Kamis, 01 Agustus 2019

Merayakan Kemerdekaan Indonesia


Merayakan Kemerdekaan Indonesia

Diujung bulan Juli ini. Sebagian masyarakat sudah mempersiapkan atribut 17 Agustus 2019, biasa dikenal dengan (17 agustusan). Persiapan tersebut seperti baleho, bendera, dan lampu hias sudah bergemerlapan di setiap gang bahkan ada yang sudah mempersipakan akan ikut perlombaan. Hal tersebut harus kita ketahui bahwa itu juga bentuk dari sikap nasionalis, apakah itu juga masuk kategori mengamalkan nasionalisme dalam bernegara.

Merayakan sebuah hal yang telah gugur dan berkaitan dengan negara, itu, juga masuk pada suatu antusias terhadap masa lalu yang dulu telah menggoreskan peristiwa besar kini diperingati sebagaimana bisa mengambil hikamah dari apa yang masa lalu terjadi. Bentuk pengabdian hari ini termasuk bentuk menghormati para pendiri bangsa yang telah tiada. Dan yang melukiskan sejara, hari ini generasi perlu kita mengenang sejarah, belajar sejarah bertujuan agar hidup lebih terarah. Antusias tersebut bentuk perayaan atas menganang sejarah.

Ketika melihat antusias warga hal itu menunjukkan kalau itu bentuk peryaan. Arti perayaan jika diperhalus kembali itu bentuk rasa syukur sebagai warga Indonesia harus mengamani. Peryaan tersebut merayakan suatu peristiwa dalam arti Kamus Bahasa Indonesia (KBBI).

Perayaan bukan tiba-tiba datang.

Perayaan perlu persiapan, persiapan tentang bagaimana rasa kita mencapai sebuah ketulusan. Apakah kita akan sekedar menyalakan lampu menghidupkan di malam hari ketika bulan Agustus tiba. Semua Itu bentuk eksistensi yang terlahir dari Esensi.
Esensi perayaan bukan terletak pada sebuah kesuksesan. Karena sebuah kegagalan perlu perayaan pula. Pada Tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945 memiliki sejarah yang patut kita kenang dan rayakan. Dalam sejarah yang kita tahu kemerdekaan negeri tercinta ini merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah.

Pencapaian yang tidak hanya didapatkan dengan senyum dingin, melainkan juga derita panas. Para pendiri bangsa bukan hanya bisa menyalakan rokok terus menghisap dan terus disemburkan asapnya. Hal itu merupakan perayaan yang salah dalam mengingat dan mengamalkan esensi sejarah.

Mungkin banyak generasi kita dari masa kemasa mengetahui lalu melakakukan perayaan tentang bulan Agustus. Bulan Agustus bukan hanya bisa memberi bentuk eksistensi yang hanya bisa memberi peristiwa besar dalam perayaannya. Agustus sebagai bulan sejarah di Negara Indonesia, meyakinkan diri bahwa kita pada bulan Agustus sudah lepas dari kolonialisme. Namun harus menjadi pekerjaan kita bentuk imperialisme yang ada apa masih terasa dan bagaimana penjajahan tanpa disadari ada pada diri kita, seperti  bentuk penjajahan eletronik yang tidak bisa dibendung masuk ke negara kita hingga pada akhirnya tidak menjadi hal yang sebagaimana mestinya. Elektronik sebagai acuan utama sarana penyangga bukan final mencari solusi dan mencapai prestasi.

17 Agustus 1945 hanya sebagai simbol, simbol yang memiliki bahwa pada masa Itu penentu sementara. Menyalakan lampu dan mengibarkan bendera di depan rumah kita bentuk eksistensi masyarakat bentuk antusias menghormatinya. Tapi yang tidak pernah kita pahami perayaan tersebut bukan ada pada hal-hal seperti tindakan seperti itu saja. Hal itu hanya bagian dari paling sederhana menemukan jiwa kita bahwa kita memiliki jiwa nasionalis.

Nasinonalis cinta terhadap tanah air bukan hanya terletak pada peryaan yang ada pada bulan. Memakai baju budaya Indonesia bagian bentuk cinta pada negera. Habbullwaton minal iman, memang bagian dari iman, mengimani itu wajib. Sedangkan bentuk dari iman bukan hanya terletak pada posisi, keberadaan, dan ke-akuannya sehingga tidak mengenai fungsinya.

Refleksi pada Negara hari ini tidak mungkin kita membawa sebuah nama, nama negara kita hanya label saja. Minimal citra pada sebuah nama terletak pada atribut kita. Rasa-rasanya memahami peristiwa yang sekiranya membuat kita lebih dewasa dengan adanya peristiwa itu dan membawa sedikit perbedaan. Sebab tidak pernah kita melihat Indonesia dari luar negeri. Peristiwa pada masa itu mungkin kalau dipahami akan meninggalkan sebuah polemik atas pandangan orang-orang Belanda, merdeka bukan karena perjuangan sendiri karena ada campur tangan Jepang. Namun hal itu bentuk dari proses hidup yang awal untuk bisa melangkah jauh mengenal dan membentuk peradapan dihari ini dan nanti.

Kesadaran paling utama itu perlu. Ketika tidak menemukan kesadaran tidak akan tercipta sebuah kemerdekaan. Kesadaran manusia tidak hanya bisa mengandalkan melalui menunggu wahyu. Melainkan ada cara lain menumbuhkah hal tersebut yaitu dengan mengenang sejarah. Berbicara tentang sejarah tentunya tidak lain dan tidak bukan bahwa sejarah ditemukan melalui banyak hal; pertama paling penting dengan membaca literatur yang ada seperti buku sejarah. Kedua menemukan dalam film-film berbasis sejarah dibentuk dengan latar dan tempat yang menggugah keadaan diri kita.
Kedisiplinan adalah kunci. Soekarno Presiden pertama kita sering mengingatkan pada ketika bahwa jangan sekali-kali kita melupakan sejarah karena sejarah adalah bentuk lain dari fenomenologi yang ada di masa lalu akan ada dalam versi berbeda dalam setiap masa. Dengan membaca akan ada jiwa terbakar yang yang terbuka atas terjadinya peristiwa besar pada diri mengenai memahami bulan Agustus bukan hanya ada pada perayaan namun keabadian yang terletak pada sejarah kita.
Peristiwa hari ini yang kita tahu bahwa urbanisasi bukan terletak pada tatanan kota dan desa, namun ada pada Negara, Negara yang kita huni hari ini bukan tidak mungkin akan mengalami sebuah perubahan, entah perubahan yang revolusi atau perubahan yang evolusi. Namun tidak menutup kemungkinan harus paham dan memiliki cara paling pasti menjadikan diri sebagai subjek dari hidup itu sendiri bekerja sebagai lakon, lakon yang tidak rakus terhadap posisi namun lebih memahami sebuah fungsi dirinya sebagai manusia.
Manusia harus memiliki fungsi. Namun fungsi manusia bukan mengatas namakan Agama sebagaimana bisa membawa dirinya ketidak perayaan atas Tuhan. Charles Darwin dalam teorinya sebelum mengatakan manusia lahir pada awalnya berevokusi dari 'kera lalu jadi manusia' yang dikenal teori Darwin teori evolusi. Yang menanrik Darwin mengatakan bahwa sebelum itu terjadi ada getaran alam besar dengan hembusan angin begitu besar yang mempengaruhi kita hidup, yaitu Tuhan. Hal itu menunjukkan bahwa segala sesuatu ada pada ranah di mana kita memposisikan diri sebagai manusia dan kehidupan manusia bagian dari hidup kita membawa akan kemana kita melangkah.
Fungsi bernegara dalam kehidupan bukan sekedar ada pada merayakan tapi mengamalkan sebagaimana fungsi manusia. Bukan posisi manusia. Sebab fungsi lebih manusiawi dari pada posisi.

Akhmad Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM Fenomena), Jurusan FKIP-UNISMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar