Kamis, 11 Januari 2018

Resensi Flim Jendral Suderman

Flim Soederman
"Kita Indonesia maka jangan lupa akan segala yang ada dan yang terjadi untuk menjadikan kita sebagai apa berdiri sekarang" 
Jadikan masa lalu segalanya anugerah Tuhan diciptakan mereka yang berharga berjuang untuk kita hari ini, semangat yang betul-betul dibela bukan sekedar hidup dengan harga yang diperbangga. Jika masih merasa berharga jangan tersenyum pahit bagaikan pahitnya madu, jika masih Indonesia.  
Sumber foto pidia.com. Jendral Suderman 

“Anak-anakku tentara Indonesia, kamu bukanlah sardadu sewaan, tetapi parjurit yang berediologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemedekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga” (Panglima Besar Jendral Sudirman)
Banyak hal yang dapat dipelajari dari sebuah perjuang perang gerilya yang menggunakan naluri. Perjuangan bukan suatu kenyamanan namun penderitaan, bukan mementingkan kepribadian yang menguntungkan diri sendiri. Hakikinya seorang pejuang, berkaca kepada tentara perang Jendral Panglima Besar pertama Indonesia—sebutan Soedirman. Perjuangan yang sejati dari ketulusan hati akan abadi sampai mati. Hal ini bukan berarti memberikan pelajaran hidup dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada masa itu, namun apa yang dari hati dapat kita pelajari karena sangat berarti untuk kita ambil pencapaian perjuangan dari hati dilandasi oleh naluri yang bersama dengan sang ilahi. Tiada yang tak mungkin untuk mencapai sebuah impian yang dinanti-nanti oleh rakyat Indonesia dan untuk diri kita sendiri bahwa kemerdekaan yang sejati tersimpan dalam diri, bukan hanya Indonesia yang bermimpi merdeka lepas dari penjajahan selama ini. Dalam film ini, banyak yang dapat kita ambil hikmahnya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi manusia yang berarti sampai mati.
Pemilihan jendral besar menghasilkan 127 dan hasil itu mutlak dengan cara demokrasi yang setuju dengan persepakatan meliter di Indonesia. Terpilih sebagai panglima besar Indonesia, menjadi sebuah kebanggaan tersendiri baginya dengan tanggung jawab yang sangat besar. Siapa yang tidak mengenal pelopor perang grilya Indonsia dengan separuh jantung, hanya tersisa raga dan semangat juang, hanya orang yang tidak cinta Indonesia sehingga melupakan sejarah yang telah kelam beberapa tahun lalu, Indonesia bersyukur memiliki Jendral Besar Soederman yang sangat gagah dan mencintai Indonesia; jiwanya menyatu dengan indonesia, sehingga kematiannya tidak akan dihiraukan untuk kepentingan Indonesia.
Sumber foto pidia.com”pada penyiaran menentang Tentara Belanda”

Indonesia menyaksikan kalau ia sudah memiliki jendral besar perang yang dilantik Soekarno dan Hatta. Seiring berjalannya waktu, saat Soedirman bertemu dengan banyak tumpang tindih masalah internal dalam negeri, semangat jiwanya tidak menurun untuk membela Indonesia. Ada kalanya setiap kehidupan itu tidak lepas dari masalah namun masalah itu dapat ia atasi. Pada suatu  ketika bertemu dengan Tan Malaka sebagai pejuang pada masa itu namun ia sangat mendukung perjuangan Tan Malaka. “Namun saya militer tidak sejalan dengan Ki Sanak karena perjuanganmu terlalu radikal” Kata-kata diucapkan dengan lemah lembut oleh panglima besar itu, namun ia memberikan pujian kepadanya, kalau dengan kelembutan dapat mencapai kemerdekaan, maka tidak harus dengan radikal.
            Jendral besar indonesia ini sosok seorang yang menjadi figur untuk penerus bangsa jiwa kepemimpinanya yang lembut dalam berucap santun, tegas saat mengatasi masalah walaupun genting masalah itu tetap menghadapi dengan tenang, entah itu masalah yang mengancam dirinya atau Indonesia. Pada awal yang melukiskan sejarah baru, tentara Belanda kembali menyerang Yogyakarta dan Nusantara lainya  karena tidak ingin ada kemerdekaan untuk negara Indonesia, padahal kemerekaan sudah dikumandang pada 1945 oleh Presiden Soekarno dan Hatta telah mencapai kemerdekaan yang mutlak harga mati. Namun Belanda masih belum menerima kalau Indonesia merdeka sehingga ia melakukan penyerangan terhadap indonesia terutama di seluruh wilayah Yogyakarta dan Nusantara lainya pada tahun 1948 kemerdekaan sudah berumur tiga tahun.
Negara indonesia tidak berhenti dijajah oleh Belanda, sehingga pada masa itu soederman dan angkatan perang mereka melakukan perang bersejarah, karena negara Indonesia sudah memiliki jendral perang yang sudah dilantik sebagai panglima besar. Pangkat, suatu bukti kalau Jendral Soedirman mempunyai gelar sehingga Indonesia percaya kepadanya, namun tinggi tanggung jawabnya, semakin orang lain percaya kepadanya, itulah kemampuan yang ada dalam dirinya.
Ketika Indonesia mendapatkan serangan, Jendral Soederman tidak tiinggal diam sehingga ia berpiki kalau Indonesia ini kuat karena sudah mempunyai angkatan perang. Haknya untuk melawan dengan berperang juga, keputusan itu ketika sudah genting sudah tidak menemukan titik perdamaian soedirman memutuskan untuk berperang. Ia tidak mementingkan dirinya sendiri bawah perang melawan Belanda itu sebuah kewajiban mutlak baginya karena kepentingan indonesia.
Ketika bergegas untuk berpamitan kepada orang tuanya untuk berperang hanya berkata seorang ibu ke jendral besar itu, Hati-hati semoga selamat” serentak Soedirman berkata  niat selamat pasti akan selamat. Seketika tiba di istana, ia segera menemui Soekarno dan Hatta ke dalam istana untuk meminta izin memberikan perlawanan kepada Belanda dengan berperang. Setelah sampai, Soekarno berkata jangan panik kang dimas sekarang pulang istirahat Indonesia tidak ada apa-apa pasti semuanya akan baik-baik saja. Tapi perintah Soekarno tidak dihiraukan ia diam sejenak, Indonesia lagi ada masalah sembari ia berkata kepada mereka berdua untuk mengajak  presiden dan wakil presiden itu agar segera ikut bergerliya agar presiden tidak ditangkap oleh tentara Belanda, namun ajakan itu ditolak oleh Soekarno karena Soekarno menegaskan bahwa ia seorang presiden tidak harus meminpin perang dan meninggalkan istana kemerekaan ini. Namun bantahan Soekarno membuat Soedirman tersebut berkata kalau presiden tidak ikut bergeriliya maka Belanda akan menembak kepala bapak presiden. Namun Soekarno masih menolak ajakan tersebut dengan alasan yang benar sehingga ia membentak Soedirman, dengan kata-kata pemimpin tidak harus ikut berperang, ini tugasnya seorang angkatan perang dan pengikutnya (beserta prajuritnya).Soekarno tidak takut mati jika untuk Indonesia” Serentak Soedirman mengangkat tangannya hormat meminta izin kepada  Presiden Soekarno untuk berangkat perang gerilya. Walaupun berat dan sangat tidak memungkinkan dengan keadaan Jendral Soedirman yang beberapa hari baru keluar dari rumah sakit kesehatannya masih kritis, namun itu sudah menjadi tekad bulat Soedirman mengangkat tangannya untuk melakukan penghormatan di dalam istana kepada Presiden Soekarno.
Sumber foto pidia.com”pamitan berangkat perang geriliya, dari kanan Bung Hatta, Bung Karno, dan Ibu Fatmawati.

Soekarno tidak dapat berbicara apapun kepada kanjeng dimas, sebutan Soekarno kepada Soedirman, hanya ada perkataan yang menjadi pesan semangat sekaligus doa kepada Soedirman, jadikanlah perang grilya ini perang sejarah dalam negara Indonesia. Setelah penghormatan itu Soedirman menurunkan tangan penghormatan pada Soekarno, dan Soekarno memeluknya sembari mendoakan dan selamat perjuang.
Ia bergegas berangkat dengan ajudan Abu Arifin dan ajudan satu Supardjo Rustam. Dengan pasukan yang tidak banyak, ia berangkat ke hutan rotan bersama dokter pribadinya yang setia kepada Soederman. Ikut berperang dengan menjaga kesehatanya panglima besar itu, karena keadaannya masih jauh dari kesehatan yang sempurna. Melangkah menjauh berlari dengan penuh perhitungan, pergi bukan untuk melarikan diri namun ini pelarian menjadi perlarian yang penuh perhitungan untuk mencapai suatu tujuan kemerdekaan Indonesia. Kita ini berjuang, tidak ada perjuangan itu senang, kita berjuang akan merasakan kematian, maka di sini kita akan menderita dan akan kelaparan, pasti juga akan merindukan keluarga dan istrinya, kita akan kedinginan jikalau tidak ingin merasakan apa yang saya ucapakan kalian boleh tidak mengikuti saya.
Pada saat berkumpul sampai di hutan, Soedirman mengucapkan dengan batuk keras, sembari dadanya dipegang yang sangat membuat miris dan ada beberapa prajurit yang sampai meneteskan air mata karena apa yang diucapkan itu sangat benar dan apa yang akan mereka rasakan. Namun semangat perang untuk mencapai kemerdekaan tidak menyerah sampai di situ, karena ia melihat keadaan Soedirman yang seperti itu saja tidak menikmati kenikmatan yang ia miliki sebagai panglima besar dengan keadaan yang sakit keras ia masih memperjuangkan dan ingin berperang untuk bertujuan mengemban tanggung jawab yang sangat besar yakni ingin berperang dengan mempertahankan kemerdeakaan Indonesia. Mereka menyempurnakan tekad berangkat berperang karena ia merasa yang masih sehat dan normal. Semangat jendral besar itu membangkitkan semangat perjuangan demi tanggung jawab seorang meliter perang berperang berani untuk mati untuk kemerdekaan.
Sumber foto pidia.com”pada saat perang Geriliya di Hutan"

Waktu berjalan cepat begitu lama sudah beberapa bulan berada di dalam hutan, hutan demi hutan telah terlewati sehingga pasukan semua itu masuk ke lereng Gunung Wilis menempuh rute berbahaya sejauh 35 kilomiter dari wilayah Kediri hingga Nganjuk. Perjalanan yang sangat jauh namun kejahuannya itu tidak terasa oleh mereka yang bergerilya, karena menjalani dengan ketulusan dan semangat kemerdekaan yang sudah tertanam harga mati. Sudah beberapa bulan berada dalam hutan hanya arah atas dan bawah dipahami, barat dan timur menjadi tujuan yang tak pasti, utara dan selatan menjadi perlindungan yang tak pasti, hanya Allah SWT yang menjadi teman tempat keluhan saat langkah-langkahnya.
Setelah perjalanan sudah begitu jauh kecemasan datang berita yang tidak baik bahwa Presiden Soekarno dan wakil Presiden Hatta di tangkap oleh Belanda dan di asingkan, berita itu baru ia dengar namun penangkapan itu sudah beberapa bulan yang lalu, tentara Belanda hanya mengincar satu orang lagi di Indonesia yaitu Panglima Besar Jendral Soedirman, karena kekuatan indonesia itu ada di tiga orang itu anggapannya. Sehingga ancaman kematian dari tentara belanda bagi Soedirman diperlukan karena pelarian Soedirman membuat tentara resah karena hanya dianggap Soediman orang yang berbahaya, beberapa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Belanda namun hasil itu terus gagal karena pertolongannya Allah SWT. Sangat jelas kalau perjuangan ini direstui oleh Tuhan ketika dikepung oleh tentara belanda yang pada saat itu Soedirman dan pasukannya istirahat namun bunyi tembakan yang diluncurkan tentara belanda di dalam gubuk itu ada bunyi tembakan satu kali, dan prajurit yang keluar ke kali buang air kecil mengira tembakan itu sebuah tembakan yang diluncurkan kepada jendral karena pasukan dan jendral ada di dalam gubuk tersebut, prajurit itu menangis sehingga bergegas kembali ke gubuk dan ternyata ada mayat tentara belanda yang terlentang di depan pasukan dan jendral. Sehingga prajurit tersenyum kembali melihat jendral tertunduk sembari memimpin tahlilan. Kronologis penembakan yang dilakukan oleh tentara Belanda kepada rekannya sendiri menganggap memberikan laporan palsu bahwa yang ia tunjukan jendral besar Indonesia sehingga kolonel Belanda menembak rekannya sendiri. Karena menggap bahwa tidak percaya kalau seorang panglima besar Indonesia sakit-sakitan dan seperti orang agraris dengan pakaian dan tampilan yang sederhana, Soedirman dan pasukan yang lain selamat dari kepungan tentara belanda.
Setelah Jendral Soedirman dan pasukannya melewati daerah membentang antara Yogyakarta, Panggang, Wonosari, Pramcimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sanbit, Teranggalek, Banderejo, Tulunagung, Kediri, Bajulan, Griamto, Warungbung, Gunungtukul, Teranggalek dan Punggul,  Wonokarto dan Sobo. (Selama tiga bulan, 28 hari berjalan dari perbatasan Jawa Timur pulang dan pergi melalui 75 kota meliputi 900 kilomiter pada kenyataan panjangnya mencaoai 1.009 km) di tempuh dengan berjalan kaki dan  pada tanggal 10 Juli 1949 mereka kembali ke Yogyakarta memenuhi panggilan pusat dari Ibukota Yogyakarta setelah kota itu bersih dari musuh, sehingga kanan dan kiri tepi jalan menerima sambutan dari masyrakat Yogyakarta untuk menyambut Panglima Besar Soedirman dengan pasukannya tangis senang dan begitu banyak membuat mereka tersenyum lega itulah yang diharapkan Soedirman negara bebas dari penjajahan sehingga rakyat tenang menikmati bumi Indonesia.

Sumber foto pidia.com” sambutan kemenangan perang Geriliya” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar