Resensi Buku “AKU”
Judul Buku: AKU Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair
Chairil Anwar
Penulis: Sjuman Djaya
Penerbit : PT Metafor Intermedia
Indonesia
Cetakan : II, 2003
Tebal : xii +155 hlm
Sinopsis:
setelah bom atom pertama meledak di Kota Hiroshima, langit bersalaput awan
candawan berbisa. Ketika memburai awan ini, bumi laksana ditimpa hujan salju
yang ganas. Gedung-gedung, Beton Rumah. Aspal-Aspal jalan terbakar menyala.
Bumi retak-retak berdebu, di segala penjuru. Dan beribu tubuh manusia meleleh tewas atau terluka. Seekor kuda paling
binal, bebulu putih berambut kuduk tergerai, berlari di pusat kota. Jakarta
tidak peduli pada yang ada, sekelilingnya tidak pada manusia. Dia meringik
alangkah dahsyatnya, menampak dan menyepak alangkah merdekanya. Dunia ini,
seolah cuma menjadi miliknya seolah dia berbicara.
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya yang terbuang.
Gaung puisi ini yang menggaung
bagaikan membelah bumi.
Dalam
buku yang berjudul AKU karya Sjuman Djaya yang menceritakan karya perjalanan
hidup seorang satrawaan muda Chairil Anwar, yang berbentuk buku skenario flim,
untuk mengingat seorang sastrawan muda yang sangat besar namanya di kalangan
sastrawan berniatan untuk membangun semangat penyair besar yang sangat dikaguminya.
Buku
ini merupakan karya terpenting bagi Sjuman Djaya dan bertujuan membangun
sesuatu yang telah mati, penyair muda yang sangat ia kagumi, dengan cara
seperti ini nama penyair muda tidak asing lagi bagi pecinta sastra.
Dalam
sekenario buku yang berjudul “AKU” ini menceritakan tentang perjalanan hidup sastrwan
yang mempunyai julukan Binatang Jalang, nama yang tidak asing lagi di kalangan
pencinta sastra, “Sjuman Djaya menghidupkan kembali dengan cara menulis buku
yang berjudul AKU”. Sangat indah untuk didengar, judulnya dan isi buku tersebut
sangat bagus karena banyak pelajaran hidup tentang sejatinya sastra yang sangat
dekat dengan kehidupan kita. Buku ini sangat bermanfaat untuk dipahami
bagaimana pecinta sastra yang sejati, buku ini membuktikan bahwa dunia sastra
itu mempunyai dunia sendiri, tidak ada yang salah dalam sastra selagi tidak
merugikan orang lain. Kesenian itu sebuah simbol dari kekreatifan manusia untuk
menilai estik kehidupan di dunia seni.
Dalam
perjalanan hidup Chairil Anwar yang bebas seperti tidak mempunyai ikatan contoh
yang sangat mendukung dari karya-karyanya yang sangat bombastis terang-terang
ketika membaca keadaan Bangsa Indonesia pada masa 1940-1950; sangat kritis saat
membaca suasana pada masa awal kemerdekaan. Karya-karyanya sangat kritis dan
liar, bahasa yang digunakan dalam karya-karyanya sangatlah sederhana, tidak
terlalu mementingkan diksi yang dalam, bahasa sehari-hari yang digunakan,
intinya bahasa dapat dipahami oleh pembacanya, sehingga siapa yang membaca dan
yang mendengarkan syair-syair Si Binatang Jalang itu membuat kita berpikir
kalau sastra itu kesenian yang tidak terikat setiap sastrawan mempunyai ciri
khas berbeda.
Chairil
Anwar mendobrak sastrawan yang lain bahwa sejatinya sastra itu, dapat membangun
semangat para pembacanya sehingga menyadarkan kenyataan terjadi, mana yang pantas
untuk dibela dan yang dihela. Budaya Indonesia dengan sastra kesenian budaya
harus dilestarikan agar melekat dalam jiwa masyarakat, karena budaya harga mati
untuk dipertahankan.
Walaupun
karya-karya yang sekian banyak itu tidak diakui oleh semua kritikus-kritikus
pada masanya karena terlalu liar, dan bebas dan di anggap kalau kemunculan
Chairil Anwar akan merusak nilai-nilai sastra tanpa menggukan bahasa-bahasa
yang dihias, namun semua kritikus itu akhirnya mengakui setelah Chairil Anwar
meninggal bahwa karya-karyanya itu menjadi pelopor pembaruan seni sastra di
Indonesia, sehingga semua sastrawan yang pada awalnya tidak menganggap Chairil
Anwar seorang sastrawan, mereka sangat kehilangan ketika Chairil harus
menghadap Tuhan terlebih dulu. Ia meninggal dan mempunyai cerita pada masa yang
datang hingga sampai sekarang sehingga seni yang Ia persembahkan lebih luas
mengembangkan kepribadian untuk gaya kesenian yang baru. Semua pecinta sastra pasti
sudah mengetahui namun semua itu tidak akan suka dengan apa yang dilakukan
olehnya, namun terbukti dan diakui bahwa Ia adalah salah satu dinamisator bagi
kehidupan kebudayaan bangsa.
Semua
itu akan terasa jika sudah tiada, kehilangan seorang sastrawan muda yang sangat
kritis dalam membaca suasana keadaan negeri, sehingga negeri dapat hidup dengan
semua karya yang Ia persembahkan untuk Bangsa Indonesia bertujuan untuk
membangun semangat dan merubah pola pikir rakyat Indonesia dengan ciri sastra
yang sangat bebas.
Namun
dalam kehidupan itu kita harus memilih dengan baik untuk kehidupan yang layak
untuk memanusiakan manusia. Ada juga dalam perjalanan hidup yang tidak harus
kita teladani dari sastrawan yang mempunyai julukan Binatang Jalang itu, Ia
sangat hobi dengan minuman dan mendekati perempuan kebebasan yang sangat
menjadi tantangan untuk generasi penerus bangsa. Harus mampu membaca dan
memilah sastra yang seperti apa yang harus kita ikuti dari sastrawan Chairil
Anwar. Harus mempu mengambil hikmah dari sastra yang Ia ajarkan pada kita. Biarkan
Ia hidup dengan ciri khasnya pada masanya, dan kita juga harus mampu
melestarikan kebudayaan bangsa ini dengan cara kita sendiri dengan masa yang
sekarang untuk mempererat kebudayaan sasrta Indonesia yang berbudi pekerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar