Kamis, 11 Januari 2018

Resensi Buku “AKU”


Resensi Buku “AKU”
 


Judul Buku: AKU Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair Chairil Anwar
Penulis: Sjuman Djaya
Penerbit : PT Metafor Intermedia Indonesia
Cetakan : II, 2003
Tebal : xii +155 hlm
Sinopsis: setelah bom atom pertama meledak di Kota Hiroshima, langit bersalaput awan candawan berbisa. Ketika memburai awan ini, bumi laksana ditimpa hujan salju yang ganas. Gedung-gedung, Beton Rumah. Aspal-Aspal jalan terbakar menyala. Bumi retak-retak berdebu, di segala penjuru. Dan beribu tubuh manusia meleleh tewas atau terluka. Seekor kuda paling binal, bebulu putih berambut kuduk tergerai, berlari di pusat kota. Jakarta tidak peduli pada yang ada, sekelilingnya tidak pada manusia. Dia meringik alangkah dahsyatnya, menampak dan menyepak alangkah merdekanya. Dunia ini, seolah cuma menjadi miliknya seolah dia berbicara.

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya yang terbuang.
Gaung puisi ini yang menggaung bagaikan membelah bumi.

Dalam buku yang berjudul AKU karya Sjuman Djaya yang menceritakan karya perjalanan hidup seorang satrawaan muda Chairil Anwar, yang berbentuk buku skenario flim, untuk mengingat seorang sastrawan muda yang sangat besar namanya di kalangan sastrawan berniatan untuk membangun semangat penyair besar yang sangat dikaguminya.
Buku ini merupakan karya terpenting bagi Sjuman Djaya dan bertujuan membangun sesuatu yang telah mati, penyair muda yang sangat ia kagumi, dengan cara seperti ini nama penyair muda tidak asing lagi bagi pecinta sastra. 
Dalam sekenario buku yang berjudul “AKU” ini menceritakan tentang perjalanan hidup sastrwan yang mempunyai julukan Binatang Jalang, nama yang tidak asing lagi di kalangan pencinta sastra, “Sjuman Djaya menghidupkan kembali dengan cara menulis buku yang berjudul AKU”. Sangat indah untuk didengar, judulnya dan isi buku tersebut sangat bagus karena banyak pelajaran hidup tentang sejatinya sastra yang sangat dekat dengan kehidupan kita. Buku ini sangat bermanfaat untuk dipahami bagaimana pecinta sastra yang sejati, buku ini membuktikan bahwa dunia sastra itu mempunyai dunia sendiri, tidak ada yang salah dalam sastra selagi tidak merugikan orang lain. Kesenian itu sebuah simbol dari kekreatifan manusia untuk menilai estik kehidupan di dunia seni.
Dalam perjalanan hidup Chairil Anwar yang bebas seperti tidak mempunyai ikatan contoh yang sangat mendukung dari karya-karyanya yang sangat bombastis terang-terang ketika membaca keadaan Bangsa Indonesia pada masa 1940-1950; sangat kritis saat membaca suasana pada masa awal kemerdekaan. Karya-karyanya sangat kritis dan liar, bahasa yang digunakan dalam karya-karyanya sangatlah sederhana, tidak terlalu mementingkan diksi yang dalam, bahasa sehari-hari yang digunakan, intinya bahasa dapat dipahami oleh pembacanya, sehingga siapa yang membaca dan yang mendengarkan syair-syair Si Binatang Jalang itu membuat kita berpikir kalau sastra itu kesenian yang tidak terikat setiap sastrawan mempunyai ciri khas berbeda.
Chairil Anwar mendobrak sastrawan yang lain bahwa sejatinya sastra itu, dapat membangun semangat para pembacanya sehingga menyadarkan kenyataan terjadi, mana yang pantas untuk dibela dan yang dihela. Budaya Indonesia dengan sastra kesenian budaya harus dilestarikan agar melekat dalam jiwa masyarakat, karena budaya harga mati untuk dipertahankan.
Walaupun karya-karya yang sekian banyak itu tidak diakui oleh semua kritikus-kritikus pada masanya karena terlalu liar, dan bebas dan di anggap kalau kemunculan Chairil Anwar akan merusak nilai-nilai sastra tanpa menggukan bahasa-bahasa yang dihias, namun semua kritikus itu akhirnya mengakui setelah Chairil Anwar meninggal bahwa karya-karyanya itu menjadi pelopor pembaruan seni sastra di Indonesia, sehingga semua sastrawan yang pada awalnya tidak menganggap Chairil Anwar seorang sastrawan, mereka sangat kehilangan ketika Chairil harus menghadap Tuhan terlebih dulu. Ia meninggal dan mempunyai cerita pada masa yang datang hingga sampai sekarang sehingga seni yang Ia persembahkan lebih luas mengembangkan kepribadian untuk gaya kesenian yang baru. Semua pecinta sastra pasti sudah mengetahui namun semua itu tidak akan suka dengan apa yang dilakukan olehnya, namun terbukti dan diakui bahwa Ia adalah salah satu dinamisator bagi kehidupan kebudayaan bangsa.
Semua itu akan terasa jika sudah tiada, kehilangan seorang sastrawan muda yang sangat kritis dalam membaca suasana keadaan negeri, sehingga negeri dapat hidup dengan semua karya yang Ia persembahkan untuk Bangsa Indonesia bertujuan untuk membangun semangat dan merubah pola pikir rakyat Indonesia dengan ciri sastra yang sangat bebas.

Namun dalam kehidupan itu kita harus memilih dengan baik untuk kehidupan yang layak untuk memanusiakan manusia. Ada juga dalam perjalanan hidup yang tidak harus kita teladani dari sastrawan yang mempunyai julukan Binatang Jalang itu, Ia sangat hobi dengan minuman dan mendekati perempuan kebebasan yang sangat menjadi tantangan untuk generasi penerus bangsa. Harus mampu membaca dan memilah sastra yang seperti apa yang harus kita ikuti dari sastrawan Chairil Anwar. Harus mempu mengambil hikmah dari sastra yang Ia ajarkan pada kita. Biarkan Ia hidup dengan ciri khasnya pada masanya, dan kita juga harus mampu melestarikan kebudayaan bangsa ini dengan cara kita sendiri dengan masa yang sekarang untuk mempererat kebudayaan sasrta Indonesia yang berbudi pekerti. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar