Rabu, 04 September 2019

Doktrinisasi Organisasi Kampus Pada Kaderisasi




Membentuk keberagaman perlu dalam organisasi kampus bahkan di luar kampus. Cara tersebut menjaga keharmonisan dalam berorganisasi tentunya harus dibangun dengan satu dasar “Prinsip organisasi”. Dan yang harus menjadi dasar keras dilarang mendokrinisasi kader dengan “Fanatisme organisasi”.

Kedua frasa tersebut harus menjadi pemahaman atas kader organisasi agar kader tidak sangsi dalam menjalani tugas amanah yang tertanam. Jangan beri presepsi memaknai organisasi itu tidak baik, semua organisasi baik dalam tujuannya, namun kadang dalam praktiknya kelirru, tentu sebagai mahasiswa harus bisa memilah dan memilihnya.

Selamat datang mahasiswa baru, akan masuk pada ruang-ruang akademik. Semuanya perlu dilakukan selagi memiliiki orientasi kebaikan. Perjuangan, tidak harus bergerak turun kejalan, banyak cara lain mencintai negeri ini. Membenahi negeri ini bukan hanya bisa mengkritik (mengingatkan), banyak cara lain, dengan mendoakan cara baik kita lakukan sebagai manusia calon cendikia, berlabel mahasiwa. Panjang umur mahasiswa dengan cara-cara yang ada dalam dirinya. 

Organisasi dalam suatu kampus sebagai wadah mahasiswa untuk belajar di luar kelas. 
Mengimplemintasikan nilai-nilai gotong royong yang sederhana. Karena dengan berorganisasi kita akan melakukan praktik-praktik saling membantu dalam mencapai sebuah tujuan bersama. Secara tidak sadar jiwa gotong royong hadir menitralisir jiwa apatisme, hidonisme, jiwa sosial akan terbangun tanpa disadarinya.

Organisasi Jika diklasifikasikan masuk pada pendidikan masuk pada pendidikan non-formal, yang akan menunjang setiap orang berkeinginan menimba pengetahuan lain atau yang linier sesuai dengan disiplin ilmu ditekuninya. Sebab organisasi akan menjadi jalan lain untuk menemukan pengetahuan,pengalaman, dan mengimplemintasikan pengetahuannya.

Organisasi secara etimolgi kumpulan manusia yang memiliki tujuan ayang sama dengan landasan visi dan misi yang telah menjadi ketentuannya dalam berorganisasi. Menurut pendapat Chester L Bernard (1938) mengatakan Define organization as a system of cooperative of two or more persons bahwa Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih  yang sama-sama memiliki visi dan misi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi dalam sebuah lembaga-lembaga seperti kampus bahkan Negara pun diperlukan karena akan menunjang sebuah kepentingan bersama yang akan dirasa oleh setiap manusia sekeliling kita.

Dalam tatanan kampus tentunya organisasi sangat penting. Karena dalam kampus jika tidak ada organisasi ibarat bangunan tinggi tanpa ada pondasi kuat di bawahnya,maka bangunan tersebut akan mudah roboh. Dalam sejarah Negara Indonesia ketika telah banyak organasisasi menelisik dari tanggal, 20 Mei 1908 dikenal dengan organisasi pemuda dipelopori oleh beberapa tokoh seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo dan R.T Ario Tirtokusumo, Budi Utomo resmi dibentuk pada tanggal 29 Agustus 1908 di Yogyakarta, pada beberapa tahun selanjutnya Kh. Ahmad Dahlan mempelopori berdirinya Muhammadiyah 18 November 1912, selanjutnya, dengan pada satu aliran berbasis islam yang konon mereka satu guru dengan pendidiri Muhammadiyah, Kh. Hasiym As’ary mendirikanlah organisasi Nahdatul Ulama dikenal dengan sebutan (NU)  31 Januari 1926, dan pada tahun-tahun seterusnya  banyak organisasi masuk ke negeri kita. Kesadaran akan organisasi bukan baru bagi kita karena terdahulu telah banyak oragnisasi dibentuk, pada masa itu masyarakat sudah mengenal namanya organisasi yang memang dibentuk oleh para pendiri bangsa terdahulu, sebagai tujuan tidak lain, tidak bukan untuk  memiliki tuujuan yang baik secara bersama.

Pada masa itu organisasi memang betul-betul bisa masuk dengan cara yang sehat dan tidak merugikan orang lain sesama memiliki tujuan baik. Tentunya saling mendukung satu sama lain. Terpenting orientasi dari organisasi tidak memeperpecah NKRI yang kini junjung tinggi.

Ketika sebuah organisasi telah luntur menjungjung tinggi tujuan kebaikan maka dikwatirkan akan melahirkan keos berkelanjutan, karena nilai-nilai kebeijaksanaan dalam menanggapi organasasi lain negatif, secara tidak langsung ada penanaman tidak baik dalam berorganisasi yaitu fanatisme, bukan membangun prinsip dalam tubuh kaderisasi. Hal ini menjadi ancaman pada organisasi yang memiliki tujuan baik namun akan memiliki dampak tidak baik. Dan fanatisme berlebian dalam agama sangat dilarang karena akan menciderai hati yang tulus dalam menjalani hidup dan akan mudah menyalahkan orang lain, tanpa ingin mengkoreksi apa yang terjadi dalam diri.

Manusia hidup sangat dianjurkan memiliki prinsip, namun bukan fanatik. Teringat dengan salah satu fatwa dari bapak guru bangsa kita sealigus salah satu ketua dari Organisasi Sarekat Islam (SI) yang pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. HOS. Cokroaminoto, berkata dalam ceramahnya
“Dalam hidup kita jangan sampai ada dalam diri kita ini tertanam jiwa fanatisme karena fanatisme akan mudah memperkeruh keadaan, tidak akan memperbaiki keadaan”.

Hal ini tentunya akan menjadi renungan bersama kala kita semua akan hidup bernegara, bermasyarakat, dan berkelompok (berorganisasi). Tidak saling mempertahankan benaran yang ada dalam dunia, apalagi mengenai ideologi. Hal itu tidak akan membuat kita lebih baik ketika hal itu dipertahankan.

Dalam organisasi tentunya harus membangun jiwa kadernya bukan “fanatic” melainkan membangun sebuah “prinsip”. Dikuatakan dengan sebuah dasar-dasar organisasinya berdasarkan kesadaran ideologinya, dalam menimba ilmu kita melebur menjadi satu untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Bukan enggan untuk melebur dengan organisasi lainnya.   

Ketika kita menelisik mengapa hari ini di kampus-kampus selalu ada dominasi dalam organisasi, hal itu disebabkan karena adanya kesadaran “fanatisme” bukan “prinsip” padahal kunci keberagaman yang rahmatalialamin ialah keberagaman yang harmonis. Tidak saling hujat saling mendukung dengan saingan yang romantis tanpa ada hujatan. Dan saling kritik boleh dari segi arah jalan pemikiran bukan mengenai sebuah ideologi. Praktik-praktik yang dilakukan organisasi berdasarkan kaidah dalam kampus dan yang telah ketentuan sebuah pemerintah.

Dalam kacamata penulis berasumsi dengan sedikit pemahamannya, bukan untuk membenci atau ingin berargumentasi mempertahankan apa yang ada dalam pemahaman yang kerdil ini. Bahwa organisasi kali ini yang menjadi problematikanya tidak menemukan esensi dari berorganisasi. Terkadang senior organisasi memukul rata semua mahasiswa akan sama dan bisa menyukai apa yang dikehedaknya. Contoh dalam organisasi kampus semua diajarkan untuk aksi turun ke jalan tidak diberi kesempatan lain untuk melakukan sebuah kritik yang lebih positif terhadap fenomena yang ada di dalam keadaan sosial kita.

Idealisme bukan terletak pada praktik radikal yang terkadang menciderai esensi idealis. Idealis terbangun dari dalam diri akan senantiasa akan bergerak oleh hati, sebuah perubahan akan tercipta kala semua bisa dijalani dengan naluri bertujuan positif sesuai dengan fungsinya organisasi, bukan dengan posisinya yang hanya bisa membawa dirinya pada jurang yang jauh dari esensi sebuah organsasi yang idealismenya ada di dalamnya sebagai tujuan bersama, namun dengan cara berbeda seharunya itu tidak ada masalah bagi kita dalam kalangan mahasiswa.





Biodata
Akhmad, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM Fenomena), aktif Komunitas Gerilya Literasi, Universitas Islam Malang (UNISMA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar