Sabtu, 25 Desember 2021

REFLEKSI DUNIA TEATER DAN PESAN YANG MEMBEKAS

 


Foto: Deri/Osman Mansur

Saat itu. Kita bukan sekedar ngopi menonton seni pertunjukkan (pementasan drama teater). Ada Deri, Arif, Ayu, Liya, dan Umi. Mereka menikmati secara bersama. Mungkin saja mereka akan menangkap dari beberapa sisi berbeda dari segi maknanya. Sebagai penonton yang awam, hanya tetap menatap pementasan di depan, agar dapat apa yang disampaikannya. 

Teater secara makna harfiah diartikan sebagai panggung (gedung pertunjukan) film, sandiwara. Makna tersebut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jadi, jika bicara tentang pertunjukan berarti bicara tentang apa yang dilihat. Namun makan tersebut tidak hanya diterima bahkan diterima mentah-mentah dalam ingatan, hati, dan pikiran. Perlu adanya reduksi secara baik agar lebih bijak mengaitkan dengan hidup. 

Adapun jika bicara kehidupan hal kompleks. Tapi, perlu diambil dari banyak sisi paling berharga dari setiap hasil bacaan; mata, hati, dan otak. Tiga organ tersebut yang mampu mereduksi ke dalam untuk menemukan nilai paling baik serta bijak. Jika seorang mampu mengambil dari banyak sisi representasi setiap karya berbentuk pementasan. Begitulah kurang lebih cara baik dan buruk mengambil intisari jalan hidup manusia yang ada di dunia nyata. 

Sarasehan dengan Orang-orang Berpikiran Kelas 

Di kesempatan yang kedua ini, saya mencatat tentang sarasehan singkat yang disampaikan oleh dosen kebanggan kita semua. Beliau sangat loyal terhadap pementasan yang dilakukan oleh mahasiswa semester V. Walaupun di tengah kesibukan beliau yang panjang, tak putus seperti kereta api, terus mendampingi menyempatkan hadir. Bahkan sebelum itu juga sempat menyampaikan kabar melalui via watshap, dengan bahasa ibu yang baik dan singkat, berkata, "dateng ke acara reah cong (berisi poster pementasan hari tersebut)...!" 

Dalam pesan tersebut bersanding dengan foto poster pementasan teman-teman PBSI Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unisma. Dengan bahasa singkat dan baik saya jawab, "Baik Pak, insya allah hadir nanti pukul 15.00 Wib." Ya, walaupun tepat waktu datang. Ternyata beliau sudah sampai di lokasi dari pukul 12.00 Wib, sudah di lokasi. Sungguh semangat yang tak kendor beliau dari dulu hingga kini. 

Saat di lokasi pertunjukan. Saya sudah sedikit fokus dengan naskah yang diambil oleh kelas A angkatan 2019. Kurang tahu detail naskah siapa, dan saya masih awam mengenai naskah tersebut. Bahkan, saya awam juga di dunia pementasan. Intinya saya hadir dapat menikmati sambil mencari-cari nilai apa saja yang akan ditawarkan dari pementasan ini. Selain rasa ta'dzim kepada Pak Tabrani selaku dosen. 

Saat itu, saya berada di pojok kanan paling belakang, lampu lighting dimainkan oleh para ahli dan panitia bertugas. Semakin kesini, semakin penasaran mengenai pementasan ini... (terbawa arus suasana dan musik yang mengiringi). Namun tetap saja saya akan mencoba berpikir seru, agar tak negatif dan bosan di ruangan gelap, tapi indah. Di benak masih belum menemukan intisari dari pementasan tersebut: semangat dan nilai apa yang dibawa itu apa, penuh tanda tanya... Diriku melotot santai sambil menikmati kopi dan camilan yang panitia sodorkan dengan ramah, "kopi dan camilan mas!" Dengan singkat dan mengambil menjawab "baik mbak, terima kasih..." langsung melanjutkan cerita. 

Ternyata. Pementasan yang dilakukan oleh jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) ini, sering kali ditunggu-tunggu, lantaran ini ajang hiburan penuh dedikasi. Hitung-hitung dengan pementasan ini dapat disampaikan nilai-nilai adiluhung kepada generasi bangsa. Karena minat visual sangat tinggi di Indonesia, sudah tahu sendiri tingkat baca sangat rendah. Cara tersebut dalam hemat sederhanaku, baik dan efektif. 

Pak Tabrani menyampaikan. "Pementasan ini Ya, tanpa membawa Al-quran, tapi mengaji nilai-nilai yang ada di Al-quran ditampilkan secara baik dan penuh ekstra latihan, bagi para aktor. Tapi memang demikian, saat kita merasa senang waktu 1 jam 30 menit sangat sedikit. Terasa cepat, padahal kopi dan cemilan makaroni masih tersisa banyak." Ujarnya dengan menggunakan bahasa Indonesia dan campuran bahasa Ibu, disampaikan. 

Selain itu, pementasan ini seperti jalan baik dari seorang Pak Tabrani melakukan kritik sekaligus saran yang dibalut kebanggaan dan kebahagiaan. Karena kali ini, kali pertama dari dua tahun teater kelas sudah tidak tayang secara luring. Kali ini bisa...! Jika tahun lalu dalam bentuk daring, tapi tanpa penonton. Semoga ini jadi jalan belajar lebih baik lagi menjadi manusia love is wisdom. Begitulah yang sampaikan beliau saat sarasehan singkat kemarin. 

Adapun perkataan yang terngiang-ngiang hingga sekarang dari beliau. Saking banyaknya para peserta dan panitia. Bahwa teater merupakan dedikasi yang tidak mengatasnamakan agama tapi isinya sangat religius. Jika yang ditampilkan sangat dekat dengan kehidupan. Di panggung ini sangat kental dengan kehidupan manusia untuk dipelajari. Sehingga manusia di bumi berlaku sebagai subjek mengelola bumi. 

Semoga kegiatan ini selalu lancar dan sukses. Sehingga selalu memberikan ekstensi yang mendedikasikan kepada kita semua. Dari setiap pementasan ini akan menemukan kepingan yang paling dalam dan mampu diimplementasikan dalam kehidupan. Dan refleksi kehidupan itu mampu dedikasikan di jalan kehidupannya. Bicara tentang Tuhan dan kemanusiaan akan tetap penuh kesucian dari dalam diri tanpa merusak logika dan hati tentang kemanusiaan dan ke-tuhanku, serta tentang hewan dan tumbuhan. 

Salam budaya, salam Literasi. Salam ta'dim kepada-nya, sehat selalu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar