Kamis, 14 November 2019

Pesan Air Pada Gersang

Gambar: Deri S.

Pesan Air Pada Gersang

Pesan di acara sebelum acara dimulai. Perbincangan malam jumat magrib tadi sesat memgingat nenek moyang yang hilang dan isi rumah dikirimkan doa bagi yang biasa. Pak Tabrani dosen yang getol menghubungi untuk menanyakan acara.

Pertemuan formal ini membuatku tahu bahwa pembahasan ringan, dan karenga kering kerongkang pengetahuan dan pengalaman kepada keinginan menulis, dan ketika ini ditulis saya beri nama "Pesan Air pada Gersang" menarik artinya bahwa air akan senantiasa membuat tanah gersang menjadi dingin, begitupun beliau selaku orang yang lebih bisa dan paham tentang banyak hal memberikan petuah terarah.

"Apapun yang dihasilkan dari menulis manusia itu tidak menjadi pengecut. Karena sejeleknya orang menulis tak akan ada pengecut darinya."
Ucapan dari dosen Pak Tabrani ini mengisaratkan kalau bisa terus menulis. Apapun tulis karena tidak mungkin memiliki sebuah nilai kehidupan ketika ada kehilanganmu tiada. Hanya menulis paling sederhana Itu manusia memiliki nilai jejak hidupnya tidak hanya sia-sia.

Ketika acara akan dimulai, dari siang seorang dosen bernama Akhmad Tabrani, kebetulan nama awalnya mirip denganku. Beberapa hari lalu tidak hanya menjadi teman bicara namun sekaligus dosen pembimbingku. Dia seorang dosen yang sangat mudah dihubungi dan bahkan sering mebawarkan diri untuk shering-shering di luar mata kuliah pada biasanya ditempuh dalam kelas. Kali ini beliau menjadi pembicara diacara Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam singkatnya (HMJ-PBSI). Dengan topik "Sastra dan Politik Diera Reformasi"

Hari selesa biasa saya dengan Dani, Deri, Muhti, dan teman biasanya di lapak baca gratis datang. Beliau datang ke tempat lapak baca gratis yang kami gelar, biasa pada umumnya seorang dosen menghampiri Mahasiswa (i) semuanya bersalaman, lalu duduk bersamaan dengan kami. Menanyakan banyak hal mengenai apa yang telah diselengarakan ini baca gratis lalu namanya apa pertama dipertanyakan. "Gerilya Literasi" secara bersamaan. Lalu menghubungi salah satu mahasiswa untuk segera mengambil kertas UTS (Ujian Tengah Semester).
Pembicaraan berlanjut serta bapaknya meminta foto di tempat baca tersebut. Dengan sedikit berkata dengan pencitraan kalau memegang buku lalu meminta foto. Hal yang wajar seorang dosen ngobrol-ngobrol di tempat baca tapi tidak bicara tentang buku mungkin berasa akan ada anggappan tidak baik. Dan ia seorang publik figur dalam kalangan Kampus. Itu saja asumsinya.

Setelah panjang lebar bicara tentang banyak hal, membuka pertanyaan baru mengenai apa yang akan dibicarakan tentang tema teman-teman telah tentukan mengenai Sastra dan Politik Diera Reformasi. Disampaikan olehnya sebagai mukoddimah ia hanya berkata kalau besok yang akan disampaikan mengenai penyair harus bisa menulis puisi panfelt. Dan paling bisa menulis Rembulan dan Anggur itu yang akan disampaikan olehnya.
***
Dalam perkataan itu saya asumsikan bahwa dalam dunia penyairan. Kita harus bisa menyuarakan sebuah kesunyian yang hak yang berkaitan dengan manusia lainnya.

Dan beliaunya berkata kembali mengenai kesukaan di tempat ini "Kalian suka di sini Bapak tahu, kalian senang karena kalian  orang-orang yang kesepian (dalam kata sindiran kaum) dan jiwa-jiwa para penyair seperti kalian-kalian ini, suka kesepian" ucapnya. Semua gaduh membicarakan ha-hal romantisme dan saling pandang karena paham di antara kita hanya ada satu anak yang memiliki pasangan Deri.

Penyair memang harus kesepian karena akan melahirkan banyak karya nantinya. Kesepian yang disengaja atau tidak disengaja, kedua hal memiliki arti berbeda ada yang mencari ada pula yang menemukan. Dalam proses penyair menemukan akan senantiasa menelesik jurang-jurang transendensi pada manusia, jika ditemukan akan seperti hal menemukan uang akan bahagia jika dalam keadaan tidak pegang uang, betapa senangnya penyair dalam mencipta karya kurang lebih seperti itu, prosesnya.

Kesepian akan senantiasa memberikan kebebasan dalam berpikir dan bergerak. Bergerak merupakan sebuah representasi dari hasil berpikir manusia untuk bicara kemanusian. Penyair hanya membuat kata-kata sebagai persembahan ke dunia dan pada manusia. Tapi itulah tugas penyair hadir dalam jiwa-jiwa kosong dan memyuarakan yang sunyi sebagai bukti dalam diri ada yang diri pantas untuk dipahami dan dimengerti. Itulah penyair, membuka dunia melalui kata-katanya. Dan kata-kata itu yang bisa membuka.

Melanjutkan cerita bahwa proses puisinya Joko Pinurbo, D. Zawawi Imron,  Gus Mus, Rendra, dan Wiji Tukul. Mereka para penyair yang tidak hanya romansa namuan ada hal di luar logika tercipta tanpa menyudutkan siapa-siapa kecuali mereka merasa dengan makna dari puisi yang dibuat oleh para penyair tersebut.

Mereka juga menulis puisi milankosis namum juga menulis tentang puisi panflet. Yang kita tahu Ws. Rendra dengan puisi milankoslisnya mengenai berjudul "Kangen" dibacakan oleh beliau, dan berkata siapa yang menyangka akan ada puisi panflet begitu memukau ditulis Rendra. Dengan judul "Sajak Pertemuan Mahasiswa" merupakan puisi katigori puisi panfletnya, ada Wiji Tukul pula dengan label dirinya juga sebagai aktivis lingkungan, puisinya yang keras akan datang pada dirinya berapi berkeringat." Ujarnya.

Langit semakin mendung dan matahari dengan titahnya akan mengakhiri sebab gelap menunggu, sedangkan petang akan segera menyambutnya. Lapak baca hari Selasa 12/11/2019 segera akhiri sebab sudah tidak kondusif. Pak Tabrani sudah pulang sedangkan kita ber-4 akan segera bergeser untuk kerja ada pula istirahat karena dari 07:20 sampai 15:45 Wib.
Para Mahasiswa (i) mundar mandir bersegera mengosongkan Kampus. Terbukti malam sudah akan tiba, sedangkan sholat Ashar belum.



Akhmad Mustaqim 2019
Cerita bersama dengan Pak Tabrani Dosen PBSI, berkunjung di Gerilya Literasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar