Selasa, 26 Oktober 2021

HIPERSASTRA DAN MAKNA SASTRA ANAK


Hipersastra merupakan pandangan yang memberikan tanda mengenai sesuatu yang berlebihan mengenai sesuatu. Walaupun kadang berlebihan dampaknya, positif atau negatif selalu eksis. Apalagi membicarakan sastra, yang setiap zaman selalu asik dan penting dikaji dalam culture studies. 

Saat membaca majalah Bobo, yang terbit tahun XXVI, 14, Januari 1999, dengan topik utama “Keriput Empuk” secara umum, majalah tersebut berisi cerita anak, berita anak, cergam, dan puisi anak. bahkan secara kebahasaan yang kental dengan bahasa--yang sangat kental secara substansi ini, fokus pada pembahasan karya khusus anak. 

Relevan karya sastra tersebut, masuk ke pembahasaan nilai-nilai sastra anak. Akan tetapi, substansi isi majalah tersebut beragam mengenai isi. Jika diperhatikan dari setiap penulis di dalamnya, tidak hanya anak-anak yang mengisi rubrik-rubrik dalam majalah tersebut, namun ada juga orang dewasa bahkan orang tua. Hal ini tentu akan menjadi sebuah problem kacil. Karena anak tidak ingin digurui melalui lisan maupun tulisan, karya sastra sebagai wadah paling ideal.

Memaknai sastra, tentu akan mengingat dengan empat konsep; realitas sosial, pembaca, teks, dan penulis. Batasan tersebut secara fokus membahas sastra secara luas—yang perlu dispesifikkan. Bahwa empat konsep tersebut akan menentukan konvensi mengenai jenis-jenis sastra. Sastra anak pun, akan menjadi pembahasan paling menarik di masa-masa sekarang ini. Sebab sudah terlalu banyak karya sastra anak.

Sastra selalu menjadi perbincangan yang menarik di setiap zaman, apalagi diperluas lagi dengan kata “sastra” disandingkan dengan kata “anak.” Jadi frasa “sastra anak,” bahkan ada pula jenis gabungan dengan kata lain, sastra menjadi beragam bergabung seperti kata “dewasa” akan  menjadi frasa “sastra dewasa.” Apakah semua itu dapat diklasifikasikan dalam bentuk kategori yang paten. .

Sastra menurut Lukens (2003:9) menawarkan pandangan yaitu, ada dua hal utama; kesenangan dan pemahaman. Di tangan pembaca, karya sastra paling sederhana memberikan hiburan yang menyenangkan. Sehingga sastra akan menawarkan cerita menarik, mengajak ke dunia fantasi, membawa pembaca suatu alur kehidupan yang penuh dengan daya suspense, daya menarik bagi pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya, “karena memainkan” emosi pembaca sehingga larut ke dalam arus cerita,  dan semuanya dikemas dengan bahasa yang dimainkan sehingga menarik. 

Adapun, dalam sastra anak tentu berfokus dengan pada penciptaan karya. Serta apa yang akan disampaikan atau dapat dikaji dari segi kebahasaan seorang dewasa membuat karya sastra. Karya sastra anak yang dibuat oleh orang dewasa apakah akan bisa memfungsikan karya sastra anak sebagai media paling baik memberikan dedikasi kepada anak-anak melalui sastra.

Sastra anak, secara etimologi dapat dikatakan hyper sastra. Sebab secara bahasa yang digunakan  secara dalam teks memperhatikan pada bahasa. Bahkan untuk masuk ke ruang lebih luas lagi penggunaan bahasa berlebihan. Bagaimana sastra sebagai alat semata, isinya terletak pada ide penulis karya sastra, menjadi sempit dengan sebutan “sastra anak.”

Menurut Stewig (1980:18-20) menegaskan mengapa anak diberikan buku bacaan sastra adalah agar mereka mendapatkan kesenangan. Sehingga anak-anak pada dasarnya memerlukan banyak hiburan. Bukan hanya pemahaman-pemahaman--yang diterima, melainkan sebuah tempat bermain yang nyaman: di sekolah.

Makna kata “sastra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata, gaya bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Makna tersebut dapat dikatakan sangat sempit dalam sastra. Karena sastra tidak hanya membicarakan tentang keindahan pada teks kita, tapi akan ada nilai lebih dari itu semua terdapat karya sastra, terkandung.

Hipersastra dapat diartikan dari suatu hal yang berlebihan dalam makna bahasa Indonesia. Sehingga berlebihan  dari sastra akan punya dampak positif dan negatif secara makna. Jika selalu berlebih akan sastra akan memiliki ruang sempit, sehingga perlu adanya patokan-patokan yang objektif dari setiap tokoh yang berpendapat mengenai pendekatan karya sastra.

Jika, hipersastra ini dipandang dari segi kata “kesusastraan” tentu bersyukur Indonesia jika kata tersebut digunakan akan punya makna lebih luas. Karena tidak hanya membicarakan tentang gaya bahasa melainkan sebuah teks yang mengandung nilai instruksi atau pedoman. Maka sastra  yang berasal dari kata dasar śās- atau asas- yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, dan tra yang berarti alat atau sarana. Sangat penting serta perlu diajarkan sastra anak sejak dini. Penulis menulis cerita anak--yang dapat diterima oleh setiap kalangan. 

Sastra anak merupakan simbol yang lahir sebagai nama, karena dapat dikatakan simbol di bumi salah satu dari kerja bahasa “berlebihan,” yang dibangun oleh konstruksi masyarakat untuk menyuarakan sastra anak. Sehingga secara tidak langsung berulang-ulang, menjadi sastra anak: dan ternyata eksis dan dibutuhkan. 

Dalam membahas sastra anak, tentu berfokus pada bahasa pada penciptaan karya. Jika nilai-nilai terkandung di dalamnya punya nilai yang berbeda dengan apa yang ada di dasar karya. Dengan bahasa yang sederhana tersebut kita dapat memberikan pandangan lain, mengemas sastra dengan dasar-dasar yang khusus. Sastra anak, akan punya nilai: 1) kebahasaan heterogen (tanpa ada bahasa istilah-istilah). 2) menentukan nilai-nilai yang akan dikemas ke dalamnya.

Jika sastra anak menampilkan nilai-nilai karakter disampaikan dengan jenis-jenis sastra berbeda. Maka akan memilih sastra novel, cerpen, dan puisi. Jenis tersebut juga direduksi kembali, menjadi jenis; novela, cergam, dan puisi pentigraf. Ragam ini menjadi wadah atau kendaran menampung ide penulis untuk dilemparkan kepada pembaca.

Seorang bocah-bocah ketika membaca karya orang dewasa  secara nuansa serta cara menyampaikannya terkadang keluar dari konteks hidup mereka, itu sepertinya menjadi problematik pada anak sebagai pembaca. Hingga batasan paling signifikan akan sastra anak itu, tidak akan punya batasan secara luas yang ditulis oleh orang dewasa. Hal tersebut akan senantiasa dirasa oleh anak, secara tidak tersirat maupun tersurat.

 Pada judul cerita berjudul “Laguna Sihir” karya Lena D. kelahiran 1984 menulis cerita yang dapat dinikmati oleh orang dewasa. Cerita yang diambil potret masyarakat yang tidak hanya kehidupan manusia perlu diperhatikan, tapi perlu manusia memperhatikan makhluk hidup lainya, seperti hewan di sekitarnya. Dalam hal tersebut tentu perlu ditawarkan kepada anak sejak dini.

Maka secara tidak langsung sastra akan tetap menjadi media alternatif untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak sejak dini. Dengan karya-karya sastra--yang menarik serta unik akan lebih baik jika penulis menyisipi nilai-nilai agama, budaya, tradisi, dan sosial. Dimunculkan dalam karya sastra baik secara narari maupun secara dialog tokoh. 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar