Minggu, 19 Desember 2021

CATATAN MEDAN PEMBACA

CATATAN PEMBATJA

Minggu 19, Desember 2021

Foto: Akhmad/Merjosari 



Seperti biasa, bincang buku kali ini. Dibuka dengan sederhana dan baik. Karena di forum ini beragam agama saya buka secara netral tanpa membuka dengan atas nama agama. Salam semuanya, ini Medan Pembaca akhir 2021 dan samapai jumpa pertemuan tahun depan 2022. Semoga sehat selalu semuanya.

Kali ini kita sangat sedikit walaupun kita hanya ada 4 orang. Suasana hujan ini ternyata menjadi hambatan baik. Karena ini tidak wajib hanya ingin tetap saja menjaga konsistensi ini, di kegiatan medan membaca. Saya sekaligus moderator dan juru tulis. Kini akan dibuka secara baik dan selamat datang ke orang-orang baru. 

Pengulas buku: Cak Pendek, Erny, Mas Onie, Akhmad, dan Mas Imam

Pembuka awal seperti biasa, kepala suku yang membuka dengan buku yang dibaca. Lalu memulainya. Seperti biasa diskusi sesuai cara sederhana dengan waktu ditentukan 20mnt saja. 


Judul: Hoakiau Indonesia 

Penulis: Pramoedya Aman Toer 

Pengulas: Cak Pendek 

Genre: Sejarah 

Pram memberi judul buku ini dengan pandangan cara paling sederhana membuka stigma Tionghoa. Pram pada tahun 1959 adanya aturan terhadap pemerintah Soekarno Undang-undang PP. No 10. Tulisan ini dengan tujuan seorang Pram menulis surat kepada nama yang tidak dapat disebutkan. Nama tersebut HSY. 

HSY merupakan penerjemah buku karya Abdul Muis judul "Salah Asuhan" yang dialihkan ke dalam bahasa Melayu ke Bahasa Tionghoa. Ternyata sosok tersebut punya cara paling baik dalam melakukan penceritaan seorang penerjemah. Sehingga sosok tersebut punya pengaruh besar secara tidak langsung, dianggap Pram dan perlu dibela, salah satunya Parm menulis buku ini suatu usaha mendukung tidak adanya rasial kepadanya. 

Buku ini diterbitkan 1960-an penulisnya yaitu Pram dipenjara. Karena UUD militer. Pada intinya bentuk rasial yang terjadi di Indonesia sangat tidak adil kepada orang Tionghoa. Sehingga Pram banyak pengaruh Hoakiau membuka dan membela dengan caranya. Katanya, akar permasalahan masuk ke zaman kolonial. Walaupun pada dasarnya tidak ada dampak signifikan. 

Konflik tersebut bermula Belanda masuk merasa tersaingi oleh perdagangan oleh Hoakiau. Pemisahan antara Batavia. Pembantaian Muara Angke 1740 PP No.10, pembunuhan orang Tionghoa. Padahal membantu menolak kolonialisme. Cara ada domba yang dilakukan oleh Belanda. Aturan yang tidak masuk akal kata Pram. 

Peraturan yang sangat merugikan kepada Tionghoa. Pengaruh terhadap peraturan. Pram menolak PP 55. Karena merugikan para Tionghoa. Pada dasarnya budaya di Indonesia bisa dikatakan beberapa pengaruh salah satunya, makanan yang dilakukan oleh Tionghoa pengaruh dari China. Pengaruh Budaya ternyata juga ada seperti tarian, Lenong, masuk. 

Adapun asimilasi menggabungkan dengan Indonesia peraturan yang tidak disetujui. Tidak semua orang-orang menyetujui. Namun  lebih setuju peraturan tersebut orang Tionghoa itu, tetap menggunakan nama dan bisa juga berbahasa menggunakan bahasa sendiri. 

Buku ini kuat bicara mengenai rasisme kepada orang China apakah masih ada? Di Indonesia maupun di luar Indonesia? Ternyata masih ada jawaban dari Cak Pendek. Tradisi yang ada di Kediri pembantu di Indonesia adalah orang China begitupun sebaliknya. Secara kultural ternyata sudah tidak ada. 

Rasial terjadi setelah kolonial berkuasa. Sehingga karya Pram menolak terhadap. Rasisme kepada orang Tionghoa. Satu-satunya penulis Indonesia yang pro ke Tionghoa. Bahkan Ia juga perlu mengubah nama orang-orang "Tionghoa" menjadi "Hoakiau". 

Tambahan dari Mas Onie. Bahwa dalam catatan 1998 mengenai investigasi terhadap aktivis perempuan. Konflik itu sangat masih abu-abu tanda tanya secara konflik dan pergolakan tidak ada yang membenarkan tapi masih penuh tanda tanya. 

Di Malang ada buku berjudul "Tjambuk Berduri di Malang" buku tentang Tionghoa-Malang. Bahkan dulu ada narasi tentang sate China dan saat itu warga Tionghoa di Kasin dibunuh. Saat itu masih ada semangat mengenai strategi bumi hangus. Buku berkisah di Malang latar tahun 1947. PP No. 10/1959.

Pada polemik yang dialami oleh orang Tionghoa merupakan rasial mengenai bisnis di desa dan tidak boleh di kota. Akan tetapi PP. 55, tidak adil. 

Bahkan untuk menghapuskan rasialisme akan tidak ada, kalau para keturunan Tionghoa melebur ke Indonesia. Tidak saling menjaga batas terhadap orang Indonesia yang kini terjadi. 


Judul: Sang Alkemis 

Penulis: Paulo Coelho 

Pengula: Erni 

Genre: Novel 

Namanya Santiago sebagai seorang tokoh utama. Pernah bermimpi untuk merongrong di bawah Piramida ada sesuatu. Harta karun di mimpinya. Ia melakukan perjalanan dari Timur Tengah ke Mesir. Ia pun menjual Kambingnya semua untuk pergi ke Mesir. 

Perjalanan yang di jalan tersebut memiliki perjalan di Timur Tengah untuk menemukan harta karun. Dia di sana ketemu dengan seorang gila yang banyak bicara saat Santiago melakukan penggalian di bawah Piramida. 

Apa yang dilakukan oleh seorang itu sebuah usaha mencapai mimpi. Mimpi yang perlu dilakukan oleh dirinya secara semangat terus. Potret semangat tersebut penuh dengan tanda tanya semestinya dilakukan dengan semangat lalu memahami dirinya sendiri, yaitu ada hal berharga. 

Refleksi yang diambil dalam novel ini. Jika kita mengejar mimpi dengan fashion atau kita ini apakah harus mengikuti fashion. Harus terus tetap bermimpi sesuai apa yang didapatkan. Pada dasarnya seorang mampu melakukan refleksi mengenai mimpinya. 

Dalam perjalanan seorang memalukan mengejar mimpi perlu menemukan apa yang dirinya sendiri. Hidup seorang dalam menggapai hidup lebih berarti tanpa memikirkan apa yang berharga mengenai potensi dirinya. Posisi tokoh Santiago ketika dikatakan oleh seorang gila itu hendak untuk kembali ke Timur Tengah lagi, karena harta karun ada di sana. Lalu, ia kembali karena bertahun-tahun tidak menemukan apa yang dicari karena mimpinya. Tapi setelah kembali ternyata benar saat kembali menemukan dan Ia menjadi kaya raya. 

Menyikapi kenyataan yang tak berhasil tapi tidak mengejar mimpi tidak berhasil. Dari seorang gila tadi itu, sebenarnya tidak terjadi. Posisi yang tidak ditentukan oleh seorang Santiago yaitu seorang gagal orang gila, yang tidak punya semangat lagi mencari apa yang menjadi mimpinya. 


Judul buku: Mata di Tanah Melus 

Penulis: Okky Mandasari 

Pengulas: Akhmad Mustaqim 

Genre: Novel Anak 

Mula-mula buku ini secara substansi dikategorikan novel sastra anak. Walaupun secara pribadi dikotomi sastra ini tidak setuju kategori sastra anak. Namun tetap harus ikuti apa yang umum ada, bahkan buku yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Tetap kalau mengamini novel ini sastra anak. 

Kategori sastra anak juga masih mengambang kalau akademisi memberi nama sastra anak. Sehingga sastra anak dilihat dari topik dan yang menulis. Penulis dewasa untuk anak atau anak menulis karya sastra. Begitulah mungkin dialektika perlu ditegaskan lalu tetap dibincangkan dengan baik. 

Secara latar belakang penulis bernama Okky Madasari, ia sebenarnya menulis buku-buku yang serius. Bahkan karya-karyanya bicara tentang kritik sosial, pendidikan, agama, dan kebijakan dll. Karya beliau seperti Pasung Jiwa, Kerumunan Terakhir, 89, dan Genealogi Sastra, dsb. Tidak bisa disebutkan satu-persatu. Jadi, novel ini sangat jauh dengan sebelumnya. Karena karya ini mengarah ke anak-anak. Buku ini juga punya empat edisi yang ini pertama. Saya akan jelaskan. 

Novel ini secara substansi berlatar di Atambua lokasinya, tokoh utama Matara sekaligus seorang menjadi narator dalam novel ini. Sehingga secara garis besar sudut pandang orang utama, yang menghidupkan novel ini. Tokoh di dalam paling konsen menghidupkan narasi secara kuat bicara tentang kehidupan urban dan desa. Di mana seorang anak dari desa dan kota. 

Mata, sosok narator menceritakan tentang kehidupan perjalan ke Atambua secara tujuan spesifik buku ini bicara latar belakang wilayah. Bicara tentang kehidupan, budaya, dan letak geografis. Secara naratif dan dialog dapat ditemukan secara baik dan apa yang diinginkan orang penulis. Kalau penulis ingin sekali membuat perjalanan bersama anaknya untuk berkesan, ketika dibaca oleh orang di luar sana. 

Secara... buku ini seperti bentuk usaha memberikan dedikasi kepada anak-anak untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Nilai karakter budaya, geografi, dan pola hidup di suatu daerah. Atambua latar yang jadi kesan menarik bagi seorang tokoh di dalam sebagai narator yaitu, perjalan Matara. 

Novel dibuka dengan perjalanan ke Atambua yang ingin sekali seorang mengisahkan hidupnya. Mata mengisahkan seorang ibu seorang penulis. Dalam perjalanannya seorang Mata bertemu dengan namanya Tania seumuran, 9 tahun. Tanpa berpikir panjang dialog dan perjalan dilakukan oleh mereka. 

Pada mulanya mereka bertemu di pasar. Saat seorang Ibu Mata mencari seseorang untuk mengantar dan ke gunung Alpin. Dapat sopir dan mobil sewa. Setelah itu melakukan perjalanan sesuai dengan tujuan awal. Mereka satu mobil melakukan perjalanan. Tanpa disengaja secara singkat di tengah perjalanan menabrak seekor sapi yang bergerombol. Satu sapi mati karena ketabrak mobil yang ditumpangi Mata dan ibunya. 

Secara cepat masyarakat yang terdekat menghampiri mobil sambil melihat kondisi sapi. Salah seorang ibu menangis karena ia yang punya sapi yang kena tabrak. Secara tidak langsung terjadi dialog seorang ibu dan ibunya Mata. 

"Ini sapi satu-satunya yang aku punya..." Ia sambil menangis suaranya yang serak lantaran menangis. 

"Ia bu kami akan ganti dan bertanggung jawab." Ucapnya mamanya Mata. Kagetnya ibu Mata saat diminta ganti 20jt, karena sapi satu mati. Padahal salahnya sapi itu, karena tanpa tali. Sehingga berkeliaran di jalan. 

Namun, masyarakat tidak memberi toleransi kepada ibunya Mata. Bahkan kalau tidak ganti rugi harus membayar adat berlaku di daerah tersebut. Perlu melakukan ritual untuk menghilangkan nasib buruk (menghilangkan balak). Karena kalau tidak dilakukan akan punya dampak negatif. 

Singkat cerita, karena tidak mau melakukan ritual. Ternyata Mata saat malam tidak bisa tidur karena saat merem mau tidur dia bermimpi diserang makhluk halus, yaitu sapi-sapi banyak ingin menjenguknya. Lalu ia menangis dan menceritakan kejadian ini kepada ibunya, lalu mamanya menemani. Di hari kedua ternyata kejadian sama muncul ke anaknya. Kesal iya, karena  seorang anak yang disayang merasa diganggu. 

Besoknya, ibunya mencari orang di pasar. Ketemu dengan ibunya Tania di pasar. Sehingga menceritakan kejadian dialami oleh anaknya. Dan seketika diceritakan kronologi, lalu diputuskanlah oleh ibunya Tania untuk melakukan hukum adat agar tidak diganggu anaknya. Namun tetap saja solusi tidak diterima olehnya, tapi ancaman dilakukan kalau tidak dilakukan anaknya akan diganggu. Sehingga ia mau melakukan ritual tersebut. Pada hari selanjutnya tidak ada lagi mengganggu anaknya. 

Adapun selain itu, seorang anak ternyata berkenalan akrab dengan anak bernama Tania. Ia bercerita dan bertukar kisah hidup yang di kota dan di desa. Dimana ada kelebihan kekurang terdapat. Maka kehidupan Tania dan Matara diceritakan secara dialog. 

"Aku senang kehidupan di sini, cuaca dan suasananya enak, beda dengan di Jakarta." Ujarnya Mata ke Tania 

"Padahal aku ingin tahu Jakarta katanya bagus kalau lihat di televisi..." 

"Lebih enak di sini tidak sempit, dan kamu sehat terus ya karena kamu suka berjalan." 

Potret di atas menunjukkan kalau hidup yang menggambarkan kehidupan berbeda antara kota dan desa. Secara kelebihan merupakan transformasi budaya dan keadaan hidup. Sehingga dapat diambil kesimpulan kalau novel ini secara tersirat ingin mengenalkan budaya dan kehidupan di daerah. 


Judul: Membongkar Manipulasi Sejarah 

Penulis: Asvi Warman Adam 

Pengulas: Mas Onie 

Genre: Sejarah 

Asvi Warman Adam seorang peneliti negara di LIPI. Seorang penulis juga sejarah mengenai Indonesia, sangat dikenal pemikiran sejarahnya. Ia pun menjadi seorang yang bicara panjang lebar tentang sejarah dan sebagai pelurus sejarah yang ada di Indonesia. 

Buku ini bicara tentang sejarah, bahkan sejarah yang bengkong diluruskan olehnya. Mas Onie hanya ingin berfokus pada sejarah yang diajarkan di sekolah. Belajar sejarah yang di sekolah dari guru, teman dekat, keluarga, dan orang yang dipegang guru. Potret pelajaran sejarah pola lama, tapi sebenarnya juga ada  masalah kalau tidak dibenahi di era sekarang. 

Anak belajar sekarang, khususnya dalam sekarang bicara sejarah, yang berbeda dengan dulu yang sekarang pelajaran di sekolah. Sehingga siswa sekarang ditemukan  di sosial sehingga seorang siswa punya referensi sendiri. Sehingga melakukan chaos dengan seorang guru di sekolah seorang siswa. 

Asvi Warman Adam memberikan pandangan pelajaran di sekolah jangan hanya pilihan ganda. Tapi lebih banyak pertanyaan esai. Lebih melakukan dan memberikan pandangan yang beragam. Kalau soal-soal lebih terbuka. Akan membantu seorang murid mengeksplorasi. 

Bagaimana seorang yang guru punya peran dalam pelajaran sejarah. Bahkan seorang siswa membeli pola pelajaran yang berbeda. Sehingga tawaran ini sangat baik bagi pendidikan di bangku kelas. 

Asvi Warman Adam juga membuka pola pandangan baru dalam pembelajaran sejarah. Sehingga pandangan paling detail yaitu bicara mengenai Bung Karno yang pernah menganggap kalau beliau pernah minta ampun ke Belanda. Apakah benar. Ternyata beliau menemukan salinan "tidak ada dalam sejarah..." 

Buku ini multiperspektif dalam sejarah. Di dalam ini banyak mengajak kita berpikir kritis terhadap sejarah. Beda referensi beda versi. Namun, hari ini jangan hanya bicara tentang apa yang dilakukan oleh seorang fokus sejarah, bacaan, dan bisa mempertanggungjawabkannya fakta dalam sejarah.


Salamat berjumpa lagi di tahun 2022








Tidak ada komentar:

Posting Komentar