Sabtu, 05 Februari 2022

SASTRA, PENDIDIKAN, DAN TUGAS PENDIDIK

 

Foto:amd


Mula-mula pendidikan sastra Indonesia yang selalu diasumsikan begini-begini saja, mengapa ambil jurusan Bahasa Indonesia, kan orang Indonesia. Padahal tidak semudah bilang "begini lho bahasa itu cukup dibicarakan…" kerap kali mendengar pembicaraan yang begitu meremehkan ingin sekali mau saya tanyakan "apa bahasa itu butuh kesepakatan…" namun itu tidak perlu karena jawabannya khawatir juga tidak benar dan menyesatkan. Akan tetapi, alangkah baiknya berkomentar atau bertanya "kalau bahasa Indonesia belajar apa sih?" Itu masih bagus, daripada belum tahu langsung klaim ini itu… Tapi saya bangga dengan disiplin linguistik ini. 


Adagium yang saya pernah renungkan atas ucapanku di semester empat, "dengan bahasa saya bisa bercerita dengan baik dan benar, dengan sastra saya bisa berkarya, sebagai wadah paling netral karena suratnya heterogen dari segi cakupan isi." Begitulah. Disclaimer tulisan ini. 


Membaca buku "Sastra dan Pendidikan" yang ditulis alm. Sapardi Djoko Damono membuat logika berpikir kita semakin luas dan merasa tanggung jawab seorang guru Bahasa Indonesia mengembang banyak yang perlu direalisasikan di dunia pendidikan kita. Hemat ini secara subjektif karena secara pribadi saya sebagai guru Bahasa Indonesia. 


Buku ini berupa esai reflektif untuk mengenali peran sastra di kehidupan sehari-hari, secara pribadi maupun secara universal. Hal ini tentu tidak melepaskan diri dari peran yang semestinya dan perlu diemban secara reflektif memunculkan rasa simpati dan empati untuk memberi dedikasi secara kepada siswa (i) di ranah dunia pendidikan. Sehingga seorang guru Bahasa Indonesia tidak hanya semerta-merta mengajarkan bahasa, namun juga bisa mengenalkan dunia sastra. Karena sastra bagian dari sastra serta bahasa sebagai mediumnya. 


Jika kita membuka diri lebih luas dan menerima segala apa yang perlu diambil dari apa yang disampaikan dalam esai, tentu tugas baik dan bijak pendidik akan punya ruang paling efektif mengenalkan bahkan mendedikasikan diri sebagai penjaga bahasa. Sedangkan penjaga bahasa juga perlu merawat dengan mengenalkan sastra bahkan memupuk siswa mengenalkan  dunia sastra yang kaya bahasa. Dengan sastra akan lebih mudah menjadi budaya berbahasa yang baik dan benar dipahami. Selain itu, tidak lepas dengan apa punya nilai lebih selain bahasa dan sastra. 


Jika diperhatikan secara baik dan bijak, sastra akan memberi wawan lebih luas. Selain belajar bahasa secara terhibur ada dedikasi berupa nilai moral dan sosial terselip di dalam karya sastra. 


Tulisan yang berkumpul dalam buku berjudul "Sastra dan Pendidikan" ini, tidak hanya mengajak bertamasya ke ranah luas pengalaman karya-karya luar negeri, akan tetapi lebih dari itu juga mengajarkan sastra masa lalu yang begitu memberi pandangan luas bukan hanya tentang cinta satu lawan jenis, melainkan ada sastra sebagai wadah cinta terhadap kemanusiaan yang telah dilakukan oleh para sastrawan dahulu, dalam karyanya. 


Selain itu, seorang pendidik yang berada di ruang sastra memiliki pandangan serta perlu penguasaan akan bacaan lebih banyak daripada siswa. Seorang pendidik tentu perlu peluasaan pandangan. Sehingga pendidik akan lebih memberi banyak dedikasi secara jelas serta konkrit untuk membuat kualitas dunia pendidikan serta di bidang kesusastraan eksis serta menjadi asik belajar bahasa. 


Jika seorang anak sudah memiliki dasar sejak dini mempelajari sastra merasa asik dan nyaman. Kegemaran tersebut akan jadi jalan panjang untuk generasi selanjutnya. Jika seorang anak yang lembut disentuh dengan banyak dedikasi-dedikasi akan menjadi generasi leterat sejak dini. Karena ia sudah ditanamkan banyak nilai-nilai kekayaan dalam sastra, khususnya dalam novel. Seseorang akan mampu membuka segala keluasaan pandangan dengan bacaan. Apalagi sejak dini dilenturkan untuk bisa serta membuka diri dengan cakrawala dunia dan mengetahui banyak karakter tokoh di dalamnya. 


Tugas pendidik di Indonesia memang sangat berat. Bukan hanya berat menyelesaikan administrasi tapi juga harus serta perlu menyelesaikan tugas personal atas dirinya. Namun ini fokus pada pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia, tidak hanya penguasaan knowledge, tapi juga perlu penguasaan diri berimprovisasi menjadi juri puisi, sebagai kamus berjalan, serta menjadi moderator secara dadakan atau pembawa acara. Tidak dipungkiri kalau itu bakal terjadi untuk Pendidik Bahasa Indonesia. Mungkin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar