Rabu, 07 Agustus 2019

Apakah Indonesia Sudah Tidak Berdikari?


grafiti.com

Akhir-akhir ini ramai dengan keputusan Menristekdikti mengenai percobaan Rektor. Lebih mengejutkan lagi rektor tersebut diambil dari luar negeri. Apakah tidak akan menurunkan mentalitas generasi bahwa secara tidak langsung tidak ada kepercayaan atas kemampuan orang Indonesia yang tentunya sudah memeliki gelar Profesor. Hal itu mengejutkan kala nanti benar-benar terjadi.

Dalam memberikan keputusan tentunya semua manusia akan memiliki pertimbangan. Pertimbangan tentunya memiliki parameter secara subjektif, sikap tersebut memiliki nilai baik dan kurang baik Dalam kebijakan suatu keputusan tidak ujuk-ujuk memutuskan, melakukan kajian dan musyawarah perlu dilakukan. Hal itu jika sudah dilakukan sudah baik.
Dalam keputusan keminristekditi perlu dengan serius agar tidak terjadi penyelasan. Dalam hal ini pula melakukan observasi dari negara-negara lain. Seperti Finlandia, Inggris, USA, Jerman, Prancis dan Negara di Amerika latin seperti Argentina, Brazil, dan Chile dsb. Karena berkaitan dengan mentalitas sebuah negara perlu melakukan observasi tersebut. Sebagaimana semua Rektor dari luar negeri belum tentu terbukti kredibilitas, kualitas, dan speritualitas.

Maka perlu pertimbangan kampus negeri kiranya akan diisi oleh para pendatang baru dari luar negeri.
Pertanyaannya apakah akan mudah beradaptasi dengan kultur budaya di Indonesia. Dan apakah orang Indonesia menerima?, hal itu bisa jadi menjadi orang Indonesia tidak percaya diri, karena secara tidak langsung kemampuannya tidak diakui dalam apresiasnya. Jadi perlu dipikirkan dulu dalam melakukan keputusan karena berkaitan dengan kepentingan orang banyak dan berpikir jauh, bukan berpikir kualitas dalam sebuah kampus, namun bagaimana orang asing bisa diterima dengan baik apa tidak oleh staf, dosen, dan tentunya mahasiswa. Dipimpin oleh latar dan budaya yang berbeda, jika memang itu kita menggali darinya tidak masalah tapi ia datang untuk memimpin di Universitas.

Teringat dengan wawancara Kompas (22/07/2019), kepada Kepala Staf Kepresidenan Bapak Moeldoko menambahkan, Presiden juga menginginkan adanya peningkatan indeks kualitas perguruan tinggi di Indonesia dengan pelibatan rektor asing.
"Kalau nanti ada rektor dicoba rektor dari luar, mungkin juga salah satu BUMN direkrutnya dari luar. Kita ingin melihat. Presiden ingin melihat bagaimana bangsa ini berkompetisi. Kita memasuki dunia yang sangat kompetitif, ini perlu ada sebuah tantangan baru," ujar Moeldoko, pada Kompas.

Ketika dalam sebuah instansi seperti Kampus sudah diisi oleh orang-orang bukan Indonesia sendiri maka perlu kita sadari apa yang akan terjadi. Bukan berpikir negatif terhadap apa yang akan dilakukan oleh orang luar negara kita, ketika sudah diberikan kesempatan secara mudah, dan kita sebagai orang Indonesia apakah hanya menjadi babu di bawahnya, bagiku para pemangku posisi negera atas keputusan Ini perlu adanya perhititungkan yang sangat mateng, karena tidak menutup kemungkinan akan ada pergeseran sistem dilahirkan dari struktural, sebab tidak akan ada rombakan baru, dari segi internalnya. Posisi orang yang berkuasa ada di kepala. Akan lebih leluasa. Saya hanya berpikir jika sturuktur suatu lembaga sudah diciderai dengan sebuah latar belakang berbeda yang ada di negera kita ancaman paling berart kultur dan budaya di dalamnya. Struktur yang baik tentunya tidak akan lepas dari kultur yang solid dan linier dengan budaya kita Indonesia, dan ketika kultur tidak baik kemungkiman besar tidak akan tercipta. Dan kepercayaan diri tentunya akan ada, bukan hanya di bawah orang-orang yang berbeda dengan kultur Indonesia.

Acuan Refleksi terhadap suatu kampus kita mungkin beracuan pada kampus Oxford yang memiliki cita-cita ada korelasi yang signifikan.

Mengingat dengan cita-cita di salah Universitas terkemuka di Dunia, di Universitas Oxford Bratania, di Inggris. Cita-cita tersebut City of Higher Education. Menyikapi cita-cita tersbut kita harus tahu, bahwa hal tersebut tidak lain tidak bukan menunjukkan bahwa harus orang-orang negera sendiri yang ada di dalamnya. Karena orang Indonesia sendiri yang akan memahami dan tahu tentang wilayah tersebut, kita berpikir secara logika apakah Rektor yang kita datangkan dari luar akan mampu membuat cita-cita yang menjadi impian kampus terbaik dunia nomor dua tersebut, setelah Harvad. Sebagai keputusan yang lebih arif kita harus memikirkan secara bersama, karena kita memiliki tujuan yang sama namun letak geografi, kultur, dan budaya. yang berbeda harus menjadi pertimbangan.

Memang cita-cita mulia sebuah manusia ada, namun perlu perluasan pandangan sebagaimana manusia memperhatikan cara kita, apakah akan memiliki dampak di masa depan terhadap nasib anak bangsa dan masa depan negara kita. Mungkin saja simtem tidak berubah bahkan postif terhadap orang negeri terhadap negara bukan sudah bicara kolonialistik, kapitalistik, dan imperealistik. Namun sebagai manusia yang dikudrotkan sebagai manusia yang memiliki sifat skiptis terhadap sesuatu perlu memahami apa yang menjadikan kita tahu. Dan trauma akan menjadikan dasar atas kepercayaan atas diri kita perlu, bukan menurunkan semangat membangun negara yang berdikari dalam pengembangan. Kepentingan Nasional juga menjadi perhatian rakyat kecil karena dampaknya akan dirasakan ketika kita tetap tidak waspada atas kesempatan dan membuang kesempatan kaum intelektual orang Indonesia sendiri.
Jangan mengulang kembali apa yang terjadi pada Bapak Habibi dan Ibu Srimulyani. Mereka orang yang besar memiliki jasa dan orang paling berpengaruh di luar negeri. Sedangkan di negeri sendiri menjadi asing. Hal itu jadi sejarah bahwa Indonesia sendiri tidak memakai tenaga anak negeri sendiri.

Lagi-lagi ketika hal serius ini menjadi sebuah percobaan. Tidak pernah membayangkan ketika sebuah keputusan menjadi sebuah percobaan. Dan itu di florkan di forum. Seharusnya percobaan bukan harus dilakukan secara putusan namun lebih pada satu titik, dengan melakukan percobaan lalu ketika sudah menemukan nilai positif atas percobaa itu baru percobaan tersebut bisa diangkat ke publik atau dibicarakan lalu putuskan, dengan hasil dari apa yang dilakukan, apapun itu, itu yang lebih arif.

Ketika belum terbukti adanya nilai positif dari sebuah percobaan, maka perlu perluasan cara pandang. Jangan sampai keputusan Itu menurunkan mentalitas generasi negeri. Kita merasa kalau di negeri sendiri masih memiliki sintemintil atas negeri luar, ketika tidak percaya dengan kemampuan negeri sendiri, dan tidak meberi kesempatan menjajal kemapuan anak negeri tentunya akan mendalami degradasi berpikir.

Keputusan itu seperti tidak mempercayai atas produk negeri sendiri. Kemampuan bukan tolok ukur memimpin, di luar sana Rektor dikirim ke Indonesia belum tentu bisa membolisasi apa yang ada di negeri ini. Karena orang-orang negeri kita kepalanya bukan lahir di rahim yang sama Indonesia. Berbapak Pancasila beribu Undang-undang dasar 1945.
Sebenarnya bukan manusia satu yang diperhatikan dalam memimpin. Rektor hanya menjadi kepala dan di bawah masih ada jajarannya. Dan semua itu saling sinergi ketika sinergitas terbentuk dibangun dengan harmonis maka akan tercipta sebuah lembaga Kampus yang baik. Bagiku keputusan itu memiliki orientasi yang terletak pada kridibelitas tujuan akhir, esensi dari pendidikan lahirnya bukan pendidikan tapi hasil pendidikan orientasinya ke produk hal yang materil yaitu bekerja setelah kuliah.
Seharusnya ada penanam sebuah karakter kridibelitas manusia yang humanis yang tidak mencipta generasi yang individualis. Kualitas tidak hanya bisa dibentuk oleh satu organ tapi perlu organ lain, perlu sinergi dan harmoni dalam sebuah lembaga.

Dalam sebuah kampus yang diperhatikan sistem dan fasilitas. Pada Mahasiswa bentukan karakter yang harus dibangun. Bukan terletak pada Rektor. Apalagi bukan anak negeri sendiri. Lebih arif ketika harus menggantikan dan memberi porsi posisi Rektor yang direkrut dari luar Indonesia.

Stok potensi orang Indonesia tentunya sudah banyak. Mengapa masih akan ada inisiasi Rektor yang diambil dari luar negeri?. Saya berasumsi kalau itu memiliki orientasi mengenai perubahan yang dicita-cita para pemangku kebijakan, ketika berbicara perubahan tentunya ingat pula pada kata 'revolusi', menurut Ir. Soekarno revolusi itu harus membongkar dan membangun. Dari arti itu menjelaskan bahwa merombak dan membangembangkan agar tercipta sebuah instansi kridibelitas serta optimal. Maka perlu namanya sistem yang baik dan himbauan yang ketat. Bukan melakukan pergantian Rektor yang itu akan mengambil tenaga dari luar Indonesia.


Akhmad 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar