Rabu, 09 Februari 2022

CATATAN BACAAN KETAT: SEJARAH PEREMPUAN INDONESIA "PENGANTAR

Poster: Ika 


Pertemuan Pertama 4/02/2022

Di Kedai Kopi Bintang Kecil dan Toko Buku 

Pembaca: Cak Pendek, Andika (Ika), Endan, Mukti, Aldi, dan Akhmad. 

Foto: Endan 
Sedang menyimak pendapat satu sama lain perihal buku "Sejarah Perempuan Indonesia"



Mula-mula kita berbicara banyak hal tentang asal usul perempuan. Namun perempuan yang seperti apa yang memang ingin kita bicarakan--butuh spesifikasi menentukan topik besarnya. Karena tidak semua orang memahami perempuan secara sikap maupun secara memperlakukan. Mungkin bisa saja memuliakan secara pandangan Islam maupun budaya sudah menjadi kewajiban, atau ada lagi mengenai perspektif miring akan hal perempuan mengenai konstruksi sosial masyarakat memberikan  justifikasi "perempuan memiliki segudang banyak aib daripada laki-laki"--mungkin itu memang tidak seimbang, tapi fenomenologi bekerja seperti itu. 


Secara subjektif hemat saya ini, jika bicara feminisme. Apa yang ideal dari pandangan Barat ataupun Indonesia sendiri?. Hal tersebut membuatku skeptis sekaligus pesimis akan hal gerakan, tapi sangat mendukung akan hal pengetahuan yang direduksi menjadi menjadi praktik keseharian pandangan luas akan ilmu feminis, bukan hanya pandai mempertahankan argumentasi dengan dalil-dalil--yang akan dipatahkan oleh budaya kita--yang seperti kita rasakan. Dan kultur budaya jawa bergandengan dengan agama Islam setelah abad ke-7 sudah masuk ke Nusantara walaupun penyebarannya meluas di abad ke-12. Semua tatanan campur aduk dan pengaruh Islam sangat signifikan. Walaupun peradaban budaya Nusantara tetap mempengaruhi Agama Islam. Hal ini jelas akan mempengaruhi pula akan perkembangan feminisme di Indonesia. 


Dalam buku "Sejarah Perempuan di Indonesia gerak dan pencapaian" karya Cora Vreede De Stuers. Buku tersebut diberi pengantar oleh Ruth Indiah Rahayu. Dalam pengantar buku tersebut memberi judul "Emansipasi Menuju Unilinier: Gerakan Feminis "Indonesia" Paruh Abad Ke-20"--tentu pengatar ini menjadi disclaimer penting menuju lebih dalam dan memahami secara kompleks isi buku. Secara sangat memberi gambaran secara luas sebagai pembaca pemula mengenai sejarah pergerakan perempuan--yang juga tidak lepas dengan  dinamika tokoh-tokoh besar pengaruh di Indonesia seperti: Kartini dan Dewi Sartika. Secara, pengantar buku tersebut juga memberi sebuah gambaran atas kontaminasi perspektif feminis yang dimulai oleh para pemikir Indonesia, dan ternyata sedikit bergeser lantaran ada campur aduk perspektif feminis di Indonesia, sehingga otentitasnya tidak ditemukan benang merahnya. Buku ini seperti memberi sebuah pandangan dan pengetahuan baru akan hal perspektif peran penting perempuan asli nusantara, yang mendekati ideal. 


Pandangan di atas sedikit subjektif, tapi tidak keluar dari konteks apa yang ada dalam pengantar. Bahwa teori unilinier yang secara pengertian di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengikuti garis besar arah : pertumbuhan ekonomi. Bahkan dalam pengantar tersebut menyambut seorang ahli teori atau pencetus G.A Wilken, yang memisahkan etnologi Indonesia dari induknya. Wilken memiliki jasa terhadap pengembangan teori evolusi unilinier yang mendorong Josselin De Jong melakukan studi dan merekonstruksi struktur sosial dan kebudayaan-kebudayaan di Nusantara. Pendekatan tersebut memengaruhi Cora Vreede De Stuers dengan mengkonstruksi hubungan antara persoalan perkawinan dan pendidikan dengan bangkitnya perlawanan kaum perempuan Hindia Belanda pada awal hingga paruh abad ke 20. Studi Cora ini, akan memberi penjelasan sistem kekerabatan dan pengetahun mengangkat argumen kebangkitan gerakan perempuan Indonesia yang ragu-ragu gerakan feminisme gerakan pertama. 


Begitulah pemaparan paragraf awal pengatar, yang secara lebih luas ingin memaparkan sebuah subtansi serta asumsi keragu-raguan gerakan feminisme gerakan pertama. Walaupun studi dilakukan Cora merupakan studi secara luas nanti berkaitan dengan politik Indonesia. Bahkan secara akan memberi gambaran bahwa awal mula gerakan awal di abad 1912 atau abad 20. Di Indonesia ternyata hanya berfokus pada perkawinan dan pendidikan. Selain itu, gerakan tersebut akan berlanjut jangka panjang dalam sejarah Indonesia akan masuk masa kelam nantinya, pada 1965--yang nanti akan menyinggung soal Gerwani sebagai anak kandung dari PKI yang akan mengemban orsinilitas perspektif feminis Indonesia, katanya dalam diskusi paragraf pertama. 


Selain itu, ternyata ada hal yang lebih menarik pergeseran perspektif karena ada kaitannya pembantaian pada 1965, tragedi tersebut berdampak pada pandangan feminisme di Indonesia. Selain membasmi gerakan politik, ideologi, dan pengetahuan. Ternyata memiliki dampak terhadap hal-hal lain yang begitu krusial juga mengancam hangusnya perspektif asli feminisme di Indonesia. 


Ternyata pada mulanya ini hanya berfokus pada sistem berakar murni di Indonesia berupa: Sistem yang berlaku di Indonesia sebenarnya ada tiga: Patrilineal, Matrilineal, dan Bilineal. Tiga hal tersebut masih sangat kental di kehidupan sehari-hari kita di Indonesia, khususnya di jawa yang secara garis besar sulit melepaskan budaya lama. 1) Patrilineal merupakan hubungan kerabat dari pria saja, bapak. 2) Matrilineal merupakan hubungan kerabat dari wanita, ibu. 3) Bilineal mengenai hubungan keturunan dan kekerabatan hubungan pria untuk hak dan kewajiban tertentu. 


Halaman (XIV) Pengantar Buku


Foto: Cak Pendek 
Sedang menyimak satu sama lain yang membaca. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar