Minggu, 23 Desember 2018

Kado Kepada Dosen



"Berkarya adalah cara kita dalam jurusan bahasa dan sastra Indonesia, karena bahasa adalah alat kita dalam bercerita dan sastra sebagai wadah kita dalam berkarya, jika ada seorang dosen dengan teori dan  cara dipaparkan dan dirinya belum bisa memberikan bukti: dosen tersebut akan memberikan sebuah dedikasi klise tanpa disadari"

Ada dosen selalu menjabarkan kepada saya sebagai mahasiswa dan menyuruh mahasiswa dalam berkarya, sedangkan dirinya masih berada dalam taraf pengalaman bukan pengenalan dalam karya dalam bentuk cetak (menjadi buku). Semua serasa menjadi cara terbaik ketika menyuruh ke mahasiswanya. Sedangkan psikologis mahasiswa pandai dalam berpikir mereka akan berkarya ketika seorang dosen tersebut memiliki karya juga, dorongan psikologis mahasiswa tidak perlu diucapkan kepada mahasiswa tanpa disadari mahasiswa yang serius dalam berkuliah akan menemukan dorongan tanpa disuruhnya, dengan melihat hasil kerja dan bukti auntentik seorang dosen dalam berkarya.

Seorang dosen tidak akan dilawan intruksinya oleh mahasiswa karena masih menganggap kalau dirinya masih muridnya sebagai abdi kepada seorang gurunya. Karena masih mengharap barokah kepadanya, sebab guru yang bisa memberikan dan menjabarkan sebauah pemahaman agar muridnya bisa mengetahuai apa yang belum dipahami, guru jasa paing besar dalam pengetahuan kita. Pada saat berada di perantauan seorang guru mewakili orang tua kita sebagai mahasiswa. Apalagi dosen crewet kepada mahasiswa bukti dosen tersebut peduli kepada kita, serius dalam mendidik. 

Beberapa hari lalu pada saat semester II kuliah saya melakukan diskusi dengan beberapa mahasiswa. Khususnya mahasiswa yang satu jurusan yaitu jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Ada salah satu mahasiswa bertanya: "ketika kita diajar oleh seorang dosen yang sudah memilki karya, bagaimana perasaan kita sebagai mahasiswa?", dengan cengengesan salah satu teman namanya Rahmat menjawab "tidak ada pengaruhnya hehe". Namun salah satu teman mahasiswa yang anaknya sangat pintar dalam kelas namun motivasi belajarnya kurang, serta dukungan dari lingkungan tidak ada, larinya menjadi orang yang jarang masuk dan menghitung jatah masuk dalam perteuan dalam setiap mata kuliah yang ditempuhnya. Ia menjawab dengan baik "Saya lebih senang diajar oleh seorang dosen yang telah memiliki buku (karya sendiri), lantaran dengans seperti itu meyakinkan dan memantapkan kita dalam belajar dalam kelas, tanpa ada bahasa untuk memberikan intruksi saya akan ternspirasu dengan pembelajarannya, karena sudah yakn dosen tersebut berkompetn!" ujarnya mahasiswa tersebut. 

Saya sebagai mahasiswa yang selalu ingin tahu, lantaran memang tidak tau apa-apa mengenai hal bahasa dan sastra Indonesia. Ada benarnya apa yang dikatakan mahasiswa yang kedua tersebut, ketika saya membaca buku dalam hati ketika menemukan hal yang berarti dan pengetahuan baru dalam harti berkata mengapa sangat bagus si penulis buku ini. Jawaban itu setelah saya membaca buku salah satu karya dari dosen fakultas hukum, saya selalu baca karyanya di kooran-koran sangat tidak diragukan kopentensi dosen tersebut, menurut saya ia telah memberikan dedikasi tanpa disadari kepada mahasiswa lantaran karya-karyanya. 

Namun semua itu bertolak belakang dengan apa yang ada jurusan saya. Dosen semuanya memberikan pelajaran teori dan praktik namun mengapa tidak pernah ada sebuah bukti karya yang ditemukan dalam perpustakaan pusat dan perpustakaan setiap fakultas, khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikn (FKIP), padahal seorang dosen dan mahasiswa seharusnya produkttif dalam berkarya, mengapa belum ditemukan buku-bukunya. Kalau dilihat dari mata kuliah kita kita belajar bahasa dan kesustraan di mana kita mampu menuliskan dan dituntut berkarya sebagai mahasiwa disetiap tahun satu karya dalam kelompok atau individu, sebagai bukti dan cara mengarsipkan sebuah aset negara dan mencatat setiap kebudayaan setiap wilayah. 

"Karena dengan karya manusia bisa berjaya, jika tidak hari ini maka hari akan datang, hal tersebut menjadi bukti bahwa sastra dan bahasa bukan sebagai jurusan yang mampu mendidik (menjadi guru), namun akan menjadi seorang pendidik melalui dunia literasi yaitu berkarya: mengapa berkarya bisa dikatakan pendidik karena sebuah karya akan memberikan pelajaran kepada pembaca secara berevolusi, akan membentuk manusia dari dalam secara bertahap". 

Saya beberapa hari lalu melakukan observasi ke beberapa dosen, yang suka menulis dan berkaraya, banyak yang telah memiliki buku dalam proses dan buku nonfiksi tepatnya dan memang tidak terlalu dipahami oleh mahasiswa dan tidak terlalu digemarinya. Saya hanya fokuskan pada karya sastra (fiksi), yang suka menulis puisi dan cerpen dan mereka menulis hanya ada dalam Sosemed-nya saja dari itu dalam hati terketuk sebagai abdi kalau saya harus mengumpulkan karya-karya dosen tersebut sebagai bukti dan bagaimana saya bissa belajar kepada karyanya. Dengan sengaja dan tanpa sepengetahuan dosen tersebut, saya menuliskan karya-karyanya yang ada di facebooknya. Saya jadikan jadikan antologi puisi.

Dalam benak saya akan menghadap ketika nanti sudah rampung kumplan puisi tersebut. Karena kegelisahan saya atas dasar apa yang pernah dirasakan oleh mahasiswa yang nercerita ke saya pada saat semester II, setelah saya analisis ada benarnya secara defakto mahasiswa akan lebih terdorong dengan sorang dosen yang memiliki sebuah karya. Apalagi dalam memberikan atau menyampaikan pada saat belajar akan berbeda ketika memnggunakan buku orang lain. 

"Kartini tidak mengajarkan apa-apa secara langsung, namun dengan pemikirannya yang ditunaikan dalam sebuah karya ia menjadi seorang perempuan hebat dan pemikirannya menjadi acauan para perempuan di Indonesia, maka Soekarno menjadikan ia sebagai tokoh dan pahlawan di Indonesia lantaran sebuah pemikirannya yang hebat" 


Pikiran lebih mahal daripada sebuah tindakan, namun pemikiran dan tindakan akan lebih muliah tatkala kedua bisa dirasakan manusia.
sebuah pikiran akan mempengaruhi manusia lain ketika sudah dalam bentuk karya,sehingga tindakan akan menjadi pilihan manusia dalam menyesuaikan apa yang terjadi dalam zaman dan waktunya, jika pemikiran akan dibenturkan dengan sebuah keadaan manusia lain apa yang terjadi pada dirnya sebaimana manusia bisa membuka dengan cara-caranya sendiri dan pemikiran orang lain sebagai refrensi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar