Selasa, 23 Juli 2019

Aroma Matamu

gambar: huawei

Di aroma matamu ada ritual paling sakral menatap tajam sepanjang daun yang hijau hingga kering dan jatuh pelan-pelan tanpa rasa bumi menerima. Memeras mata yang hilang kedipannya.

Aku tak ingin melapaskan bulu pori-porimu melambai sia-sia lalu angan mengubur daun yang kering. Bumi mencintai benda kering di atasnya, menenggelamkan pada kolam sidang matamu: tenggelam dengan yang ku gengam. Tanganku keseleo dan kram tidak kuat menggam tatapan matanya kuat isyarat mayat yang ku bayangkan ada daratan mengerikan dan mataku harus memejamkan tuk merahasiakan air mata tuk tidak menampak pada pipi yang siap menerima aliran air asin itu.

Namanya Mas Alif ia kuliah di Universitas Brawijaya tepatnya di Fakultas Pertanian. Ia memiliki wajah yang seram tapi hatinya berdamai. Sekarang sudah lulus walau lulus bukan normal, normal itu tepat waktu lulusnya. Tapi ia lulus XII semester, beberapa hari lalu ketika baca Facebooknya dengan status unggah foto bersamaan setelah Mas Alif wisuda, dalam narasi ditulisnya itu seperti tidak ada kekecewaan kepada anaknya walau sudah wisudanya telat.

Asumsiku lulus tepat waktu akan menjadi ritual perarayaan sementara sendiri. Dan untuk lulus dengan tujuan memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa semua akan bisa dijejaki, namun beda Mas Alif yang memiliki kelebihan membaca dan menulis menjadi kelebihannya bagi saya luar biasa. Pernah suatu saat kita ngobrol dan bicarakan tentang buku ternyata banyak yang Belum diketahui saya direkomendasikan untuk baca buku. Animal Faram, Ladu, Raden Mandasia Pencuri Daging Sapi, dan paling diingat membicarakan tentang Sejarah Islam di Pulau Jawa karya Kuntowijoyo. Buku itu Sudah saya miliki berkahnya juga memahami fiksi sejarah.

Pada suatu hari ia bercerita tentang buku paling disenangi, dan yang paling disukai. Buku itu ada di tasnya, setelah diberitahukan kepadaku ternyata buku Itu berjudul Ladu dan Raden Mandasia Pencuri daging Sapi. Ia menawarkan dan suruh pinjam buku itu untuk dibacanya. Setelah tawaran itu terlontar tanpa ada pikir panjang langsung mengambil buku tersebut.

Dalam carita buku itu mungkin belum bisa di pahami apa yang menjadikan kita tahu, jika Itu belum dikethui apa saja
Singkat cerita hasil dari bacaan itu. Saya mencoba memahami kedua buku tersebut tapi memang belum selesai membaca karena tidak bisa memanfaatkan waktu. Dari mana datangnya pemahaman hanya separu cerita sedikit dipahami. Buku berjudul "Ladu cerita perjalanan ke gunung-gunung, Kalenden, Liangan, Plataran Dieng, Kelud, Rinjani, Tambora, dan Lore Lindu. Ladu memperkenalkan indahnya gunung-gunung, hutan dan nikmatnya kopi Indonesia. Ia juga bercerita tentang daya tahan manusia beradaptasi, menyesuaikan diri dengan bencana vulkanis yang kerap terjadi. Letusan gunung kadang sanggup mengubur peradapan. Tapi, di hari-hari biasa, ia adalah berkah yang membuat petani betah menghuni lereng-lerengnya.
"Ada yang hilang ada tumbuh bersama gunung tak ada yang abadi"
Sedangkan buku yang kedua berjudul "Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi". Buku ini masuk pada katigori fiksi. Buku yang dipinjam ini juga tidak saya selesaikan dengan permasalahan yang tidak jauh dengan yang di atas. Novel ini berisi tentang Pencuri Sapi yang tidak semata-semata mencuri;
Sengu Lembu menjalani hidup membawa dendam. Raden Mandasia menjalani hari-hari memikirkan penyelamatan Kerajaan Gelingwesi. Keduanya bertemu di rumah dadu Nyai Manggis di Kelapa. Sangu Lembu mengerti bahwa Raden Mandasia memiliki kegemaran ganjil mencuri daging Sapi adalah pembuka jalan bagi rencananya. Maka. Ia pun menyanggupi ketika Raden MD. Mengajaknya menempuh perjalanan menuju Krajaan Gerbang Agung.
Keduanya belum selesai namun dalam singkat cerita. Saya harus bisa mengambil sedikit nilai kebaikan. Dan hal ini tidak lain tidak bukan korelasi relasi literasi masih jauh dari intensif pada komentar sederhana.

***

Ketika sudah tiba waktunya. Kala Bulan tak memeluk gelap. Ia merasa sudah waktunya hijrah dan tidak mengandalkan orang yang dewasa di atasnya, orang tua sudah diasingkan karena malu ditanamkan. Ia harus merantau meninggalkan Malang.
Pada sore kemarin ia berkata dan bercerita tentang keindahan Jogja dan ingin sekali merasakan suasana sana, langkah keluar Malang dulu salah satu pilihannya. Beberapa hari lalu bilang kalau melamar jadi wartawan. Bahkan sudah pernah melakukan interviu di salah satu media sebut saja medianya Koran Surya. Karena Koran Itu kurang srek lantaran ada kejanggalan proses penggarapan berita yang bisa dikatakan "Clitbaet jauh sehingga harus tidak mengambil tawaran tersebut dan memilih ke Jogaja.

Pada hari selanjutnya ia WA dan menanyakan buku yang dua buku yang dipinjamkan. Kalau sebelum berangkat buku kedua yang disayangi itu mau dibawa ke Jogja. Inginku hanya dapat kenang-kenangan darinya. Karena pasti akan lama bertemu lagi. Mau nangis sepertinya tidak pantas Nanti dikira terlalu dramatis, padahal sangat berkesan ketika saya ingat apa yang Mas Alif ajarkan. Pada awalnya diajak ngecamp di Bedengan bertiga dengan Roni, kita bertiga berangkat. Sangat berkesan ketika ingat itu.  Setelah datang ke tempat kerja ia membawa buku dua dan katanya buat disumbangkan ke Toreh Maos wahana baca Gratis yang saya lakukan setiap Senin. Paling menarik buku itu salah satu buku saya cari. Buku berjudul "Panggil Aku Kartini" karya Paramodya At. Dan satunya bukunya Jorge Luis Borges berjudul "Sejarah Aib". Semoga saja buku terbut menjadi buku yang bisa memberi nilai estetika pada diriku dan kehidupan.
Terima kasih Mas Alif



Akhmad
Malang 23, Juli 2019 Kedai Elele
Untuk Mas Alif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar