Dari
Santri Untuk Bangsa
Setiap waktu telah saya lalaui tanpa
kusadari dan tanpa terasa sudah beberapa tahun hidup dikalangan pesantren pahit
manis telah saya rasakan kalau saya hitung banyak pahit yang saya rasakan
selama saya di pesantren karena kehidupan yang menurutku itu diluar sangat baik
setelah beberapa saya ada di pesantren banyak pelajaran hidup yang saya rasakan
sebelumnya, pelajaran hidup yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-haripun
tidak bisa saya nikmati sebelum saya masuk ke pesantren, namun setelah aku
putuskan oleh orang tua untuk hidup di pesantren disini saya banyak belajar
banyak hal, mulai dari mandiri dan dilatih untuk bertanggungjawab untuk
mematuhi semua aturan yang ada di dalam pesantren ini hal yang kecil yang
sangat tidak saya rasakan adalah kedisiplinan untuk memint waktu, karena waktu
adalah susuatu yang tak berbentuk namun itu semua terasa ketika waktu yang kita
sia-siakan terlewati.
Perasaan bosan, jenuh, mala itu sudah
melekat dalam diri manusia, terutama pada saya beberapa lama saya harus
bertahan di tempat yang menurut orang indah seperti lautan dan gunung keindahan
yang terpancar dari jarak jauh, namun saat mendaki gunning banyak hal yang
ditemukan ketika melalui gunung yang begitu indah saat dari kejauan. Ketika
melintasi gunung tersebut maka di dalamnya banyak duri-duri dan batu, binatang
buas, yang jinakpun kita temukan saat ada di dalam gunung, keindahan hanya
untuk orang lain nanum saya sangat bangga walaupun saya harus menjalankan hidup
di pesantren dengan tidak begitu megah masih banyak orang di luar sana yang
ingin bermmimpi seperti saya di sini, mengaji bersama kiayi dan teman-teman yang
berbeda pendapat namun semua yang bertujuan dipesantren ini menuntut ilmu untuk
membuang kebodohan yang ada dalam diri saya, dan tidak pernah lupa kalau
berokahnya pondok, sang kiyai, beserta teman-temanku yang sangat saya harapkan
ketika nanti saya keluar dari pesantren ini.
Tempat yang sederhana ini banyak hal
yang tak dapat saya lupakan karena saya menjalani ini penuh pengorbanan dan
perhitungan besar saat saya melangkah apa yang menjadi pilihan saya memperluas
pengetahuan tentang Islam untuk bekal akhirat nanati, tujuan orang tua saya
sangat sederhana kalau menjadi santri jadilah santri yang mengerti dan jangan
mengejar kepintaran, dekatilah kiayinya untuk mengambri berokahnya, pintar
belum tentu dapat memahami, memahami belum tentu diterima passinya oleh orang
lain, kalau bisa membaca lingkungan hidup yang ada di sekitarnya, paling
bijaknya manusia ketika manusia yang satu dapat memahami manusia yang lainnya,
setidaknya kita menjadi lilin walaupun hanya menyinari kegegelapan di tempat
yang tertentu. Hidup akan terasa nyaman ketika kita menjalani dengan rasa
lapang tanpa tekanan, saya tidak merasa lama walaupun saya disini tidak
mendapatkan pengetahuan yang banayak membaca kitab kuningpun tidak bisa
memahamipun, saya hanya mendengarkan ketika ada yang kiayi dan teman-teman
membaca kitab bersama, karena saya ingat dengan yang Alloh perintahkan pada
setiap manusia bahwa Alloh tidak mengharapakan kepintaran namun yang diharapan
kesungguhan untuk menuntuut ilmu, carilah ilmu kalau di negaranya sendiri tidak
ada maka carilah Negara seberang yaitu China. Kata itu yang mendorong saya
walaupun tidak tau saya berusaha untuk ikut berbaur dengan orang yang bisa
membaca kitab kuning dan menyimak apa yang menjadi perbincangan mereka, belajar
pada ibnu hajar manusia yang paling bodoh katanya walaupun pada dasarnya
kemampuan manusia ada yang gampang menerima pelajaran ada pula yang sulit untuk
menangkap apa yang dipelajari, namun semua itu semua bukan masalah kepintaran
dan kecerdasaan yang dimiliki setiap individu manusia, aku berpendapat aku
belum mendapatkan anugrah dari Tuhan hatiku belum di bukakan, sedangkan Ibnu
Hajar belajar pada batu yang tertes air hingga berlobang. Senja sudah terpancar
indah dari ufuk barat mentari sudah saatnya tidur, malam ini sudah waktunya
kiayi Lutfi kultum mutiara hikmah bersama.
“Kalian santri jika kelak menjadi
pemimpin berpedoman ke Al-Qur’an dan Hadist, jangan hanya kamu pintar membaca
kitab setelah kamu keluar jadilah kamu pembaca yang arif dan kritis untuk
membaca keadaan dunia ini, bukalah jiwa kalian dari sekarang, jadilah kalian
semua penerus islam yang berguna bagi nusa dan bangsa. Bukannya kurang orang
pintar negaeri ini, dan tidak juga kurang orang yang tidak membaca yang terjadi
semuanya nyata, namun ingat berikhtiar dan mampulah menjadi santri yang
bermanfaat bagi orang lain, terutama kepada dirinya sendiri, ikutilah kata
Al-Qur’an dan Hadist, untuk Anak-anak ku hati-hati ini zaman sudah mendekati
akhir ke atas Tahun 2000, kalian akan melihat perkembangan dunia sehingga apa yang
kamu dapatkan dari sini kalian kembangkan, karena kalianlah yang menjadi
penerus Bangsa, yai sudah tua hanya dapat menyampaikan ini kepada kalian.saya
akhir pengajian ini saya berharap kita selalu berada dilindungan Alloh semua,
dan saya bisa mengingatkan kalian dan untuk saya sendiri, semoga saja. Umur
harasia Alloh SWT.
“Enggeh yai, amien yarobbal alamin.
Kultum berjalan dengan lancar untuk
kultum yang sekian ini, batuk yang di derita kiyai Lutfi sudah membuat saya dan
santri yang lain kwatir akan keadaannya yang semakin hari mahkota putih yang
semakin merata, saya berharap saja yang terbaik ututuknya atas keputusan Tuhan,
Pesantren ini wadah saya untuk menuntut
ilmu, untuk bekal akhirat dan dunia entah kenapa saya ingin mematangkan
pengetahuan untuk menjadi santri karena teringat dengan riwayat Indonesia terbangun
dari tidurnya ketika HOS Tjokroaminoto pada Tahun 1907 yang memondasikan
Indonesia ini dengan Agama Islam, pada awalnya dibentuk dari organisasi Serikat
Islam (SI), kalau Negara kuat karena Islam, berpondasi islam saya berpikir jiwa
suatu bangsa yang ingin membangun Negara yang adil, serta makmur seorang yang
meminpin harus matang pula keislamannya, tidak hanya matang dalam bidang
sosiolimenya saja, namun kematangan itu harus perpondasi dengan Agama, tempat
yang paling strategis dalam mematangkan Agama adalah pesantren. Cita-cita akan
membangun Negara dengan pondasi diri kita pribadi sehingga jiwa sosialisme
berpondasi Agama Islam akan menciptakan sebuah Negara akan menjadi Negara yang
akan disigani tanpa menakit-nakuti, dan menyakiti.
Tiada seorang yang dapat mengukur waktu
dengan pola pikir, tiada pula melihat berjlannya waktu, hanya cara dan
bagaimana untuk menikmati waktu yang ada untuk lebih berarti karena hidup satu
kali jadikan yang satu kali ini yang berarti. Tanpa saya sadari beberapa Tahun
telah saya lewati sudah hampir Tujuh Tahun seandaiya umur sudah waktunya masuk
ke Sekolah Dasar (SD), saat itu pula saya berpikir untuk boyong dipesantren
walaupun saya belum mateng dipesantren namun saya harus menjelajahi pengalaman
di luar pesantren, tidak akan mungkin dapat berperan di masyarakat kalau saya
tetap ada di dalam pesantren saya harus menunjukkan pada masyarakat bahwa
setelah saya mondok berguna baginya, karena berguna bagi orang lain sebagian
dari cita-cita saya. Saya mempunyai teman di pesantren yang hidup bersama terus
manis pahit, bahkan ibarat makanan satu piring jadi dua, kalau dia lapar saya
harus lapar.
“Sam, Tahun ini saya harus boyong dari
pesantren ini. !”
“Serius kamu, berhenti karena alasan apa
Maja, ?” Masalah biaya tah, apa sudah pintar kamu hehe.
“Tidak reski itu saya percaya pada yang
di atas, sudah bosan saya di pondok ini daripada saya melakukan sesuatu ini
tanpa keikhlasan, pintar sih dereng Samsul. Hehe
“Iya gak apa-apa kalau memang seperti
itu keputusanmu, aku hanya berdoa yang terbaik untuk kamu bisa mendapatkan
berokah pondok dan kiyai terutama aku hehe. !”
“Hehe Kamu ada berokahnya tah, Iya amien
yarobbelalamin Sam hanya doa-doa kamu dan kiyai dan orang empati pada saya yang
saya harapkan Alloh mengabulkan semua doa-doanya, sehingga apa yang terbaik
pada saya menghampiri setelah saya boyong. !:
“Iya amin-amin, sebelum berhenti
teraktir ya nanti masakin aku selama satu minggu ini hehe. !”
“Pintar kamu sam, Iya siap saya akan
teraktir. !”
Sudah saatnya saya harus boyong dan
kembali ke kampong halaman, namun beberapa hari setelah saya pulang meninggalkan tempat tinggal saya sendiri untuk bertemu
dengan Ibu, kabur dari kampung halaman, dan belajar hidup pada alam dan relita
dunia dengan hijrah dan membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar