gambar: wahyu aksi.kamisan |
“Jangan
bungkam aku dengan hanya buku berbau kiri sebab yang kiri kandang lebih
manusiwi, buku mengajarkan wejangan hidup, ada sejarah, pengetahuan, dan bahkan
cara berpikir. Tanpa buku apakah Tuhan masih ada dalam diri kita, hanya dengan
buku Tuhan akan selalu hidup dalam diri manusia karena mansusia akan senantiasa
menemukan makna dalam realita dengan membaca”
Pada
saat duduk di depan dan diminta
untuk bicara,
saya sendiri tidak tahu akan bicara apa, berbicara
tentang buku. Waktu
itu diberi kepercayaan oleh teman-teman aktivis, tepatnya para komunitas Aksi
Kamisan. Membicarakan buku tentunya tidak lepas dari dunia lietarasi. Beberapa
hari lalu pernah menuliskan tentan kaitannya "Korelasi Revolusi dengan
Literasi" hal itu menjadi pertanyaan dan mencoba mencari literatur penguat yang didapat dari beberapa tokoh Islam dan
non-Islam mengenai praktik baca membaca.
Ketika
memulai pertanyaan di dalam forum yang
kebetulan
bukan saya sendiri pembicaranya, tapi
ada pula pegiat literasi di Indonesia lainnya yang menjadi pembicara pada forum itu.
Tepatnya Ughik Endarto salah satu pegiat Literasi di Pasuruan. Ia menyampaikan
beberapa proses mula dan motivasi dengan berdirinya gerakan itu. Bahwa berdiri mulai dari
2016 hingga sekarang beroprasi di Alun-alun Pasuruan bersama dengan temannya.
Dalam
setiap perjuangannya tentu ada hal yang akan menghambatnya. Karena gerakan
literasi bukan hanya gerakan yang seksi dikalangan aparatur negara (polisi),
ada saja mereka memantau gerakan kita dikawatirkan gerakan literasi salah satu
gerakan yang akan menganggu ketentertiban
umum. Tentunya ketika sudah dibeberkan buku masih saja traumatis terhadap buku
berbau kiri. Pada satu ketika memang aparatur negara datang dan memeriksa
buku-buku yang ada. Yang diperiksa tentunya berbau buku kiri Peka'i. Sebab dari
masa ke masa stigma sudah tidak baik mengenai hal tersebut.
Hingga dalam
bukunya juga akan menjadi antisipasi bagi masyarakat dan warga Indonesia.
Sehingga kebajikan tertutup oleh kekejian sepihak di masa lalu.
"Ada
buku apa saja di sini?. Ujar Polisi yang mendatangi.
"Kami
hanya membuka ruang baca sekiranya dibaca oleh warga Pak, tidak ada niat lain,
niatnya membantu mencerdaskan anak bangsa, dengan hal sederhana ". Ujar
Ughik
"
Tapi hati-hati dengan buku-buku Peka'i, itu ajaran yang menentang negara "
"Iya
Pak".
Dengan
menyembunyikan buku-buku dan
meletakkan di posisi lain dari yang dibeberkan, untuk mengamankan diri sebagaimana bisa lebih
leluasa, karena dalam kacamata kita sebagai Mahasiswa kaum sosialis Itu perlu
diajarkan, karena memiliki nilai-nilai kemanusian yang tinggi, dalam bahasa
NU-an itu habbluminall alam (hubungan sesama manusia itu perlu dalam kehidupan
manusia). Sebab manusia memang spesies yang tidak lepas dari interaksi sosial
yang simbiosismutualisme.
Dari
apa yang diujarkan Ughik selaku pegiat literasi di Wahana Baca Pasuruan. Sangat
berhati-hati ketika membawa buku. Ketika buku sudah jadi sebuah sasaran seksi
polisi maka perlu strategi menjaga menghindari penyitaan buku.
Berbeda
dengan ceritaku yang berada di letak geografi belum masif memahami literasi
atau paling sederhana paham pentingnya baca dan manfaat baca. Daerah kecil di
mana masyarakat masih berada di lingkup kehidupan yang begitu jauh dari akses
atribut kota. Interaksi masyarakat yang masih berada dalam kegiatan paling
kental duduk bersamaan se-nasib, sejalan profesinya, dan bahkan searah
pemikirannya. Sulit untuk menerima cara pandang orang lain. Kecuali memang
pernah senasib lalu berada di ruang yang sama dan kini sudah menemukan stuasi
aman berada di tatanan masyarakat material ada uangnya. Parameter kesuksesan
ada pada yang ditumpangi dan dimiliki.
Masyarakat
akan merasakan dampak positif ketika diberikan uang. Bukan buku yang tidak akan
ketemu ujungnya manfaat dan hasilnya. Hal itu yang menjadi pondasi kuat. Orang-orang di sana akan merasakan hal
beda bukan dari segi pengalaman dan pengetahuan. Perbandingannya ada pada
santri yang berada di pondok mengaji kitab kuning, rajin baca al-Qur'an, dan mendalami kajian kitab-kitab
lainnya. Ketika pulang sarungnya bertambah bagus, dan wajahnya merona, dan
kadang akan lebih banyak perempuan di kampung mengaguminya. Itu nilai plus
berada di lingkungan paling srategis.
Masyarakat
merasa pesantren merupakan
tempat
orang berjihat dan memperdalam ilmu agama, sedangkan ketika berbicara tentang
anak kuliahan atau sekolah umum sering kali meremehkan, menganggap bahwa setiap
interaksi aktivitas hanya berkepentingan pada umum (urusan dunia saja), sangat
sempit memandang semua hal itu.
Di
lingkungan yang ingin diperjuangkan tentang gerakan literasi atau memasigkan
literasi sangat perlu kerja keras. Karena masih dikotomi ilmu di masyarakat
saya perlu
namanya sebuah dobrakan baru mengenai cara pandang yang dimiliki masyarakat.
Menyadarkan serta memberikan pandangan bukan tidak mungkin mengalami keseriusan
berpikir dengan melakukan strategi untuk bisa masuk pada ruang masyarakat yang
masih konservatif. Hanya dengan cara mempersembahkan cara pandang dan Etika
pada masyarakat, serta cara modernisasi yang paling sederhana bisa dilakukan
ketika melakukan sebuah mediasi suatu permasalahan. Tentunya, memerlukan sebuah
strategi yang kiranya bisa membawa diri kita dengan cara sebagai subjek kita
bergerak tidak kosong tapi juga harus membaca agar apa yang kita tahu bisa
diterima.
Dengan
membaca akan bisa merebut hati pada masyarakat. Mencari buku strategi revolusi
paling sederhana dan implemintasikan pasti secara signifikan kita akan
merasakan. Harus sadar bahwa kemampuan kita hanya sekedar apa yang kita temukan
terkadang jauh dari apa yang kita rasakan, mengandalkan kedua Itu kadang tidak
relevan dengan keadaan dan zaman. Perlu bacaan buku yang sekiranya berisi
tentang banyak hal dan bisa di kolaborasikan strategi itu untuk bisa sadar akan pentingnya literasi dan
dunia Pendidikan umum.
Pendidikan
umum dan agama dibedakan orientasinya. Walau sebenarnya tidak perlu melakukan
itu tapi seperti inilah masyarakat, mengambil sebuah intisari sebuah mindset dari keadaan yang paling sempit.
Karena parameter membangun cara pandang sudah mengalami degradasi berpikir,
masih memahami sebuah materil menjadi pokok hidup manusia. Tidak merasa bahwa
ada hal lebih penting pengetahuan yang metafisik hidup dalam diri manusia dan
ketika pengetahuan belum terealisasikan mungkin saja Tuhan belum memberikan
jalan. Apakah keadaan manusia hanya bisa dicipta oleh sesama. Dengan yang paling
nyata tanpa tidak melihat yang tidak nyata.
Ketika
gerakan literasi bukan salah satu gerakan istimewa, kadang harus paham
meletakkan posisi sebagai sudah memberikan sebuah kebaikan kepada rakyat.
Dengan tetap gerakan mecerdaskan anak bangsa dilakukan, namun dengan desain yang sekiranya bisa menunjang kehidupan
mereka ketika
melakukan observasi maka niat membangun literasi diletakkan di tempat yang
akses akan sering bertemu dengan pembaca yaitu sekolah yang belum memiliki
perpus. Dengan kawan seperjuangan menggunakan cara pandang Mahasiswa kita
melakukan gerakan kecil untuk bisa mendapatkan buku lebih dulu beru tentukan
objek sekolah yang kita tuju. Ketika sudah dapat kita perlu menembusi kesekolah swasta yang pemerintahan belum bisa
membantu secara materi atau moral.
Setelah
membangun kita perlu relasi kepada guru untuk mensosialisasikan tentang
literasi. Bahwa siswa dianjurkan mengunjungi Perpus kecil tersebut. Peran guru
juga penting dalam menebarkan Literasi di ruang akademik.
Toreh
Maos
hanya nama dari kegiatan kecil yang tidak terlalu penting dalamnya. Namun itu
hanya hastag bahwa dalam Baca Gratis yang dilakukan, #Toreh maos tidak
ada kaitannya dengan komunitas toremaos yang ada di Sumenep.
Gerakan
Ini bentuk kesadaran dari diri kita terhadap apa yang terjadi di lingkungan
sendiri. Hingga kebawa ke kota perantauan yang suram kelabu membawa sesuatu
yang istimewa. Kekerasan perjuangan seperti menjadi hal biasa dalam setiap
langkah.
Apa
yang patut kita banggakan dari membaca buku, memahami pengetahuan yang kadang hanya membuat sekat pada
diri kita menghakimi bahwa yang hebat ada yang tidak, terbukalah jumawa. Kini
hanya perlu langkah konkret
melakukan perubahan paling sederhana dilakukan Mahasiswa, paling tidak
perubahan atas diri sendiri baru memikirkan hal yang lebih besar. Berbicara
tentang makna dan arti tidak penting tapi berbicara tentang keindahan lebih
penting.
Ketika
Para Mahasiswa menganggap bahwa setiap yang dikerjakan itu pilihan. Pilihan
tentang bagaimana harus bisa percaya diri hal yang paling penting dari itu
semua mengenai percaya diri dari apa yang dicari dapat dinikmati. Gerakan
literasi yang dilakukan bentuk lain dari hobi, ketika hobi sangat tidak patut
dibanggakan perlu kita sadari bahwa dari setiap perjalanan harus diperjuangakn.
Apakah itu rumusnya, saya pun tidak tahu. Melakukan hanya menjadi bagian dari
mencari bukan karena tahu dan berhenti disitu, tapi hobi itu berbentuk abdi.
Akhmad
2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar