Senin, 04 April 2022

HARI-HARI YANG DIGELISAHKAN


 Semua anak ada ibu ada bapaknya, kecuali impian

Semua pasangan ada jantan ada betinanya, kecuali kenyataan

(Darmanto Jatman,

“Dengan apa Petualangan Tepat Ditimbang?”

Dalam kumpulan puisi Bangsat, 1975)


Tidak ada kesalahan yang dapat terjadi setelah kita bisa mengubahnya, ia menjadikan pemahaman. Tidak ada kesalahan yang dapat terjadi setelah kita bisa mengubahnya, ia menjadikan pengetahuan. Jadi, jangan sampai tenaga kita habis setiap hari-hari, gelisah gara-gara hari yang menakutkan setiap sore ingin berganti malam.

Pilihan seorang dalam mengambil keputusan tentu tidak lepas dengan namanya berpikir. Tujuan akan menjadi pertimbangan sebelum melangkah jauh akan hal perjalanan yang telah diambil lalu dijalaninya. Sederhananya saat berjalan keluar dari rumah, seseorang bisa saja menentukan terdahulu akan ke mana dirinya. Sebelum di jalan merasakan kebingungan serta tidak mendapatkan jalan baik baginya, beruntung setiap perjalanan dijadikan pelajaran serta bisa mempelajari lalu tidak mengulangi apa yang telah terjadi berkali-kali.

Seorang tokoh fiksi Santiago melakukan perjalanan di dalam buku Paulo Coelho berjudul “Sang Alkemis.” (1988) Tokoh yang melakukan perjalanan dari Spanyol ke padang pasir Mesir. Tujuan tokoh tersebut melakukan perjalanan jauh, untuk menemukan harta  karun yang pada saat itu ada dalam mimpinya. "Mencari harta karun di dunia, tapi menemukan harta dalam diri." Mimpi tersebut menunjukkan ada di daerah Mesir. Tanpa berpikir, karena orang tersebut ingin berubah sesuai dengan harapan serta mimpi tentu dengan tekad melakukanlah perjalanan tersebut: mengubah nasib, punya sesuatu berharga.

Kurang lebih kisah di atas menggambarkan kepada kita semua kalau keinginan manusia tidak hanya ada dalam pikiran. Apalagi menganggap yang ada di dalam pikiran sangat ideal sangat perlu dilakukan secara optimistis, menggapainya. Tanpa berpikir kalau di dalam usaha tersebut terjadi sebuah harapan tanpa dasar yang logis dan realistis. Sehingga kisah di atas seperti menawar barang di dalam karung, tidak menjamin kalau baik dan buruk, hanya mengira-ngira atau merapa bentuk di dalamnya untuk bisa diceritakan kepada orang orang lalu bisa menentukan  bahkan keyakinan bisa mendapatkan. Bentuk optimis tersebut merupakan dasar dari kekuatan seseorang dalam mengambil keputusan, walaupun kadang masih perlu pengukuran secara logis, serta realistis.

Ada yang ganjil jika seorang tanpa terukur melakukan perjalanan tapi tidak memiliki dasar ukuran paling sederhana. Minimal dalam jarak tempuh yang akan dilalui punya harapan baik dan bisa dipertanggungjawabkan dari segala hal. Bukan hanya tentang langkah sekaligus harapan. Boleh seseorang melakukan sesuatu dengan banyak harapan di depan. Tapi perlu adanya pengukuran paling signifikan untuk bisa menakar sejauh mana takaran tersebut menjadi baik. Pejalan kaki tentu akan memiliki perhitungan dengan perjalanannya. Ia bisa saja menjadi  seorang pejalan kaki yang menguntungkan jika di setiap langkah menentukan kemana langkah sekaligus dapat bertahan hidup.

Selain itu, seorang pejalan yang memiliki pemikiran akan memanfaat dan fungsi. Setiap langkah perjalanan tersebut  akan penuh dengan kesadaran kalau seseorang bisa saja punya memberikan dampak positif dalam hidupnya. Tentu dalam hal ini, pilihannya banyak: dari segi ekonomi bisa bantu orang-orang di pinggir jalan, tenaga bisa saja ingin sedikit mendorong gerobak seorang pejual mendoan, dan bahkan untuk pikiran bisa memberikan arah baik untuk orang-orang yang bingung (kesasar di jalan mampu menjelaskan jalan Soekarno-Hatta di Malang), dapat menjelaskan.

Dengan adanya kesadaran akan hal kenyataan, tentu manusia bisa berpikir lebih kompleks menyadari akan hal hidup. Bisa saja seorang mempercayai hidup yang begini-begini saja menjadi jalannya, atau bisa juga seorang bisa lebih sadar kalau kehidupan kompleks jalannya. Lalu memandang  bahwa di masa depan tidak dapat memiliki harapan sesuai apa diharapkan olehnya, dan semua orang kecewa akan hal pilihannya. Dalam konteks ini kesadaran dan bisa menyakinkan bahwa ‘kengototan’ memiliki dasar kalau itu semua tidak sia-sia, hanya butuh saja dari setiap orang meyakini kini merupakan masa depan yang perlu diperjuangkan dan kegagalan seorang tentang itu semua—yang mungkin perlu saja diperjuangkan dan bahkan dipertahankan.

Dalam hal ini saya pernah pernah punya pengalaman atas hal yang sangat membuat berpikir keras. Bahwa setiap langkah hidup—yang perlu disyukuri yaitu yang pernah dilakukannya. Jangan pernah berpikir kalau setiap luka terus dirayakan secara berulang-ulang, bahkan diingat untuk bisa membenci, semestinya menjadi sebuah ingat memotivasi.

Pernahkah seorang diusir dari kos saat kuliah? Mungkin kita bisa merasakan dan melihat menonton di televisi, bukan tidak mungkin seorang jauh disana merasakan hal tersebut dan banyak. Mungkin saja saya pernah merasakan pada saat semester dua. Bagaimana perasaan senang saat seperti itu sepulang kuliah sore, tiba-tiba baju sudah ada di luar. Seketika melihat baju ada di luar semua tiba-tiba langsung masuk ke kamar mandi yang ada kaca, untuk mengaca diri menatap diri sendiri dan bertanya “apakah wajah saya ini melas, atau memang saya perlu tersenyum manis dan menemui ibu kos…” seketika langsung bertemu dengannya, dan teman  masih meratapi itu semua.

Ternyata ada ketakutan dalam diri, bagaimana saya tidak mengulangi apa yang terjadi hari ini, iya kejadian yang hari ini. Dan jangan merasakan luka seperti ini lagi, seperti merasakan luka seperti ini lagi. Mungkin saja apa yang terjadi pasti saja terjadi ini. Sehingga perjalanan yang perlu dirasakan ini harus dilakukan tanpa berpikir kalau luka dirayakan dengan tawa, sebab tidak semua luka menjadi derita, dan tidak semua luka menjadi luka, bahkan kita bisa tertawa atas kejadian yang tak pernah dirasakan. Mungkin.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar