Minggu, 18 Maret 2018

Kau Lari Dari Hari ke Hari, Dari Hari Ini




Alam telah mendung, telah menghilang dari gelapnya malam, mencari terang di luar alam, di mana pun berada akan menemukan kegelapan dalam rasa yang sama. Jikalau hanya mengharap dan berbahagia dengan cahaya bintang-bintang yang menghiasi langit, serta keindahan malam. Ketika manusia sudah enggan bermalam untuk merenungkan mana yang kau bahagiakan, dari jalan yang kau amalkan, kau lari dari hari-hari yang menjenuhkan, tambah jauh akan menemukan hari yang pasti dengan apa yang diharapkan, jika hanya terus mencari, tanpa kau cakari buku dan bumi untuk kau tanami dengan benih-benih hafalan untuk mencerdaskan dan memperhaluskan perasaan, serta teman dan kerabat seperjuangan bisa ditenam-tanamkan benih-benih kecerdasaan untuk menemukan kemerdekaan naluri.

Manusia ketika mencari selalu ingin menemukan kenyamanan dengan apa yang dicari, kebosanan yang mereka benci tiada syukur yang diberi, kepada apa yang telah ada kebutuhan dalam diri, sesuatu yang telah dipilih itu kadang dijadikan masalah yang berdalih. Sudah banyak manusia belum mengenali siapa dirinya, sesuai kebutuhan dirinya sehingga lari dari dirinya apa yang dirinya harus banggakan. Bahkan kadang tak merasakan potensi dirinya, mencari meninggalkan apa yang menjadi dirinya berbeda dengan manusia lain, padahal itu sebuah kelebihan dirinya.

Lari dari zona yang pada awalnya penuh keindahan saat tak menemukan keindahan itu menganggap perbedaan itu bukan ciptaan Allah Swt yang indah. Cara menyikapi yang salah bahwa tidak ada yang lebih indah dari apa yang diperbuat untuk bisa lebih bermakna dengan apa yang dipilihnya.”Mungkin saja itu kudrotnya manusia”.

Jika ada di antara mereka mahasiswa yang dipandang hanya ketenaran dan kenyamanan dari organisasi yang digeluti, tanpa ada apa yang ingin mereka perbuat, entah itu karena tugas kuliah yang sangat banyak apa karena faktor diri yang kurang minat gara-gara sudah menjadi mahasiswa yang sudah banyak mengetahui tentang antropologi kampus, atau pun juga sudah mempunyai banyak baca buku sehingga ingin sekali lari dari kebosanan dalam organisasi yang dipilih. Mereka hanya lari dari apa yang belum mereka geluti secara serius, sehingga mereka hanya memikirkan apa yang didapatkan dari apa yang telah dijalani disebuah oraganisasi dalam kampus.

Sesungguhnya kita beruntung dalam mimbar akademik diajarakan bagaimana kita mempelajari hal yang belum terjadi pada yang akan terjadi nanti. Mahasiswa bukan hanya sekedar dirinya dapat belajar menemukan sesuatau pelajaran dalam kelas, harus memberanikan diri untuk keluar kelas. Karena sebuah cita-cita dan kebutuhan hidup kita sebagai manusia bukan hanya ada pada satu arah (kelas).

“jika mau menjadi Idealis jadilah idealis yang memperahlus diri untuk kepentingan keluarga, kerabat, serta manusia yang membutuhkan diri kita sebagai manusia, bukan hanya bisa menuikmati dirinya sendiri dengan menemukan apa yang dicari”.

Rasa-rasanya sesuatu hal yang dicari tidak akan lebih puas dengan kita hasrat manusia, hukum alam banyak membuktikan hal itu, maka lari dari zona nyaman teman-teman seperjuangan itu salah ketika mereka hanya bisa berdalih dengan ketenangan, hanya merasakan ketidak nyamanan karena tidak merasakan apa yang didapatkan. Bahwa dalam oraganisasi itu mahasiswa bukan hanya menjadi taming pada oraganisasi yang digeluti. Jika bisa menggeluti dan menjadi taming oraganisasi sehingga apresiasi bukan hanya dibicarakan oleh kelompok diri kita sendiri, terutama bukan hanya diri kita sendiri merasakan berbangga. Dengan perjuangan yang nyata ada (materialisme).

Maka solusi dari kita sebagai mahasiswa di civitas akademika dan fasilitas yang ada dengan sederhana di kampus-kampus dapat dimanfaatkan dengan baik untuk bisa menjadi sebuah lumbung yang akan menghasilkan madu yang manis dan murni, melalui sebuah proses, bukan hanya mengeluh dan mersakan apa yang dirasakan dengan sebuah keadaan dan mendapatkan apa yang diharapkan. Padahal dalam melakukan banyak hal manusia harus bisa membedakan mana yang memperjuangkan dengan sebuah niat, sehingga keseriusan akan membawa keharusan dirinya. Apakah eksistensi yang menganggap dirinya ada akan menjadi seorang idealis yang tak egosi?. Menurut saya mereka egois dalam melepaskan tanggungjawab, sebagai tanggungjawab terkecil, salah satu dari melalaikan fasilitas kampus.

Jika kalian merasakan ketidak nyamanan apa yang ada dalam kepemimpinan seseorang yang ada dalam diri seorang pemimpin, merasakan bahasa yang tidak tenang bahwa seorang pimpinan, sebagai pimpinan kurang bertanggungjawab, kesadaran dalam kedewasaan pada orang yang melakukan kesalahan. Maka dalam merasakan segala perjalanan memiliki problematika yang sama.

Entah itu karena kita hanya menggap beruntung akan tetapi ketika mengambil sebuah keputusan untuk cuti kuliah pada waktu yang tidak direncakan, sesuatu yang tidak direncanakan (tidak disengaja), bahwa segala keadaan yang memaksa untuk berhenti balajar di mimbar akademik dalam kampus, untuk jauh dari kelas. Sehingga harus mencekoki kehidupan yang ralistis dalam dunia di mana dunia pendidikan hanya sedikit diimplementasikan dalam dunia karja, ruang kelas yang kita belajar bersama dengan dosen yang harum dan mahaiswa yang wangi bagaikan bunga yang berseri-seri, tak memberi banyak hal yang baik ketika keuletan manusia tidak ditenamkan. Sehingga keseriusan dalam dunia pekerjaan itu menjadi tolok ukur manusia, dari apa yang dirasa sebagai mahaiswa.

Lepas dengan cara-cara di dalam kelas hanya 25% pembelajaran dalam kelas hanya kepintaran manusia dicita-citakan, kecerdasan kita difungsikan, ketika manusia itu bisa memikirkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, manusia visioner akan ada pada cara-cara realis di dunia setelah selesai belajar dalam kelas, maka proses apa yang dilakukan hari, menjadi cara suci manusia pada kehidupan akan nanti dialami oleh para kesetian pengabdian cara-cara hidup yang dipahami dalam realita melahirkan sebuah teori dari sebuah realita sesuai dengan apa yang dipetuahkan Albert Eistine.

Bahwa belajar dalam bangku kuliah itu dikarenakan dirinya merasakan ketidak merdekaan dalam dirinya sehingga masih membuhkan memperkaya untuk bisa menemukan apa yang nantinya bisa dinikmati dalam merayakan hidup, “hidup untuk kehidupan”,  mempelajari kehidupan di luar kehidupan yang hari ini dialami, sehingga mempelajari apa yang akan terjadi dihari nanti. Ini sekedar pembahasan yang diberikan untuk kalian yang hanya mampu menyalahkan seorang yang memiliki kehidupan berbeda keberuntungan daripada kalian. Bahwa ada yang menganggap egois dan tidak bertanggungjawab.

Bahwa belajar dengan memikirkan sesuatu hal yang semua terjadi hari ini dan nanti, sebuah beban hidup sangat berat, jika hanya dimerdekakan dalam pikiran. Adalagi bagaimana pembayaran menjadi ancaman kegelisahan terbesar dari masa-kemasa, untuk bisa bersama dengan yang lain belajar. Mundur sejenak untuk maju bukan sebuah kemunafikan, namun sebuah kemuliaan karena ada cara suci dari naluri.

Jikalau dapat memahami silahkan kalian interpretasikan sendiri dan mengambil sikap untuk menjustifikasi, pada semester IV, sebuah kegagalan terfatal sebuah misi yang hanya suci pada wacana, sebagai manusia yang datang ke-Malang bertujuan belajar malah keluar sebentar untuk melakukan langkah lebih jauh, namun tidak lari dari apa yang terjadi.

Maka masa itu dirasa tidak sempurna, jikalau ingin menyalahkan pemimpin bolehlah hak manusia dengan sebuah rasanya. Serta kalian yang sangat bebas dalam memberikan presepsi tentang keadaan yang ada. Akan tetapi korelasi dari apa yang harus kita koreksi ketika wadah kita dan kita sudah kembali menjadi mahasiswa, kesalahan dan apa yang telah terjadi/bolong itu ditambal kembali serta isi kembali, untuk membenahi apa yang telah terjadi.

Hingga nanti tidak hanya menjadi manusia yang hanya mampu memberikan distorsi diri dalam sebuah kebenaran subjektf, untuk melepaskan dari tidak mau membenahi kembali apa yang terjadi. Rasa-rasanya segala yang terjadi ketika manusia masih bisa kembali pada masa dimana yang terjadi itu dapat dibenahi kemabali, untuk bisa membenahi diri.

Maka bersyukurlah karena itu manusia yang beruntung ketika kita masih bisa kembali menjejaki arah kaki yang dijalani pada di mana masa itu terjadi ketidak jelasan dalam perjalanan khususnya dalam wadah belajarnya (organisasi), pernah ditinggali, di luar itu manusia atau mahasisawa, atau kita hal yang beruntung mengembalikan apa yang telah terjadi untuk dibenahi, bukan yang terjadi kita kembali apatis dengan apa yang terjadi.

Karena segala kejadian dalam hidup menganggap bahwa yang terjadi biarlah tanpa gagasan untuk membenahi kembali. Mengaharap sudah terjadi dan yang peduli agar nanti genarasi yang akan membenahi bolong-bolong yang menjadikan kita sukar dalam wadah itu. Manusia yang tersial yang masih ada dalam lumbung akan tetapi mereka tidak dapat menyikapi apa yang terjadi malah mejahui jangan sampai energi baru ini dapat mempengaruhi yang akan terjadi nanti, tidak memahami apa yang harus dilakukan nanti, sehingga kematian dirinya dinikmati tanpa disadari dalam kesadaran dirinya hidup dalam kematian.

Ketika datang kembali bukan membicarakan posisi (jabatan) sebagai Pimpinan Umum telah tidak ada,akan tetapi kembali dengan fungsi yang dibawa sebagai fungsi mahasiswa yang memiliki tujuan belajar, dan kita tidak menutup kemungkinan semuanya datang karena “fungsi” yang tidak disadari bahwa fungsi itu untuk belajar. Namun yang salah ketika mahasiswa itu tidak bisa memperhitungkan dan memanfaatkan fungsi sebagai diri awak mahasiswa belajar di perguruan tinggi, sebuah kebobrokan niat mahasiswa yang tak ingin mereka menemukan fungsi dan esensi memposisikan dirinya.

Jika masih ada kesempatan (waktu) maka dengan bersama-sama berjalan membawa misi yang sama, belajar bersama-sama. Maka agendakan kegiatan kita kembali yang pernah disusun dalam struktural rapat kerja, untuk bisa memanfaatkan wadah belajar kita di Lembaga Pers Mahasiswa. Dengan mengadakan pelatihan, diskusi, serta kegiatan kunjungan.

Sehingga kegiatan yang akan dilakukan adalah cita-cita ketiga kita semua yang ada di kampus kita Unisma, untuk melakukan pelatihan bersama, dengan tujuan memberikan stimulus serta membangun rasa keharmonisan antara mahasiswa di Lpm yang ada di Perguruan Tinggi di Unisma dan khusus di Lpm Malang Raya. Serta bisa berjejaring dengan PPMI-Kota Malang mencari yang tidak ada dalam kelas, serta yang belum ditemukan dalam Universitas kita semua. “Keharmonisan Untuk Merajut Lembaga Pers Mahasiswa Dengan Kemerdekaan Menulis”.  Tujuan utama kita sebagai mahasiswa bisa memiliki skill dalam keterampilan menulis terutama dalam bidang jurnalistik.

Namun hal yang diambil dalam apa yang terjadi di masa 2017, telah berlalu, maka pada generasi yang akan datang mampu mebenahi apa yang telah buruk terjadi, untuk kita benahi bersama, sehingga bagi mahasiswa yang ada di luar oraganisasi ini, bisa beroraganisasi dalam kampus dengan proses bisa serius bukan hanya ambisus.

“Jangan hanya lari dari apa yang telah terjadi jika kau ingin menjadi apa yang dihati untuk menjadi sesuatu yang berarti”

Sehingga oraganisasi yang pilih memberikan apa yang diharapkan dengan serius menjalankan, bukan berharap apa yang terjadi, untuk bisa terjadi kembali dengan ambisius yang dibawanya, mereka bisa karena mereka terbiasa dengan keadaan yang tidak menyenagkan tanpa kenyamanan, namun bertahan dengan meraskaan kemerdekaan dalam memberikan tindakan secara signifikan. Jangan hanya lari untuk dapat menemukan, seharusnya manusia mampu mengambil hikmah dari keadaan yang terjadi untuk menyikapi dan tidak berhenti menjalani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar