Sabtu, 23 September 2017

Cerpen Dari Santri Untuk Bangsa

Dari Santri Untuk Bangsa
kehidupan.santri


Setiap waktu telah saya lalaui tanpa kusadari dan tanpa terasa sudah beberapa tahun hidup dikalangan pesantren pahit manis telah saya rasakan kalau saya hitung banyak pahit yang saya rasakan selama saya di pesantren karena kehidupan yang menurutku itu diluar sangat baik setelah beberapa saya ada di pesantren banyak pelajaran hidup yang saya rasakan sebelumnya, pelajaran hidup yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-haripun tidak bisa saya nikmati sebelum saya masuk ke pesantren, namun setelah aku putuskan oleh orang tua untuk hidup di pesantren disini saya banyak belajar banyak hal, mulai dari mandiri dan dilatih untuk bertanggungjawab untuk mematuhi semua aturan yang ada di dalam pesantren ini hal yang kecil yang sangat tidak saya rasakan adalah kedisiplinan untuk memint waktu, karena waktu adalah susuatu yang tak berbentuk namun itu semua terasa ketika waktu yang kita sia-siakan terlewati.
Perasaan bosan, jenuh, mala itu sudah melekat dalam diri manusia, terutama pada saya beberapa lama saya harus bertahan di tempat yang menurut orang indah seperti lautan dan gunung keindahan yang terpancar dari jarak jauh, namun saat mendaki gunning banyak hal yang ditemukan ketika melalui gunung yang begitu indah saat dari kejauan. Ketika melintasi gunung tersebut maka di dalamnya banyak duri-duri dan batu, binatang buas, yang jinakpun kita temukan saat ada di dalam gunung, keindahan hanya untuk orang lain nanum saya sangat bangga walaupun saya harus menjalankan hidup di pesantren dengan tidak begitu megah masih banyak orang di luar sana yang ingin bermmimpi seperti saya di sini, mengaji bersama kiayi dan teman-teman yang berbeda pendapat namun semua yang bertujuan dipesantren ini menuntut ilmu untuk membuang kebodohan yang ada dalam diri saya, dan tidak pernah lupa kalau berokahnya pondok, sang kiyai, beserta teman-temanku yang sangat saya harapkan ketika nanti saya keluar dari pesantren ini.
Tempat yang sederhana ini banyak hal yang tak dapat saya lupakan karena saya menjalani ini penuh pengorbanan dan perhitungan besar saat saya melangkah apa yang menjadi pilihan saya memperluas pengetahuan tentang Islam untuk bekal akhirat nanati, tujuan orang tua saya sangat sederhana kalau menjadi santri jadilah santri yang mengerti dan jangan mengejar kepintaran, dekatilah kiayinya untuk mengambri berokahnya, pintar belum tentu dapat memahami, memahami belum tentu diterima passinya oleh orang lain, kalau bisa membaca lingkungan hidup yang ada di sekitarnya, paling bijaknya manusia ketika manusia yang satu dapat memahami manusia yang lainnya, setidaknya kita menjadi lilin walaupun hanya menyinari kegegelapan di tempat yang tertentu. Hidup akan terasa nyaman ketika kita menjalani dengan rasa lapang tanpa tekanan, saya tidak merasa lama walaupun saya disini tidak mendapatkan pengetahuan yang banayak membaca kitab kuningpun tidak bisa memahamipun, saya hanya mendengarkan ketika ada yang kiayi dan teman-teman membaca kitab bersama, karena saya ingat dengan yang Alloh perintahkan pada setiap manusia bahwa Alloh tidak mengharapakan kepintaran namun yang diharapan kesungguhan untuk menuntuut ilmu, carilah ilmu kalau di negaranya sendiri tidak ada maka carilah Negara seberang yaitu China. Kata itu yang mendorong saya walaupun tidak tau saya berusaha untuk ikut berbaur dengan orang yang bisa membaca kitab kuning dan menyimak apa yang menjadi perbincangan mereka, belajar pada ibnu hajar manusia yang paling bodoh katanya walaupun pada dasarnya kemampuan manusia ada yang gampang menerima pelajaran ada pula yang sulit untuk menangkap apa yang dipelajari, namun semua itu semua bukan masalah kepintaran dan kecerdasaan yang dimiliki setiap individu manusia, aku berpendapat aku belum mendapatkan anugrah dari Tuhan hatiku belum di bukakan, sedangkan Ibnu Hajar belajar pada batu yang tertes air hingga berlobang. Senja sudah terpancar indah dari ufuk barat mentari sudah saatnya tidur, malam ini sudah waktunya kiayi Lutfi kultum mutiara hikmah bersama.
“Kalian santri jika kelak menjadi pemimpin berpedoman ke Al-Qur’an dan Hadist, jangan hanya kamu pintar membaca kitab setelah kamu keluar jadilah kamu pembaca yang arif dan kritis untuk membaca keadaan dunia ini, bukalah jiwa kalian dari sekarang, jadilah kalian semua penerus islam yang berguna bagi nusa dan bangsa. Bukannya kurang orang pintar negaeri ini, dan tidak juga kurang orang yang tidak membaca yang terjadi semuanya nyata, namun ingat berikhtiar dan mampulah menjadi santri yang bermanfaat bagi orang lain, terutama kepada dirinya sendiri, ikutilah kata Al-Qur’an dan Hadist, untuk Anak-anak ku hati-hati ini zaman sudah mendekati akhir ke atas Tahun 2000, kalian akan melihat perkembangan dunia sehingga apa yang kamu dapatkan dari sini kalian kembangkan, karena kalianlah yang menjadi penerus Bangsa, yai sudah tua hanya dapat menyampaikan ini kepada kalian.saya akhir pengajian ini saya berharap kita selalu berada dilindungan Alloh semua, dan saya bisa mengingatkan kalian dan untuk saya sendiri, semoga saja. Umur harasia Alloh SWT.
“Enggeh yai, amien yarobbal alamin.
Kultum berjalan dengan lancar untuk kultum yang sekian ini, batuk yang di derita kiyai Lutfi sudah membuat saya dan santri yang lain kwatir akan keadaannya yang semakin hari mahkota putih yang semakin merata, saya berharap saja yang terbaik ututuknya atas keputusan Tuhan,  
Pesantren ini wadah saya untuk menuntut ilmu, untuk bekal akhirat dan dunia entah kenapa saya ingin mematangkan pengetahuan untuk menjadi santri karena teringat dengan riwayat Indonesia terbangun dari tidurnya ketika HOS Tjokroaminoto pada Tahun 1907 yang memondasikan Indonesia ini dengan Agama Islam, pada awalnya dibentuk dari organisasi Serikat Islam (SI), kalau Negara kuat karena Islam, berpondasi islam saya berpikir jiwa suatu bangsa yang ingin membangun Negara yang adil, serta makmur seorang yang meminpin harus matang pula keislamannya, tidak hanya matang dalam bidang sosiolimenya saja, namun kematangan itu harus perpondasi dengan Agama, tempat yang paling strategis dalam mematangkan Agama adalah pesantren. Cita-cita akan membangun Negara dengan pondasi diri kita pribadi sehingga jiwa sosialisme berpondasi Agama Islam akan menciptakan sebuah Negara akan menjadi Negara yang akan disigani tanpa menakit-nakuti, dan menyakiti.
Tiada seorang yang dapat mengukur waktu dengan pola pikir, tiada pula melihat berjlannya waktu, hanya cara dan bagaimana untuk menikmati waktu yang ada untuk lebih berarti karena hidup satu kali jadikan yang satu kali ini yang berarti. Tanpa saya sadari beberapa Tahun telah saya lewati sudah hampir Tujuh Tahun seandaiya umur sudah waktunya masuk ke Sekolah Dasar (SD), saat itu pula saya berpikir untuk boyong dipesantren walaupun saya belum mateng dipesantren namun saya harus menjelajahi pengalaman di luar pesantren, tidak akan mungkin dapat berperan di masyarakat kalau saya tetap ada di dalam pesantren saya harus menunjukkan pada masyarakat bahwa setelah saya mondok berguna baginya, karena berguna bagi orang lain sebagian dari cita-cita saya. Saya mempunyai teman di pesantren yang hidup bersama terus manis pahit, bahkan ibarat makanan satu piring jadi dua, kalau dia lapar saya harus lapar.
“Sam, Tahun ini saya harus boyong dari pesantren ini. !”
“Serius kamu, berhenti karena alasan apa Maja, ?” Masalah biaya tah, apa sudah pintar kamu hehe.
“Tidak reski itu saya percaya pada yang di atas, sudah bosan saya di pondok ini daripada saya melakukan sesuatu ini tanpa keikhlasan, pintar sih dereng Samsul. Hehe
“Iya gak apa-apa kalau memang seperti itu keputusanmu, aku hanya berdoa yang terbaik untuk kamu bisa mendapatkan berokah pondok dan kiyai terutama aku hehe. !”
“Hehe Kamu ada berokahnya tah, Iya amien yarobbelalamin Sam hanya doa-doa kamu dan kiyai dan orang empati pada saya yang saya harapkan Alloh mengabulkan semua doa-doanya, sehingga apa yang terbaik pada saya menghampiri setelah saya boyong. !:
“Iya amin-amin, sebelum berhenti teraktir ya nanti masakin aku selama satu minggu ini hehe. !”
“Pintar kamu sam, Iya siap saya akan teraktir. !”

Sudah saatnya saya harus boyong dan kembali ke kampong halaman, namun beberapa hari setelah saya pulang meninggalkan tempat tinggal saya sendiri untuk bertemu dengan Ibu, kabur dari kampung halaman, dan belajar hidup pada alam dan relita dunia dengan hijrah dan membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar