Senin, 11 Februari 2019

Catatan Kecil




[17:23, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Mendekte Sekte Kala Sore
Aku tak mengenal dirimu secara detail dan hafal, namun darimu kala sore itu melebur pada cita kasih menjadi satu di antara senja bermega jingga.
Di atas rajut senja aku dekte kelopak matamu, hidungmu, dan aroma harummu.
Dalam ruas kata-kata agar ku bisa merasakan makna dari apa yang tlah dicerna oleh kehidupan
Rasa itu ada sejak sajakku lahir dan namaku mampu kupahami, walau di tempat aku pulang tak menemukan jejak yang ku jadikan prasasti dalam relung jiwa, sebab sejak aku mengenal dunia ku tak kenal dia.
Sore itu aku mendekte segala sekte cinta yang tulus.
[17:23, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Musnahkan
Kau tak akan merasa jika tak memusnahkan diri pada kesadaran kita: jati diri adalah cara menemukan cinta, memaksa=menderita
Bersyukurlah kau yang tak mati muda karen cinta
[17:23, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Jadi Piring
Siang itu terang
Malam itu petang
Jadilah piring dikala siangan dan malam: setiap malam piring itu digunakan buat tempat makan, hidangkanlah sesuai apa yang diinginkan, dikala piring pecah arahkanlah peristiwa itu ke yang bermasalah.
Jadilah piring yang kan selalu menmnerima apapun di atasnya tak akan berubah bentuknya. Beruntunglah piring itu
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Penyihir Kehilangan Mantra
Arjuna kehilangan anak panahnya
Drona kehilangan busurnya
Ekalaya kehilangan jarinya
Doa kehilangan keyakinannya
Musa kehilangan tongkatnya
Angin kehilangan geraknya
Ibu kehilangan ibanya
Iba kehilangan rasnya
Rasa kehilangan kecintaannya
Cinta kehilangan mantranya
Dicuri apa memang sudah ditemukan yang mencari, atau masih mengungsi pada tempat yang paling teduh.
Linglung kemana harus mencari, pergi ke Wihara, ke Gereja, ke Masjid, tuk menemui para manusia yang dimuliakan, tak memberi jawaban.
Mantra itu berharga bagi kehidupan, makanya penyihir tak akan pernah mahir dikala mantranya tak ditemukan.
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perempuan Wangi
Sekilas sorot mata terpacu pada kelopak mata dan merona pipinya.
Tidak ada bedanya
 Dirasa semua manusia tercipta dari tanah liat yang sama.
Setelah ku dekati dan aku melihat cahaya matanya kosong, hanya semerbak harum wangi itu berbau bunga cempaka putih serta betisnya yang bercahaya apakah itu wanita jawa.
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Ramai yang Sama
Aku melihat mata yang terisi
Ada yang berisi harga, ada yang berisi cara, ada cinta, ada derita, ada bahagia.
Semua lengkap dengan sebuah tujuan tak sama akan pulang pada akhir yang sama, kecuali muksa kepulangan manusia paling berharga.
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Menang
Menang bukan kemenangan yang berlarut larut tuk ditertwakan
Melawan keresahan dengan tenang akan dikenang dalam kemengan manusia
[17:24, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pengemis dan Hujan
Rintahan hujan bagaikan taburan bunga
Uforia manusia pencari receh gak akan merengek ini mengocek untung apalagi yang buntung
Apakah aku harus seperti air yang mengenang setelah hujan aja terombang ambil oleh siapa pun yang melintas
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Tembok
Diammu adalah puisi
Yang mengisi dalam sunyi.
Memahami arti dan duniawi
Kau dibilang tak berfungsi
Padahal kau dibangun dengan rasa
Rasa yang menciptakan cinta
Diammu adalah zikirmu dikala mamusia merasa
Bahwa setiap bangunan kau memiliki guna: kecuali bangunan gubuk yang tak didasari oleh rasa.
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Aku Mencintai Puisi
Aku menulis puisi kwatir tak bisa dipahami
Sebab dikala saya kelilipan aku tak bisa menyembuhkan sendiri: untuk meniup sendiri
Aku tulis puisi sebagaimana ilham ini menjadikan kata itu berkuasa di dalam diri-Nya
Maka itulah puisi, seperti halnya mata yang sedang kelilipan.
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Manusia
Semua akan menyalahkanMu dikala matahari tlah terbit dari barat
[17:25, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Purnama yang Hilang
Dalam tahun ini purnama tak ada maka sirna matahari dan bulan
[17:26, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Hujan
Desir angin berhenti
Hati ingin dimengerti
Jiwa menyatu dengan raga
Di luar hujan deras
Di dalam kamar dingin
Otakku pecah, ingin sekali ku jadi pohon besar di jalan besar
Agar dikala hujan ku bisa menunaikan ibadah guna pada manusia yang berteduh ditubuh besar yang sedikit manusia buat teduh.
Daripada aku ambil sarung memulai tuk murung mengamankan diri dari fungsi.
Karena murung cara paling
[17:26, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pertemuan dengan Dosen
Semua ku serap bahasanya kalamu, diawali dengan membuka tabir masa lalunya tuk didengarkan, aku dan mas Aan salah satu mahasiswa yang selalu disebutkan namanya "mungkin saja doanya".
Berawal dari perbincangan masa lalu yang perlu ku cerna dalam masa mudaku, selimir menjadi sumber pengetahuan persiapan dimasa tuaku.
Aku dan mas Aan mendengarkan, tertawa suka dikala maskumambang menumbangkan perempuan melintas zaman dalam dirinya dan salah satu puisi buat dirinya hidup.
Kritikan puisi yang deberian pada kedua anak yang haus akan pengetahuan: mengenai dunia kesusastraan yang paling digemari, tak ada diantara kita memaksakan malainkan selalu menyajikan perbedaan sebagai anugerah yang sebentar lagi akan menurunkan hujan.
Bahasa dan kata kucerna sebagai senjataku dalam hati paling sepi dikala menuliskan sebuah puisi.
Bahasa panjangmu mampu membukakan ruang dalam hati tuk menulis puisi.
Walau kritikan padaku yang masih belum bisa nulis puisi, namun mendengar mistik dan sufistik menggugahkan ke kosonngan jiwa akan pengetahuan.
Hingga pada akhirnya puisiku tulis sesuai narasi yang bisa kutanggap dari apa yang kucerna.
BahasaMu akan ku terima, ketika semua manusia menjadi objek makna dalam puisiku.
Dalam sunyi aku berjanji bahwa setiap puisi adalah transenden rasa yang lahir dari gumpalan darah kecil dalam diri, yang selalu berdialog kau masih kosong mengapa kau selalu menulis puisi.
Kekosongan itu perlu ditulis dalam puisi, khususnya puisiku yang sengaja tak beri nama dan maknanya ku persembahkan padanyA.
Cita-cita, cinta ialah kekuatakan dalam puisi, tanpa cinta puisi tak akan bermakna, bahasa hanya menjadi pemahaman dan akan menjadi unsur berita bukan tuk memahami jiwa.
[17:26, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Duskusi bersama Iqbal
Sepertiga malam tidak dipungkiri kalau mata tertutup rapat ditemani mimpi tak ada kegelisahan
Aku dan teman saya Iqbal berada dalam taraf paling nyaman bertemu dengan tulisan Mahbub Djunaidi, dan Majalah Tempo.
Ayam tlah bersuara dengan dzikkirnya kukkurunuk...
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Malam
Gelap kenikmatan yang terselamatkan sisa dari jiwa yang tak tergapai oleh mata manusia berada dalam mimpinya.
Mata dalam melihat bayangan tanpa lelah mengikutiku, yang selalu memancarkan kedamaian dikala pikiran masih dalam taraf paling suci.
Gemerlap lampu di pinggir jalan bersiulan dikala aspal sangat sepi, bayanganku kucurigai kalau itulah cinta yang sejati mengikuti ikrar hati dan perjalananku.
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Menulis
Ada fakta yang ditulis tuk jadi berita
Ada fiksi yang ditulis menguji intusi diri
Namun semua bukan hanya semua itu, melainkan persembahan diri pada hati yang selalu mengharap isi menjadi bukti memahami jati diri.
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Cemburu
Dikala rasa cemburu menimpa
Dan tidak bisa berkata apa-apa akan ada nostalgia dalam rasa paling diderita entah berkesudahan samapai kapan membaw pada waktu yang pas bagi yang digelora dalam rindu.
[17:27, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perbincangan Terakhir
Siang akan direnggut senja yang bermega ke merahan
Yang segejab akan menggap
Pengakuan adalah keangkuhan
Aku cinta akan keadaan ini
Aku merasa akan kedekatan ini
Aku satu akan diriku padamu lebih dekat dari nadiku
Terlalu mashur ku berkaca merasa nyata bersama.
Aku berakhir dengan sebuah bahasa "Aku ada karena kau ada"
Cinta yang selalu ku punya lupa dikala ku merasa: sebab bahasa ialah eksistensi jiwa dari nostalgia cerita jiwa yang dirasa dan yang dicipta.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Obat lelah
Tiada obat paling mujarab dalam masa lelah kecuali rindu yang ditunggu akan selalu membukakan hatiku yang beku, berkerapat pilu, bersahabat pekat, yang sekian lama aku merindu.
Dalam tidurku sering kau datang dalam bentuk senyum, setelah bangun kau hilang menyisakan lara yang sangat sempurna.
Waktu menunjuk pada jarum yang nyaris waktu kerjaku, aku ingin menikmati ngantuk sepertinya terkutuk oleh pekerjaan.
Aku pergi ke pasar aku menemui bunga hanya ibdah ada dalam jiwa tak merasa bahwa deritaku masih bisa diobatkan oleh harum bunga yang pertama memberi.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Masa Leleh
Tuk merasa dan mengeluh sebanrnya bukan terbaik
Serasa paling susah bukan asumsi Ilahi
Membentangkan kaki lantaran panas masih mengarang esensi dari arti masih saja berada dalam suasana paling ceria.
Obat mengarang puisi saat lelah adalah memahami lelah dari sebuah puisi yang berusaha mencari diksi paling suci.
Dilipatan kecil buku berserakan ku seorang diri menampakkan kecintaan pada dunia literer.
Dengan rasa ku menemukan asa
Dengan duka ku menemukan cara
Lelahku adalah cara terbaik dikala menikmati tidur, yang kuundur dikala masa libur masih ada dalam subur yang dikubur sabar, menebar harapan dikala lelah mencipta karya tercipta dari rasa.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Lampu merah
Lampu merah tanda tuk berhenti
Menepi dikala hujan tak mungkin berlama
Hijau tanda melaju, lampu merah yang lama ditunggu dikala macet masih memiliki pertanyaan atas pernyataan rindu.
Lampu merah tandaku padamu yang menjadi perjalananku sesuatu paling ditunggu dan dinanti bagi para antrian penyebranangan.
Agar dalam penantian bisa dikenang perjalanan perlu lukisan
Coretlah kertas kosong dengan susuka lantaran yang disuka dan menduka lahir dari rasa.
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Yang Beku
Yang beku karena rindu dan hancur menjadi abu melabu belum tertuju pada siapa aku mengadu tentang rindu yang masih bertanya
[17:28, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Sungai
Sungai hanya nama yang beredar dalam kenang, tak berfungsi tak bersumber tatkala tak ada air.
Dada serasa sesak lantaran hati butuh bicara. Namun tak tau bicara apa, semua serasa tak perlu dengan kata atau bahasa, namun dengan rasa yang dibicarakan oleh hati para pemerhati puisi.
Sebab isi hati ini bentuk puisi yang berharap ada yang mampu memahami puisi ini.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Payung
Manusia akan merasa dikala sudah waktunya
Dikala hujan yang paling berguna payung selain payung mantel
Dikala berjalan aku ingin menjadi bagianmu melindungi dari derasnya hujan dan terang
Cinta ialah payung yang selalu anggun disaat persetujuan antara kita jadi satu di bawah payung, menghidari panas dan dingin.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Definisi Sepi
Sepi yang sejati tak berarti
Sunyi tak berbunyi hanya raga
Jiwa yang sejati tak sendiri karena ada hati yang tak pernah mati
: berwarna dikala paham suasana
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Di Tengah Kota
Ada hal paling berkesan tuk dikubur dengan kenangan.
Setiap perjuanan yang dilalui dengan perang akan mebgasilkan damai.
Di tengah kota ini menyimpan sisa tulang belulang yang dilelang dengan kenangan dalam dunia pendidikan yang diperjuangkan.
Di arah kota ini ditemukan banyak sember penhetahuan, alam yang dianghap kejam padahal itu pendewasaan. Dikala kita masih bersaja dengan kata yang dapat ditulis sempurna aku masih saja berkata kita manusia sempurna bermafas sesuai jiwa memiliki aroma kata yang menjadikan senjata kita untuk berkarya.
Malam dan malam silih berganti malam menawarkan kenikamatan bukan hanya pada tidur, namun juga dalam kesadaran jiwa atas sember pengetahuan adalah perjuangan.
Dikala semua masih berada dalam bacaan puisi, bacaan novel, dan bacaan buku pemikiran Tan Malaka otak kita masih berada dalam dalam yang menjadikan kita menerima akan semua itu dan membenturkan dengan kesadarannya.
Dikala aku menulis disitu menabur doa-doa pada pembaca dan manusia akan sama merasa, bahkan berbeda pada caranya namun bisa mencipta dengan kata yang kutulis.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perempuan Malam
Aku terlelap kau datang dalam ilusiku
Bukan harapan atau juga kenangan
Saat ku terlelap di kursi warung, dalam naluri cemburu dikala terlelap itu kau datang mebawa senyum yang berat dan kosong seprti ada yang menyembunyikan senyuman cemburu.
Bukan aku membenci malam yang menyitamu kala itu, atau laki-laki yang baik padamu: tapi aku cemburu pada kebiasaan dan diammu pada malammu.
Aku terdadar sakit hati kesadaran dalam jiwa ada dalam lelapku yang sebelum tertidur menulis puisi.
Dan cahaya itu sudah tak sadar kembali tapi wajahmu masih memukul hati dan menghantui asmara yang lagi sepi kecuali desir angin setia memuja dan kupuja.
Salamat malam mimpi dalam kalam puisi yang aku tulis sebelum tidur tadi.
[17:29, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Metamorfosis
24 jam dalam waktu amat singkat, tuk mengingat kenangan dan merajut imaji pekerjaan penulis.
Merangkai kata demi kata tuk memilih diksi memetamorfosiskan ciptanya puisi.
Puisi, akan selalu mewakili kata hati dikala masyarakat, alam, dan Tuhan bahkan puisi menjadi alat tuk merayu dan menghibur dari ketiganya.
Tujuan utamanya ialah mencipta estetika yang lahir dari sebuah pengetahauan yang bisa dituliskan.

Wajahmu begitu singkat memikat
Melihat serasa tak ada sekat
Apakah itu cinta
Berevolusi tatkala imajinasi sepi mempersiapkan diri
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perbincangan yang Pecah

Matahari tak bermarwah cahaya kala siang diselimuti mendung taburan air laksana bunga lantaran buku lama dapatkan dengan menukar beras.

Perbincangan kata demi kata di Lingkar tempat menemukan inspirasi katanya: menelisik sambil berbisik bukan mengusik, membincang-bincang puisi dosen.

Dikala suara adzan magrib berkumandang kabar duka berkamdang di hamphone Mas Aan, kabar duka pamannya mendahuli kita yang muda.
Perbinbincangan yang pecah tlah tak terarah puisi dilupakan KKBI sudah tak dijadikan dasar, melainkan suara duka innallihiweinna ilaihirojiun.
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Tukar Beras dengan Buku
Hari ini sebenarnya bisa dikatakan hari beruntung bagi saya, lantaran dari beberapa hari ini saya diamanahkan tuk pegang uang, walau uang itu bukan untuk saya tapi uang untuk penerbitan buku. Penerbitan buku yang belum lunas. Teman saya namanya mas Fajar karena dia lebih tua dan saya anggap guru nulis saya, di status WA-nya menawarkan buku Dari Hari Kehari karya Mahbub Djunaidi, untuk ditukar dengan beras hanya sekedar buat makan katanya. Beruntung bagiku, namun saya juga tidak tau apa beruntung bagi mas Fajar. Yang jelas mereka anak kos dan ngontrak bersama, kepekaan dan saling memahami akan berbeda, mungkin saja ada yang individualis dan bahkan ada yang tidak ingin rugi, itulah kehidupan bersama apalagi kita tau mereka memeliki latar belakang berbeda dan pasti ada yang lebih paham ada yang juga tidak. Saya juga berpikir kalau hal ini hal aneh mereka ada dunia literer kemampuan secara individual memiliki keliebihan baik. Namun mereka masih berdmai dengan keadaannya, mungkin saja bisa dikatakan terlalu idealis.
Semoga saya bisa belajar dari sisi baik dan buruknya menjadi pelajaran tebaik saya sebagai acuan dalam menata hidup.
Tukaran buku itu saya segera bergegas kepadanya untuk mengantarkan beras, mungkin bukan hanya beras tapi saya usahakan dengan mie-nya.
Cerita ini mengingatkan saya pada diri saya dikala ada di posisi mereka, walau bukan saya yang harus bersuara namun itu menjadi rasa utama saya.
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Bersama
Masih saja dengan waktu, waktu yang begitu berharga dikala kita masih merasa.
Bersama ialah cara terbaik tatkala membawa, membawa kita pada taraf yang lebih baik atau lebih buruk.
Semua masih dalam keadaan paling sulit dalam menjadikan sebuah kisah menjadi kasih yang terbaik, semua serasa berbiak, berbiak karena sebuah ingin walau terkadang tidak direncanakan.
Keadaan adalah cara terbaik dalam memperlajari hati yang paling keras, tidak menerima persoalan secara apa adanya, seperti halnya matahari dan senja setiap tepat waktu menghiasi bumi.
Semuanya bukan sekedar memahami dan mengerti namun bisa menyadari, memahami diri, mengertikan diri, dan menyadari tentang diri.
Terlalu sempit dan sangat pendek berpikir ketika mengambil, memaknai, dan mengamini.
Pada dasarnya manusia itu sama bisa bersama dengan cara paling bahagia bisa sama dengan cara paling derita, kuncinya bagaimana kita menyikapinya.
Banyak di antara kita fokus dengan sebuah keinginannya sendiri, sangat ambisi dan lupa akan esensi dirinya, bahkan ada yang menulis puisi dengan paling berharga tapi belum memiliki dahaga dalam mencerna suasana yang membesarkan kita tuk melahirkan pengetahuan dari apa yang dirasa dan diterima.
Sebagai manusia paling nyata, dari apa yang kita lakukan sehari-hari, membaca buku, berpikir dikala bersama bagaimana otak dan hati bisa menerima isi dari buku tersebut, untuk bisa membenturkan hati dengan isi buku itu, tepatnya bagaimana bisa mencerna isi buku, langkah itu paling senderhana dan paling bisa dilakukan bagi yang suka baca buku, bagi yang tidak mungkin belum kebuka hatinya "doakan saja".
Akhir-akhir ini serasa Tuhan memberikan kesempatan saya tuk membaca buku yang ditulis orang-orang lauar negeri, ada Peru Seorang Mario Vargas Illosa, Argentina seorang Carlos Maria Domigoez, Amirika Serikat seorang Ernest Hemingway, dan Jerman seorang Franz Kafka, buku itu terjemahan semua dan saya mencoba mempelajari karya besar mereka dan merasa paling berharga dikala bisa mememahami dengan baik, walau terkadang susah. Namun akhir-alhir ini saya sendiri kepikiran dengan keadaan saudara-saudara kita, yang masih awam dengan menyikapi dengan fenomena alam dan dunia politik di negeri kita sendiri. Bayangkan saja sendiri respon dan menurut kita mari renungkan sebagaimana kita bisa memahamimya tuk bisa lebih memperluas pengetahauan dan mempertajam perasaan, saya tidak akan menghakimi pikiranmu dan teman-teman di tahun 2018 dan kini 2019 awal sepertinya media sedikit yang memberikan nilai dedikasi pada diri ini. Diri ini masih bersyukur mungkin sedikit banyak orang merasa tapi ini penting pula bagi yang merasa, khususnya teman-teman kita dikala menerima semua hal masih saja mealakukan verifikasi.
Namun yang paling kwatir saya bagi orang-orang yang masih jaug dari akses buku bacaan yang lengkap, masyarakat non-akademik dan masyarakat di mana ia sudah sibuk dengan problematika keluarganya dan lupa akan mencerna informasi secara lebgkap, pada akhirnya akan mudah menerima apa adanya segala bentuk informasi, berita. Sehingga ssmua han…
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Membaca
Membaca mencoba memahami, mengerti, dan menyadari:
[17:30, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Kenangan
Keabadian akan ada pada sebuah perjalanan: keinginan menjadikan kita mencipta kenangan, masa lalu sebuah keadaan paling mengagumkan dikala pandangan perjalanan menjadi kesenangan.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Serius
Dikala mau menjadi kita harus bisa mengabdi
Dikala hujan lebat kita harus hebat: hebat menahan dingin dan besarnya air.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Surat kepada Ibu
Dengan hormat: Saya selalu bersyukur dan telah dibesarkan oleh seorang yang sayangi, walau terkadang saya masih merasa yang dimenyayangiku bukan orang diinginkan. Kepada ibu yang selalu ku rindu, saya tuliskan surat ini, berharap bahwa suatu saat atau dalam waktu singkat bisa memarahiku, mencaciku, dan bahkan meyiapkan makan di meja makan, bersama mungkin saja akan tercipta surga sederhana dikala ada dari mereka yang tidak akan pernah menerima, disebabkan yang membesarkan adalah mereka ketika ia memiliki ego bahwa tak akan pantas dirinya merenggut dan mengambil salah satu dari yang dibesarkan olehnya.
Dalam batin kau tidak pernah memdidikku, makanya saya akan menuntutmu agar kau selalu mencaciku dan memarahiku dikala masa sekarang ini tidak dapat dirasakan apa yang menjadi dibangga. Derita adalah caraku dan pendewasaan paling sempurna. Dikala rasahasia yang tidak pernah dibuka ditutup rapat oleh seorang lelaki dan seorang perempuan tua. Sebagaimana saya harus membesarkan diri dengan mencari apa yang menjadikan bertahan.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Bongkahan Kayu

Kalau tidak memberikan nilai guna jadilah bongkahan kayu yang tua berdekatlah dengan tungku
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Bersua Malam
Di malam yang selalu ingin dikenang sebuah persoalan akan didewasakan dengan keadaan, dengan cara paling sederhana membenturkan keadaan dengan sebuah pengetahuan.
Kemalangan keadaan,  bukan sebagai manusia yang hanya meresapi meratapi keadaan malainkan mampu menjejaki setiap apa yang tidak pernah dicari dan yang sejenak pernah terlintas untuk dicari. Pada akhirnya akan mampu apa yang terjadi dengan puisi, mengapa aku harus mengabdi.
[17:31, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Peristiwa
Aku belajar rasa dari peristiwa
Aku belajar peristiwa dari cara
Aku belajar cara dari cerita
Aku belajar cerita dari masa
Aku belajar masa dari saya
Aku belajar saya dari lara
Aku belajar lara dari duka
Aku belajar duka dari nuansa
Aku belajar nuansa dari aksara
Aku belajar aksara dari bahasa
Aku belakar bahasa dari kata
Aku belajar kata dari frasa
Aku belajar frasa dari klausa
Aku belajar klausa dari makna
Aku belajar makna dari suasana
Aku belajar suasana dari aksara Alif yang tak pernah ada tapi nyata, tak mati cipta dan mencinta
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: # Berlabu
Saat kau berlaju pasti memiliki apa yang dituju, dikala lelah berlaju akan tiba masa berlabu sebagai akhir dari yang dituju, terkadang terbesit rindu menjadi kuat
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pendewasaan
Meracik kopi salah satu cara meditasi seorang Barista. Menyajikan dengan harapan setiap seduhan memiliki aroma senyum bagi para penyeduhnya, entah pahit di awal, pahit di belakang: bahkan terkadang terlalu manis.
Perbincangan pendewasaan dimualai, mulai dari kata dan frasa hingga kaliamat, bahkan isi dari karya dipecahkan dengan otak dan rasa paling sunyi dikala jarum jam diding menunjukkan pada jarum pada angka 00:45 ayam bersuara mamusia ada yang masih bersua ada pula yang menikmati malam dengan pejaman mata.
Perbinjangan kedewasaan memberikan pelajaran, ada yang memuji dengan rasa yang akan jujur dengan nyata. Si Iqbal berkata aku suka dengan tulisanku dengan karya-karyaku.
Mas Aan dengan bahasa vulgarnya kritis dengan pengetahuannya, aku terima manis pahit pembicaraannya.
Dewasaku dibesarkan oleh kata dan bahasa, dibesarkan oleh bahasa Indonesia dengan bercerita dan diajarkan berkarya oleh dunia sastra.
Setelah aku menerima, aku mencerna dan semua serasa masih jauh dari kata sempurna, bahasa-bahasanya menunjukkan ke saya dengan tujuan agar aku lebih dewasa dalam berkarya.
Selamat malam bagi yang mendewasakan dengan bahasanya, aku merasa kau sempurna.
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Menepati
Seminggu yang lalu, Roni dan Mas Alif membicarakan tentang waktu yang kosong terlantang dengan rutinitas tak berkualitas: aku harus ambil libur kerja, untuk ikut rencana mereka, pergi ke Bedengan arah Malang ke barat di hutan di mana saya kata bisa belajar di sana tentang sunyi yang berarti.
Tepat tanggal 19 kita bertiga berangkat dengan desir angin dan hujan, yang tidak setuju dengan dengan perjalanan kami, kecuali Allah dan niat kita yang memberikan jalan di mana kita bisa tiba di hutan yang lepas, walau tidak terlalu lepas, tapi kita tau inilah hutan dan akan bertemu dengan hal yang tidak bisa kita lihat dan bisa kita lihat. Semua serasa akan menjadi hal baru dalam pikiran dan pengalaman kita dikala harus merasakannya.
Aktivitas yang tidak sama dengan hari biasanya di hutan kita mencoba membuka tenda dan membakar kayu untuk bisa merasakan dunia berbeda dan memiliki kesan.
Jika ingin membahas tentang keinginan mengapa kita pergi ke tempat ini, berangkat dari hati, karena terlalu jenuh dengan kehidupan normal di keadaan dan suasana kota penuh tanda tanya, mengapa kita bisa sekarang bertahan dan Mas Alif sudah sidang beberapa hari lalu. Pergi bertiga memiliki tujuan berbeda ada yang ingin mengisi kekosongan waktunya, ada pula yang ingin menenangkan pikirannya. Yang paling berkesan mencoba menemukan hal baru dikehidupan luar sana di hutan bebas, menata akal dan pikiran sebagaimana kita bisa belajar menenangkan pikiran, melatih kepekaan dan bisa meruntutkan cara berpikir manusia.
Aku ingin sekali menuliskan sebuah puisi yang mampu menusuk ke hati ketika nanti manusia tidur, bisa merasakan apa yang menjadi tujuan terakhir para nabi hidup, inilah puisiku.

Dikala desir angin yang kuhidurp berbeda dan dingin malam jauh dari biasanya: kini aku menghirup aroma baru yang tak pernah berainggah di dalam rasaku, "Asing".
Aku merasa paham dengan pohon pinus dengan buahnya, fungsinya masih ditanyakan manusia tak dipungkiri ada fungsi dari hal itu.
Bunyi hewan masa kecil dulu pernah bersinggah, beberapa tahun kurindu bunyinya itu, ku menemukan namanya "Trewet" dalam bahasa temanku mas Alif.
Merasa ada yang hilang namun ada dalam kenang
Pohon Pinus yang menjulang berharap jiwa mandiri manusia bisa sepertinya dibesarkan oleh keadaanya
Air sungai yang mengalir setia berbunyi tak berubah bunyi walau tak tau kemana mengalir, manusia mampu meniru air yang di tepi sungai, jangan seperti di laut, besarnya mengkwatirkan.
Selamat pagi Bedengan di luar tenda aku keluar dari area perpolitikan yang begitu heboh tapi tetap tak mengubah, aku kwatir cinta anak Indonesia luntur hingga apatis terhadap negara, bukan perpolitikan.
[17:32, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #UAS
Ujian sudah usai semua mahasiswa sudah memiliki pandangan akan ke mana kita bergegas mengisi kekosongan selama liburan.
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Fungsi
Dalam bebatuan yang bertumpuhan ada yang hilang dari seorang pejuang memerdekakan pikirannya mengundulkan nalurinya dengan berpikir dan merasalah bahwa yang berfungsi dari manusia pikirannya, yang berguna praktiknya, aku masih saja bersama dengan kuli bangunan itu, melebur dalam pikirannya bertenaga dengan semangatnya.
Kelembutannya ada pada segala jiwa yang memperhatikan keluarga dan kematiaanya. Bekerja dengan tujuan menggugurkan tanggungjawab atas segala fungsi manusia dan cara manusia.
"Semoga cita-cita cara akan selalu berada dalam diri manusia yang tulus tertulis pada garis kepekaan atas mehidupan yang kekal".
Teman-temanku banyak yang mengetuk naluriku, bahwa kesadaran ketidak tahuan ada dalam diriku paling dalam, bukan sekedar mempersoalkan namun itu bentuk kasih sayang. Apakah akan ada yang datang dari setiap kenangan yang senantiasa berjasa atas segala perjuangan, di sini saya berpikir bahwa kehidupan ketika menjalankan pada pengabdian diri, perlu juga pengakuan agar segala perjuangan mampu dirasakan.
Saya bersyukur setiap tulisanku selalu dikoreksi oleh temanku, mas Aan yang kritis dan Iqbal yang frontal dan pedas ketika memberi masukan, dan anak semester satu selalu baca tulisanku namnya Khomariyah dalam menulis premis sepertinya harus banyak belajar padanya.
Namun tidak lepas juga seorang dosen saya namanya pak Tabrani, memberika pukulan keras padaku ketika ia membaca karya cerpenku hingga selsai dan banyak berkata mengenai semua karya mulai dari isi dan tata cara menulis. Pada akhirnya ia memberikan saya buku untuk dibaca, mungkin saja ia merasa bahwa saya harus banyak baca lagi.
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Azimatku Perjuanganku

Aku angkat keberanian lebih awal tuk menentukan tujuan, aku tata niatku masuk pada zona keras, namun ku lembut dengan apa yang disebut perjuangan sebuah tujuan.
Alif tegakku berdiri dalam hati menguatkanku pada diriku yang hina tak memiliki makna.

Aku berdiri sendiri, tak meyakini bahwa setiap krikil-krikil saat melalui mampu ku jejaki, kecuali ada azimatku, "Ibu", Ibu yang mampu merayu Tuhan dengan bahasanya, tangisnya membuat terlena hingga yang tak bisa menjadi nyata dalam laku dan caraku melangkah.

Azimatku kekuatan dalam perjuanganku, aku melihat setiap pagi deraian keringat mengalir pipinya yang merona dikala menyiapkan sarapan pagi tak ada rintihan tampak, senyumnya semangatku.

Di meja makan, aku dimanja, ia membenahi letak kancing seragam sekolahku, melatakan susu, dan  makanan di depanku, lalu berkata "Kau harus rapi karena pejuang harus rapi, rapi berpikir dan rapi dalam memetakan permasalahan",
Kau Azimatku mengalir dalam perjuanganku.

22, January 2019
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Ngaji
Aku pernah mengaji tengang arti
Aku pernah menagih arti tentang janji
Aku pernah lalai tentang janji aku rugi hati
[17:33, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Perasaan
Yang kejam bukan keadaan namun perasaan
Yang mempeasalahkan bukan persoalan malinkan perasaan
Jika tuhan mengutukku pada satu bunga yang mudah dipetik manusia: biarkan aku hapus kutukan itu dengan persembahanku pada bunga ciptaanmu yang sengadah menerjemahkan keadaan dengan perasaan yang bisa menerima tanpa harga.
[17:34, 1/31/2019] Kak Ahmad Feno: #Pelantikan 2019
Saat ku lewati lantai dua, aku melihat wajah-wajah baru dari mereka yang tak hanya mengabdi pada kelas.
Wajah-wajah itu membukakan ruang dalam perjuangan di luar kelas dinamakan proses.
Bergerombol memuja rasa menjadi asa sebagaimana pena, cita-cita, tatkala berkumpul bukan hanya sekedar berkumpul akan jadi dipikul bersama satu tahun ke depan.
Kegiatan saskral itu tak tentu mempersatu kan otak dan naluri  secara sama. Gerombolan itu cita-cita para pejuang 1928.
Selamat menempuh hidup baru bagi yang lagi penuh membara bercita-cita yang sama disebuah orgamisasi yang mengemban fungsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar