Minggu, 20 Mei 2018

Mengaji Fenomena Islam

Foto: Abdisr Blogger


Akhir-akhir ini keadaan manusia diuji akan keberadaanya, keadaan manusia ujian dari segi ideologinya, iming-iming surga serta posisi manusia nanti akan membawa dirinya atas pilihan dan keputusan seorang penggilan surga “katanya”. Bukankah kehidupan tidak ditentukan sesuai dengan kenyataan, jika surga yang diharapkan terlalu mulia hidupnya, pertanyaanya tindakan mulia apa dalam hidup manusia itu, sehingga kepercayaanya berharap dengan mudah surga dimimpikan dengan caranya, “bukannya anak kecil yang selalu diimingkan surga dengan cara seperti itu”, semoga saja masih dilindungi kita semua manusia dengan sehat. Dalam pandangan disiplin ilmu filsafat bahasa, surga sebuah metafisika, bisa dirasa tapi tidak berbentuk karena kita masih “apriori”, Danarto juga pernah menuliskan bahwa surga dan neraka hanya sebuah nama, jika belum pernah merasakan, jadi tidak perlu mati-matian manusia untuk bisa menggapainya karena semua yang ada akan nanti terasa pada manusia yang merasakan.
            Pengeboman tiga gereja yang tenpo hari Minggu 13/05/2018, mengejutkan mata hati semua umat beragama, khususnya bagi kaum umat muslim. Karena pengeboman tersebut dilakukan oleh satu keluarga yang beragama islam, enam dari satu keluarga tersebut memiliki sebuah keinginan surga yang akan digapainya “bukannya itu bernafsu”, ketika semua berdasarkan nafsu bersiaplah kesadaran manusia luntur dari nalurinya.
Bukankah hal itu hanya dimiliki oleh orang dewasa yang sudah memiliki pemikiran sempurna akan dirinya dan kehidupannya. Manusia sadar akan segala perjalananya tidak akan senantiasa memperhitungkan sebuah hasilnya, jika manusia selalu memikirkan sebuah hasil dari perbuatannya, sesungguhnya manusia tersebut “fatal dalam proses pengetahuannya”, tidak melakukan sesuatu dari hatinya, masih memiliki keinginan, ketika keinginan akan gagal digapainya maka hanya penyesalan akan didapatkan dari manusia itu. Sungguh malang anak-anak itu yang ikut dari sebuah nafsu yang fatal dari naluri manusia sadar yang dewasa.
            Bukannya manusia hanya bisa memperhitungkan, mengerjakan semua yang dilakukan akan ditemukan, ditentukan oleh prosesnya, namun manusia tidak hanya berhenti pada proses, setelah proses manusia tersebut bisa menemukan sebuah pengetahuan, maka pengetahuan manusia akan dibawakan ke mana untuk menjadikan dirinya sebagai manusia sempurna, sempurna bukan untuk bisa meninggikan akan dirinya dari rasa kesombongan melainkan dari ketidak tahuan dari banyak hal dari kehidupan, bukan hanya surga yang dicita-citakan akan tetapi rasa bagaimana nanti bisa melakukan apa yang selarasnya dikerjakan untuk kemaslahatan ummat.
            Sesungguhnya pengetahuan itu bukan untuk mencapai sebuah keinginan manusia, sebuah pengetahuan akan difungsikan akan kehidupan yang akan nantinya bisa dinikmati oleh kehidupan disekelilingnya serta kehidupan yang akan datang. Bukannya dalam agama sudah dijelaskan dalam kehidupan, sehingga tidak ada yang lebih berharga  dari kehidupan walaupun itu berdosa akan tetap bisa hidup, dalam kehidupannya menyimpan harapan untuk bisa menjadi hidup dalam kematian yang baik nantinya, namun sebaliknya dalam kehidupan yang memutuskan untuk bisa menggapai surga lebih cepat dengan sebuah tindakan yang mengakhiri dirinya bisa merasakan surga sangat jauh dari singgasana menyicipi semua itu, karena rasa cinta itu luntur dari dirinya.
            Cara pandang apakah yang didoktrinkan, sehingga mampu membuka hatinya terhadap anak-anak itu, surga apa yang diiming-imingkan pada anak usia belia itu?, jangan memikirkan kenyamanan, serta nikmat surga, untuk mengerti keindahan surga pun tidak mungkin masih terpatri, akan tetapi kekuatan apa?, sehingga surga terbentuk pada psikolgi anak-anak itu, hingga melupakan akan pentingnya dirinya untuk hidup lebih lama dan mengerti arti dari kesempurnaan hidupnya.
Kekejaman apa yang baik dalam membentuk pola pikir seorang anak mulia, harus menderita bukan tentang ketiadaannya yang akan menjadi prihatin dari yang ditinggalkan, namun segala elmen beragama yang sama tercoreng atas segala tindakan membawa atas nama Islam, tercela dengan kesalahan apa yang dibela. Untuk manusia yang masih sadar akan segala ini semua semoga saja masih dalam lindung-Nya, serta selalu membagi pengetahuan atas dasar kehidupan. Dalam Cerita Mahabrata Krisna menyampaikan kepada Drupadi mengenai pertanyaan “jati diri manusia hidup”, untuk menemukan itu Krisna menjawab, manusia untuk mencapai itu semua harus bisa melampaui dalam dasar-dasar kebenaran, di dalam kehidupan, ada lima dasar kebenaran yang berbunyi: 1. Pengetahuan, 2. Cinta, 3. Keadilan, 4. Pengabdian, 5. Kesabaran. Dengan itu manusia bisa merenungkan akan segala tindakan-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar