman yang sepertinya akan merasakan demam akan tidak enak saat janji jalan bersama dan makan bersama. Padahal ia sudah makan dan  sudah kenyang. Sehingga saat diajak makan lagi tidak bisa mengikuti, akan tetapi pikirannya tak henti-henti, tidak enak kepada teman-temannya,  maka perlu menyusulnya. Ya, walaupun tidak semestinya makan secara bersama. Terpenting bisa ikut bersama.

Bicara makanan, bicara tentang kenyamanan dan kasih sayang. Banyak  di antara kita. Khususnya di lingkungan kita, seorang yang memberi makanan sering kali, ia tulus. Karena seperti halnya seorang ibu  menyediakan makanan, tanpa ada rasa ngeluh selalu berikan makanan kepada kita. Kasih seorang ibu dapat dinilai dari cara masak. Senada dengan apa yang ada dalam puisi Joko Pinurbo dalam buku berjudul "Buku Latihan Tidur" (2014), kutipan puisi berjudul "Kamus Kecil" ibu yang tak pernah kehilangan rasa iba/untuk menjadi bintang harus tahan banting.

Seorang teman akan selalu memahami kebutuhannya. Jika memandang apa yang perlu dilakukan seorang teman, bisa saja perlu berlaku adil serta bisa memahami apa yang perlu dipahami. Sehingga bisa memahami apa yang  menjadi tidak pernah dilakukan oleh seorang teman. Pada intinya dalam pertemanan kita bisa menjga apa yang perlu dijaga.

Pertemuan  yang ke X bukan sekedar ngopi tidak hanya bicara tentang tugas.  Namun konsep yang baik dalam pertemuan; kalau ingin berkembang harus keluar dari zona nyaman. Paling sederhana bisa keluar dari teman orang yang sering bersama. Sehingga kita akan merasakan cara terbaik dari seorang teman peduli kepada kita. Dan meyakini kasih sayang dalam pertemanan jika sudah mencapai ketulusan melebihi saudara sendiri.

Apa yang  akan dirasakan oleh seorang teman tentu akan merasakan tentang banyak hal. Jadi pertemanan bukan hanya melakukan penerapan dalam hidup sesuai harapan. Namun juga bisa memberikan penjelasan  yang baik dan benar untuk saling mengarahkan. Begitulah jika seorang teman yang baik dapat berjalan sesuai harapan bukan menjerumuskannya. Mungkin.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar