Kamis, 14 April 2022

KELELAHAN

 “Ada kalanya kita menyendiri untuk meratapi hidup kita, bukan untuk berbagi kesedihan melainkan agar mensyukuri bahwa tak ada penderitaan terakhir yang akan selalu menimpa berkali-kali, tak  ada penderitaan terakhir menimpa berkali-kali terjadi kepada manusia. Dan, keuntungan manusia mampu memahami rasa...'kelelahan' kata berdiri sendiri yaitu 'lelah' sedangkan kelelahan subjek yang sudah/telah selesai melakukan sesuatu dan merasa badan tidak enak/sakit semua atau otak capek berpikir. Begitulah...”


Soekarno dalam adagium yang berseliweran  di sosial media “kita perlu sendiri untuk memahami apa yang terjadi, bahkan menangis untuk bisa memahami apa yang telah terjadi bersama dengan angina” kurang lebih begitu perwatakannya. Tapi, sederhananya kita perlu memiliki kesadaran kalau keramaian tidak bisa memecahkan masalah apa yang terjadi, minimal akan memahami apa yang menjadi masalah pribadi ketahui dan bisa melakukan langkah-langkah terbaik versi sendiri.

Sepertinya saat sendiri manusia menemukan sebuah ketenangan  akan hidup. Pada saat semua tidak memperhatikan kalau apa yang telah dilakukan merupakan jalan baik baginya.  Baik  dalam konteks pikiran maupun dalam  konteks tindakan dalam mencapai apa yang  ada dalam dirinya. Tentu akan berbeda jika berkaitan dengan  manusia banyak (manusia lain).

Saat berjalan jauh seharian dan merasakan lelah dalam hidup—yang begini-begini saja, ada seorang menyikapi tentang hal-hal yang menyakiti saudara-saudara kita dalam ucapan maupun  pikiran, bahkan paling gelapnya yaitu tindakannya. Begitulah mungkin ingatan melakukan kerja kemanusiaan saat sendiri dan menyikapinya. Dan lelah  menjadikan kita tahu bahwa perjalanan adalah pekerjaan nomor dua paling banyak dilakukan manusia selama hidup, selain itu adalah tidur—yang tak pernah bosan dan selalu manusia melakukannya.

Saat lelah manusia bisa saja mengalami kekacauan berpikir. Pikiran terkadang tidak dapat dikontrol dengan baik oleh perasaan, sehingga perasaan hanya berjalan tanpa tujuan jelas. Kelelahan tersebut tidak pernah terpungkiri oleh manusia hidup di dalam tempurung begitu  indah dan nyaman. Manusia seperti itu yaitu introvert atau sebagainya, sebab ada dirinya yang begitu tak ingin mendengarkan: kamu tahu siapa aku dan kenapa manusia diciptakan.

Lelah pikiran akan bisa tenang saat menemukan benang merah dari apa yang bersarang di kepala. Terkadang ada saja manusia tanpa berpikir baik akan setiap perjalanan dan lupa dengan pencapain diri sendiri bahkan hanya melakukan kesibukan itu merupakan nilai—yang ada dalam hidup mereka bahkan manfaat.

Mengantuk saat lelah adalah cara terbaik melepaskan penat melekat seharian di pikiran. Tentang banyak hal dilakukan, dari yang menghasilkan, hingga yang merugikan. Begitulah sepertinya manusia bekerja dalam dirinya sendiri. Untuk bisa menjadi diri sendirinya perlu adanya sebuah pemahaman atas rasa sakit atau pernah melakukan sesuatu dalam mengambil keputusan.

Adapun saat-saat manusia memiliki cara-cara terbaik menyelimuti diri dengan sebuah  tawa lepas, saat itu juga mengaburkan unsur-unsur lain—nya melekat dalam dirinya. Cara-cara paling baik untuk tetap merasa bahwa dirinya mampu menguasai bahkan menghilangkan segala rasa sakit menjadi tawa lepas. Jika seorang berkata “janganlah kau berbohong pura-pura bahagia, itu berat bahkan sangat tidak baik…” ujarnya dalam ingatan sekilas tempo hari disampaikan.  Tentu, itu bukan saja sekedar luka-luka menganganga  dan menjadikan segalanya menjadi tawa.  Dan saat tidur semuanya lupa, tapi itu sementara.

Mengapa manusia sering mengingat luka daripada bahagia? Apakah ada pembeda dalam diri manusia ruang-ruang yang menciptakan suasana. Apakah segala tawa menjadikan derita atau sebaliknya, lantaran dirinya membuat luka dan segala bahagia jadi sebuah cara  lain manusia menuai segala kesedihan jadi kebahagiaan. Lantaran ada kabar gembira dari seorang anak yang menemukan ibunya—yang seringkali dijadikan doa saat ingin bertemu.

Jika dipandang secara alamiah ‘lelah’ yang menimpa manusia. Tidak mudah manusia merasakan kecewa dalam melakukan perjalanan. Atau sebaliknya kalau manusia tak memiliki lelah tak pernah mensyukuri Allah Swt. Hal tersebut agar manusia memiliki kontrol atas diri, dan mampu mengukur setiap suasana jadi sebuah cara-cara terbaik disyukuri manusia. berterus teranglah jika lelah mengambil ruang sejenak untuk mencari tempat sepi dan menikmati dengan secangkir kopi atau mendengarkan music kesukaannya. “Niat mendengarkan music untuk membuang rasa kesal dan lelah dengan menyebut namamu ya Robbi…” sehingga tawa dan ayat-ayat sepi akan tergantikan kat-kata indah dari bahasa sehari-hari tuk lebih mudah mensyukuri atas nikmat-Nya. Mungkin.

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar