Jumat, 02 Agustus 2019

Salahkah Aku Membaca Buku?

gambar: wahyu aksi.kamisan


“Jangan bungkam aku dengan hanya buku berbau kiri sebab yang kiri kandang lebih manusiwi, buku mengajarkan wejangan hidup, ada sejarah, pengetahuan, dan bahkan cara berpikir. Tanpa buku apakah Tuhan masih ada dalam diri kita, hanya dengan buku Tuhan akan selalu hidup dalam diri manusia karena mansusia akan senantiasa menemukan makna dalam realita dengan membaca”


Pada saat duduk di depan dan diminta untuk bicara, saya sendiri tidak tahu akan bicara apa, berbicara tentang buku. Waktu itu diberi kepercayaan oleh teman-teman aktivis, tepatnya para komunitas Aksi Kamisan. Membicarakan buku tentunya tidak lepas dari dunia lietarasi. Beberapa hari lalu pernah menuliskan tentan kaitannya "Korelasi Revolusi dengan Literasi" hal itu menjadi pertanyaan dan mencoba mencari literatur penguat yang didapat dari beberapa tokoh Islam dan non-Islam mengenai praktik baca membaca.

Ketika memulai pertanyaan di dalam forum yang kebetulan bukan saya sendiri pembicaranya, tapi ada pula pegiat literasi di Indonesia lainnya yang menjadi pembicara pada forum itu. Tepatnya Ughik Endarto salah satu pegiat Literasi di Pasuruan. Ia menyampaikan beberapa proses mula dan motivasi dengan berdirinya gerakan itu. Bahwa berdiri mulai dari 2016 hingga sekarang beroprasi di Alun-alun Pasuruan bersama dengan temannya.

Dalam setiap perjuangannya tentu ada hal yang akan menghambatnya. Karena gerakan literasi bukan hanya gerakan yang seksi dikalangan aparatur negara (polisi), ada saja mereka memantau gerakan kita dikawatirkan gerakan literasi salah satu gerakan yang akan menganggu ketentertiban umum. Tentunya ketika sudah dibeberkan buku masih saja traumatis terhadap buku berbau kiri. Pada satu ketika memang aparatur negara datang dan memeriksa buku-buku yang ada. Yang diperiksa tentunya berbau buku kiri Peka'i. Sebab dari masa ke masa stigma sudah tidak baik mengenai hal tersebut. 

Hingga dalam bukunya juga akan menjadi antisipasi bagi masyarakat dan warga Indonesia. Sehingga kebajikan tertutup oleh kekejian sepihak di masa lalu.
"Ada buku apa saja di sini?. Ujar Polisi yang mendatangi.
"Kami hanya membuka ruang baca sekiranya dibaca oleh warga Pak, tidak ada niat lain, niatnya membantu mencerdaskan anak bangsa, dengan hal sederhana ". Ujar Ughik
" Tapi hati-hati dengan buku-buku Peka'i, itu ajaran yang menentang negara "
"Iya Pak".

Dengan menyembunyikan buku-buku dan meletakkan di posisi lain dari yang dibeberkan, untuk mengamankan diri sebagaimana bisa lebih leluasa, karena dalam kacamata kita sebagai Mahasiswa kaum sosialis Itu perlu diajarkan, karena memiliki nilai-nilai kemanusian yang tinggi, dalam bahasa NU-an itu habbluminall alam (hubungan sesama manusia itu perlu dalam kehidupan manusia). Sebab manusia memang spesies yang tidak lepas dari interaksi sosial yang simbiosismutualisme.
Dari apa yang diujarkan Ughik selaku pegiat literasi di Wahana Baca Pasuruan. Sangat berhati-hati ketika membawa buku. Ketika buku sudah jadi sebuah sasaran seksi polisi maka perlu strategi menjaga menghindari penyitaan buku.

Berbeda dengan ceritaku yang berada di letak geografi belum masif memahami literasi atau paling sederhana paham pentingnya baca dan manfaat baca. Daerah kecil di mana masyarakat masih berada di lingkup kehidupan yang begitu jauh dari akses atribut kota. Interaksi masyarakat yang masih berada dalam kegiatan paling kental duduk bersamaan se-nasib, sejalan profesinya, dan bahkan searah pemikirannya. Sulit untuk menerima cara pandang orang lain. Kecuali memang pernah senasib lalu berada di ruang yang sama dan kini sudah menemukan stuasi aman berada di tatanan masyarakat material ada uangnya. Parameter kesuksesan ada pada yang ditumpangi dan dimiliki.

Masyarakat akan merasakan dampak positif ketika diberikan uang. Bukan buku yang tidak akan ketemu ujungnya manfaat dan hasilnya. Hal itu yang menjadi pondasi kuat. Orang-orang di sana akan merasakan hal beda bukan dari segi pengalaman dan pengetahuan. Perbandingannya ada pada santri yang berada di pondok mengaji kitab kuning, rajin baca al-Qur'an, dan mendalami kajian kitab-kitab lainnya. Ketika pulang sarungnya bertambah bagus, dan wajahnya merona, dan kadang akan lebih banyak perempuan di kampung mengaguminya. Itu nilai plus berada di lingkungan paling srategis.

Masyarakat merasa pesantren merupakan tempat orang berjihat dan memperdalam ilmu agama, sedangkan ketika berbicara tentang anak kuliahan atau sekolah umum sering kali meremehkan, menganggap bahwa setiap interaksi aktivitas hanya berkepentingan pada umum (urusan dunia saja), sangat sempit memandang semua hal itu.

Di lingkungan yang ingin diperjuangkan tentang gerakan literasi atau memasigkan literasi sangat perlu kerja keras. Karena masih dikotomi ilmu di masyarakat saya perlu namanya sebuah dobrakan baru mengenai cara pandang yang dimiliki masyarakat. Menyadarkan serta memberikan pandangan bukan tidak mungkin mengalami keseriusan berpikir dengan melakukan strategi untuk bisa masuk pada ruang masyarakat yang masih konservatif. Hanya dengan cara mempersembahkan cara pandang dan Etika pada masyarakat, serta cara modernisasi yang paling sederhana bisa dilakukan ketika melakukan sebuah mediasi suatu permasalahan. Tentunya, memerlukan sebuah strategi yang kiranya bisa membawa diri kita dengan cara sebagai subjek kita bergerak tidak kosong tapi juga harus membaca agar apa yang kita tahu bisa diterima.

Dengan membaca akan bisa merebut hati pada masyarakat. Mencari buku strategi revolusi paling sederhana dan implemintasikan pasti secara signifikan kita akan merasakan. Harus sadar bahwa kemampuan kita hanya sekedar apa yang kita temukan terkadang jauh dari apa yang kita rasakan, mengandalkan kedua Itu kadang tidak relevan dengan keadaan dan zaman. Perlu bacaan buku yang sekiranya berisi tentang banyak hal dan bisa di kolaborasikan strategi itu untuk bisa sadar akan pentingnya literasi dan dunia Pendidikan umum.

Pendidikan umum dan agama dibedakan orientasinya. Walau sebenarnya tidak perlu melakukan itu tapi seperti inilah masyarakat, mengambil sebuah intisari sebuah mindset dari keadaan yang paling sempit. Karena parameter membangun cara pandang sudah mengalami degradasi berpikir, masih memahami sebuah materil menjadi pokok hidup manusia. Tidak merasa bahwa ada hal lebih penting pengetahuan yang metafisik hidup dalam diri manusia dan ketika pengetahuan belum terealisasikan mungkin saja Tuhan belum memberikan jalan. Apakah keadaan manusia hanya bisa dicipta oleh sesama. Dengan yang paling nyata tanpa tidak melihat yang tidak nyata.
Ketika gerakan literasi bukan salah satu gerakan istimewa, kadang harus paham meletakkan posisi sebagai sudah memberikan sebuah kebaikan kepada rakyat. Dengan tetap gerakan mecerdaskan anak bangsa dilakukan, namun dengan desain yang sekiranya bisa menunjang kehidupan mereka ketika melakukan observasi maka niat membangun literasi diletakkan di tempat yang akses akan sering bertemu dengan pembaca yaitu sekolah yang belum memiliki perpus. Dengan kawan seperjuangan menggunakan cara pandang Mahasiswa kita melakukan gerakan kecil untuk bisa mendapatkan buku lebih dulu beru tentukan objek sekolah yang kita tuju. Ketika sudah dapat kita perlu menembusi kesekolah swasta yang pemerintahan belum bisa membantu secara materi atau moral.

Setelah membangun kita perlu relasi kepada guru untuk mensosialisasikan tentang literasi. Bahwa siswa dianjurkan mengunjungi Perpus kecil tersebut. Peran guru juga penting dalam menebarkan Literasi di ruang akademik.
Toreh Maos hanya nama dari kegiatan kecil yang tidak terlalu penting dalamnya. Namun itu hanya hastag bahwa dalam Baca Gratis yang dilakukan, #Toreh maos tidak ada kaitannya dengan komunitas toremaos yang ada di Sumenep.
Gerakan Ini bentuk kesadaran dari diri kita terhadap apa yang terjadi di lingkungan sendiri. Hingga kebawa ke kota perantauan yang suram kelabu membawa sesuatu yang istimewa. Kekerasan perjuangan seperti menjadi hal biasa dalam setiap langkah.
Apa yang patut kita banggakan dari membaca buku, memahami pengetahuan yang kadang hanya membuat sekat pada diri kita menghakimi bahwa yang hebat ada yang tidak, terbukalah jumawa. Kini hanya perlu langkah konkret melakukan perubahan paling sederhana dilakukan Mahasiswa, paling tidak perubahan atas diri sendiri baru memikirkan hal yang lebih besar. Berbicara tentang makna dan arti tidak penting tapi berbicara tentang keindahan lebih penting.

Ketika Para Mahasiswa menganggap bahwa setiap yang dikerjakan itu pilihan. Pilihan tentang bagaimana harus bisa percaya diri hal yang paling penting dari itu semua mengenai percaya diri dari apa yang dicari dapat dinikmati. Gerakan literasi yang dilakukan bentuk lain dari hobi, ketika hobi sangat tidak patut dibanggakan perlu kita sadari bahwa dari setiap perjalanan harus diperjuangakn. Apakah itu rumusnya, saya pun tidak tahu. Melakukan hanya menjadi bagian dari mencari bukan karena tahu dan berhenti disitu, tapi hobi itu berbentuk abdi.

"Jika ingin menjadi manusia abadi dekati literasi dan amalkan" 

Akhmad 2019
Pada saat menjadi Pemantik di Aksi Kamisan Malang
Di Omah Diksi, Moment Swping Buku PKI mengenai Vespa Literasi Probolinggo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar