Alam telah
mendung, telah menghilang dari gelapnya malam, mencari terang di luar alam, di
mana pun berada akan menemukan kegelapan dalam rasa yang sama. Jikalau hanya
mengharap dan berbahagia dengan cahaya bintang-bintang yang menghiasi langit,
serta keindahan malam. Ketika manusia sudah enggan bermalam untuk merenungkan
mana yang kau bahagiakan, dari jalan yang kau amalkan, kau lari dari hari-hari
yang menjenuhkan, tambah jauh akan menemukan hari yang pasti dengan apa yang diharapkan,
jika hanya terus mencari, tanpa kau cakari buku dan bumi untuk kau tanami
dengan benih-benih hafalan untuk mencerdaskan dan memperhaluskan perasaan,
serta teman dan kerabat seperjuangan bisa ditenam-tanamkan benih-benih kecerdasaan
untuk menemukan kemerdekaan naluri.
Manusia ketika mencari selalu ingin
menemukan kenyamanan dengan apa yang dicari, kebosanan yang mereka benci tiada
syukur yang diberi, kepada apa yang telah ada kebutuhan dalam diri, sesuatu
yang telah dipilih itu kadang dijadikan masalah yang berdalih. Sudah banyak
manusia belum mengenali siapa dirinya, sesuai kebutuhan dirinya sehingga lari
dari dirinya apa yang dirinya harus banggakan. Bahkan kadang tak merasakan
potensi dirinya, mencari meninggalkan apa yang menjadi dirinya berbeda dengan
manusia lain, padahal itu sebuah kelebihan dirinya.
Lari dari zona yang pada awalnya penuh
keindahan saat tak menemukan keindahan itu menganggap perbedaan itu bukan
ciptaan Allah Swt yang indah. Cara menyikapi yang salah bahwa tidak ada yang
lebih indah dari apa yang diperbuat untuk bisa lebih bermakna dengan apa yang
dipilihnya.”Mungkin saja itu kudrotnya manusia”.
Jika ada di antara mereka mahasiswa yang
dipandang hanya ketenaran dan kenyamanan dari organisasi yang digeluti, tanpa
ada apa yang ingin mereka perbuat, entah itu karena tugas kuliah yang sangat
banyak apa karena faktor diri yang kurang minat gara-gara sudah menjadi
mahasiswa yang sudah banyak mengetahui tentang antropologi kampus, atau pun juga
sudah mempunyai banyak baca buku sehingga ingin sekali lari dari kebosanan
dalam organisasi yang dipilih. Mereka hanya lari dari apa yang belum mereka
geluti secara serius, sehingga mereka hanya memikirkan apa yang didapatkan dari
apa yang telah dijalani disebuah oraganisasi dalam kampus.
Sesungguhnya kita beruntung dalam mimbar
akademik diajarakan bagaimana kita mempelajari hal yang belum terjadi pada yang
akan terjadi nanti. Mahasiswa bukan hanya sekedar dirinya dapat belajar
menemukan sesuatau pelajaran dalam kelas, harus memberanikan diri untuk keluar
kelas. Karena sebuah cita-cita dan kebutuhan hidup kita sebagai manusia bukan hanya
ada pada satu arah (kelas).
“jika mau
menjadi Idealis jadilah idealis yang memperahlus diri untuk kepentingan keluarga,
kerabat, serta manusia yang membutuhkan diri kita sebagai manusia, bukan hanya
bisa menuikmati dirinya sendiri dengan menemukan apa yang dicari”.
Rasa-rasanya sesuatu hal yang dicari
tidak akan lebih puas dengan kita hasrat manusia, hukum alam banyak membuktikan
hal itu, maka lari dari zona nyaman teman-teman seperjuangan itu salah ketika
mereka hanya bisa berdalih dengan ketenangan, hanya merasakan ketidak nyamanan
karena tidak merasakan apa yang didapatkan. Bahwa dalam oraganisasi itu mahasiswa
bukan hanya menjadi taming pada oraganisasi yang digeluti. Jika bisa menggeluti
dan menjadi taming oraganisasi sehingga apresiasi bukan hanya dibicarakan oleh
kelompok diri kita sendiri, terutama bukan hanya diri kita sendiri merasakan berbangga.
Dengan perjuangan yang nyata ada (materialisme).
Maka solusi dari kita sebagai mahasiswa
di civitas akademika dan fasilitas yang ada dengan sederhana di kampus-kampus
dapat dimanfaatkan dengan baik untuk bisa menjadi sebuah lumbung yang akan
menghasilkan madu yang manis dan murni, melalui sebuah proses, bukan hanya
mengeluh dan mersakan apa yang dirasakan dengan sebuah keadaan dan mendapatkan
apa yang diharapkan. Padahal dalam melakukan banyak hal manusia harus bisa
membedakan mana yang memperjuangkan dengan sebuah niat, sehingga keseriusan
akan membawa keharusan dirinya. Apakah eksistensi yang menganggap dirinya ada akan
menjadi seorang idealis yang tak egosi?. Menurut saya mereka egois dalam
melepaskan tanggungjawab, sebagai tanggungjawab terkecil, salah satu dari melalaikan
fasilitas kampus.
Jika kalian merasakan ketidak nyamanan
apa yang ada dalam kepemimpinan seseorang yang ada dalam diri seorang pemimpin, merasakan bahasa yang tidak tenang bahwa seorang
pimpinan, sebagai pimpinan kurang bertanggungjawab, kesadaran dalam kedewasaan
pada orang yang melakukan kesalahan. Maka dalam merasakan segala perjalanan
memiliki problematika yang sama.
Entah itu karena kita hanya menggap beruntung
akan tetapi ketika mengambil sebuah keputusan untuk cuti kuliah pada waktu yang
tidak direncakan, sesuatu yang tidak direncanakan (tidak disengaja), bahwa
segala keadaan yang memaksa untuk berhenti balajar di mimbar akademik dalam
kampus, untuk jauh dari kelas. Sehingga harus mencekoki kehidupan yang ralistis
dalam dunia di mana dunia pendidikan hanya sedikit diimplementasikan dalam
dunia karja, ruang kelas yang kita belajar bersama dengan dosen yang harum dan
mahaiswa yang wangi bagaikan bunga yang berseri-seri, tak memberi banyak hal
yang baik ketika keuletan manusia tidak ditenamkan. Sehingga keseriusan dalam
dunia pekerjaan itu menjadi tolok ukur manusia, dari apa yang dirasa sebagai
mahaiswa.
Lepas dengan cara-cara di dalam kelas
hanya 25% pembelajaran dalam kelas hanya kepintaran manusia dicita-citakan,
kecerdasan kita difungsikan, ketika manusia itu bisa memikirkan apa yang akan
terjadi dimasa yang akan datang, manusia visioner akan ada pada cara-cara
realis di dunia setelah selesai belajar dalam kelas, maka proses apa yang
dilakukan hari, menjadi cara suci manusia pada kehidupan akan nanti dialami
oleh para kesetian pengabdian cara-cara hidup yang dipahami dalam realita
melahirkan sebuah teori dari sebuah realita sesuai dengan apa yang dipetuahkan
Albert Eistine.
Bahwa belajar dalam bangku kuliah itu
dikarenakan dirinya merasakan ketidak merdekaan dalam dirinya sehingga masih
membuhkan memperkaya untuk bisa menemukan apa yang nantinya bisa dinikmati
dalam merayakan hidup, “hidup untuk kehidupan”, mempelajari kehidupan di luar kehidupan yang
hari ini dialami, sehingga mempelajari apa yang akan terjadi dihari nanti. Ini
sekedar pembahasan yang diberikan untuk kalian yang hanya mampu menyalahkan
seorang yang memiliki kehidupan berbeda keberuntungan daripada kalian. Bahwa
ada yang menganggap egois dan tidak bertanggungjawab.
Bahwa belajar dengan memikirkan sesuatu
hal yang semua terjadi hari ini dan nanti, sebuah beban hidup sangat berat,
jika hanya dimerdekakan dalam pikiran. Adalagi bagaimana pembayaran menjadi
ancaman kegelisahan terbesar dari masa-kemasa, untuk bisa bersama dengan yang
lain belajar. Mundur sejenak untuk maju bukan sebuah kemunafikan, namun sebuah
kemuliaan karena ada cara suci dari naluri.
Jikalau dapat memahami silahkan kalian
interpretasikan sendiri dan mengambil sikap untuk menjustifikasi, pada semester
IV, sebuah kegagalan terfatal sebuah misi yang hanya suci pada wacana, sebagai
manusia yang datang ke-Malang bertujuan belajar malah keluar sebentar untuk
melakukan langkah lebih jauh, namun tidak lari dari apa yang terjadi.
Maka masa itu dirasa tidak sempurna,
jikalau ingin menyalahkan pemimpin bolehlah hak manusia dengan sebuah rasanya.
Serta kalian yang sangat bebas dalam memberikan presepsi tentang keadaan yang
ada. Akan tetapi korelasi dari apa yang harus kita koreksi ketika wadah kita
dan kita sudah kembali menjadi mahasiswa, kesalahan dan apa yang telah
terjadi/bolong itu ditambal kembali serta isi kembali, untuk membenahi apa yang
telah terjadi.
Hingga nanti tidak hanya menjadi manusia yang
hanya mampu memberikan distorsi diri dalam sebuah kebenaran subjektf, untuk
melepaskan dari tidak mau membenahi kembali apa yang terjadi. Rasa-rasanya
segala yang terjadi ketika manusia masih bisa kembali pada masa dimana yang
terjadi itu dapat dibenahi kemabali, untuk bisa membenahi diri.
Maka bersyukurlah karena itu manusia
yang beruntung ketika kita masih bisa kembali menjejaki arah kaki yang dijalani
pada di mana masa itu terjadi ketidak jelasan dalam perjalanan khususnya dalam
wadah belajarnya (organisasi), pernah ditinggali, di luar itu manusia atau
mahasisawa, atau kita hal yang beruntung mengembalikan apa yang telah terjadi
untuk dibenahi, bukan yang terjadi kita kembali apatis dengan apa yang terjadi.
Karena segala kejadian dalam hidup
menganggap bahwa yang terjadi biarlah tanpa gagasan untuk membenahi kembali.
Mengaharap sudah terjadi dan yang peduli agar nanti genarasi yang akan
membenahi bolong-bolong yang menjadikan kita sukar dalam wadah itu. Manusia yang
tersial yang masih ada dalam lumbung akan tetapi mereka tidak dapat menyikapi
apa yang terjadi malah mejahui jangan sampai energi baru ini dapat mempengaruhi
yang akan terjadi nanti, tidak memahami apa yang harus dilakukan nanti,
sehingga kematian dirinya dinikmati tanpa disadari dalam kesadaran dirinya
hidup dalam kematian.
Ketika datang kembali bukan membicarakan
posisi (jabatan) sebagai Pimpinan Umum telah tidak ada,akan tetapi kembali
dengan fungsi yang dibawa sebagai fungsi mahasiswa yang memiliki tujuan
belajar, dan kita tidak menutup kemungkinan semuanya datang karena “fungsi”
yang tidak disadari bahwa fungsi itu untuk belajar. Namun yang salah ketika
mahasiswa itu tidak bisa memperhitungkan dan memanfaatkan fungsi sebagai diri
awak mahasiswa belajar di perguruan tinggi, sebuah kebobrokan niat mahasiswa
yang tak ingin mereka menemukan fungsi dan esensi memposisikan dirinya.
Jika masih ada kesempatan (waktu) maka
dengan bersama-sama berjalan membawa misi yang sama, belajar bersama-sama. Maka
agendakan kegiatan kita kembali yang pernah disusun dalam struktural rapat
kerja, untuk bisa memanfaatkan wadah belajar kita di Lembaga Pers Mahasiswa.
Dengan mengadakan pelatihan, diskusi, serta kegiatan kunjungan.
Sehingga kegiatan yang akan dilakukan
adalah cita-cita ketiga kita semua yang ada di kampus kita Unisma, untuk
melakukan pelatihan bersama, dengan tujuan memberikan stimulus serta membangun
rasa keharmonisan antara mahasiswa di Lpm yang ada di Perguruan Tinggi di
Unisma dan khusus di Lpm Malang Raya. Serta bisa berjejaring dengan PPMI-Kota
Malang mencari yang tidak ada dalam kelas, serta yang belum ditemukan dalam
Universitas kita semua. “Keharmonisan Untuk Merajut Lembaga Pers
Mahasiswa Dengan Kemerdekaan Menulis”. Tujuan utama kita sebagai mahasiswa bisa
memiliki skill dalam keterampilan menulis terutama dalam bidang jurnalistik.
Namun hal yang diambil dalam apa yang
terjadi di masa 2017, telah berlalu, maka pada generasi yang akan datang mampu
mebenahi apa yang telah buruk terjadi, untuk kita benahi bersama, sehingga bagi
mahasiswa yang ada di luar oraganisasi ini, bisa beroraganisasi dalam kampus
dengan proses bisa serius bukan hanya ambisus.
“Jangan hanya lari dari
apa yang telah terjadi jika kau ingin menjadi apa yang dihati untuk menjadi
sesuatu yang berarti”
Sehingga
oraganisasi yang pilih memberikan apa yang diharapkan dengan serius
menjalankan, bukan berharap apa yang terjadi, untuk bisa terjadi kembali dengan
ambisius yang dibawanya, mereka bisa karena mereka terbiasa dengan keadaan yang
tidak menyenagkan tanpa kenyamanan, namun bertahan dengan meraskaan kemerdekaan
dalam memberikan tindakan secara signifikan. Jangan hanya lari untuk dapat
menemukan, seharusnya manusia mampu mengambil hikmah dari keadaan yang terjadi
untuk menyikapi dan tidak berhenti menjalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar